Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENGANTAR METODE PELAKSANAAN DAN PEMBONGKARAN


KONSTRUKSI

“Pengukuran(Setting out),Pengukuran Horizontal & Vertikal”

Disusun oleh :
Bintang Rezki Andesya Putra
2021210025

Dosen Pengampu :
Arman A, S.ST., MT

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
2024
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dengan judul Pengukuran(Setting Out),Pengukuran Horizontal & Vertikal pada mata
kuliah Pengantar Metode Pelaksanaan dan Pembongkaran Konstruksi.

Adapun tujuan dari penyusunan tugas ini guna untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Pengantar Metode Pelaksanaan dan Pembongkaran Konstruksi yang diampu oleh
Bapak Arman A, S.ST., M.T.

Padang, 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................... 2


DAFTAR ISI......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 5
1.2 Tujuan Penulisan .......................................................................... 6
1.3 Manfaat Penulisan ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................... 7
2.1 Definisi, dan Jenis Pengukuran .................................................... 7
2.1.1 Definisi Pengukuran .................................................................. 7
2.1.3 Pentingnya pengukuran : ........................................................... 7
2.1.4 Jenis-jenis pengukuran: ............................................................. 7
2.2 Peralatan yang dugunakan dalam pengukuran ............................. 8
2.2.1 Waterpass .................................................................................. 8
2.2.2 Theodolite.................................................................................. 9
2.2.3 Rambu Ukur ............................................................................ 10
2.2.4 Statif (Tripod).......................................................................... 11
2.2.5 Patok ........................................................................................ 11
2.2.6 Roll Meter (Pita Ukur) ............................................................ 12
2.2.7 Payung ..................................................................................... 12
2.2.8 Kompas.................................................................................... 13
2.2.9 Alat tulis dan kalkulator .......................................................... 13
2.3 Macam- macam satuan sudut dan jarak ..................................... 14
2.3.1 Satuan Sudut............................................................................ 14
2.3.2 Satuan jarak ............................................................................. 15
2.4 Teori dan Metode Pengukuran Beda Tinggi .............................. 15
2.4.1 Peralatan yang Digunakan dalam Pengukuran Beda Tinggi ... 18
2.4.2 Azimuth ................................................................................... 18
2.4.3 Bearing (Sudut Arah) .............................................................. 18
2.5 Pengukuran Lapangan ............................................................. 18

3
2.6 Pengolahan data........................................................................ 28
2.7 Penyajian data .......................................................................... 28
BAB III PENUTUP ........................................................................... 29
3.1 Kesimpulan................................................................................. 29
3.2 Saran ........................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengukuran Stacking Out Pekerjaan Konstruksi diperlukan dalam rangka
perhitungan Mutual Check 0% (MC-0) yaitu melakukan pengukuran ulang sesuai gambar
perencanaan berdasarkan kondisi existing lapangan. Cara pengukuran dan alat yang
digunakan sedapat mungkin sama dengan yang sudah dilaksanakan sebelumnya.

Perbedaan volume yang signifikan antara perencanaan dengan volume pada saat
pelaksaan kerap terjadi, hal ini terjadi karena selang waktu yang cukup lama antara masa
perencanaan dengan pelaksanaan. Dengan melaksanakan Pengukuran Stacking Out
Pekerjaan Konstruksi, diharapkan adanya kesepakatan dan kesepahaman antara penyedia
dan pengguna jasa. Titik referensi (BM) harus mengikuti yang sudah ada, bila diperlukan
maka dilakukan pemasangan BM tambahan. Selain sebagai pengukuran ulang pada MC-0,
uitzet juga bermanfaat untuk memperbaiki/koreksi terhadap peta yang sudah ada.

Tinggi merupakan perbedaan vertikal atau jarak tegak dari suatu bidang referensi
yang telah ditentukan terhadap suatu titik sepanjang garis vertikalnya. Pengukuran beda
tinggi antara dua titik di atas permukaan tanah merupakan bagian yang sangat penting
dalam ilmu ukur tanah. Untuk mendapatkan tinggi suatu titik perlu dilakukan pengukuran
beda tinggi antara suatu titik terhadap titik yang telah diketahui tingginya dengan
menggunakan alat sipat datar.Beda tinggi ini dapat ditentukan dengan berbagai macam
metode sipat datar, diantaranya adalah metode sipat datar memanjang dan metode
melintang.

Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan, selain pengukuran kerangka dasar


vertikal yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran kerangka dasar
horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik ikat. Juga perlu dilakukan pengukuran
titik-titik detail untuk menghasilkan titik-titik detail yang tersebar di permukaan
bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran. Pengukuran titik-titik detail
dilakukan sesudah pengukuran kerangka dasar vertikal dan pengukuran kerangka dasar
horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik detail mempunyai orde ketelitian lebih

5
rendah dibandingkan orde pengukuran kerangka dasar.

Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachymetri adalah cara yang paling
banyak digunakan dalam praktek. Terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk
detail-detail yang bentuknya tidak beraturan. Dengan cara in titik-titik detail dapat
diukur dari titik kerangka dasar atau dari titik-titikpenolong yang diikatkan pada titik
kerangka dasar.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan laporan praktikum ini adalah :

1. Mengetahui cara menggunakan alat theodolite dan watterpass

2. Mengetahui bagian bagian alat theodolite dan watterpass

3. Mengetahui beda tinggi antara titik-titik dalam pengukuran.

4. Mengetahui hasil pengukuran detail pada poligon tertutup.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan laporan praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa mampu menggunakan theodolite dan waterpass dengan baik.


2. Mahasiswa dapat mengetahui beda tinggi antara titik-titik dalam pengukuran.

3. Mahasiswa dapat mengetahui hasil pengukuran detail pada poligon tertutup.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi, dan Jenis Pengukuran

2.1.1 Definisi Pengukuran


Pengukuran adalah pengamatan terhadap suatu besaran yang dilakukan dengan
peralatan dalam suatu lokasi dengan keterbatasan tertentu. Secara umum, pengukuran
tanah dapat dianggap sebagai disiplin yang meliputi semua metode untuk pengumpulan
dan pemrosesan informasi tentang bumi dan lingkungan fisis.

2.1.2 Pentingnya pengukuran :


Hasil-hasil pengukuran tanah sangat dibutuhkan dalam :
 Pembuatan peta permukaan bumi dan laut

 Mengetahui batas-batas tanah

 Konstruksi bangunan

 Arkeologi

2.1.3 Jenis-jenis pengukuran:


Jenis-jenis pengukuran dalam pengukuran tanah.
Lima macam pengukuran yang terlihat dalam gambar membentuk dasar
pengukuran tanah datar : (1) Sudut Horizontal, (2) Jarak Horizontal, (3) Sudut Vertikal,
(4) jarak vertikal, (5) jarak miring. Sudut horizontal seperti sudut AOB, jarak horizontal
OA dan OB, diukur dibidang tanah horizontal ; sudut vertikal seperti AOC, di bidang
vertikal. Garis vertikal, AC dan BD, diukur menurut arah gaya berat; jarak miring Oc,
ditentukan sepanjang bidang miring. Dengan menggunakan kombinasi pengukuran-
pengukuran dasar ini dapat dihitung kedudukan nisbi antara sembarang titik.

7
2.2 Peralatan yang dugunakan dalam pengukuran

2.2.1 Waterpass
Waterpass adalah alat ukur menyipat datar dengan teropong, dilengkapi nivo dan
sumbu mekanis tegak sehingga teropong dapat berputar ke arah horizontal. Alat ini
tergolong alat menyipat datar kaki tiga atau tripod level, karena alat ini bila digunakan
harus dipasang di atas kaki tiga atau statif.

Gambar 2.2.a

WaterpassAdapun bagian bagian dari waterpassadalah sebagai berikut :

1. Visir :Pengaruh teropong ke target.


Sebagaipembidik kasar
2. Lensa Okuler :Lensa yang berada di dekat mata. Untuk
membaca benang atas, tengah dan bawah
3. Nivo kotak :Indicator kedataran alat
4. Penggera Halus Horizontal :untuk memutar waterpass secara halus
gunanya untuk tepat mengarahkan ke target, setelah pembidikan oleh visir

8
5. Kiap 3 sisi :untuk mengatur kedataran alat yang nantinya
memasukkan gelembung nivo pada kotak.
6. Tribach :tempat landasan alat di atas statif
7. Lensa Obyektif :Lensa yang menangkap bayangan benda

2.2.2 Theodolite
Theodolite yaitu salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak. Berbeda
dengan waterpass yanghanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit
sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik).

