Anda di halaman 1dari 19

PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah


yang diampu oleh Dr. Ir. H. Iskandar Muda P, M.T

disusun oleh

Irfan Ripandi ( 1700818 )


Rismawanti Nurfatimah ( 1701930 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN


DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLODI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini.
Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Rasul Nabi
Muhammad SAW yang telah menuntun kepada jalan kebenaran dan yang insya
Allah kita nantikan syafaatnya di hari akhir. Aamiin.
Makalah yang berjudul “ Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal “ telah
penulis selesaikan dengan maksimal berkat kerja sama dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis sampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan malah
ini, baik dari segi susunan kalimat maupun segi tata bahasa. Oleh sebab itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun
dari pembaca.

Bandung, 5 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DIAGRAM ALIR ................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
A. Kerangka Dasar Vertikal .............................................................................. 3
B. Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal ............................................ 4
1. Metode pengukuran sipat datar ................................................................ 4
2. Metode trigonometri ................................................................................. 9
3. Metode barometri ................................................................................... 11
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
B. Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengukuran Sipat Datar Optis.... ........................................................4


Gambar 2.2 Keterangan Pengukuran Sipat Datar ....................................................6
Gambar 2.3 Contoh Pengukuran Resiprokal. ........................................................7
Gambar 2.4 Contoh Pengukuran Trigonometris.....................................................10
Gambar 2.5 Koreksi Trigonometris........................................................................10
Gambar 2.6 Barometer................................ ........................................................11

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar ............................................ 3

iv
DIAGRAM ALIR

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu ukur tanah didefinisikan ilmu yang mempelajari tentang teknik-teknik atau
cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan bawah tanah dalam areal yang
terbatas. Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari geodesi ( geodetic surveying ).
Ilmu geodesi mempunyai dua maksud, yaitu menurut maksud ilmiah berarti ilmu
yang mempelajari bentuk dan besar bulatan bumi. Sedangkan menurut maksud
praktis adalah ilmu yang mempelajari penggambaran permukaan bumi yang
dinamakan peta atau gambar.
Definisi sederhana dari ukur tanah adalah menentukan posisi atau letak titik di
atas atau pada permukaan bumi. Definisi yang lebih berkembang adalah pekerjaan
untuk menggambarkan keadaan fisik sebagian permukaan bumi menyerupai
keadaan sebenarnya di lapangan. Produk yang sesuai dengan definisi terakhir
adalah peta topografi, sedangkan jenis-jenis pekerjaan yang sederhana antara lain
mengukur jarak antara dua titik, mengukur panjang dan lebar atau sisi-sisi sebidang
lahan, mengukur lereng dan penggambaran bentuk sebidang lahan.
Dalam pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai
dengan melakukan pengukuran-pengukuran di atas permukaan bumi yang
mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam
pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik-titik yang diukur di atas
permukaan bumi (pengukuran kerangka dasar horizontal) dan pengukuran-
pengukuran tegak guna mendapat hubungan antara titik-titik yang diukur
(pengukuran kerangka dasar vertikal).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan, ruang lingkup masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud Kerangka Dasar Vertikal?
2. Apa metode pengukuran Kerangka Dasar Vertikal?

1
2

C. Tujuan
Dari permasalahan yang dipaparkan, tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami Kerangka Dasar Vertikal dalam Survei dan
Pemetaan;
2. Mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam pengukuran
Kerangka Dasar Vertikal.

D. Manfaat
Manfaat dari makalah ini sebagai berikut:
1. Membantu pembaca mengetahui Kerangka Dasar Vertikal dalam Survei dan
Pemetaan;
2. Membantu pembaca mengetahui metode yang terdapat dalam pengukuran
Kerangka Dasar Vertikal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerangka Dasar Vertikal


Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-
titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya
terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini
biasanya berupa ketinggian muka air laut rata-rata ( Mean Sea level-MSL ) atau
ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu
pilar dengan titik kerangka dasar horizontal.
Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda dengan
menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran siat datar
teliti. Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem
tinggi nasional dengan melakukan pengukuran siat datar teliti yang melewati titik-
titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan titik-titik beru pada
kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal ini disebut sebagai Titik
Tinggi Geodesi (TTG).
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi siat datar masih merupakan cara
pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Untuk keperluan pengikatan ketinggian,
bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian
titik triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti terhadap
MSL.
Tabel 2.1 Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar

3
4

B. Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal


Pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi
antara dua titik dapat ditentukan dengan:

1. Metode pengukuran sipat datar


Metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik
atau pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan
tinggi di atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan
tinggi antara titik-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat
yang ditunjukkan pada rambu yang vertikal.
Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua
titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai permukaan ketinggian yang
tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila selisih tinggi dari dua buah titik
dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik
pertama diketahui tingginya.

Gambar 2.1 Pengukuran sipat datar optis


Sebelum digunakan alat sipat datar mempunyai syarat, yaitu:
a. Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan Nivo;
b. Benang mendatar diafragma harus tegak lurus pada sumbu ke satu;
c. Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah Nivo.
5

Beberapa istilah yang digunakan dalam pengukuran alat sipat datar, diantaranya:
a. Stasion
Stasion adalah titik Diana rambu ukur ditegakkan, bukan tempat alat sipat datar
ditempatkan. Tetapi pada pengukuran horizontal, stadion adalah titik tempat berdiri
alat.
b. Tinggi alat
Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas tanah Diana alat sipat datar
didirikan.
c. Tinggi garis bidik
Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian (
permukaan air laut rata-rata ).
d. Pengukuran ke belakang
Pengukuran ke rambu yang ditegakkan di stasion yang diketahui
ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya
disebut rambu belakang.
e. Pengukuran ke muka
Pengukuran ke rambu yang ditegakkan di stadion yang diketahui ketinggiannya,
maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu
muka.
f. Titik putar ( turning point )
Titik putar adalah stasion tempat pengukuran ke belakang dan ke muka
dilakukan pada rambu yang ditegakkan di stasion tersebut.
g. Stasion antara
Titik antara dua titik putar, tempat dilakukan pengukuran ke muka untuk
menentukan ketinggian stasion tersebut.
h. Seksi
Seksi adalah jarak antara dua stasion yang berdekatan, yang sering pula disebut
slag.
6

Gambar 2.2 Keterangan pengukuran sipat datar


Keterangan:
a. A, B, dan C adalah stasion X sama dengan stasion antara;
b. Jika stasion A diketahui tingginya, maka
1) Disebut pengukuran ke belakang, b= rambu belakang;
2) Disebut pengukuran ke muka, m= rambu muka
Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi stasion B diketahui, maka:
c. Disebut pengukuran ke belakang;
d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B disebut titik putar
1) Jarak AB, BC dan seterusnya masing-masing disebut seksi atau slag,
2) Ti = tinggi alat; Tgb = tinggi garis bidik.

a. Jenis-jenis sipat datar


Ada beberapa macam pengukuran sipat datar, di antaranya:
1) Sipat datar memanjang
Digunakan apabila jarak antara dua stasion yang akan ditentukan beda tingginya
sangat berjauhan ( di luar jangkauan jarak pandang ). Tujuan pengukuran ini
umumnya untuk mengetahui ketinggian dari titik-titik yang dilewatinya dan
biasanya diperlukan sebagai kerangka vertikal bagi suatu daerah pemetaan.
7

Sipat datar memanjang dibedakan menjadi:


a) Memanjang terbuka;
b) Memanjang keliling ( tertutup );
c) Memanjang terbuka terikat sempurna;
d) Memanjang pergi pulang;
e) Memanjang double Stand.

2) Sipat datar resiprokal


Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas nivo
yang dilengkapi dengan skala pembaca bagi pengungkitan yang dilakukan terhadap
nivo tersebut. Sehingga dapat dilakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik
yang tidak dapat dilewati pengukur.

