FARMAKOLOGI
Disusun oleh :
KELAS : 2 A
JURUSAN KEBIDANAN
TP. 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa hambatan. Dengan
selesainya makalah ini disusun, kami mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada yang Terhormat Dosen Pembimbing kami serta kepada seemua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.walaupun makalah ini
telah selesai,namun karena keterbatasan kemampuan dan literatur yang kami
miliki,sehingga makalah ini jauh dari sempurna,sehingga besar harapan kami untuk
menerima saran dan kritik yang bersifat konstruktif.
Kami mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini ada manfaatnya bagi
pembaca pada umumnya dan ilmu pengetahuan khususnya. Terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTA
R......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Gambaran Penyakit Gastritis.....................................................................................2
B. Penanganan Secara Farmakologi dan Non Farmakologi...........................................4
C. Penjelasan Masing-Masing Item Obat.......................................................................4
D. Kategori Obat Pada Ibu Hamil................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................13
B. Saran........................................................................................................................13
Daftar Pustaka..............................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus dengan gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang umumnya diderita oleh
kalangan remaja, khususnya penyakit ini meningkat pada kalangan mahasiswa.
disebabkan oleh berbagai faktor misalnya tidak teraturnya pola makan, gaya hidup
yang salah dan meningkatnya aktivitas (tugas perkuliahan) sehingga mahasiswa
tersebut tidak sempat untuk mengatur pola makannya dan malas untuk makan.(Fahrur,
2009).
Gejala yang umum terjadi pada penderita gastritis adalah rasa tidak nyaman pada
perut, perut kembung, sakit kepala dan mual yang dapat menggangu aktivitas sehari-
hari, rasa tak nyaman di epigastrium, nausea, muntah, Perih atau sakit seperti terbakar
pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan,
hilang selera makan, bersendawa, dan kembung. Dapat pula disertai demam,
menggigil (kedinginan), cegukan (hiccups)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran penyakit gastritis ?
2. Bagaimana penanganan secara farmakologi dan non farmakologi ?
3. Bagaimana penjelasan masing-masing item obat ?
4. Bagaimana kategori obat pada ibu hamil
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui gambaran penyakit gastritis
2. Untuk mengetahui penanganan secara farmakologi dan non farmakologi
3. Untuk mengetahui penjelasan masing-masing item obat
4. Untuk mengetahui kategori obat pada ibu hamil
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan.Makanan berbumbu dan minuman
dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen penyebab iritasi
mukosa lambung.
8. Garam empedu,terjadi pada kondisi refluks garam empedu(komponen penting
alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal)dari usus kecil kemukosa
lambung sehingga menimbulakan respons peradangan mukosa.
9. Iskemia,hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah kelambung.
10.Trauma langsung lambung,berhubungan dengan keseimbangan antara agresi dan
mekanisme pertahanan untuk menjaga integritas mukosa,yang dapat
menimbulkan respons peradangan pada mukosa lambung
4. Klasifikasi
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah gastritis akut
erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosif. Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi
tidak lebih dalam daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
menahun (Soeparman, 1999, hal: 101). Gastritis kronis adalah suatu peradangan
bagian permukaan mukosa lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik
oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori
(Brunner dan Suddart, 2000, hal: 188).
Gastritis kronis dibagi dalam tipe A dan B. Gastritis tipe A mampu menghasilkan
imun sendiri, tipe ini dikaitkan dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan
mucosa. Penurunan pada sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia
Pernisiosa berkembang dengan proses ini. Sedangkan Gastritis tipe B lebih lazim,
tipe ini dikaitkan dengan infeksi bakteri Helicobacter Pylori, yang menimbulkan
ulkus pada dinding lambung.
5. Manifestasi Klinis
a. Gastritis akut
Rasa nyeri pada epigastrium yang mungkin ditambah mual. Nyeri dapat timbul
kembali bila perut kosong. Saat nyeri penderita berkeringat, gelisah, sakit perut dan
mungkin disertai peningkatan suhu tubuh, tachicardi, sianosis, persaan seperti
terbakar pada epigastrium, kejng-kejng dan lemah.
b. Gastritis kronis
Tanda dan gejala hanpir sam dengan gastrritis akut, hanya disertai dengan
penurunan berat badan, nyeri dada, enemia nyeri, seperti ulkus peptikum dan dapat
terjdi aklohidrasi, kadar gastrium serum tinggi.
6. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock
hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
Gangguan cairan ketika terjadi muntah hebat.
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin
B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan
besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Ulkus peptikum juga
keganasan lambung.
7. Prognosis
Gastritis akut umumnya sembuh dalam waktu beberapa hari.
3
Insidensi ulkus lambung dan kanker lambung meningkat pada gastritis kronis tipe
A.
Gastritis dapat menimbulkan komplikasi pedarahan saluran cerna dan gejala
klinis yang berulang.
Terapi non farmakologi adalah bentuk pengobatan dengan cara pendekatan, edukasi
dan pemahaman tentang penyakit maag. Edukasi kepada pasien/ keluarga bertujuan
untuk meningkatakan pemahaman (mengenai penyakit maag secara umum dan pola
penyakit maag itu sendiri).
2. Terapi Farmakologi
(Hasanah, 2007).
4
dengan simetidin dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan ranitidin. Efek
farmakologi nizatidin sama seperti ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal
dan sedikit yang terjadi metabolisme (Mycek, 2001)
Contoh obat:
a. Simetidin
Simetidin mempunyai efek antiandrogen, namun jarang menyebabkan
ginekomastia. simetidin juga terikat pada sitokrom P-450 dan bisa menurunkan
metabolisme dalam hati (misalnya : warfarin, fenitoin dan teofilin) (Neal,
2005).
Indikasi : ulserasi gaster dan duodenum jinak, tukak stomal, refluks
oesofagitis, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung bermanfaat (BNF,
ed.68, hlm 52)
Kontraindikasi : hipersensitivitas (ISO vol.46, 2011-2012)
Efek samping : jarang terjadi dan berupa diare (sementara), nyeri otot,
pusing-pusing dan reaksi kulit. Pada penggunaan lama dengan dosis tinggi
dapat terjadi impotensi dan gynecomatia ringan, yaitu buah dada yang
membesar (Tjay, 2015)
Farmakokinetik : Simetidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dan
konsentrasi plasma puncak diperoleh setelah sekitar satu jam saat diberi perut
kosong; Puncak kedua bisa terlihat setelah sekitar 3 jam. Makanan menunda
laju dan mungkin sedikit mengurangi tingkat penyerapan, dengan konsentrasi
plasma puncak terjadi setelah sekitar 2 jam. Ketersediaan hayati simetidin
setelah dosis oral adalah sekitar 60 sampai 70%. Simetidine didistribusikan
secara luas dan memiliki volume distribusi sekitar 1 liter/kg dan lemah terikat,
sekitar 20%, untuk protein plasma. Itu Waktu paruh eliminasi dari plasma
sekitar 2 jam dan meningkat pada gangguan ginjal (Martindale ed.36, 2009)
Dosis : Gastritis, 1 dd 800 mg setelah makan malam. Ulkus peptikus 2 dd 400
mg pada waktu makan atau 1 dd 800 mg selama 4 minggu dan maksimal 8
minggu. Dosis pemeliharaan guna mencegah kambuh, malam hari 400 mg
selama 3-6 bulan. Intravena 4-6 dd 200 mg (Tjay, 2015)
b. Ranitidin
Daya menghambat senyawa ini lebih kuat dibandingkan dengan simetidin.
Tidak merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak
mengakibatkan interaksi yang tidak diinginkan (Tjay, 2015)
Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung
aktif, mengurangi gejala refluks esofagitis.
Interaksi Obat : ranitidine tampaknya tidak mempengaruhi sitokrom P450
untuk sebagian besar, dan karena itu dianggap memiliki sedikit efek pada
metabolisme obat lain. Namun, seperti halnya antagonis H2 lainnya, efeknya
pada pH lambung bisa mengubah penyerapan dari beberapa obat lain
(Martindale Ed.36, 2009 )
Efek samping : penglihatan kabur; juga dilaporkan pankreatitis, gerakan
disengaja gangguan, nefritis interstisial, alopesia (BNF, ed.68 hlm 53).