Gambar 2.2.b Theodolit

tampak depan Bagian – bagian Theodolite tampak depan adalah sebagai berikut :

1. Carrying handle ; Pegangan digunakan saat ingin diangkat/ditaruh dari box


2. Visir ; Pengarah teropong ke target. Pembidik kasar.
3. Sekrup micrometer ; Sebagai patokan dalam menghitung sudut (kalibrasi).
4. Lensa obyektif ; Lensa yang menangkap bayangan terbalik diperkecil target
(lensa yangvberada jauh dari mata).
5. Sekrup pemutar kasar vertical ; Pengunci theodolite agar tidak bergerak secara

9
vertical.
6. Sekrup pemutar halus vertical ; Untuk memutar theodolite secara halus
(sedikit) gunanya untuk tepat mengarahkan ke target.
7. Optical plummet (centering optis) ; Untuk memfokuskan alat (centering) pada
patok.
8. Nivo kotak ; Indicator kedataran alat.
9. Tribrach ; Bagian bawah dari theodolite, tempat yang menempel dengan
statif.
10. Tiga sekrup pengatur kedataran alat ; Ini untuk mengatur kedataran alat yang
nantinya memasukkan gelembung pada nivo kotak dan nivo tabung.
11. Sekrup pemutar kasar horizontal ; Pengunci theodolite agar tidak bergerak
secara horizontal.
12. Sekrup pemutar halus horizontal ; Untuk memutar theodolite secara halus
(sedikit) gunanya untuk tepat mengarahkan ke target.
13. Cermin ; Untuk memantulkan cahaya. Gunanya untuk pencahayaan pada
pembacaan skala sudut.
14. Mikroskop pembaca sudut ; Untuk membaca skala sudut
15. Lensa okuler ; Lensa yang berada di dekat mata. Untuk membaca
benangatas, bawah, dan tengah.
16. Nivo tabung ; Indicator kedataran teropong, biasanya mengikuti nivo kotak.

2.2.3 Rambu Ukur

Gambar 2.2.d Rambu ukur

10
Rambu ukur adalah alat bantu dalam pengukuran jarak optis maupun beda tinggi
yang bentuk fisiknya berupa mistar dengan panjang (pada umumnya) tiga meter atau
enam meter, berskala di dua sisi—sisi kanan dan sisi kiri dan bercat hitamputih atau
merah putih. Rambu terbuat dari bahan yang tahan terhadap kondisilapangan.

2.2.4 Statif (Tripod)


Statif atau tripod yaitu tempat untuk berdirinya alat waterpass dan theodolite.
Statif terbuat dari kayu atau aluminium sehingga lebih ringan. Ujung dari statif
berbentuk runcing . Terdapat kunci untuk mengikat alat agar tidak bergeser . Di kaki
statif terdapat sekrup penyetel yang berfungsi agar kaki statif terkunci.

Gambar 2.2.e Statip

2.2.5 Patok
Patok digunakan sebagai titik yang akan dibidik apada saat pengukuran,Patok
terbuat dari kayu yang berbentuk balok dengan ukuran bervariasi (6 x 4 x 50 cm) dan
ujung bawahnya berbentuk runcing.

11
2.2.6 Roll Meter (Pita Ukur)

Gambar 2.2.g Pita Ukur

Roll meter atau pita ukur terbuat dari fiberglass dengan panjang bervariasi mulai
dari 30 m, 50 m bahkan 100 m. Pita ukur ini dilengkapi tangkai untuk mengukur jarak
antara patok satu dengan yang lain.

2.2.7 Payung
Payung digunakan untuk melindungi alat ukur dari sinar matahari pada saat
pengukuran karena lensa pada alat ukur waterpass dan theodolite sangat peka terhadap
sinar matahari.

Gambar 2.2.h Payung

12
2.2.8 Kompas

Kompas digunakan untuk menentukan orientasi pada saat pengukuran.

