Anda di halaman 1dari 40

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala


rahmat, taufik, dan hidayahnya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua
pihak terutama teman-teman yang telah membantu baik moril maupun spirituil
sehingga penyusunan laporan ini dapat berjalan dengan lancar dan baik.
Juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat bapak
Dr. H. Ir. Drs. Iskandar Muda P, M,Pd selaku dosen Mata Kuliah Praktik Ilmu
Ukur Tanah yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
penyusunan laporan ini.
Laporan ini penulis yakin masih banyak kekurangan-kekurangannya.
Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan laporan ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat dalam upaya meningkatkan prestasi.

Bandung, Februari 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………….…i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...ii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….iii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...1
1.2 Tujuan……………………………………………………………….…1
1.3 Manfaat………………………………………………………………...2
1.4 Sistematika Penulisan………………………………………………….2
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………………3
2.1 Pengukuran Sipat Datar…………………………………………….….3
2.1.1 Pengukuran Sipat Datar Optis………………………………….…3
2.1.2 Alat Ukur Penyipat Datar Sederhana………………………….….4
2.1.3 Istrument-Instrument Sipat Datar………………………………...4
2.1.4 Instrument Pokok Sifat Datar…………………………………….4
2.1.5 Penyetelan Instrument Sifat Datar………………………………..5
2.1.6 Macam – Macam Alat Ukur Sipat Datar………………………....6
2.1.7 Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik……………………....10
BAB III TUJUAN DAN PROSEDUR PENGUKURAN SIPAT
DATAR………………………………………………………………..11
3.1 Tujuan Instruksional Umum………...……………………………….11
3.2 Tujuan Instruksional Khusus…………………………………………11
3.3 Peralatan dan Bahan yang Digunakan......………………………..….11
3.4 Prosedur Pengukuran…………………………………………………12
3.5 Prosedur Pengolahan Data……………………………………………13
3.6 Prosedur Penggambaran……………………………………………...14
BAB IV PELAKSANAAN
PRAKTIKUM…………………………………….16
4.1 Lokasi Pengukuran…………………………………………………...16
4.2Waktu Pengukuran…………………………………………………....17
4.3 Pelaksanaan Praktikum………………………………………...…….17

ii
iii

BAB V PENGOLAHAN DATA………………………………………………..18


5.1 Data Hasil Pengukuran di Lapangan…………………………………18
5.2 Analisa Data Hasil Pengukuran………………………………………20
BAB VI PENUTUPAN………………………………………………………….32
6.1 Kesimpulan…………………………………………………………...32
6.2 Saran………………………………………………………………….32
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...33
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagian-bagian Alat Tipe Kekar ……………………….…………6

Gambar 2. Bagian-bagian Alat Tipe Reversi……………...……………………..7

Gambar 3. Bagian-bagian Alat Tipe Jungkit…………………………………….8

Gambar 4. Bagian-bagian Alat Tipe Otomatik………………………………..….9

Gambar 5. Lokasi Pengukuran…………………………...………………………16

Gambar 6. Lokasi Pengukuran…………………………………...………………16

Gambar 7. Hasil Pengukuran Kerangka Dasar vertical Metode


Datar Gedung PKM UPI……………………………………………..31

iv
v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Pengukuran Kesalahan Garis Bidik (KGB)…………..……….....18

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Lapangan………………………………………19


Tabel 3. Hasil Perhitungan Sipat Datar Filki Bilkisthi …………………………..31

V
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu Ukur Tanah merupakan ilmu, seni dan teknologi untuk


menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun
buatan manusia di bidang datar (luas < 55 km x 55 km) atau ( <0,5 derajat
x 0,5 derajat ).
Salah satu bagian dari Ilmu Ukur Tanah adalah Pengukuran
Kerangka Dasar Vertikal, yakni teknik dan cara pengukuran kumpulan
titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa
ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Pengukuran
Kerangka dasar Vertikal ini dapat dimanfaatkan bagi analisis vertikal
bidang teknik sipil dan perencanaan menurut ISI (Ikatan Surveyor
Indonesia), IAP (Ikatan Ahli Perencana), HITI (Himpunan Ilmu Tanah
Indonesia) dan ESRI (Environmental science Research Institute) USA.

Oleh karena itu, Mahasiswa Jurusan Teknik Bangunan sebagai


calon ahli bidang Teknik Bangunan dan juga guru, diharapkan mampu
memahami, dan mengaplikasikan berbagai metoda pengukuran beda tinggi
tersebut.

1.2 Tujuan

Setiap pengukuran dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan bayangan


dari keadaan lapangan, yaitu dengan menentukan tempat titik-titik diatas
permukaan bumi (di lapangan) yang diukur dan dihubungkan antara titik satu
dengan titik lainnya.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran Praktikum


Ilmu Ukur Tanah ini, diantaranya:

a. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran situasi jalan dan bangunan


dengan menggunakan metode sipat datar.

1
2

b. Mahasiswa mampu dan terampil dalam menggunakan pesawat penyipat


datar.
c. Mahasiswa dapat melakukan perhitungan, mengolah data dan
menggambar dari hasil pengukuran kerangka dasar vertikal metode sipat
datar.
1.3 Manfaat

Manfaat dari pelaksanaan praktikum ilmu ukur tanah ini adalah kita dapat
mengetahui karakteristik kemiringan tanah pada tempat tertentu dan
mengaplikasikan praktikum ini pada pekerjaan yang lain.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan uraian lebih terperinci.


