Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….…i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….iii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...1
1.2 Tujuan……………………………………………………………….…1
1.3 Manfaat………………………………………………………………...2
1.4 Sistematika Penulisan………………………………………………….2
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………………3
2.1 Pengukuran Sipat Datar…………………………………………….….3
2.1.1 Pengukuran Sipat Datar Optis………………………………….…3
2.1.2 Alat Ukur Penyipat Datar Sederhana………………………….….4
2.1.3 Istrument-Instrument Sipat Datar………………………………...4
2.1.4 Instrument Pokok Sifat Datar…………………………………….4
2.1.5 Penyetelan Instrument Sifat Datar………………………………..5
2.1.6 Macam – Macam Alat Ukur Sipat Datar………………………....6
2.1.7 Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik……………………....10
BAB III TUJUAN DAN PROSEDUR PENGUKURAN SIPAT
DATAR………………………………………………………………..11
3.1 Tujuan Instruksional Umum………...……………………………….11
3.2 Tujuan Instruksional Khusus…………………………………………11
3.3 Peralatan dan Bahan yang Digunakan......………………………..….11
3.4 Prosedur Pengukuran…………………………………………………12
3.5 Prosedur Pengolahan Data……………………………………………13
3.6 Prosedur Penggambaran……………………………………………...14
BAB IV PELAKSANAAN
PRAKTIKUM…………………………………….16
4.1 Lokasi Pengukuran…………………………………………………...16
4.2Waktu Pengukuran…………………………………………………....17
4.3 Pelaksanaan Praktikum………………………………………...…….17
ii
iii
iv
v
DAFTAR TABEL
V
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
2
Manfaat dari pelaksanaan praktikum ilmu ukur tanah ini adalah kita dapat
mengetahui karakteristik kemiringan tanah pada tempat tertentu dan
mengaplikasikan praktikum ini pada pekerjaan yang lain.
LANDASAN TEORI
Pengukuran Sipat Datar dilakukan untuk menentukan beda tinggi antara dua
titik di atas permukaan bumi. Bila beda tinggi (h) dari selisih ketinggian antara
titik A dan B, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B terletak
lebih tinggi daripada titik A, maka tinggi titik B (Hb) = Ha + h.
Yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah jarak
antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah
bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara titik – titik A dan B kecil, maka
kedua bidang nivo yang melalui titik – titik A dan B dapat dianggap sebagai
bidang yang mendatar.
Pada alat sipat datar Optis, akan terdapat garis bidik, dimana garis
bidik ini harus dibuat mendatar, supaya dapat digunakan untuk
menentukan beda tinggi antara dua titik. Ingatlah pula pada nivo tabung,
karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat mendatar
dapat pula digunakan untuk mendatarkann garis bidik di dalam suatu
teropong
3
4
Garis lurus mendatar didapat pula pada bidang atas zat cair yag
misalnnya ditempatkan di dalam pipa. Garis lurus yang didapat dari
permukaan zat cair ini digunakan pada alat – alat yang sederhana, untuk
mennentukann beda tinnnggi antara dua titik.
Alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua tabung dari
gelas yang berdiri dan dihubungkan dengann pipa dari logam, pada
akhirnnya alat seperti ini banyak ditinggalkan dan diganti deengan slang
dan karet pada pipa logamnya. Setelah slang dihubungkan pada dua tabung
gelas dengan panjang yanng diperlukan, alat diisi dengan air yang telah
dihilangkan dari gelembung–gelembung udara. Kedua tabung gelas ini
dipasang tegak lurus dan berdekatann, untuk melihat apakah ada
peerbedaanntinggi kedua permukaan air di dalam dua tabung itu, dengan
demikian, bila perlu dapat ditentukan koreksi titik nol skala pada tabung
gelas.
1. Teropong 9. Kiap
2. Nivo reversi 10. Sumbu kesatu (sumbu tegak)
3. Pengatur nivo 11. Tombol Fokus
4. Pengatur diafragma 12. Pegas
5. Skrup pengunci horizontal 13. Skrup pengungkit teropong
6. Skrup kiap 14. Skrup pemutar teropong
7. Tribrach 15. Sumbu mekanis
8. Trivet
8
1. Teropong
2. Nivo tabung
3. Pengatur nivo
4. Pengatur diafragma
5. Pengunci horizontal
6. Skrup kiap
7. Tribrach
8. Trivet
9. Kiap
10. Sumbu ke-1
11. Tombol fokus
12. Pegas
13. Pengungkit teropong
9
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga
cara penempatan alat sipat datar tergantung pada keadaan di lapangan,
adapun tiga cara penempatan alat sipat datar, yaitu:
a. Dengan menempatkan alat sipat datar di atas titik B (salah satu titik
yang akan diukur beda tingginya), bidik pesawat ke titik lainnya (A) yang
sebelumnya telah berdiri rambu ukur. Sebagai contoh, hasil bidikan tadi kita
beri nama a. Setelah di ketahui a, pindahkan alat sipat datar ke titik A,
lakukan bidikan yang sama terhadap titik B, maka di ketahuilah hasil
bidikan terhadap titik B yaitu b. Beda tinggi dari kedua titik tersebut (h)
dapat diperoleh dengan h = b-a.
