Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

JARING TITIK KONTROL HORIZONTAL

Dosen Pengampu :
Tofan Tri Oktora, S.Pd., M.Si

Disusun oleh:
KELOMPOK 1
KELAS 1D TS
1. Fadiel Effendi (1821076037)
2. Mariyah Romizah (1821076057)
3. M. Irfan Rizqisahila (1821076068)
4. Yekti Oktaviani Devi (1821076109)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL D2


PDD POLITEKNIK NEGERI MALANG
AKADEMI KOMUNITAS NEGERI LUMAJANG
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-
Nya makalah yang berjudul “Makalah Jaring Titik Kontrol Horizontal” dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Jaring Kontrol
Geodesi. Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan,
masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui
kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Tofan Tri Oktora, S.Pd., M.Si , selaku dosen pembimbing mata kuliah
Jaring Kontrol Geodesi kelas 1D program studi teknik sipil AKNL, serta
2. Teman-teman kelas 1D teknik sipil yang telah memberi dukungan
terhadap penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

11 Februari 2019

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ............................................................................................ i


Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah........................................................................... 1
1.3.Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1. Pengertian Jaring Titik Kontrol Horizontal ................................... 3
2.2. Klasifikasi Jaring Titik Kontrol Horizontal .................................. 3
2.3. Konvensi dalam pembangunan dan pengembangan jaring
titik kontrol horizontal .................................................................. 7
2.4. Spesifikasi teknis pembangunan dan pengembanganan jaring
titik kontrol horizontal .................................................................. 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 22
3.1. Kesimpulan.................................................................................... 22
Daftar pustaka .................................................................................................. 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Untuk mempelajari ilmu geodesi, ada beberapa disiplin ilmu yang menjadi
dasar dan ada beberapa disiplin ilmu lain sebagai penunjangnya. Awalnya
bumi dianggap sebagai bidang datar, tetapi dengan perkembangan selanjutnya
sehubungan dengan sifat manusia yang ingin tahu, pandangan bumi seperti
bidang datar sudah berubah dan percaya bahwa bumi merupakan bidang
lengkung. Pencarian bentuk, dan ukuran bumi yang sebenarnya masih
berlangsung hingga sekarang ini. Atas dasar sifat, cakupan luas daerah, dam
fungsinya, disiplin ilmu geodesi dapat diklasifikasikan menjadi Geodesi
Geometri, Geodesi Fisis, dan Geodesi Dinamis.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai geodesi geometri
dalam pengukuran dan pemetaan geodesi geometri ruang lingkupnya
membahas tentang titik-titik jaring kontrol maupun sistem referensi bumi yang
nantinya berhubungan dengan klasifikasi mengenai jaring kontrol geodesi,
jaring kontrol horizontal, jaring kontrol vertikal, dan jaring kontrol gaya berat.
Makalah ini menitik beratkan atau memfokuskan terhadap pembahasan jaring
kontrol horizontalnya.

1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang tersebut adalah :
1.2.1.Apa yang dimaksud jaring titik kontrol horizontal?
1.2.2.Apa saja klasifikasi dari jaring titik kontrol horizontal?
1.2.3.Bagaimana konvensi dalam pembangunan dan pengembangan jaring
titik kontrol horizontal dan spesifikasi teknis pembangunan dan
pengembangan jaring titik kontrol horizontal?

1
1.3.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.3.1.Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari jaring kontrol
horizontal.
1.3.2.Untik mengetahui klasifikasi dari jaring kontrol horizontal.
1.3.3.Untuk mengetahui cara konvensi dalam pengembangan pembangunan
dan pengembangan jaring kontrol horizontal dan spesifikasi teknis
pembangunan dan pengembanganan jaring titik kontrol horizontal.

1.4.Manfaat
Manfaat dari makalah ini yakni sebagai pengetahuan bagi para pembaca
yang belum mengetahui tentang jaring kontrol horizontal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Jaring Titik Kontrol Horizontal


Jaring Kontrol Horizontal merupakan sekumpulan titik kontrol
horizontal yang satu sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak
dan/atau sudut, dan koordinatnya ditentukan dengan metode
pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem referensi koordinat
horizontal tertentu. Kualitas dari koordinat titik-titik dalam suatu jaring
kontrol horisontal umumnya akan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti
sistem peralatan yang digunakan untuk pengukuran/pengamatan, geometri
jaringan, strategi pengukuran/pengamatan, serta strategi pengolahan data
yang diterapkan.
Atribut yang mengkarakteristikan ketelitian internal (tingkat presisi)
dari jaringan, yang pada prinsipnya bergantung pada tiga faktor utama, yaitu
kualitas data, geometri jaringan, serta metode pengolahan data Kelas dinilai
melalui analisis ketelitian hasil proses perataan terkendala minimal.
Sedangkan kualitas data sendiri akan tergantung pada beberapa faktor seperti
sistem peralatan yang digunakan, strategi survei yang diterapkan, serta
metode pengeliminasian kesalahan dan bias yang diterapkan.