Gambar 2.2.i Kompas

2.2.9 Alat tulis dan kalkulator

Bolpoint, kalkulator dan alat tulis lainnya digunakan untuk memperlancar


jalannya praktikum misalnya sebagai koreksi lapangan.

Gambar 2.2.j Alat tulis

13
2.3 Macam- macam satuan sudut dan jarak

2.3.1 Satuan Sudut


1. Sistem Sexasimaal (Derajat, Menit, Detik)
Satu derajat adalah besarnya sudut yang dihasilkan oleh perputaran 1/360 keliling
lingkaran. Jadi 1°= 1/360 putaran.

1 putaran penuh = 1 keliling lingkaran = 360 °

1/4 putaran penuh = 1/4 keliling lingkaran = 1/4 x 360 ° = 90°

1/2 putaran penuh = 1/2 keliling lingkaran = 1/2 x 360 ° = 180°

Sudut Siku-Siku = 90°

Lingkaran= 360° Sudut Lurus = 180°

Contoh :

Jawab : 120° = 120 x 1/360 putaran = 1/3 putaran Nyatakan 120 ° dalam putaran

Nyatakan 2/5 putaran dalam bentuk derajat1' = 60"


2. Sistem Centisimaal (Grad, Decigrad, Centigrad, Miligrad, Desimiligrad)
Grad atau gon (simbol : g atau gr). 1 g menyatakan bahwa panjang busur lingkaran
sama dengan 1/400 keliling lingkaran. Jadi, besar sudut lingkaran adalah 400 g.
3. Radian (Radial)

1 radian =180°/π = 57°17'44,8"


1° = 0,01745329 rad = π/180° rad
180° = π = 3,14159265 radian
45° = 1/4 radian = 0,785 rad
90° = 1/2 radian 30° = 0,52 radian

14
2.3.2 Satuan jarak
Satuan Panjang dalam meter (m).Satu meter (1 m) didefinisikan sepersepuluh
juta bagian dari jarak antara kutub dan katulistiwa sepanjang meredian yang melewati
Paris.

1. Satuan-satuan metrik.

Banyak digunakan di Eropa tidak di Amerika micro

(millionth) : micron, micrometer milli

(thousandth) : millimeter, milligram

centi (hundredth) : centimeter, centigramdeci

(tenth) : decimeter, decigram

deca (ten) : decameter

hecto (hundred) : hectometer

kilo (thousand) : kilometer


Satuan metrik di dasarkan pada gaya, panjang, dan waktu: yaitu: kilogram, meter,
dan detik.

10 millimeter = 1 centimeter; 10 cm = 1 dm; 10 dm = 1m

1000 meter = 1 kilometer

2.4 Teori dan Metode Pengukuran Beda Tinggi


Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan ketinggian atau beda
tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk
mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk pekerjaan
konstruksi.
Hasil-hasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk perencanaan
jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas
15
elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadapsaluran-
saluran yang sudah ada, dan lain-lain.

Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :

 Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap
sama dengan garis unting-unting.
 Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik.
Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
 Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untukketinggian,
misalnya permukaan laut rata-rata.
 Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
 Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya terhadap
datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong
horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang
berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya. Dalam menggunakanalat
ukur waterpass harus dipenuhi syarat-syarat sbb :

a. Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.


b. Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
c. Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.

Pada penggunaan alat ukur waterpass selalu harus disertai dengan rambu ukur.
Yang terpenting dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-betul teliti
untuk dapat menghasilkan pengukuran yang baik. Di samping itu cara memegangnyapun
harus betul-betul tegak (vertikal). Agar letak rambu ukur berdiri dengan tegak, maka dapat
digunakan nivo rambu . Jika nivo rambu ini tidak tersedia, dapat pula dengan cara
menggoyangkan rambu ukur secara perlahan-lahan ke depan, kemudian ke belakang,
kemudian pengamat mencatat hasil pembacaan rambu ukur yang minimum. Cara ini tidak
cocok bila rambu ukur yang digunakan beralas berbentuk persegi.

Pada saat pembacaan rambu ukur harus selalu diperhatikan bahwa :

16
2BT = BA + BB 1

Adapun :

BT = Bacaan benang tengahBA

= Bacaan benang atas BB=

Bacaan benang bawah

Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan menggunakan alat sipat datar (waterpass). Alat
didirikan pada suatu titik yang diarahkan pada dua buahrambu yang berdiri vertical. Maka
beda tinggi dapat dicari dengan

BT = BTB – BTA 2

Rumus beda tinggi antara dua titik :

menggunakan pengurangan antara bacaan muka dan bacaan belakang.