b. Alat ukur penyipat datar diletakkan diantara titik A dan titik B dan
membentuk suatu garis lurus, ukur jarak antara alat sipat datar terhadap titik
A dan titik B, Arahkan garis bidik dengan gelembung di tengah–tengah ke
titik A (belakang) dan ke titik B (muka) yang telah berdiri rambu ukur, dan
misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut–turut ada b (belakang) dan
m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka–angka pada rambu selalu
menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah
dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada h = b –
m.
c. Alat ukur penyipat datar ditempatkan tdak diantara titik A dan B,
tidak pula diatas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A
atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB.
BAB III
TUJUAN DAN PROSEDUR
PENGUKURAN SIPAT DATAR
11
12
1. Siapkan kertas millimeter block ukuran A3 (42 cm x 29,7 cm) dan alat
tulis seperti pulpen, pensil, penggaris, penghapus dan buat garis pinggir
dan etiket.
2. Hitung jarak total dan selisih beda tinggi terbesar
3. Tentukan skala vertikal dan skala horizontal. Prinsip skala vertikal berbeda
dengan skala horizontal (Skala horizontal kurang dari skala vertikal)
4. Setelah skala dibentuk, tentukan tinggi titik awal yang terdapat pada data
pengukuran
5. Lalu, buatlah tinggi titik kedua dengan jarak yang telah ditentukan
6. Lakukan langkah ke 5 sampai slag terakhir
15
16
17
2. Hari : Minggu
Pertemuan ke : 2
Tanggal : 11 Februari 2018
Kegiatan : Pengkuran sipat datar
Waktu : 08.00 s.d 12.30 WIB
Lokasi : Gedung PKM
PENGOLAHA N DATA
Syarat Rambu
Bacaan Belakang
Titik Ukur d Optis
db BAb BTb BBb ≤ 0.001 m
22.04 1.352 1.243 1.134 0 OK 21.8
Bacaan Muka
1
dm BAm BTm BBm
19.23 1.34 1.243 1.147 0.0005 OK 19.3
Syarat Rambu
Bacaan Belakang
Ukur d Optis
db BAb BTb BBb ≤ 0.001 m
2 22.23 1.356 1.243 1.132 0.001 OK 22.40
Bacaan Muka
dm BAm BTm BBm
19.33 1.342 1.246 1.151 0.0005 OK 19.1
KGB 0.000072185
18
36
19
Diketahui:
Nilai KGB = 0.000072185
Interpolasi Tinggi Titik Awal
+908 GK1
16.7945 9.0422
x
21
14,5335
+907 GK2
Nilai X :
9.0422
x= =0.349975
16.7945+9.0422
= 0.664 – (0.000072185 x 8)
= 0.66342
c) Titik 3 = Btb – (Kgb x db)
= 0.721 – (0.000072185 x 7)
= 0.72049
d) Titik 4 = Btb – (Kgb x db)
= 0.948 – (0.000072185 x 7)
= 0.94749
e) Titik 5 = Btb – (Kgb x db)
= 1.368– (0.000072185 x 10)
= 1.36728
f) Titik 6 = Btb – (Kgb x db)
= 1.228 – (0.000072185 x10)
= 1.22728
g) Titik 7 = Btb – (Kgb x db)
= 1.318 – (0.000072185 x14.5)
= 1.31695
h) Titik 8 = Btb – (Kgb x db)
22
= 1.64149
e) Titik 5 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.238 – (0.000072185 x 10)
= 1.23728
f) Titik 6 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.258 – (0.000072185 x 10.05)
= 1.25327
g) Titik 7 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.265 – (0.000072185 x 14.5)
= 1.26395
h) Titik 8 = Btm – (Kgb x dm)
= 1,207 – (0.000072185 x 10)
= 1.20628
i) Titik 9 = Btm – (Kgb x dm)
= 0,344 – (0.000072185 x 6)
= 0.34357
j) Titik 10 = Btm – (Kgb x dm)
= 0.368 – (0.000072185 x 6.5)
= 0.36753
k) Titik 11 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.375 – (0.000072185 x 5.07 )
= 1.37463
l) Titik 12 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.128 – (0.000072185 x 10.08)
= 1.12727
m) Titik 13 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.255 – (0.000072185 x 14.02)
= 1.25399
n) Titik 14 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.025 – (0.000072185 x 14.56)
= 1.02395
24
∑(∆H) = ∆H1 + ∆H2 + ∆H3 + ∆H4 + ∆H5 + ∆H6 + ∆H7 + ∆H8 + ∆H9 +
∆H10 +∆H11 +∆H12 + ∆H13 + ∆H14