Maka laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III TUJUAN DAN PROSEDUR PENGUKURAN SIPAT DATAR
BAB IV PELAKSANAAN PRAKTIKUM
BAB V PENGOLAHAN DATA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengukuran Sipat Datar

Pengukuran Sipat Datar merupakan teknik dan cara pengukuran titik-titik


yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggian terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu.

Pengukuran Sipat Datar dilakukan untuk menentukan beda tinggi antara dua
titik di atas permukaan bumi. Bila beda tinggi (h) dari selisih ketinggian antara
titik A dan B, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B terletak
lebih tinggi daripada titik A, maka tinggi titik B (Hb) = Ha + h.

Yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A dan titik B adalah jarak
antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah
bidang yang lengkung, tetapi bila jarak antara titik – titik A dan B kecil, maka
kedua bidang nivo yang melalui titik – titik A dan B dapat dianggap sebagai
bidang yang mendatar.

2.1.1 Pengukuran Sipat Datar Optis

Pengukuran Sipat Datar Optis ialah metode sipat datar dengan


prinsip dasar mengukur tinggi garis bidik alat sipat datar optis di lapangan
melalui rambu ukur. Sipat datar ini digunakan untuk daerah yang relatif
datar. Sipat datar optis memiliki sipat datar yang lain, dinamakan sipat
datar luas yang digunakan untuk menentukan suatu daerah dengan beda
tinggi yang relatuf kecil tetapi harus dibuat garis konturnya.

Pada alat sipat datar Optis, akan terdapat garis bidik, dimana garis
bidik ini harus dibuat mendatar, supaya dapat digunakan untuk
menentukan beda tinggi antara dua titik. Ingatlah pula pada nivo tabung,
karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat mendatar
dapat pula digunakan untuk mendatarkann garis bidik di dalam suatu
teropong

3
4

Garis lurus mendatar didapat pula pada bidang atas zat cair yag
misalnnya ditempatkan di dalam pipa. Garis lurus yang didapat dari
permukaan zat cair ini digunakan pada alat – alat yang sederhana, untuk
mennentukann beda tinnnggi antara dua titik.

2.1.2 Alat Ukur Penyipat Datar Sederhana

Alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua tabung dari
gelas yang berdiri dan dihubungkan dengann pipa dari logam, pada
akhirnnya alat seperti ini banyak ditinggalkan dan diganti deengan slang
dan karet pada pipa logamnya. Setelah slang dihubungkan pada dua tabung
gelas dengan panjang yanng diperlukan, alat diisi dengan air yang telah
dihilangkan dari gelembung–gelembung udara. Kedua tabung gelas ini
dipasang tegak lurus dan berdekatann, untuk melihat apakah ada
peerbedaanntinggi kedua permukaan air di dalam dua tabung itu, dengan
demikian, bila perlu dapat ditentukan koreksi titik nol skala pada tabung
gelas.

2.1.3 Instrument – Instrument Sifat Datar

1. Sifat datar langsung


a. Sifat datar spirit
b. Sifat datar barometer
2. Sifat datar tak langsung
a. Sifat datar trigonometri
b. Sifat datar memotong sungai
c. Sifat datar triangulasi udara
2.1.4 Instrument Pokok Sifat Datar
1. Instrument sifat datar Wye
Instrument sifat datar wye ini adanya sebuah teleskop dan
tabung nivo yang didukung sifat datar berbentuk Y mempunyai
bagian–bagian tertentu yang dapat distel sendiri untuk pengukuran
kasar.
5

2. Instrument sifat datar Tabung


Instrument sifat datar tabung ini sama halnya seperti instrument
sifat datar wye akan tetapi dalam sifat datar tabung keberadaan
pesawatnya sudah distel.

3. Instrument sifat datar Ungkit


Instrument sifat datar ungkit adalah paling banyak digunakan
dalam pengukuran.

4. Instrument sifat datar Otomatis


Instrument sifat datar otomatis lebih banyak digunakan dalam
pengukuran dalam konstruksi karena lebih mudah dalam
pengerjaannya. Dalam sifat datar otomatis ini kelemahannya adalah
lebih mudah dipengaruhi oleh faktor getaran.

2.1.5 Penyetelan Instrument Sifat Datar

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyetelan instrument


sifat datar adalah :
a. Penempatan nivo harus tegak lurus dengan sumbu garis vertical.
b. Penempatan nivo harus sejajar dengan garis holimasi.
c. Penyetelan garis horizontal benang silang instrumen sifat datar.
 Penyetelan instrument sifat datar wye adalah sebagai berikut :
a. Penyetelan agar garis holimasi sejajar dengan garis – garis rangka
teleskopnya.
b. Penyetelan agar garis holimasi sejajar dengan sumbu nivau tabung
dari teleskopnya.
c. Penyetelan agar garis holimasi tegak lurus sumbu garis vertical.
 Penyetelan instrument sifat datar tabung adalah sebagai berikut :
a. Penyetelan agar sumbu nivau tegak lurus dengan garis vertikal.
b. Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan sumbu nivau
(pengatur patok).
6

2.1.6 Macam – Macam Alat Ukur Sipat Datar

a. Tipe Kekar (Dumpy Level)


Pada tipe ini sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Semua bagian
pada alat sipat datar tipe kekar adalah tetap. Nivo tabung berada di atas
teropong, teropong hanya dapat digeser dengan sumbu kesatu sebagai
sumbu putar.