Keterangan :

BT = beda tinggi
BTA = bacaan benang tengah ABTB

= bacaan benang tengah B

Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan dulu pembacaanbenang
tengah titik tersebut, dengan menggunakan rumus :

BT = BA + BB / 2 ....... 3

Keterangan :

BT = bacaan benang tengahBA

= bacaan banang atas BB =

bacaan benang bawah

17
Untuk mencari jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut : J =

(BA – BB) x 100 ............ 4

Keterangan :

J = jarak datar optis BA

= bacaan benang atas

BB = bacaan benang bawah

Dalam setiap pengukuran tidaklah lepas dari adanya kesalahan pembacaanangka,


sehingga diperlukan adanya koreksi antara hasil yang didapat di lapangan dengan hasil
dari perhitungan.

2.4.1 Peralatan yang Digunakan dalam Pengukuran Beda Tinggi


 Waterpass
 Statif
 Rambu ukur
 Alat tulis

2.4.2 Azimuth
Azimut adalah sudut yang diukur searah jarum jam dari sembarang meridian acuan.
Dalam pengukuran tanah datar, Azimut biasanya diukur dari utara.Azimut berkisar
antara 0 sampai 360° dan tidak memerlukan huruf-huruf untuk menunjukkan kuadran.

Gambar 2.4.1 Azimuth

2.4.3 Bearing (Sudut Arah)

18
Sudut arah merupakan satu sistem penentuan arah garis dengan memakai sebuah sudut
dan huruf-huruf kuadran. Sudut arah sebuah garis adalah sudut lancip horizontal antara
sebuah meridian acuan dan sebuah garis. Sudutnya diukur dari utara maupun selatan ke
arah timur ataupun barat, untuk menghasilkan sudut kurang dari 90°. Kuadran yang
terpakai ditunjukkan dengan huruf U atau S mendahului sudutnya dan T atau B
mengikutinya.

Gambar 2.4.2 Bearing


Sudut arah sebenarnya diukur dari meridian lokal astronomik atau meridian
sebenarnya,sudut arah magnetik dari meridian lokal ,sudut arah anggapan dari
sembarang meridian yang dipakai,dan sudut arah kisi dari mridian kisi yang sesuai.

2.5 Pengukuran Lapangan

Langkah-langkah dalam pengukuran lapangan terdiri dari:


a) Pemasangan pilar beton (Bench Mark) dan Control Point.
b) Penentuan Titik referensi
c) Pengamatan Azimuth Matahari
d) Pengukuran Kontrol Horizontal
e) Pengukuran Kontrol Vertikal
f) Pengukuran Situasi dan Trase Saluran
g) Pengolahan Data

A. Pemasangan Pilar Bench Mark & Control Point


Pilar yang dipasang terdiri dari pilar BM (Bench Mark), pilar CP (Control Point). Pilar BM
dipasang tiap ± 1,0 km dan dipasang juga pilar CP (Contol Point) yang terbuat dari paralon
sebagai penanda azimuth yang dipasang saling kelihatan.

19
Prosedur pemasangan pilar BM (Benchmark) dan CP (Control Point) antara lain sebagai
berikut:

Pilar BM dan CP dipasang didalam kerangka dasar horizontal dan vertikal, ditanam pada
tempat-tempat yang cukup aman dari gangguang manusia atau binatang. Pilar BM
dipasang sebelum dilaksanakan pengukuran poligon dan sipat datar.
Bentuk dan ukuran konstruksi pilar BM dan CP mengikuti standar pengairan, seperti
terlihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5.1 Bentuk konstruksi pilar BM dan CP

Kerangka pilar dan cetakan BM/CP dilakukan di Base Camp, sedang pengecoran pilar
dilakukan dilokasi pemasangan.
Setiap pilar BM dan CP dibuat diskripsi berupa sketsa sekitar dan sketsa detail, berikut
catatan/keterangan,
Kemudian dilakukan pengecatan pilar BM/CP warna biru dan pemotretan setiap pilar
(nomor kelihatan) untuk melengkapi Deskripsi Bench Mark.
Semua deskripsi bench mark yang telah dilengkapi dengan data koordinat dan foto dijilid
tersendiri merupakan sebuah buku yang berjudul Deskripsi Bench Mark.