Farmakokinetik : Ranitidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal
dengan konsentrasi puncak dalam plasma terjadi sekitar 2 sampai 3 jam setelah
dosis oral. Ranitidine melintasi penghalang plasenta dan disebarkan ke ASI
(Martindale ed.36, 2009)
Dosis : 1 dd 300 mg sesudah makan malam selama 4-8 minggu, sebagai
pencegah 1 dd 150 mg, i.v 50 mg sekali (Tjay, 2015)
c. Famotidin
5
Indikasi : tukak usus 12 jari, hipersekresi patologis seperti sindrom zollinger
Ellison dan edenoma endokrin berganda (ISO Vol.46, 2011-2012).
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,
anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF,
ed.68 hlm 53).
Dosis : Ulserasi gaster dan duodenum jinak, pengobatan 40 mg di malam hari
selama 4-8 minggu; pemeliharaan (duodenal ulserasi), 20 mg di malam hari,
Refluks oesofagitis, 20-40 mg dua kali sehari selama 6-12 minggu;
pemeliharaan, 20 mg dua kali sehari Antasida (BNF, ed.68 hlm 53)
Farmakokinetik : Famotidine mudah diserap di saluran gastrointestinal
namun tidak sempurna dengan konsentrasi puncak di plasma terjadi 1 sampai 3
jam setelah dosis oral. Ketersediaan hayati famotidine oral sekitar 40- 45% dan
tidak terpengaruh secara signifikan dengan adanya makanan. Waktu paruh
eliminasi dari plasma dilaporkan terjadi sekitar 3 jam dan berkepanjangan pada
gangguan ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar 15 sampai 20%, ke plasma
protein. Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme di hati menjadi
famotidin S-oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65 sampai 70%
dari intravena Dosis, diekskresikan tidak berubah dalam air kencing dalam 24
jam, terutama dengan sekresi tubular aktif (Martindale Ed.36, )
d. Nizatidin
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,
anoreksia, kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF,
ed.68 hlm 53). Dosis dan indikasi : Ulserasi gaster, duodenum atau terkait
NSAID, Pengobatannya, 300 mg di malam hari atau 150 mg dua kali sehari
selama 4-8 minggu; pemeliharaan, 150mg dimalam hari. Penyakit refluks
gastroesofagus, 150-300 mg dua kali setiap hari sampai 12 minggu
2. Antasida
Antasida meningkatkan pH lumen lambung. Peningkatan tersebut
meningkatkan kecepatan pengosongan lambung. Sehingga efek antasida menjadi
pendek. Pelepasan gastrin meningkat dan karena hal ini menstimulasi pelepasan
asam, maka antasida dibutuhkan lebih banyak (Neal, 2015).
Antasida tidak mengurangi volume HCL yang dikeluarkan lambung
tetapi peningkatkan pH dapat menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antasida
sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam, sedangkan
kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya. Antasida
digolongkan menjadi 2 macam yaitu antasida sistemik dan nonsistemik. Antasida
sistemik yang diabsorbsi melalui usus halus sehingga urin akan bersifat alkalis
dan menyebabkan alkalosis metabolik dan antasida nonsistemik yang tidak
diabsorbsi melalui usus halus sehingga tidak akan menyebabkan alkalosis
metabolik (Ganiswara, 2015 )
Senyawa antasida :
Natrium bikarbonat merupakan satu-satunya antasida yang larut air dan sangat
berguna. Natrium bikarbonat bekerja cepat tetapi mempunyai efek sementara
dan bikarbonat yang diabsorbsi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
alkalosis sistemik.
Magnesium hidroksida dan magnesium trisilikat tidak larut dalam air dan
bekerja cukup cepat. Magnesium mempunyai efek laksatif dan bisa
menyebabkan diare.
Alumunium hidroksida bekerja relatif lambat. Ion Al 3+ membentuk kompleks
dengan obat-obatn tertentu (misalnya tetrasiklin) dan cenderung menyebabkan
6
konstipasi. Campuran senyawa magnesium dan alumunium bisa digunakan
untuk meminimalkan efek pada motilitas (Tjay, 2015)
Efek samping dari obat antasida bervariasi tergantung zat komposisinya.
Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium
hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat membantu
menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik, natrium
bikarbonat melepaskan CO2 yang dapat menimbulkan sendawa dan kembung
(Mycek, 2001).
Contoh obat:
Antasida DOEN
Indikasi : mengurangi gejala kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung,
tukak usus 12 jari
Kontraindikasi : disfungsi ginjal berat
Efek samping : sembelit, diare, mal,muntah
Interaksi obat : simetidin dan tetrasiklin mengurangi absorbsi obat
Dosis : dewasa sehari 3-4x 1-2 tab atau 1-2 sdt suspensi. Anak 6-12 tahun sehari
3-4x ½ - 1 tab atau ½ (ISO Vol.46, 2011-2012).
7
ranitidin, digoksin, antibakteri fluoroquinolon, ketokonazol, levothyroxine,
phenytoin, tetrasiklin, quinidine, teofilin dan warfarin. Interval pemberian antara
sukralfat dan antasida adalah 30 menit. Selang waktu 1 jam untuk pemberian
sukralfat dan makanan enteral (Martindale 36th ed. Hal 1772).
b. Misoprostol
Suatu analog metilester prostaglandin E1. Obat ini berefek menghambat sekresi
HCl dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang diinduksi
obat-obat AINS. Misoprostol adalah prostaglandin sintetik pertama yang efektif
secara oral. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum, efeknya
berbeda bermakna dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin.
Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.
Pada penelitian klinis, misoprostol sama efektif dengan simetidin untuk
pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan jelas efektif untuk
menyembuhkan tukak lambung. Tetapi AH2 atau tukak sukralfat lebih sering
dipilih untuk pengobatan tukak bukan karena obat AINS, karena efek
sampingnya ringan (FKUI)
Indikasi : Menstimulasi mekanisme perlindungan mukosa lambung dan
menghambat sekresi asam lambung. Berdasarkan ini membantu pengobatan
tukak lambung dan juga ditambahkan dengan NSAIDs (Tjay dan Kirana, 2015).
Farmakokinetik : Misoprostol dilaporkan cepat diserap dan dimetabolisme
menjadi bentuk aktifnya (misoprostol acid; SC-30695) setelah dosis oral;
konsentrasi plasma puncak asam misoprostol terjadi sekitar 15-30 menit.
Makanan mengurangi peningkatan tetapi tidak tingkat penyerapannya. Asam
misoprostol dimetabolisme lebih lanjut dengan oksidasi sejumlah organ tubuh
dan diekskresikan terutama di dalam urine. Waktu paruh eliminasi plasma
dilaporkan terjadi antara 20 dan 40 menit. Asam misoprostol terdistribusi ke
dalam ASI (Martindale 36th ed. Hal 1772).
Dosis : Oral, dewasa 200mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/ hari.
obat ini diindikasikan untuk profilaksis tukak lambung pada pasien berisiko
tinggi (usia lanjut dan pasien yang pernah menderita tukak lambung atau
perdarahan saluran cerna yang memerlukan AINS) (FKUI).
Efek Samping : Diare (kadang kala bisa parah dan membutuhkan penarikan,
dikurangi dengan memberi dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram dan
dengan menghindari antasida yang mengandung magnesium), dan juga sakit
perut, dispepsia, perut kembung, mual dan muntah-muntah, pendarahan vagina
abnormal (termasuk perdarahan intermenstruasi, menorrhagia dan pasca
menopause perdarahan), ruam dan pusing (BNF 68 Hal. 55). Misoprostol
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Dalam suatu penelitian dilaporkan
timbulnya pendarahan 50% wanita hamil trisemester I, dan 7% mengalami
keguguran (FKUI).
8
Farmakokinetik : Esomeprazol cepat diserap setelah dosis oral, dengan t ½
terjadi setelah sekitar 1-2 jam. Esomeprazol terikat pada protein plasma sekitar
97%. Ini dimetabolisme secara luas di hati oleh isoenzim sitokrom P450
CYP2C19 terhadap metabolit hidroksi dan desmethyl, yang tidak berpengaruh
pada sekresi asam lambung. Pengingat dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom
P450 CYP3A4 sampai esomeprazol sulfon. Dengan diulang dosis, ada penurunan
first-pass metabolism dan pembersihan sistemik, mungkin disebabkan oleh
penghambatan dari isoenzim CYP2C19. Namun, tidak ada akumulasi sekali
pakai sehari-hari. Penghapusan plasma waktu paruh sekitar 1,3 jam. Hampir 80%
dari Dosis oral dieliminasi sebagai metabolit dalam urin (Martindale 36th ed. Hal
1729).