Gambar 1. Bagian-bagian Alat Tipe Kekar


1. Teropong
2. Nivo Tabung
3. Pengatur nivo
4. Pengatur diafragma
5. Kunci horizontal
6. Skrup kiap
7. Tribrach
8. Trivet
9. Kiap (leveling head)
10. Sumbu ke-1
11. Tombol fokus
7

b. Tipe Reversi (Reversible Level)


Pada tipe ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan
disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Di samping
itu teropong dapat diungkit dengan skrup (no 13) sehingga garis bidik
dapat mengarah ke atas, ke bawah, maupun mendatar. Sumbu mekanis,
disamping sebagai sumbu putar teropong merupakan garis penolong untuk
membuat garis bidik sejajar denagn dua garis jurusan nivo reversi.

Gambar 2. Bagian-bagian Alat Tipe Reversi

1. Teropong 9. Kiap
2. Nivo reversi 10. Sumbu kesatu (sumbu tegak)
3. Pengatur nivo 11. Tombol Fokus
4. Pengatur diafragma 12. Pegas
5. Skrup pengunci horizontal 13. Skrup pengungkit teropong
6. Skrup kiap 14. Skrup pemutar teropong
7. Tribrach 15. Sumbu mekanis
8. Trivet
8

c. Tipe Jungkit (Tilting Level)


Pada tipe ini sumbu tegak dan teropong dihubungkan dengan engsel
dan skrup pengungkit atau dapat diungkit dengan skrup pengungkit.

Gambar 3. Bagian-bagian Alat Tipe Jungkit

1. Teropong
2. Nivo tabung
3. Pengatur nivo
4. Pengatur diafragma
5. Pengunci horizontal
6. Skrup kiap
7. Tribrach
8. Trivet
9. Kiap
10. Sumbu ke-1
11. Tombol fokus
12. Pegas
13. Pengungkit teropong
9

d. Tipe Otomatik (Automatic Level)


Tipe ini sama dengan tipe kekar hanya didalam teropongnya
terdapat alat yang disebut komposator untik membuat agar garis bidik
mendata. Berbeda dengan 3 tipe sebelumnya, pada tipe otomatik ini tidak
terdapat nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik sebagai penggantinya
di dalam teropong dipasang alat yang dinamakan kompensator.
Bila benang silang diafragma telah diatur dengan baik, sinar
mendatar dan masuk melalui pusat objektif akan selalu jatuh depan di titik
potong benang silang diafragma, walaupun teropong miring (sedikit).Tipe
otomatik mempunyai kekurangan yaitu mudah dipengaruhi getaran, karena
sebagai kompensatornya dipergunakan sistem pendulum. Tipe Otomatik
terdriri dari :

Gambar 4. Bagian-bagian Alat Tipe Otomatik


Keterangan :
1. Teropong
2. Kompensator
3. Pengatur diafragma
4. Pengunci horizontal
5. Skrup kiap
6. Tribrach
7. Trivet
8. Kiap
9. Tombol Fokus
10

2.1.7 Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik

Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga
cara penempatan alat sipat datar tergantung pada keadaan di lapangan,
adapun tiga cara penempatan alat sipat datar, yaitu:

a. Dengan menempatkan alat sipat datar di atas titik B (salah satu titik
yang akan diukur beda tingginya), bidik pesawat ke titik lainnya (A) yang
sebelumnya telah berdiri rambu ukur. Sebagai contoh, hasil bidikan tadi kita
beri nama a. Setelah di ketahui a, pindahkan alat sipat datar ke titik A,
lakukan bidikan yang sama terhadap titik B, maka di ketahuilah hasil
bidikan terhadap titik B yaitu b. Beda tinggi dari kedua titik tersebut (h)
dapat diperoleh dengan h = b-a.
b. Alat ukur penyipat datar diletakkan diantara titik A dan titik B dan
membentuk suatu garis lurus, ukur jarak antara alat sipat datar terhadap titik
A dan titik B, Arahkan garis bidik dengan gelembung di tengah–tengah ke
titik A (belakang) dan ke titik B (muka) yang telah berdiri rambu ukur, dan
misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut–turut ada b (belakang) dan
m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka–angka pada rambu selalu
menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah
dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada h = b –
m.
c. Alat ukur penyipat datar ditempatkan tdak diantara titik A dan B,
tidak pula diatas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A
atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB.
BAB III
TUJUAN DAN PROSEDUR
PENGUKURAN SIPAT DATAR

3.1 Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa dapat memahami, mendeskripsikan dan mengaplikasikan
berbagai metoda pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar pada
Prakrik Ilmu Ukur Tanah.

3.2 Tujuan Instruksional Khusus Pengukuran Sipat Datar KDV


1. Dapat menyebutkan jenis – jenis alat yang digunakan pada pengukuran
sipat datar KDV.
2. Dapat menyebutkan tahapan – tahapan pengukuran sipat datar KDV.
3. Dapat menggambarkan bentuk formulir ukuran yang digunakan.
4. Dapat memberikan nilai kesalahan garis bidik alat sipat datar yang
digunakan.
5. Dapat membuat tabel untuk pengolahan data sipat datar KDV.
6. Dapat memasukan angka – angka hasil survey ke dalam tabel.
7. Dapat memberikan nilai pengolahan data sipat datar KDV baik secara
manual maupun secara komputerisasi.
8. Dapat menggambarkan hasil pengolahan data pada jalur memanjang
pengukuran menggunakan metode manual / grafis digital.