2.2.Klasifikasi Jaring Titik Kontrol Horizontal


Kasifikasi suatu jaring kontrol didasarkan pada tingkat presisi dan
tingkat akurasi dari jarring yang bersangkutan, yang tingkat presisi
diklasifikasikan berdasarkan kelas yang digunakan untuk menentukan masing
masing kelas digunakan perbedaan antar kelas , dan tingkatnya . Presisi
adalah derajad konsistensi antara pengukuran berdasarkan nilai
ketidaksesuaian dari suatu data (Wolf dan Ghilani, 2006). Derajad kepresisian
dapat diperoleh dengan bergantung kepada kestabilan lingkungan pada saat
pengukuran, kualitas peralatan yang digunakan pada saat pengukuran,
prosedur pengukuran, dan kemampuan sumber daya manusianya. Sedangkan

3
akurasi adalah kedekatan nilai hasil ukuran dengan nilai sebenarnya (Wolf
dan Ghilani, 2006).
Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde harus dinyatakan dalam
sistem referensi koordinat nasional, yang pada saat ini dinamakan Datum
Geodesi Nasional 1995 (DGN 95).
Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep,
deskripsi fisis serta standard dan parameter) yang digunakan dalam
pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang (Abidin,
HA 2001).
Datum adalah suatu framework yang bisa mendefinisikan suatu sistem
koordinat yang mencakup ellipsoid dan parameter lainnya. Ada dua cara
untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan
2 datum terdiri dari datum vertical dan darum horizontal dan dengan cara
modern yang berdasarkan pada beberapa titik yang sudah terdefinisi.
2.2.1. Klasifikasi jaring titik kontrol
Klasifikasi suatu jaring kontrol didasarkan pada tingkat presisi dan
tingkat akurasi dari jaring yang bersangkutan, yang tingkat presisi
diklasifikasikan berdasarkan kelas, dan tingkat akurasi diklasifikasikan
berdasarkan orde.
2.2.2. Penetapan kelas jaringan
Kelas suatu jaring titik kontrol horizontal (titik kontrol yang
koordinatnya dinyatakan dalam sistem koordinat horizontal yang sifatnya
dua-dimensi) ditentukan berdasarkan panjang sumbu-panjang (semi-major
axis) dari setiap elips kesalahan relatif (antar titik) dengan tingkat
kepercayaan (confidence level) 95% yang dihitung berdasarkan statistik yang
diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan kuadrat terkecil terkendala
minimal (minimal constrained). Dalam hal ini panjang maksimum dari
sumbu-panjang elips kesalahan relatif 95% yang digunakan untuk
menentukan kelas jaringan adalah :
r = c ( d + 0.2 )
dengan pengertian :
r = panjang maksimum dari sumbu-panjang yang diperbolehkan, dalam

4
mm;
c = faktor empirik yang menggambarkan tingkat presisi survei;
d = jarak antar titik , dalam km.
Berdasarkan nilai faktor c tersebut, kategorisasi kelas jaring titik
kontrol horizontal yang diusulkan diberikan pada Tabel berikut:
Kelas c Aplikasi tipikal
(ppm)
3A 0.01 jaring tetap (kontinu) GPS
2A 0.1 survei geodetik berskala nasional
A 1 survei geodetik berskala regional
B 10 survei geodetik berskala local
C 30 survei geodetik untuk perapatan
D 50 survei pemetaan
Tabel 1 Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal

Kualitas dari koordinat titik-titik dalam suatu jaring kontrol horisontal


umumnya akan dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti sistem peralatan yang
digunakan untuk pengukuran/pengamatan, geometri jaringan, strategi
pengukuran/pengamatan, serta strategi pengolahan data yang diterapkan.
Pengadaan jaring titik kontrol horisontal di Indonesia sudah dimulai sejak
jaman penjajahan Belanda, yaitu dengan pengukuran triangulasi yang dimulai
pada tahun 1862. Selanjutnya dengan pengembangan sistem satelit navigasi
Doppler (Transit), sejak tahun 1974 pengadaan jaring titik kontrol juga mulai
memanfaatkan sistem satelit ini. Dengan berkembangnya sistem satelit GPS,
sejak tahun 1989, pengadaan jaring titik kontrol horisontal di Indonesia
umumnya bertumpu pada pengamatan satelit GPS ini.
Pada dasarnya pada saat ini, jaring titik kontrol horisontal di Indonesia
dapat dikelompokkan sebagaimana yang diberikan pada Tabel berikut:

5
Kalsifikasi Jarak Tipikal antar Titik Fungsi saat ini Metode Pengamatan
Jaring
Orde-0 500 km Jaring kontrol geodetik nasional Survei GPS
Ored-1 100 km Jaring kontrol geodetik regional Survei GPS
Orde-2 10 km Jaring kontrol kadastral regional Survei GPS
Orde-3 2 km Jaring kontrol kadastral lokal Survei GPS
Orde-4 0.1 km Jaring kontrol pemetaan kadastral Survei Poligon
Jaring Titik Kontrol Horisontal

2.2.3. Penetapan orde jaringan


Jaring kontrol horizontal diklasifikasikan berdasarkan kelas dan
ordenya. Kelas jaring kontrol horizontal terdiri atas enam kelas, yaitu kelas
3A, 2A, A, B, C, dan D. Orde jaring kontrol horizontal terdiri atas orde 00, 0,
1, 2, 3, dan 4.
Orde suatu jaring titik kontrol horizontal ditentukan berdasarkan
panjang sumbu-panjang (semi-major axis) dari setiap elips kesalahan relatif
(antar titik) dengan tingkat kepercayaan (confidence level) 95% yang dihitung
berdasarkan statistik yang diberikan oleh hasil hitung perataan jaringan
kuadrat terkecil. Dalam penentuan Orde, hitung perataan jaringannya adalah
hitung perataan berkendala penuh (full constrained). Dalam hal ini panjang
maksimum dari sumbu-panjang elips kesalahan relatif (satu deviasi standar)
yang digunakan juga dihitung berdasarkan persamaan di atas.
Berdasarkan nilai faktor c tersebut, dapat dibuat kategorisasi orde
jaring titik control horizontal yang diperoleh dari suatu survei geodetik,
seperti yang diberikan pada Tabel.

6
Orde c Jaring kontrol Jarak* Kelas
00 0.01 Jaring fidusial nasional (Jaring tetap 1000 3A
GPS)
0 0.1 Jaring titik kontrol geodetik nasional 500 2A
1 1 Jaring titik kontrol geodetik regional 100 A
2 10 Jaring titik kontrol geodetik local 10 B
3 30 titik kontrol geodetik perapatan 2 C
4 50 Jaring titik kontrol pemetaan 0.1 D
* jarak tipikal antar titik yang berdampingan dalam jaringan (dalam km)

Tabel Orde jaring titik kontrol horizontal

Dalam klasifikasi jaring titik kontrol perlu diingat bahwa orde yang
ditetapkan untuk suatu jaring titik kontrol :
1) tidak boleh lebih tinggi orde jaring titik kontrol yang sudah ada yang
digunakan sebagai jaring referensi (jaring pengikat);
2) tidak lebih tinggi dari kelasnya.
2.3. Konvensi dalam pembangunan dan pengembangan jaring titik kontrol
horizontal
Ruang lingkup Konvensi dalam pembangunan dan pengembangan
jaring titik control horizontal ini meliputi:

2.3.1. Sistem referensi koordinat


Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde harus dinyatakan
dalam sistem referensi koordinat nasional, yang pada saat ini
dinamakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95).
Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori,
konsep, deskripsi fisis serta standard dan parameter) yang digunakan
dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam
ruang (Abidin, HA 2001).
Datum adalah suatu framework yang bisa mendefinisikan
suatu sistem koordinat yang mencakup ellipsoid dan parameter lainnya.
Ada dua cara untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu

7
dengan menggunakan 2 datum terdiri dari datum vertical dan darum
horizontal dan dengan cara modern yang berdasarkan pada beberapa
titik yang sudah terdefinisi.
Datum Geodesi Nasional 1995 adalah datum geodetik yang
pertama kali didefinisikan pada tahun 1995-01-01 dan cocok untuk
digunakan di Indonesia - darat dan lepas pantai. Datum Geodesi
Nasional 1995 mengacu pada lambang WGS 84 dan garis meridian
utama Greenwich. Datum Geodesi Nasional 1995 berasal dari zaman
ITRF91 pada tahun 1992.0. Datum Geodesi Nasional 1995 merupakan
datum geodetik untuk survei geodesi, pemetaan topografi, survei
teknik. Ini didefinisikan oleh informasi dari Bakosurtanal.
Menggantikan ID74 dan semua datum yang lebih tua.
Pekerjaan pemetaan telah dilakukan oleh Indonesia sejak dulu
berdasarkan pada datum lokal, seperti datum Batavia (gn. Genuk),
datum Gn. Sagara dan Datum Indonesia 1974. Saat ini semua pekerjaan
pemetaan telah menggunakan sistem kordinat yang baru, yaitu
berdasarkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95). DGN-95 adalah
sistem koordinat Indonesia, dimana sistem koordinat ini kompatibel
dengan GPS yang berbasiskan World Geodetic Sistem 1984 (WGS-84),
DGN-95 merupakan datum geosentris. Perbedaan datum DGN-95 dan
ID-74 mengakibatkan pergeseran koordinat berkisar 30 meter dan
datum DGN-95 dengan datum Jakarta/Genuk, Sagara, Moncongloe
berkisar antara 200 meter (dalam komponen utara, timur). Untuk
merubah koordinat dari satu sistem ke sistem diperlukan transformasi.