Dosis : Dosis oral 20 mg setiap hari, selama 4-8 minggu, digunakan
dipengobatan ulserasi terkait NSAID; dosis 20 mg/ hari juga dapat digunakan
untuk profilaksis pada pasien berisiko lesi semacam itu yang membutuhkan terus
pengobatan NSAID. Untuk pengobatan sindroma Zollinger-Ellison, dianjurkan
dosis oral esomeprazol awal 40 mg/ 2x sehari, yang kemudian disesuaikan sesuai
kebutuhan. Mayoritas pasien dapat dikontrol pada dosis antara 80 dan 160 mg
setiap hari, meski dosis 240 mg telah diberikan. Dosis di atas 80 mg setiap hari
seharusnya diberikan dalam 2 dosis terbagi. Dosis Parenteral, dosis serupa di atas
bisa diberikan secara intravena untuk penyakit refluks gastroesofagus dan
NSAID. Esomeprazol diberikan sebagai garam natrium dengan injeksi intravena
lambat setidaknya 3 menit atau infus intravena selama 10 sampai 30 menit. Dosis
esomeprazol mungkin perlu dikurangi pada pasien dengan gangguan hati
(Martindale 36th ed. Hal 1729).
Efek Samping : glossitis, pankreatitis, anoreksia, gelisah, tremor, impotensi,
petechiae, dan purpura; Sangat jarang kolitis, diangkat
kolesterol serum atau trigliserida (BNF Ed. 68 hlm. 56).
b.Lansoprazol
Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak usus, tukak lambung dan refluks
esofagus (ISO Vol. 45, 2010-2011).
Farmakokinetik : Lansoprazol cepat diserap setelah dosis oral, dengan
konsentrasi plasma puncak dicapai setelah sekitar 1,5-2 jam. Bioavailabilitas
dilaporkan 80% atau lebih bahkan dengan dosis pertama, meski obatnya harus
diberikan dalam bentuk lapisan enterik karena lansoprazol tidak stabil pada pH
asam. Makanan dapat memperlambat penyerapan lansoprazole dan mengurangi
bioavailabilitas sekitar 50%. Ini banyak dimetabolisme di hati, terutama dengan
sitokrom P450 isoenzim CYP2C19 untuk membentuk 5-hydroxyl-lansoprazole
dan oleh CYP3A4 untuk membentuk lansoprazole sulfon. Metabolit
diekskresikan terutama di kotoran melalui empedu; hanya sekitar 15 sampai 30%
dari dosis diekskresikan dalam urin. Waktu paruh eliminasi plasma adalah sekitar
1-2 jam tapi durasi tindakannya banyak lebih lama Lansoprazol sekitar 97%
terikat pada plasma protein.
Dosis : Ulkus gastrik jinak, 30mg setiap hari di pagi hari selama 8 minggu. Ulkus
duodenum, 30mg setiap hari di pagi hari selama 4 minggu; perawatan 15mg/ hari.
Ulkus duodenum atau gastrik terkait NSAID, 30mg/ hari selama 4 minggu,
dilanjutkan 4 minggu lagi jika tidak sepenuhnya sembuh; profilaksis, 15-30mg/
hari.
Sindrom Zollinger-Ellison (dan hypersecretory lainnya kondisi), awalnya 60mg/;
dosis harian 120 mg atau lebih diberikan dalam dua dosis terbagi. Penyakit
9
refluks gastroesofagus, 30mg/ hari di pagi selama 4 minggu, lanjutkan untuk 4
minggu lagi jika tidak sepenuhnya sembuh; pemeliharaan 15-30 mg perhari.
Dispepsia terkait asam, 15-30mg/ hari di pagi hari selama 2-4 minggu (BNF Ed.
68 hlm. 56).