3.3 Peralatan dan Bahan yang Digunakan

1. Alat sipat datar optis Waterpass Topcon AT-F3


2. Statif
3. Unting – unting
4. Rambu ukur 2 buah
5. Alat tulis dan formulir ukuran
6. Payung 1 buah

11
12

7. Pita ukur 1 buah


8. Meteran 3 buah
9. Patok pengukuran ( disesuaikan dengan wilayah pengukuran )
10. Peta wilayah situasi ( dengan bebas pengukuran )
11. Bon peminjaman alat dan absensi kelompok

3.4 Prosedur Pengukuran

1. Para surveyor harus mengenakan kostum untuk survey lapangan


2. Ketua tim mencatat semua peralatan yang dibutuhkan pada bon
peminjaman alat
3. Para anggota tim mengisi kehadiran praktikum
4. Ketua tim menyerahkan bon peminjaman alat kepada laboran
5. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat dan mencatat no serinya
6. Para anggota tim membawa peralatan ke lapangan
7. Mempersiapkan pengukuran kesalahan garis bidik (cukup disekitar lab)
8. Dirikan statip pada posisi stand I dan pasang alat di atas stand tersebut
9. Mengetengahkan gelembung nivo dengan prinsip 2 skrup kaki kiap
ke dalam / ke luar dan 1 skrup kaki kiap ke kanan / ke kiri
10. Memasang unting – unting dan 2 rambu ukur diarahkan ke belakang
dan muka
11. Menghimpitkan gelembung nivo tabung
12. Membidik rambu ukur belakang dengan visir
13. Memperjelas benang diagframa dengan skrup pada teropong
14. Memperjelas objek rambu ukur dengan memutar skrup fokus
15. Menggerakan skrup gerakan harus horizontal sehingga benang vertical
diagframa berhimpit dengan bagian tengah rambu
16. Lakukan pembacaan BA dan BB
17. Periksa syarat jika sesuai lanjutkan dengan langkah selanjutnya jika
tidak ulangi pembacaan
18. Hitung jarak optis dari alat ke rambu
19. Lakukan hal yang sama untuk rambu belakang
13

20. Hitung kesalahan garis bidiknya


21. Bawa semua peralatan ke titik awal pengukuran / patok pertama
22. Berdasarkan batas pengukuran dari peta wilayah study tentukan lokasi
patok – patok pada jalur pengukuran
23. Salah seorang anggota regu melakukan pematokan dijalur pengukuran
dengan patok yang telah tersedia ( untuk slag genap )
24. Dirikan alat pada slag pertama lakukan pembacaan BA, BT, BB. Ke
rambu belakang dan rambu muka
25. Mengukur jarak belakang dan jarak muka ( jarak mendatar
menggunakan pita ukur )
26. Memindahkan alat ke slag 2 lakukan hal yang sama seperti di slag 1
27. Lakukan hal yang sama sampai slag terkahir.

NB : Pencatatan data formulir ukuran yang menggunakan pensil dan penghapus /


tipe – x. jika salah angka dicoret nilai yang benar ditulis diatas atau sebelahnya.

3.5 Prosedur Pengolahan Data


1. Menyiapkan tabel pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal
2. Masukan nilai Kesalahan Garis Bidik (KGB) pada tabel
3. Masukan nilai BA,BT,BB, Jarak Belakang dan Jarak Muka ke dalam tabel
4. Hitung Benang Tengah Koreksi (BT-k) disetiap slag dengan rumus :
BTbk = BTb – (KGB x Db)
BTmk = BTm – (KGB x Dm)
5. Hitung beda tinggi disetiap slag dari bacaan benang tengah koreksi
belakang dan muka dengan rumus :
∆H = BTbk – BTmk
6. Hitung nilai kesalahan beda tinggi dengan menjumlahkan semua beda
tinggi disetiap slag.
∑∆H = ∆H1 + ∆H2 +…+∆Hn
7. Hitung jarak disetiap slag dengan menjumlahkan jarak belakang dan muka
D = db + dm
14

8. Hitung total jarak jalur pengukuran dengan menjumlahkan jarak semua


slag.
∑D = D1 + D2 + … + Dn
9. Hitung Bobot koreksi disetiap slag dengan membagi jarak slag dengan
total jarak pengukuran
D1
Bobot=
∑D
10. Mengkontrol hasil bobot. (∑ Bobot = 1)
11. Hitung beda tinggi koreksi dengan rumus :
∆Hk = ∆H – (∑∆H x Bobot)
12. Mengkontrol jumlah beda tinggi koreksi. (∑∆Hk = 0)
13. Hitung tinggi titik- titik pengukuran dengan cara menjumlahkan tinggi titik
sebelumya dengan beda tinggi koreksi
Ti = Tinggi Awal
T1 = Ti + ∆Hk1
14. Memastikan bahwa tinggi titik awal kembali ke tinggi titik akhir.
Ti = Ti’
15. Hitung kemiringan dengan rumus :
Dn
Kemiringan= x 100
∆ Hkn
3.6 Prosedur Penggambaran

3.6.1 Gambar Manual

1. Siapkan kertas millimeter block ukuran A3 (42 cm x 29,7 cm) dan alat
tulis seperti pulpen, pensil, penggaris, penghapus dan buat garis pinggir
dan etiket.
2. Hitung jarak total dan selisih beda tinggi terbesar
3. Tentukan skala vertikal dan skala horizontal. Prinsip skala vertikal berbeda
dengan skala horizontal (Skala horizontal kurang dari skala vertikal)
4. Setelah skala dibentuk, tentukan tinggi titik awal yang terdapat pada data
pengukuran
5. Lalu, buatlah tinggi titik kedua dengan jarak yang telah ditentukan
6. Lakukan langkah ke 5 sampai slag terakhir
15

7. Setelah gambar sudah membentuk seperti grafik, lengkapilah gambar


dengan menggambar rambu ukur, waterpass, dan tambahkan keterangan
jarak, tinggi titik dan kemiringan.