2.3.2. Kerangka referensi koordinat


Dalam pengadaannya, suatu jaring titik kontrol harus terikat
secara langsung dengan jaring titik kontrol yang ordenya lebih tinggi.
Jaring titik kontrol pengikat (kerangka referensi koordinat) untuk setiap
jaringan adalah seperti yang dispesifikasikan pada Tabel:

8
Jaring Kerangka referensi

Orde -00 ITRF 2000


Orde -0 minimal Orde -00
Orde -1 minimal Orde -0
Orde -2 minimal Orde -1
Orde -3 minimal Orde -2
Orde -4 minimal Orde -3

Pengadaan suatu jaring titik kontrol sebaiknya dimulai dari orde


yang lebih tinggi. Jika karena sesuatu hal suatu jaring titik kontrol tidak
dapat diikatkan ke jaring yang ordenya lebih tinggi, maka jaring yang
bersangkutan harus dispesifikasikan kelasnya saja. Pada waktu lain
begitu pengikatan dapat dilaksanakan, maka kelas jaringan dapat
dikonversikan menjadi orde jaringan.

2.3.3. Ketelitian
Ketelitian koordinat titik-titik dalam jaringan harus memenuhi
persyaratan untuk kelas danode jaringannya.

2.3.4. Konfigurasi jaringan


a. Setiap jaringan harus terikat minimal ke beberapa buah titik
kontrol dari jaringan yangordenya lebih tinggi, yang jumlahnya
seperti ditetapkan pada spesifikasi teknis;
b. Setiap titik dalam jaringan harus terikat minimal ke beberapa buah
titik lainnya dalam jaringan tersebut, yang jumlahnya seperti
ditetapkan pada spesifikasi teknis;
c. Titik-titik kontrol terdistribusi secara merata dalam jaringan.

Konfigiurasi adalah pengaturan atau proses pembuatan


pengaturan dari bagian-bagian yang membentuk keseluruhan.

9
2.3.5. Sistem peralatan
Sistem peralatan yang digunakan dalam pengadaan jaring titik
control harus memenuhiklasifikasi dan persyaratan untuk survei
geodetik seperti yang dijabarkan dalam spesifikasiteknis.

2.3.6. Metode dan strategi pengamatan


Metode pengamatan yang harus diterapkan untuk pengadaan
jaring kerangka horizontal nasional adalah seperti yang ditunjukkan
pada Tabel berikut:
Jaring Metode Pengamatan

Orde -00 Jaring GPS Kontinu


Orde -0 Survei GPS
Orde -1 Survei GPS
Orde -2 Survei GPS
Orde -3 Survei GPS
Orde -4 Poligon, atau Survei GPS
Tabel Metode pengamatan untuk pengadaan jaring titik kontrol

2.3.7. Metode dan Strategi Pengolahan Data


a. Pengolahan data untuk memperoleh koordinat titik pada semua
jenis orde jaringan, harus berbasiskan pada hitung perataan kuadrat
terkecil berkendala penuh.
b. Pengolahan data survei GPS untuk jaring-jaring orde-00, orde-0
dan orde-1 harus menggunakan perangkat lunak ilmiah, seperti
Bernesse dan GAMIT.
c. Pengolahan data survei GPS untuk jaring-jaring orde-2, orde-3, dan
orde-4(GPS)dapat menggunakan perangkat lunak komersial, seperti
SKI dan GP Survey.