B. Penentuan Titik Referensi


Sebagai titik awal atau referensi koordinat (X,Y) diambil/diikatkan dari stasiun triangulasi
yang ada dan referensi elevasi ditarik dari BM. TTG terdekat.

20
Bila tidak ditemukan titik-titik tersebut dilapangan, dilakukan pengamatan data GPS di
pilar bench mark yang dipasang. Sedangkan untuk referensi elevasi di perkirakan dari
elevasi muka air laut rata-rata. Sedangkan di pilar lainnya juga dilakukan pengamatan data
GPS yang dijadikan sebagai pembanding hasil pengukuran.

Sistem grid yang digunakan adalah sistem grid proyeksi UTM, WGS-84.

C. Pengamatan Azimuth Matahari

Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal pada hitungan


poligon, disamping itu berfungsi juga:

- Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-


sudut terukur dalam jaringan poligon.
- Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu
dengan yang lainnya.
- Penentuan sumbu X-Y untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran
yang bersifat lokal/koordinat lokal.
- Alat ukur yang digunakan Theodolite.
- Jumlah seri pengamatan 1 seri (B, LB, LB, B).
- Tempat pengamatan, salah satu titik sepanjang jalur poligon utama, cabang atau
titik simpul.
- Ketelitian azimuth matahari adalah 30”.

Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada Gambar 3.2.

Azimuth Target (T) adalah :

T = M +  atau T = M + ( T - M )
dimana
:
T = Azimuth ke target
M = Azimuth pusat matahari
(T) = Bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = Bacaan jurusan mendatar ke matahari

21
= Sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke
 target

Gambar 2.5.2 Pengamatan azimuth astronomis

D. Pengukuran Kontrol Horizontal

Pada dasarnya ada beberapa macam cara untuk melakukan pengukuran kerangka dasar
(kontrol) horizontal, salah satunya dengan pengukuran poligon.
Pengukuran titik kontrol horizontal yang dilakukan dalam bentuk poligon, harus terikat
pada ujung-ujungnya. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu
diperhatikan yaitu:
• Pengukuran Jarak
• Pengukuran Sudut Jurusan.

Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur
jarak dan sudut menurut lintasan tertutup (kring) dan melingkupi daerah yang dipetakan
dan terdiri dari beberapa kring disesuaikan dengan keadaan lapangan. Pada pengukuran
poligon ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran.

Panjang sisi-sisi poligon diusahakan sama, poligon cabang harus terikat pada po ligon
utama. Jarak poligon utama diukur dengan EDM sedangkan poligon cabang diukur dengan
pita ukur dan dikontrol dengan pembacaan jarak optis.

Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan
dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari
pengamatan matahari dan semua pengukuran sudut harus mengacu pada asimut tersebut.

22
E. Pengukuran Jarak

Pada pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur baja 50 meter, dilakukan
beberapa kali tarikan dan diambil rata-ratanya. Tingkat ketelitian hasil pengukuran jarak
dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara pengukuran itu sendiri dan
keadaan permukaan tanah.
Khusus untuk pengukuran jarak pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di
Gambar 3.3.

d1
d2

A 1

d3

2
B

Gambar 2.5.3 Pengukuran jarak pada permukaan miring.

Keterangan: Jarak AB = d1 + d2 + d3

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak optis
pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

F. Pengukuran Sudut Jurusan

Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horizontal alat ukur sudut
pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung berdasarkan hasil
pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon. Penjelasan pengukuran sudut
jurusan seperti terlihat pada Gambar 3.4.

23
AB
 B

AC

Gambar 2.5.4 Pengukuran sudut antar dua patok.

Keterangan:  = Sudut mendatar


AB = Bacaan skala horizontal ke target kiri
AC = Bacaan skala horizontal ke target kanan
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar biasa
(LB).