3.6.2 Gambar Digital

1. Siapkan komputer atau laptop, kemudian buka software AutoCAD


2. Setelah AutoCAD dibuka, aturlah satuan pada AutoCAD dengan perintah
Units -> Enter. (Disarankan untuk menggunakan satuan Cm)
3. Buatlah garis pinggir dengan perintah REC -> Enter
4. Kemudian masukan ukuran kertas A3 ( 42 cm x 29,7 cm)
5. Setelah garis pinggir terbentuk, hitunglah jarak total dan selisih beda tinggi
terbesar.
6. Tentukan skala vertikal dan skala horizontal. Prinsip skala vertikal berbeda
dengan skala horizontal (Skala horizontal kurang dari skala vertikal)
7. Setelah skala dibentuk, tentukan tinggi titik awal yang terdapat pada data
pengukuran
8. Lalu, buatlah tinggi titik kedua dengan jarak yang telah ditentukan
9. Lakukan langkah ke 8 sampai slag terakhir
10. Setelah gambar sudah membentuk seperti grafik, lengkapilah gambar
dengan menggambar rambu ukur, waterpass, dan tambahkan keterangan
jarak, tinggi titik dan kemiringan.
BAB IV
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

4.1 Lokasi Pengukuran


Lokasi pengukuran kami bertempat di sekitar Gedung PKM
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Gambar 5. Lokasi Pengukuran

Gambar 6. Gedung PKM UPI

16
17

4.2 Waktu Pengukuran


1. Hari : Kamis
Pertemuan ke : 1
Tanggal : 8 Februari 2018
Kegiatan : Pengenalan alat sipat datar
Waktu : 08.00 s.d. 14.00
Lokasi : Helipad FPTK UPI

2. Hari : Minggu
Pertemuan ke : 2
Tanggal : 11 Februari 2018
Kegiatan : Pengkuran sipat datar
Waktu : 08.00 s.d 12.30 WIB
Lokasi : Gedung PKM

4.3 Pelaksanaan Praktikum


Setelah mendapat pengarahan dan pengenalan alat tentang sipat datar,
maka saya bersama rekan dari kelompok 2 melaksankan praktikum
pengukuran sipat datar di Gedung PKM. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan :

1. Membaca paduan dan prosedur pelaksanaan praktikum


2. Meminjam alat sipat datar dan alat-alat lain yang diperlukan dalam kegiatan
praktikum pengukuran sipat datar.
3. Setelah ke lapangan, buat sketsa untuk memberikan tanda buat penyimpanan
rambu ataupun alat sipat datar.
4. Dalam membuat seketsa pertimbangan jumlah slag jarak slag sesuai dengan
kontur yang ada di lapangan.
5. Jumlah slag yang di buat 16 slag dengan keliling 363 m
6. Setelah di buat 16 slag, beri tanda dengan cat.
7. Setelah di bidik catat data atau bacaan pada alat pada format data yang telah
disediakan.
8. Hasil data di lapangan kami melakukan pengolahan data di komputer dengan
program excel dan menampilkan gambar dengan Auto CAD.
BAB V

PENGOLAHA N DATA

5.1 Data Hasil Pengukuran di Lapangan

Tanggal Pengukuran : 8 Februari 2018 Cuaca : Cerah


Lokasi Pengukuran : Helipad FPTK-UPI Diukur Oleh : Kelompok 2
Alat Ukur : Waterpass Topcon
AT-F3

Tabel 1. Data Pengukuran Kesalahan Garis Bidik (KGB)

Syarat Rambu
Bacaan Belakang
Titik Ukur d Optis
db BAb BTb BBb ≤ 0.001 m
22.04 1.352 1.243 1.134 0 OK 21.8
Bacaan Muka    
1
dm BAm BTm BBm      
19.23 1.34 1.243 1.147 0.0005 OK 19.3
               
Syarat Rambu
Bacaan Belakang
Ukur d Optis
db BAb BTb BBb ≤ 0.001 m
2 22.23 1.356 1.243 1.132 0.001 OK 22.40
Bacaan Muka  
dm BAm BTm BBm      
19.33 1.342 1.246 1.151 0.0005 OK 19.1
KGB 0.000072185

18
36
19

Tanggal Pengukuran : 11 Februari 2018 Cuaca : Cerah


Lokasi Pengukuran : Gedung PKM Diukur Oleh : Kelompok 6
Alat Ukur : Waterpass Topcon
AT-F3
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Lapangan
20

Rumus-rumus yang digunakan :