2.3.8. Sistem Pelaporan Hasil


Sistem pelaporan hasil dari survei pengadaan jaring titik kontrol
harus memenuhi kaidah kaidah pelaporan hasil survei geodetik seperti

10
yang dijabarkan dalam spesifikasi teknis. Survei geodetik adalah
kegiatan pengukuran dalam pemetaan Bumi.
2.4. Spesifikasi teknis pembangunan dan pengembanganan jaring titik
kontrol horizontal

2.4.1. Sistem referensi koordinat


Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde jaringan harus
dinyatakan dalam sistem referensi koordinat nasional, yang pada saat
ini dinamakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 95). Sistem DGN
95 ini pada prinsipnya adalah sistem koordinat WGS (World Geodetic
System) 1984, yang merupakan sistem koordinat kartesian geosentrik
tangan kanan. Ellipsoid referensi yang digunakan sistem ini adalah
ellipsoid geosentrik WGS 84 yang didefinisikan oleh empat parameter
utama .
Untuk titik-titik kontrol orde-00 s/d orde-3 dan orde-4 (GPS),
karena penentuan koordinatnya dilakukan dengan pengamatan satelit
GPS, maka koordinat titik yang diperoleh adalah koordinat kartesian
tiga dimensi (X, Y, Z) atau koordinat geodetik (L, B, h). Sedangkan
untuk titik kontrol orde-4 (Poligon), koordinat titik kontrol harus
dinyatakan dalam sistem proyeksi peta UTM atau TM-3. Untuk
sistem UTM, spesifikasi dasar yang harus digunakan adalah :
- lebar zone = 6 derajat ,
- titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator,
- koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (0 m, 500.000 m) untuk
titik di Utara ekuator, dan (10.000.000 m, 500.000 m) untuk titik di
Selatan ekuator,
- faktor skala meridian sentral = 0.9996.
Sedangkan untuk sistem TM-3, spesifikasi dasar yang harus
digunakan :
- lebar zone = 3 derajat ,
- titik nol adalah perpotongan meridian sentral dengan ekuator,
- koordinat semu dari titik nol (N,E) adalah (1.500.000 m, 200.000
m),

11
- faktor skala meridian sentral = 0.9999.

2.4.2. Kerangka referensi koordinat


Dalam pengadaan suatu jaring titik kontrol, jaring tersebut harus
diikatkan ke beberapa titik dari suatu jaring referensi yang ordenya
lebih tinggi yang berada di sekitar wilayah cakupan jaring tersebut.

2.4.3. Ketelitian
Untuk pengadaan jaring titik kontrol, spesifikasi teknis untuk
ketelitian jaring kontrol tersebut ditentukan oleh kelas jaringan
(pengukuran) serta Orde dari jaring referensi (pengikat)

2.4.4. Konfigurasi jaringan


Dalam pengadaan suatu jaring titik kontrol, ada beberapa
kriteria dan syarat yang harus dipenuhi oleh konfigurasi jaring
tersebut, yaitu seperti yang diberikan Berkaitan dengan perencanaan
konfigurasi jaringan ada beberapa spesifikasi teknis yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Desain jaringan harus dibuat diatas fotokopi peta topografi atau
peta rupabumi dengan skala yang memadai sehingga dapat
menunjukkan desain, geometri, dan kekuatan jaringan sedemikian
rupa sehingga spesifikasi ketelitian yang diinginkan dapat
terpenuhi;
b. Seluruh baseline dalam jaringan sebaiknya terdistribusi secara
relatif homogen, yang ditunjukkan dengan panjang baseline yang
relatif sama;
c. Sebelum diimplementasikan, desain jaringan yang digunakan
untuk pengamatan harus telah disetujui oleh pihak pemberi kerja
dengan dibubuhi tanda tangan atau paraf penanggung jawab
kegiatan yang bersangkutan.

12
2.4.5. Sistem peralatan
Untuk pengadaan jaring titik kontrol Orde-00 s/d Orde-3 dan
Orde-4 (GPS) yang berbasiskan pada pengamatan satelit GPS,
Sedangkan untuk pengadaan jaring titikkontrol Orde-4 (poligon) yang
pengadaannya berdasarkan pengukuran poligon.
Berkaitan dengan pengadaan jaring kontrol orde-4 (poligon),
penggunaan ETS (Electronic Total Station) yang memenuhi
spesifikasi, sangatlah dianjurkan. Secara lebih spesifik, dalam
pengadaan jaring titik kontrol horizontal dengan menggunakan
pengamatan satelit GPS, spesifikasi teknis untuk sistem peralatan juga
harus memenuhi hal-hal berikut :
a. Receiver GPS yang digunakan sebaiknya mampu mengamati
secara simultan semua satelit yang berada di atas horison (all in
view capability);
b. Seluruh pengamatan harus menggunakan receiver GPS tipe
geodetik yang mampu mengamati data kode (pseudorange) dan
fase pada dua frekuensi L1 dan L2, kecuali untuk pengamatan
jaring Orde-3 yang cukup pada frekuensi L1 saja;
c. Antena receiver GPS berikut kelengkapannya (seperti kabel dan
alat pengukur tinggi antena) merupakan satu kesatuan dari tipe dan
jenis receiver yang digunakan sesuai standar pabrik
d. Tripod (kaki segitiga) yang digunakan harus kokoh dan dilengkapi
dengan dudukan (mounting) untuk pengikat unting-unting dan
tribrach yang dilengkapi centering optis ebagai dudukan antena
GPS;
e. Untuk pengadaan jaring Orde-00 s/d Orde-1, peralatan pengukur
parameter meteorologis, yaitu termometer, barometer, dan
hygrometer, harus tersedia untuk setiap unit receiver;
f. Pada lokasi dimana pemantulan sinyal GPS (multipath) mudah
terjadi seperti di pantai,danau, tebing, bangunan bertingkat, antena
harus dilengkapi dengan ground plane untuk mereduksi pengaruh
tersebut;