= -1.25300 + -1.29500 + -0.97800 + -0.69400 + 0.13000 + -0.02600
+ 0.05300 + 0.13100 + 1.34600 + 1.19900 + 0.80900 + 0.11401 +
0.02300 + 0.45400
= 0.01301
= 10 + 10 = 20
f) Titik 6 = db + dm
= 10+10.05 = 20.05
g) Titik 7 = db + dm
= 14.5 + 14.5 = 29
h) Titik 8 = db + dm
= 10 + 10 = 20
i) Titik 9 = db + dm
= 6.04 + 6 = 12.04
j) Titik 10 = db + dm
= 6.56 + 6.5 = 13.06
k) Titik 11 = db + dm
= 5.05 + 5.07 = 10.12
l) Titik 12 = db + dm
= 10 + 10.08 = 20.08
m) Titik 13 = db + dm
= 14 + 14.02 = 28.02
n) Titik 14 = db + dm
= 14.55 + 14.56 = 29.11
5. Mencari Bobot
Σd 20
a) Titik 1 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,07532
Σd 16
b) Titik 2 = Bobot= = = 0,06026
Σ(Σ d) 265.53
Σd 14.05
c) Titik 3 = Bobot= = = 0,05291
Σ(Σ d) 265.53
27
Σd 14
d) Titik 4 = Bobot= = = 0,05272
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20
e) Titik 5 = Bobot= = = 0,07532
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20.05
f) Titik 6 = Bobot= = = 0,07551
Σ(Σ d) 265.53
Σd 29
g) Titik 7 = Bobot= = = 0,10922
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20
h) Titik 8 = Bobot= = = 0,07522
Σ(Σ d) 265.53
Σd 12.04
i) Titik 9 = Bobot= = = 0,04534
Σ(Σ d) 265.53
Σd 13.06
j) Titik 10 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,04918
Σd 10.12
k) Titik 11 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,03811
Σd 20.08
l) Titik 12 = Bobot= = = 0,07562
Σ(Σ d) 265.53
Σd 28.02
m) Titik 13 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,10552
Σd 29.11
n) Titik 14 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,10963
KONTROL
= -1.29578
= -0.97869
d) Titik 4 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.69400– ((0.01301) x 0,05272))
= -0.69469
e) Titik 5 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.13000 – ((0.01301) x 0,07532))
= 0.12902
f) Titik 6 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.02600 – ((0.01301) x 0,07551))
= -0.02698
g) Titik 7 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.05300 – ((0.01301) x 0,10922))
= 0.05158
h) Titik 8 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.13100 – ((0.01301) x 0.07532))
= 0.13002
i) Titik 9 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 1.34600 – ((0.01301) x 0.04534))
= 1.34541
j) Titik 10 = ΔH – (ΣΔH . Bobot)
= 1.19900 – ((0.01301)x 0.04918)
= 1.19836
k) Titik 11 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
29
= 0.113302
KONTROL
∆ Hk 7 0.05158
g) Titik 7 = x 100 = x 100 = - 0.00178% (TURUN)
D7 29
∆ Hk 8 0.13002
h) Titik 8 = x 100 = x 100 = 0.00650% (NAIK)
D8 20
∆ Hk 9 1.354541
i) Titik 9 = x 100 = x 100= 0.11174% (NAIK)
D9 12.04
∆ Hk 10 1.19836
j) Titik 10 = x 100 = x 100 = 0.09176% (NAIK)
D 10 13.06
∆ Hk 11 0.80851
k) Titik 11 = x 100= x 100 = 0.07989% (NAIK)
D 11 10.12
∆ Hk 12 0.11302
l) Titik 12 = x 100 = x 100 = 0.00563% (NAIK)
D 12 20.08
∆ Hk 13 0.2163
m) Titik 13 = x 100 = x 100 = 0.00077% (NAIK)
D 13 28.02
∆ Hk 14 0.45257
n) Titik 14 = x 100 = x 100= 0.01555% (NAIK)
D 14 29.11
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah merupakan salah satu aplikasi dari mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah. Dalam hal ini mengenai pengukuran sipat datar,
pengukran sipat datar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beda tinggi
dalam suatu tempat. Dalam pengukuran sipat datar diperlukan ketelitian yang
tinggi dalam pembacaan benang atas, benang bawah, dan benang tengah karena
sedikit kesalahan pembacaaan dapat menyebabkan kesalahan yang fatal
mengingat jarak dalam pengukuran. Kesalahan garis bidik hendaknya diukur
dengan teliti.
6.2 Saran
32
DAFTAR PUSTAKA