Efek Samping : glossitis, pankreatitis, anoreksia, gelisah, tremor, impotensi,
petechiae, dan purpura; Sangat jarang kolitis, diangkat kolesterol serum atau
trigliserida (BNF Ed. 68 hlm. 56).
c. Omeprazole
Indikasi : Tukak duodenal, tukak gastrik, tukak peptik, refluks esofagitis erosif/
ulseratif, sindrom Zollinger-Ellison (ISO Vol. 45, 2010-2011).
Farmakokinetik : Omeprazol cepat tapi diserap dalam pemberian oral dosis.
Penyerapan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh makanan. Omeprazol adalah
asam labil dan farmakokinetik berbagai formulasi dikembangkan untuk
meningkatkan bioavailabilitas oral yang beragam. Penyerapan omeprazol juga
tampaknya bergantung pada dosis; meningkatkan dosis diatas 40mg telah
dilaporkan meningkat. Konsentrasi plasma secara non linier karena metabolisme
hepatik pertama yang jenuh. Sebagai tambahan, ketersediaan hayati lebih tinggi
setelah penggunaan jangka panjang. Ketersediaan hayati omeprazol dapat
meningkat pada pasien lansia Pada penyerapan, omeprazol hampir seluruhnya
dimetabolisme di hati, terutama oleh sitokrom P450 isoenzim CYP2C19
membentuk hidroksi omeprazol, dan sebagian kecil oleh CYP3A4 untuk
membentuk omeprazole sulfon. Metabolitnya tidak aktif, dan sebagian besar
diekskresikan dalam urin dan pada tingkat yang lebih rendah di dalam empedu.
Waktu paruh eliminasi dari plasma sekitar 0,5-3 jam (Martindale 36th ed. Hal
1755).
Dosis : Dewasa sehari 1 x 20-40mg. Lama terapi : tukak usus 2-4 minggu. Tukak
lambung dan refluks esofagitis yang erosif 4-8 minggu. Sindrom Zollinger-
Ellison: sehari 1x 60mg. Maksimal 120mg/ hari. Dosis 80mg harus diminum
dalam dua dosis terbagi (ISO Vol. 45, 2010-2011).
Efek Samping : glossitis, pankreatitis, anoreksia, gelisah, tremor, impotensi,
petechiae, dan purpura; Sangat jarang kolitis, diangkat kolesterol serum atau
trigliserida (BNF Ed. 68 hlm. 56)
Dokter akan lebih dahulu menyarankan ibu hamil untuk melakukan perawatan
tanpa obat, seperti menghindari makanan yang memicu naiknya asam lambung dan
porsi makan sedikit tapi sering. Penggunaan obat dikhawatirkan dapat
mempengaruhi kesehatan calon ibu dan pertumbuhan janin, mengingat obat
memiliki efek samping.
Meskipun aman, tidak semua obat maag yang dijual di apotek maupun toko obat
dapat diminum ibu hamil. Berikut ini beberapa obat yang aman diminum ibu hamil,
meliputi:
10
1. Antasida
Antasida adalah salah satu pilihan obat maag di apotek untuk ibu hamil yang
bertugas menetralkan jumlah asam pada tubuh. Obat ini biasanya diminum satu jam
setelah makan dan sebelum tidur.Sebelum mengonsumsi obat-obatan jenis antasida
tersebut, pastikan Anda sudah membaca keterangan pada label obat maupun
memerhatikan instruksi dari apoteker.Antasida termasuk ke dalam risiko kehamilan
kategori C alias mungkin berisiko, menurut US Food and Drugs Administration
(FDA).Jika kadar magnesium serta natrium di dalam obat antasida tidak terlalu
tinggi, kemungkinan besar aman untuk diminum oleh ibu hamil. Kadar magnesium
serta natrium yang terkandung dalam obat maag terlalu tinggi dapat berpotensi
mengganggu proses kontraksi selama persalinan.
Maka itu, alangkah baiknya untuk membaca komposisi obat serta keterangan
lainnya yang tercantum pada label obat tersebut. Singkatnya, ada beberapa jenis
obat antasida yang aman diminum oleh ibu hamil, tapi ada juga yang tidak.Supaya
lebih aman, selalu konsultasikan dengan dokter atau apoteker mengenai jenis obat
maag terbaik selama masa kehamilan. Hindari minum obat antasida saat hamil
tanpa berkonsultasi dengan dokter atau apoteker sebelumnya.Perhatikan juga
kemungkinan efek samping yang ditimbulkan oleh obat pereda maag untuk ibu
hamil ini. Obat antasida bisa menimbulkan efek samping berupa sembelit, dan
memperbanyak penumpukan cairan pada jaringan tubuh.