13
g. Setiap unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan
satu unit komputer laptop, untuk penyimpanan data serta
pengolahan awal baseline;
h. Setiap unit receiver GPS di lapangan sebaiknya dilengkapi dengan
peralatan radio komunikasi yang mempunyai kemampuan
jangkauan yang lebih panjang dari baseline terpanjang dalam
jaringan;
i. Pihak pelaksana pekerjaan disarankan untuk membawa generator,
pengisi baterai (battery charger) dan alat pemotong pepohonan
(seperti golok dan gergaji), sebagai peralatan lapangan untuk
setiap tim pengamat.

2.4.6 . Rekonaisans dan monumentasi


Sebelum pelaksanaan survei untuk pengadaan jaring titik
kontrol, ada dua pekerjaan penting yang perlu dilakukan, yaitu
rekonaisans (kaji lapangan) dan monumentasi. Pekerjaan rekonaisans
dimaksudkan untuk mencari lokasi yang terbaik untuk penempatan
titik-titik kontrol di lapangan serta mengumpulkan informasi terkait
yang diperlukan nantinya untuk proses monumentasi maupun
pengukuran / pengamatan. Proses monumentasi dimaksudkan untuk
membuat monumen (tugu) yang merepresentasikan titik kontrol di
lapangan.
a. Rekonaisans
Terkait dengan proses rekonaisans, ada beberapa hal yang perlu
dispesifikasikan yaitu sebagai berikut :
 Sebelum dilakukan rekonaisans, pelaksana pekerjaan
diwajibkan untuk mengadakan koordinasi dengan pihak dan
instansi pemda yang terkait mengenai rencana pemasangan
monumen titik kontrol. Hal yang diharapkan dari proses
koordinasi ini adalah adanya informasi dari pemda
setempat mengenai rencana pengembangan fisik di daerah
bersangkutan yang dapat berakibat terhadap terganggunya

14
keamanan monumen titik kontrol yang akan dipasang di
masa mendatang.
 Lokasi titik-titik kontrol yang dipilih diusahakan sesuai
dengan desain jaringan yang dibuat sebelumnya, dan
apabila memungkinkan, selain untuk jaring Orde-4, titik-
titik tersebut dipilih pada halaman instansi pemerintah
ataupun institusi pendidikan dengan persetujuan pihak-
pihak yang bersangkutan.
 Lokasi titik kontrol yang dipilih sebaiknya memenuhi
persyaratan berikut:
1. distribusinya sesuai dengan desain jaringan yang telah
dibuat;
2. kondisi dan struktur tanahnya yang stabil ;
3. mudah dicapai (lebih baik dengan kendaraan bermotor)
dan ditemukan kembali;
4. sebaiknya ditempatkan di tanah milik negara;
5. tidak mengganggu (terganggu oleh) fasilitas dan utilitas
umum;
6. ditempatkan pada lokasi sehingga monumen tidak
mudah terganggu atau rusak, baik akibat gangguan,
manusia, binatang, ataupun alam
7. penempatan titik pada suatu lokasi juga harus
memperhatikan rencana penggunaan lokasi yang
bersangkutan pada masa depan;
8. titik-titik harus dapat diikatkan ke beberapa titik yang
telah diketahui koordinatnya dari orde yang lebih tinggi,
untuk keperluan perhitungan, pendefinisian datum, serta
penjagaan konsistensi dan homogenitas dari datum dan
ketelitian titik-titik dalam jaringan.
Untuk pengamatan dengan satelit GPS, yaitu untuk jaring Orde-0 s/d
Orde-3 dan jaring orde-4 (GPS), persyaratan berikut juga harus
diperhatikan yaitu :