Btbk = BTb-(kgb.db) ∆Hk =∆H-(∑∆ H . bobot ¿


BTmk = BTm-(kgb.dm) Ti = T + ∆Hk
∆H = BTbk-BTmk T 2−T
Kemiringan = x 100
d 12
d = db + dm
d
Bobot =
∑d
Keterangan :
BTbk : Benang tengah belakang koreksi
BTb : Benang tengah belakang
BTmk : Benang tengah muka koreksi
BTm : Benang tengah muka
Kgb : Koreksi garis bidik (0,0001)
ΔH : Beda tinggi antara dua titik
D : Jarak antara dua titik
∑d : Jarak keseluruhan
dm : Jarak benang muka
db : Jarak benang belakang
Bobot : Hasil bagi dari jarak antara dua
titik dengan jarak seluruhnya
∑( ΔH) : Jumlah dari beda tinggi antara
dua titik
ΔHk : beda tinggi koreksi
Ti : Tinggi titik

Diketahui:
Nilai KGB = 0.000072185
Interpolasi Tinggi Titik Awal

+908 GK1
16.7945 9.0422
x
21

14,5335
+907 GK2

Nilai X :
9.0422
x= =0.349975
16.7945+9.0422

Tinggi Titik Awal = 908 - 0,349975 = 907.650025

1. Mencari Benang Tengah Belakang koreksi (BTbk)


a) Titik 1 = Btb – (Kgb x db)
= 0.486 – (0.000072185 x 10)
= 0.48528
b) Titik 2 = Btb – (Kgb x db)

= 0.664 – (0.000072185 x 8)
= 0.66342
c) Titik 3 = Btb – (Kgb x db)
= 0.721 – (0.000072185 x 7)
= 0.72049
d) Titik 4 = Btb – (Kgb x db)
= 0.948 – (0.000072185 x 7)
= 0.94749
e) Titik 5 = Btb – (Kgb x db)
= 1.368– (0.000072185 x 10)
= 1.36728
f) Titik 6 = Btb – (Kgb x db)
= 1.228 – (0.000072185 x10)
= 1.22728
g) Titik 7 = Btb – (Kgb x db)
= 1.318 – (0.000072185 x14.5)
= 1.31695
h) Titik 8 = Btb – (Kgb x db)
22

= 1.338 – (0.000072185 x 10)


= 1.1.33728
i) Titik 9 = Btb – (Kgb x db)
= 1.64 – (0.000072185 x6.04)
= 1.68956
j) Titik 10 = Btb – (Kgb x db)
= 1.567 – (0.000072185 x 6.56)
= 1.56653
k) Titik 11 = Btb – (Kgb x db)
= 2.184 – (0.000072185 x 5.05)
= 2.18364
l) Titik 12 = Btb – (Kgb x db)
= 1.242 – (0.000072185 x 10)
= 1.24128
m) Titik 13 = Btb – (Kgb x db)
= 1.278 – (0.000072185x 14 )
= 1.27699
n) Titik 14 = Btb – (Kgb x db)
= 1.479 – (0.000072185 x14.55)
= 1.47795
2. Mencari Benang Tengah Muka Koreksi (BTmk)
a) Titik 1 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.739 – (0.000072185 x 10)
= 1.73828
b) Titik 2 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.959 – (0.000072185 x 8)
= 1.95842
c) Titik 3 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.699 – (0.000072185 x 7.05)
= 1.69849
d) Titik 4 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.642 – (0.000072185 x 7)
23

= 1.64149
e) Titik 5 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.238 – (0.000072185 x 10)
= 1.23728
f) Titik 6 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.258 – (0.000072185 x 10.05)
= 1.25327
g) Titik 7 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.265 – (0.000072185 x 14.5)
= 1.26395
h) Titik 8 = Btm – (Kgb x dm)
= 1,207 – (0.000072185 x 10)
= 1.20628
i) Titik 9 = Btm – (Kgb x dm)
= 0,344 – (0.000072185 x 6)
= 0.34357
j) Titik 10 = Btm – (Kgb x dm)
= 0.368 – (0.000072185 x 6.5)
= 0.36753
k) Titik 11 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.375 – (0.000072185 x 5.07 )
= 1.37463
l) Titik 12 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.128 – (0.000072185 x 10.08)
= 1.12727
m) Titik 13 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.255 – (0.000072185 x 14.02)
= 1.25399
n) Titik 14 = Btm – (Kgb x dm)
= 1.025 – (0.000072185 x 14.56)
= 1.02395
24

3. Mencari Beda Tinggi (ΔH)


a) Titik 1 = Btbk – Btmk
= 0.48528 – 1.73828
= -1.25300
b) Titik 2 = Btbk – Btmk
= 0.66342 – 1.95842
= -1.29500
c) Titik 3 = Btbk – Btmk
= 0.72049 - 1.69849
= -0.97800
d) Titik 4 = Btbk – Btmk
= 0.94749 – 1.64149
= - 0.69400
e) Titik 5 = Btbk – Btmk
= 1.36728 - 1.23728
= 0.13000
f) Titik 6 = Btbk – Btmk
= 1.2278 – 1.25327
= -0.02600
g) Titik 7 = Btbk – Btmk
= 1.31695 – 1.26395
= 0.05300
h) Titik 8 = Btbk – Btmk
= 1.33728 – 1.20628
= 0.13100
i) Titik 9 = Btbk – Btmk
= 1.68956 – 0.34357
= 1.34600
j) Titik 10 = Btbk – Btmk
= 1.56653 – 0.36753
= 1.19900
25

k) Titik 11 = Btbk – Btmk


= 2.18364 – 1.37463
= 0.80900
l) Titik 12 = Btbk – Btmk
= 1.24128 – 1.12727
= 0.11401