Ketentuan dari poligon utama adalah sebagai berikut:

Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik triangulasi,
bencmark yang sudah ada). Jarak antara titik-titik poligon adalah maksimal 100 m, untuk
poligon utama (kerangka) diukur dengan alat ukur elektronik (EDM), sedangkan untuk
poligon cabang diukur dengan pita ukur baja yang dikontrol secara optis dengan teodolit
dan dilakukan pulang pergi masing-masing 2 kali bacaan untuk muka dan belakang.
Sudut vertikal dibaca dalam satu seri. Alat ukur sudut yang digunakan adalah jenis
Theodolite.
Jumlah seri pengukuran sudut 2 seri (B1, B2, LB1, LB2). Selisih sudut antara dua
pembacaan 
10” (sepuluh detik).

Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut:

24
f fy2
x 2 
KI   1 :7. 500
d 7
Salah penutup sudut yang diperbolehkan yaitu 10” n, dimana n adalah jumlah titik
polygon.
Sedangkan ketentuan dari poligon cabang adalah sebagai berikut:
• Pengukuran poligon cabang harus dimulai dari salah satu titik poligon utama dan
diakhiripada salah satu titik poligon utama.
• Poligon cabang dibagi atas seksi dengan panjang maksimum 2,5 km.
• Pengukuran sudut poligon dilakukan satu seri dengan ketelitian sudut 20”.
• Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite.
• Pengukuran jarak dilakukan dengan pita ukur yang dikontrol secara optis,
dilakukan pulang pergi masing-masing minimal 1 (satu) kali bacaan
• Sudut vertikal dibaca satu seri yang akan digunakan untuk mereduksi jarak
horizontal.

Patok-patok poligon dibuat dari kayu bulat atau persegi yang kuat dengan diameter  5
cm, panjang ± 50 cm, bila tanahnya becek lebih panjang lagi dan ditanam kedalam tanah,
sehingga hanya muncul 15 sampai 20 cm, dan diatasnya dipasang paku payung/paku seng
untuk centring alat ukur.

Semua patok kayu di cat warna merah dan diberi nomor urut yang teratur,

Pengukuran poligon melalui pilar BM/CP dan patok kayu yang telah terpasang. Untuk
menentukan orientasi arah Utara, maka dilakukan dengan pengamatan azimuth matahari.

G. Pengukuran Kontrol Vertikal


Kerangka dasar (kontrol) vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar
pada titik-titik yang sama dengan titik-titik pada jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan
tertutup (kring), yaitu pengukuran dimulai dan diakhiri pada titik yang sama.

Ketentuan dalam pengukuran kontrol vertikal adalah sebagai berikut:


• Sebelum melaksanakan pengukuran sipat datar dilakukan pengecekan garis bidik
pada alat waterpas lihat Gambar 3-5..
• Dalam setiap seksi pembidikan jarak rambu muka diusahakan sama dengan jarak
rambu belakang atau jumlah jarak muka sama dengan jumlah jarak belakang.

25
• Jarak bidikan dari alat waterpas ke rambu ukur maksimum 50 meter dan jarak
terdekat dari alat ke rambu minimum 5 meter.
• Untuk rambu panjang 3 m, pembidikan rambu antara 0,250 m dan 2,750 m.
• Untuk menghilangkan kesalahan titik nol rambu, maka waktu perpindahan alat
ukur rambu belakang menjadi rambu muka dan rambu muka menjadi rambu belakang
demikian seterusnya.
• Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran ini yaitu Automatic Level (waterpas)
dan sepasang rambu ukur.
• Sebelum pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik alat ukur waterpas seperti
diperlihatkan dibawah ini, yaitu :
• Alat berdiri ditengah antara patok A dan B (posisi 1) dengan jarak db 1=dm1
• Alat berdiri di posisi II, dengan jarak db2 dan dm2,  Data-data pengecekan
dicatat sebagai data ukur.

A
db2 dm2

Gambar 2.5.5 Pengecekan koreksi garis bidik

Keterangan

Pengecekan garis bidik:


Beda tinggi yang benar : h’ = b1’- m1’
Beda tinggi ukuran : h = b1 - m1 Rumus koreksi
garis bidik sebagai berikut :

26
C b1m1b2m2

db1dm1db2dm2
Jika alat waterpas tidak mempunyai kesalahan, maka h1 = h2.