15
1. mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah di
atas elevasi 15 derajat ,
2. jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan sinyal
GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath;
3. jauh dari objek-objek yang dapat menimbulkan interferensi
elektris terhadap penerimaan sinyal GPS.
 Jika pada proses rekonaisans posisi titik kontrol yang telah
direncanakan harus dipindah karena ternyata lokasi tersebut
tidak baik dan memadai untuk pelaksanaan pengamatan,
pihak pelaksana harus membuat laporan kepada petugas
penanggung jawab teknis untuk memastikan bahwa
perubahan tersebut tidak akan mempengaruhi fungsi titik
kontrol.
 Dalam proses pelaksanaan reconnaissance ini, untuk setiap
lokasi titik tim lapangan
harus mengisi secara lengkap semua informasi yang
diminta pada formulir rekonaisans titik pada saat berada di
lokasi, termasuk :
o diagram lokasi yang akurat;
o diagram aksesibilitas (pencapaian) lokasi;
o diagram obstruksi.

b. Monumentasi
Setelah lokasi titik di lapangan ditentukan, maka proses
monumentasi selanjutnya dilaksanakan. Dalam monumentasi ini
ada beberapa hal yang perlu di spesifikasikan, yaitu sebagai berikut
:
1. Setiap monumen pada setiap titik harus dilengkapi dengan tablet
logam dan marmer yang dipasang pada tugu beton;
2. Monumen harus dibuat dari campuran semen, pasir, dan kerikil
(1:2:3), sesuai dengan desain dan ukuran yang dispesifikasikan;

16
3. Untuk membedakan jenis monumen dari setiap Orde jaring titik
kontrol dan untuk sistemisasi pengarsipan, titik-titik kontrol harus
diberi nomor berdasarkan suatu sistem yang baku. Nomor titik
harus merefleksikan Orde jaringan serta lokasi (propinsi dan
kabupaten) dari titik tersebut;
4. Untuk setiap monumen yang dibangun harus dibuatkan sketsa
lapangan dan deskripsinya. Foto dari empat arah (utara, timur,
selatan, dan barat) juga harus dibuat sehingga bisa didapatkan
gambaran latar belakang lokasi dari setiap arah. Spesifikasi untuk
formulir-formulir deskripsi titik .

2.4.7. Metode dan strategi pengamatan


Untuk pengadaan jaring titik kontrol orde-00 sampai dengan
orde-4 (GPS) yang berbasiskan pada pengamatan satelit GPS, maka
spesifikasi teknis untuk metode dan strategi pengamatan yang
sebaiknya digunakan diberikan pada Tabel berikut.

Untuk pengadaan jaring titik kontrol orde-4 (poligon) yang


berbasiskan pada pengukuran poligon, spesifikasi teknis yang terkait
dengan pengamatan diberikan pada Tabel.

17
Berkaitan dengan pengamatan satelit untuk pengadaan jaring
titik kontrol geodetik orde-1 sampai dengan orde-3 dan orde-4 (GPS)
ada beberapa spesifikasi lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Pengamatan satelit GPS minimal melibatkan penggunaan 3 (tiga)
penerima (receiver) GPS secara bersamaan;
b. Setiap penerima GPS yang digunakan sebaiknya dapat menyimpan
data minimum untuk satu hari pengamatan;
c. pada setiap titik, ketinggian dari antena harus diukur sebelum dan
sesudah pengamatan satelit, minimal tiga kali pembacaan untuk
setiap pengukurannya. perbedaan antara data-data ukuran tinggi
antena tersebut tidak boleh melebihi 2 mm;
d. minimal ada satu titik sekutu yang menghubungkan dua sesi
pengamatan, dan akan lebih baik jika terdapat baseline sekutu;
e. Di akhir suatu hari pengamatan, seluruh data yang diamati pada
hari tersebut harus diungguhkan (download) ke komputer dan
disimpan sebagai cadangan (backup) dalam disket ataupun CD
ROM;
f. Pada suatu sesi pengamatan, pengukuran data meteorologi
dilaksanakan minimal tiga kali, yaitu pada awal, tengah, dan akhir
pengamatan;

18
g. setiap kejadian selama pengamatan berlangsung yang diperkirakan
dapat mempengaruhi kualitas data pengamatan yang harus dicatat.