m) Titik 13 = Btbk – Btmk


= 1.27699 – 1.25399
= 0.02300

n) Titik 14 = Btbk – Btmk


= 1.47795 - 1.02395
= 0.45400
KONTROL

∑(∆H) = ∆H1 + ∆H2 + ∆H3 + ∆H4 + ∆H5 + ∆H6 + ∆H7 + ∆H8 + ∆H9 +
∆H10 +∆H11 +∆H12 + ∆H13 + ∆H14
= -1.25300 + -1.29500 + -0.97800 + -0.69400 + 0.13000 + -0.02600
+ 0.05300 + 0.13100 + 1.34600 + 1.19900 + 0.80900 + 0.11401 +
0.02300 + 0.45400
= 0.01301

4. Mencari Total Jarak (Σd)


a) Titik 1 = db + dm
= 10 + 10 = 20
b) Titik 2 = db + dm
= 8+8 = 16
c) Titik 3 = db + dm
= 7 + 7.05 = 14.05
d) Titik 4 = db + dm
= 7+7 = 14
e) Titik 5 = db + dm
26

= 10 + 10 = 20
f) Titik 6 = db + dm
= 10+10.05 = 20.05
g) Titik 7 = db + dm
= 14.5 + 14.5 = 29
h) Titik 8 = db + dm
= 10 + 10 = 20
i) Titik 9 = db + dm
= 6.04 + 6 = 12.04
j) Titik 10 = db + dm
= 6.56 + 6.5 = 13.06
k) Titik 11 = db + dm
= 5.05 + 5.07 = 10.12
l) Titik 12 = db + dm
= 10 + 10.08 = 20.08
m) Titik 13 = db + dm
= 14 + 14.02 = 28.02
n) Titik 14 = db + dm
= 14.55 + 14.56 = 29.11

Jumlah = 20 + 16 + 14.05 + 14 + 20 + 20.05 + 29 + 20 + 12.04 + 13.06 + 10.12 +


20.08 + 28.02 + 29.1
= 265.53 m

5. Mencari Bobot
Σd 20
a) Titik 1 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,07532
Σd 16
b) Titik 2 = Bobot= = = 0,06026
Σ(Σ d) 265.53
Σd 14.05
c) Titik 3 = Bobot= = = 0,05291
Σ(Σ d) 265.53
27

Σd 14
d) Titik 4 = Bobot= = = 0,05272
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20
e) Titik 5 = Bobot= = = 0,07532
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20.05
f) Titik 6 = Bobot= = = 0,07551
Σ(Σ d) 265.53
Σd 29
g) Titik 7 = Bobot= = = 0,10922
Σ(Σ d) 265.53
Σd 20
h) Titik 8 = Bobot= = = 0,07522
Σ(Σ d) 265.53
Σd 12.04
i) Titik 9 = Bobot= = = 0,04534
Σ(Σ d) 265.53
Σd 13.06
j) Titik 10 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,04918
Σd 10.12
k) Titik 11 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,03811
Σd 20.08
l) Titik 12 = Bobot= = = 0,07562
Σ(Σ d) 265.53
Σd 28.02
m) Titik 13 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,10552
Σd 29.11
n) Titik 14 = Bobot= = =
Σ(Σ d) 265.53
0,10963

KONTROL

∑Bobot = 0,07532 + 0,06026 + 0,05291 + 0,05272 + 0,07532 + 0,07551 +


0,10922 + 0,07522 + 0,04534 + 0,04918 + 0,03811 + 0,07562 +
0,10552 + 0,10963
=1

6. Mencari Beda Tinggi Koreksi (ΔHk)


28

a) Titik 1 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)


= -1.25300 – ((0.01301) x 0,07532)
= -1.25398
b) Titik 2 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -1.25900 – ((0.01301) x 0.06026))

= -1.29578

c) Titik 3 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)


= -0.97800 – ((0.01301) x 0,05291))

= -0.97869
d) Titik 4 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.69400– ((0.01301) x 0,05272))
= -0.69469
e) Titik 5 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.13000 – ((0.01301) x 0,07532))
= 0.12902
f) Titik 6 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.02600 – ((0.01301) x 0,07551))
= -0.02698
g) Titik 7 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= -0.05300 – ((0.01301) x 0,10922))
= 0.05158
h) Titik 8 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.13100 – ((0.01301) x 0.07532))
= 0.13002
i) Titik 9 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 1.34600 – ((0.01301) x 0.04534))
= 1.34541
j) Titik 10 = ΔH – (ΣΔH . Bobot)
= 1.19900 – ((0.01301)x 0.04918)
= 1.19836
k) Titik 11 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
29

= 0.80900– ((0.01301) x 0.03811)


= 0.80851
l) Titik 12 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.11400– ((0.01301) x 0.07562)

= 0.113302

m) Titik 13 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)


= 0.02300 – ((0.01301) x 0.10552)
= 0.02163
n) Titik 14 = ΔH – (ΣΔH x Bobot)
= 0.45400 – ((0.01301) x 0,10963)
= 0.45257