Pengukuran sipat datar dilakukan sebagai berikut :

• Pengukuran sipat datar dengan cara sipat datar memanjang, dan diikatkan ke titik
tetap yang ada dan disetujui pengawas pekerjaan.
• Bila antara titik poligon/waterpas tidak terbaca karena perbedaan beda tinggi yang
ekstrim, maka dipasang patok bantu HP.
• Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi, tiap seksi dibagi menjadi slaag
yang genap.
• Pembacaan pada rambu ukur dilakukan pertama kali ke rambu belakang kemudian
ke rambu muka dan demikian seterusnya, alat waterpas diusahakan berdiri di tengahtengah
untuk menghilangkan kesalahan garis bidik.
• Waktu perpindahan alat ukur dan rambu ukur, posisi rambu belakang menjadi
rambu muka dan rambu muka menjadi rambu belakang demikian seterusnya, ini
dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan titik nol rambu.

R2 R1
R1 R1 R2

b2 b4 m4
m2
b1 m1 b3 m3
4 B
A 1 TP.1 2 TP.2 TP.3
3

Gambar 2.5.6 Pengukuran sipat datar memanjang

Untuk menghindari cuaca panas dari matahari dan cepat berubahnya gelembung nivo,
maka selama pengukuran alat waterpas selalu dipayungi. Pembacaan benang diafragma
dibaca lengkap, benang atas, tengah dan bawah.

Beda tinggi yang didapat adalah selisih hasil pembacaan benang tengah muka dikurangi
bacaan benang tengah belakang.

27
Pengukuran sipat datar dilakukan dengan cara double stand pergi pulang, dengan
pembacaan benang diafragma lengkap (BA, BT, BB).
Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), yaitu:

BT = BA + BB

Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

Toleransi salah penutup beda tinggi (T):

T = 10 D mm,

dimana :
D = jumlah jarak dalam kilometer.

2.6. Pengolahan data

Pengolahan data bertujuan untuk menghitung data-data yang diperoleh dari


pengukuran. Pengolahan ini dilakukan dengan menghitung sudut, jarak dan koordinat
tititk ( X, Y dan elevasi ). Pada polygon utama serta titik detil berdasarkan rumor-rumus
perhitungan kerangka control horizontal, kerangka control vertical dan Tachymetri.
Pengolahan data juga bertujuan untuk membandngkan kesalahan- kesalhan
pengukuran dengan toleransi yang sesuai alat yang digunakan.
2.7. Penyajian data

Setelah semua data hasil pengukuran diolah dan dikoreksi kesalahan


pengukurannya sesuai toleransi, maka dilakukan penggambaran pada kertas millimeter
block dan pengeplotan pada program Autocad. Keduanya menggunakan nilai kooordinat
X, Y dan Elevasi hasil pengukuran dan pengolahan.Selain itu, juga dibuat laporan
praktikum.

28
BAB III
PENUTUP

3.5. Kesimpulan

Dari isi paper di atas tentang peralatan ilmu ukur tanah, dapat disimpulkan bahwa
ilmu ukur tanah ini sangat berhubungan erat dengan permukaan bumi (Topografi),
maksudnya ilmu ini mempelajari penggambaran bentuk permukaan bumi dalam suatu peta
dengan segala yang ada di permukaan bumi tersebut.

Pengukuran data menggunakan waterpass menghasilkan data untuk dihitung dan


juga dapat menghasilkan gambar data.

Adapun macam2 pengukuran yang ada yang bias dilakukan berfariasi

3.6. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas. Kami hanyalah manusia biasa yang tak luput
dari kesalahan dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati
dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

Astanto, Triono Budi. 1999. Pekerjaan Dasar Survey. Kanisius : Yogyakarta

Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Gajah Mada Yuniversity Press : Yogyakarta

C. D. Ghilani, P.R. Wolf. 2002. Elementary Surveying : An Introduction toGeomatics


Prentice Hall : New Jersey.

Jaelani, Lalu M. 2004. Sudut, Arah, dan Azimuth. FTSP ITS : Surabaya

Nawawi, Gunawan. 2001. Penentuan Beda Tinggi dan Posisi Titik

Wawan , Susanto. 2006. Pengukuran lapangan

30

Anda mungkin juga menyukai