2.4.8. Metode dan strategi pengolahan data


Untuk pengadaan jaring titik kontrol orde-00 sampai dengan
orde-4 (GPS) yang berbasiskan pada pengamatan satelit GPS,
spesifikasi teknis untuk metode dan strategi pengolahan data Untuk
pengadaan jaring titik kontrol orde-4 yang berbasiskan pada
pengukuran poligon, spesifikasi teknis yang terkait dengan
pengolahan datanya . Berkaitan dengan pengolahan data survei
GPS,ada beberapa hal yang juga perlu dispesifikasikan yaitu:
1. Seluruh data pengamatan GPS di konversi ke rinex (receiver
independent exchange format) ;
2. Untuk pengolahan baseline GPS, perangkat lunak yang
digunakan sebaiknya disesuaikan dengan penerima GPS yang
digunakan;
3. Dalam pengolahan baseline GPS, koordinat dari titik referensi
yang digunakan untuk penentuan vektor baseline tidak boleh
berasal Dn ari hasil penentuan posisi secara absolut;
4. Untuk pengolahan data survei GPS untuk pengadaan jaringan
orde-1 s.d. orde-4 (GPS),perangkat lunak untuk perataan jaring
(bebas maupun terikat) boleh tidak sama dengan perangkat lunak
yang digunakan untuk pengolahan baseline;
5. Proses pengolahan data survei GPS, sebaiknya menghasilkan
informasi berikut :
 daftar koordinat definitif dari semua titik dalam jaringan
yang dihasilkan dari perataanjaring terikat berikut matriks
variansi-kovariansinya;
 daftar nilai baseline definitif hasil perataan jaring terikat
berikut nilai simpangan bakunya serta nilai koreksinya
terhadap nilai baseline hasil pengamatan;
 elips kesalahan titik untuk setiap titik;

19
 elips kesalahan relatif untuk setiap baseline yang diamati;
 hasil dari uji-uji statistik yang dilakukan terhadap nilai
residual setelah perataan.
6. Koordinat definitif dari titik kontrol Orde-00 sampai dengan
Orde-3 serta Orde-4 (GPS) harus dinyatakan dalam datum DGN-
95, dalam bentuk :
 koordinat kartesian 3-D (X,Y,Z);
 koordinat geodetik (lintang, bujur, tinggi ellipsoid);
 koordinat proyeksi UTM (utara, timur).
7. Koordinat definitif dari titik kontrol orde-4 harus dinyatakan
dalam datum DGN-95, dalam bentuk koordinat proyeksi TM-3
atau UTM,

2.5.9 Format pelaporan hasil


Untuk pelaporan hasil survei pengadaan jaring titik kontrol. Secara umum,
spesifikasi teknis untuk format pelaporan hasil yang sebaiknya digunakan
diberikan pada Tabel 15 berikut. Secara lebih terperinci, format pelaporan
suatu proyek pengadaan jaring titik kontrol horizontal umumnya akan
berupa :
1. pelaporan pelaksanaan pekerjaan dalam bentuk laporan
pendahuluan, laporan antara dan laporan akhir
2. hasil akhir yang harus diserahkan umumnya adalah sebagai berikut
:
 monumen titik kontrol di lapangan;
 deskripsi tugu titik kontrol berikut foto dan peta lokasi;
 daftar koordinat titik kontrol berikut matriks variansi
kovariansinya;
 peta distribusi titik kontrol dalam bentuk peta dijital dan
cetakannya;
 data pengamatan baik berupa salinan lunak (soft copy) maupun
salinan keras (hard copy);

20
 seluruh formulir-formulir lapangan, yaitu formulir rekonaisans
titik, deskripsi titik, sketsa lokasi, foto tugu, serta formulir catatan
lapangan ;
 seluruh hasil pengamatan dan pengolahan data.

21
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jaring Kontrol Horizontal merupakan sekumpulan titik kontrol horizontal
yang satu sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan
koordinatnya ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam
suatu sistem referensi koordinat horizontal tertentu. Kualitas dari koordinat titik-
titik dalam suatu jaring kontrol horisontal umumnya akan dipengaruhi oleh
banyak faktor, seperti sistem peralatan yang digunakan untuk
pengukuran/pengamatan, geometri jaringan, strategi pengukuran/pengamatan,
serta strategi pengolahan data yang diterapkan.
Pekerjaan rekonaisans dimaksudkan untuk mencari lokasi yang terbaik
untuk penempatan titik-titik kontrol di lapangan serta mengumpulkan informasi
terkait yang diperlukan nantinya untuk proses monumentasi maupun pengukuran /
pengamatan. Ada dua cara untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu
dengan menggunakan 2 datum terdiri dari datum vertical dan darum horizontal
dan dengan cara modern yang berdasarkan pada beberapa titik yang sudah
terdefinisi.
Ada dua cara untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu
dengan menggunakan 2 datum terdiri dari datum vertical dan darum horizontal
dan dengan cara modern yang berdasarkan pada beberapa titik yang sudah
terdefinisi. Koordinat titik-titik kontrol dari semua orde jaringan harus dinyatakan
dalam sistem referensi koordinat nasional, yang pada saat ini dinamakan Datum
Geodesi Nasional 1995 (DGN 95).

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standarisasi Nasional (BSN)-CS 13.180.30-Jaring Kontrol


Horizontal-SNI 19-6724-2002
2. https://media.neliti.com/media/publications/82322-ID-kajian-posisi-jaring-
kontrol-h.pdf diakses pada 10 Februari 2019

23

Anda mungkin juga menyukai