KONTROL

∑(∆Hk) = -1.25398 + -1.29578 + -0.97869 + -0.69469 + 0.12902 +


0.02698 + 0.05158 + 0.13002 + 1.34541 + 1.19836 + 0.80851 +
0.113302 + 0.02163 + 0.45257
= 0
7.Mencari Tinggi Titik dengan Titik awal berada adalah 907.650025 (Ti)
a) Titik 1 = Ti Awal
= 907.650025
b) Titik 2 = T1 + ΔHk1
= 907.650025+ (-1.25398) = 906.396045
c) Titik 3 = T2 + ΔHk2
= 906.396045 + (-1.29578) = 905.100262
d) Titik 4 = T3 + ΔHk3
= 905.100262 + (-0.97869) = 904.121576
e) Titik 5 = T4 + ΔHk4
= 904.121576 + (-0.69469) = 903.426390
f) Titik 6 = T5 + ΔHk5
= 903.426390 + (0.12902) = 903.555910
g) Titik 7 = T6 + ΔHk6
30

= 903.555910 + (-0.02698) = 903.528931


h) Titik 8 = T7 + ΔHk7
= 903.528931 + (0.05158) = 903.580510
i) Titik 9 = T8+ ΔHk8
= 903.580510 + 0.13002) = 903.710531
j) Titik 10 = T9 + ΔHk9
= 903.710531 + (1.34541) = 905.055939
k) Titik 11 = T10 + ΔHk10
= 905.055939 + (1.19863) = 906.254296
l) Titik 12 = T11 + ΔHk11
= 906.254296 + (0.80351) = 907.062802

m) Titik 13 = T12 + ΔHk12


= 907.062802 + ( 0.11302) = 907.175822
n) Titik 14 = T13 + ΔHk13
= 907.175822 + (0.02163) = 907.197450
o) Titik 1’ = T14 + ΔHk14
= 907.197450 + (4.5257) = 907.650025…. OK

8. Mencari Kemiringan tiap Slag (%) terbalik


∆ Hk 1 −1.25398
a) Titik 1 = x 100 = x 100 = - 0.06270% (TURUN)
D1 20
∆ Hk 2 −1.29578
b) Titik 2 = x 100 = x 100 = -0.08099% (TURUN)
D2 16
∆ Hk 3 −0.97869
c) Titik 3 = x 100 = x 100 = 0.06966% (TURUN)
D3 14.05
∆ Hk 4 −0.69469
d) Titik 4 = x 100 = x 100 = - 0.04962% (TURUN)
D4 14
∆ Hk 5 0.12902
e) Titik 5 = x 100 = x 100 =- 0.00645% (NAIK)
D5 20
∆ Hk 6 −0.02698
f) Titik 6 = x 100 = x 100= -0,00135% (TURUN)
D6 20.05
31

∆ Hk 7 0.05158
g) Titik 7 = x 100 = x 100 = - 0.00178% (TURUN)
D7 29
∆ Hk 8 0.13002
h) Titik 8 = x 100 = x 100 = 0.00650% (NAIK)
D8 20
∆ Hk 9 1.354541
i) Titik 9 = x 100 = x 100= 0.11174% (NAIK)
D9 12.04
∆ Hk 10 1.19836
j) Titik 10 = x 100 = x 100 = 0.09176% (NAIK)
D 10 13.06
∆ Hk 11 0.80851
k) Titik 11 = x 100= x 100 = 0.07989% (NAIK)
D 11 10.12
∆ Hk 12 0.11302
l) Titik 12 = x 100 = x 100 = 0.00563% (NAIK)
D 12 20.08
∆ Hk 13 0.2163
m) Titik 13 = x 100 = x 100 = 0.00077% (NAIK)
D 13 28.02
∆ Hk 14 0.45257
n) Titik 14 = x 100 = x 100= 0.01555% (NAIK)
D 14 29.11

Gambar 7. Hasil Pengukuran Kerangka Dasar vertical Metode


Datar Gedung PKM UPI
32

Tabel 3. HASIL PERHITUNGAN SIPAT DATAR FILKI BILKISTHI

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah merupakan salah satu aplikasi dari mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah. Dalam hal ini mengenai pengukuran sipat datar,
pengukran sipat datar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui beda tinggi
dalam suatu tempat. Dalam pengukuran sipat datar diperlukan ketelitian yang
tinggi dalam pembacaan benang atas, benang bawah, dan benang tengah karena
sedikit kesalahan pembacaaan dapat menyebabkan kesalahan yang fatal
mengingat jarak dalam pengukuran. Kesalahan garis bidik hendaknya diukur
dengan teliti.

Dalam pengukuran yang telah kami lakukan, mendapatkan hasil sebagai


berikut :
33

 Jumlah Slag sebanyak 14 dengan menggunakan alat Waterpass Topcon


AT- F3
 Tinggi Titik awal yang telah dihitung dari hasil interpolasi adalah
907.650025
 KGB yang didapat adalah 0.000072185
 Total jarak yang telah diukur adalah 265.53 m m
 Besar koreksi beda tinggi yang didapat adalah 1.34600

6.2 Saran

Diperlukan kekompakan surveyor yang tinggi agar pengukuran dapat


berjaan dengan lancar. Dan hati-hati dalam melakukan pengukuran, hentikan
pegukuran apabila cuaca tidak mendukung.

32
DAFTAR PUSTAKA

Purwaamijaya, Iskandar Muda. (2008). Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1


Untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembiaan SMK.

Purwaamijaya, Iskandar Muda. (2017). Petunjuk Praktikum Ilmu Ukur Tanah.


Bandung: Laboratorium Survei dan Pemetaan DPTS FPTK UPI.

Anda mungkin juga menyukai