2. Sucralfate
Sucralfate adalah obat maag yang hadir dalam bentuk cair, dengan fungsi
untuk memulihkan lapisan sistem pencernaan yang terluka. Selain itu, obat ini juga
bisa membantu melindungi sistem pencernaan dari paparan asam dan enzim yang
berisiko menimbulkan iritasi.Jangan khawatir, karena sucralfate terbukti aman
diminum saat hamil. Obat ini termasuk ke dalam risiko kehamilan kategori B, alias
tidak berisiko pada beberapa penelitian, menurut US Food and Drugs
Administration (FDA).
Hanya saja, obat ini biasanya diperoleh melalui resep dokter. Anda bisa minum
obat ini sebanyak 2-4 kali sehari. Aturan minumnya 1 jam sebelum makan saat
perut kosong, maupun 2 jam setelah makan. Obat maag ini aman diminum dalam
kurun waktu 4-8 minggu, bila dokter mengizinkan.
Jika konsumsi obat antasida dan alginat saja dirasa tidak cukup ampuh untuk
mengobati gejala, pilihan obat lainnya mungkin diperlukan guna mengurangi
jumlah asam lambung.Obat maag lainnya yang bisa diberikan untuk ibu hamil
yakni cimetidine (Tagamet®), ranitidine (Zantac®), dan famotidine (Pepcid®).
Kesemuanya termasuk kelompok obat H-2 receptor blockers, dengan aturan minum
biasanya sebanyak satu kali sehari.Jenis obat H-2 receptor blockers termasuk ke
dalam risiko kehamilan kategori B, alias tidak berisiko pada beberapa penelitian,
menurut US Food and Drugs Administration (FDA).
11
Itu sebabnya, obat ini diyakini aman untuk dikonsumsi oleh ibu selama masa
kehamilan. Namun, agar lebih aman, sebaiknya konsultasikan lebih lanjut dengan
dokter atau apoteker Anda.
Obat PPI bisa dibeli secara bebas di apotek, maupun melalui resep dokter untuk
dosis yang lebih tinggi. Aturan minum obat ini sebaiknya sekali dalam sehari, atau
sesuai dengan anjuran dokter maupun apoteker.Obat ini sebaiknya hanya diberikan
untuk ibu hamil ketika obat h-2 receptor blockers dalam dosis normal tidak bisa
menyembuhkan maag.Oleh karena itu, agar lebih aman jangan lupa konsultasikan
lebih lanjut dengan dokter atau apoteker Anda sebelumnya.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani
yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti
inflamasi/peradangan. Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk
dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada
lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri
yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung
yaitu Helicobacter pylori.Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini
kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung.
Gastritis yang terjadi tiba – tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan
sakit pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara
bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian
atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Bagi sebagian orang, gastritis kronis
tidak menyebabkan apapun.
Pada gastritis akut zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi
mukosa lambung. Sedangkan pada gastritis kronik disebabkan oleh bakteri gram
negatif Helicobacter pylori. Bakteri patogen ini (helicobacter pylori) menginfeksi
tubuh seseorang melalui oral, dan paling sering ditularkan dari ibu ke bayi tanpa
ada penampakan gejala (asimptomatik).
B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar
dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga
sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di sampin itu ami juga
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi
lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedoktern Edisi III Jilid 1. Media Aesculapiusn FK
UI, Jakarta.
Crowin EJ, Schmitz G, Hans L. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Fauci AS, Kasper D, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine, USA, Harrison’s Principles of Internal Medicine,
USA, The Mc Graw- Hill Companies Inc. 2008.
Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009, Lippincott’s
Illustrated Review Pharmacology 4thEd, Pliladelphia: Williams & Wilkins (329-335,
502-509).
Ganiswarna G .2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stres. Jakarta : PT Intisari
Mediatama.
14