Gambar 2.3 Contoh Pengukuran resiprokal

3) Sipat datar profil


Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan
ataupun saluran, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan
timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan
ini dilakukan dalam dua bagian yang disebut sebagai sipat datar profil memanjang
dan melintang.
8

4) Sipat datar luas


Untuk merencanakan bangunan-bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan
tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu, dilakukan pengukuran sipat
datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail.
Kerapatan dan letak titik detail diatur sesuai dengan kebutuhannya. Apabila
makin rapat titik detail pengukurannya maka akan mendapatkan gambaran
permukaan tanah yang lebih baik. Bentuk permukaan tanah akan dilukiskan oleh
garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama.
Garis ini dinamakan kontur. Cara pengukurannya adalah dengan cara tinggi garis
bidik. Agar pekerjaan pengukuran berjalanan lancar maka pilihlah tempat alat ukur
sedemikian rupa, hingga dari tempat itu dapat dibidik sebanyak mungkin titik-titik
di sekitarnya.

b. Ketelitian pengukuran sipat datar


Dalam pengukuran sipat datar akan pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang
pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam kesalahan yang sifatnya sistematis
(systematic errors) dan kesalahan yang sifatnya kebetulan (accidental errors).
Kesalahan yang tergolong sistematis adalah kesalahan-kesalahan yang telah
diketahui penyebabnya dan dapat diformulasikan ke dalam rumus matematika
maupun fisika tertentu. Misalnya kesalahan yang terdapat pada alat ukur yang
digunakan antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan garis nol skala rambu,
kesalahan karena faktor alam antara lain refraksi udara dan kelengkungan bumi.
Kesalahan-kesalahan yang tergolong kebetulan adalah kesalahan-kesalahan
yang tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi
orde besarnya biasanya kecil-kecil saja serta kemungkinan positif dan negatifnya
sama besar. Misalnya kesalahan menaksir bacaan pada skala rambu, menaksir letak
gelembung nivo di tengah. Karena kesalahan sistematik bersifat menumpuk
(akumulasi), maka hasil pengukuran harus dibebaskan dari kesalahan sistematis
tersebut. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan memberikan koreksi terhadap
hasilnya atau dengan cara-cara pengukuran tertentu. Misalnya untuk
menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik, refraksi udara dan kelengkungan
9

bumi, alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke
rambu belakang dan ke rambu muka harus dibuat sama besar).
Untuk mengetahui pengukuran harus diulangi atau tidak dan untuk mengetahui
baik tidaknya pengukuran sipat datar (memanjang), maka ditentukan batas harga
kesalahan terbesar yang masih dapat diterima yang dinamakan toleransi
pengukuran. Angka toleransi dihitung dengan rumus:
T = ±K √𝐷
Keterangan:
T = toleransi (mm)
K = konstanta yang menunjukkan tingkat ketelitian pengukuran (mm)
D = jarak antara dua titik yang diukur (Km).

2. Metode trigonometri
Metode trigonometri prinsipnya adalah mengukur jarak langsung (jarang
miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu, dan sudut vertikal (zenit atau
inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan
alat theodolite. Beda tinggi antara dua titik dihitung dari besaran sudut tegak dan
jarak. Tegak diperoleh dari pengukuran dengan alat theodolite sedangkan jarak
diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta.
Pengukuran tinggi dengan cara trigonometri, beda tinggi didapatkan secara
tidak langsung, karena yang diukur adalah sudut miringnya atau sudut zenit. Bila
jarak mendatar atau jarak miring diketahui atau diukur, maka dengan memakai
hubungan-hubungan geometris dihitunglah beda tinggi yang hendak ditentukan.
Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh,
maka masih dapat menganggap bidang nivo sebagai bidang datar. Sebaliknya jika
jarak yang dimaksudkan jauh, maka tidak boleh memisahkan atau mengambil
bidang nivo sebagai bidang datar, tetapi harus dipandang sebagai bidang lengkung.
10

Gambar 2.4 Contoh pengukuran trigonometris

Gambar 2.5 Koreksi trigonometris


Keterangan:
Z = sudut zenit asli 0 = pusat bumi
Z’ = sudut zenit ukuran r = sudut refraksi udara
m = sudut miring asli D = jarak (mendatar)
m’ = sudut miring ukuran
11

3. Metode barometri
Metode barometri prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu
ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda
tinggi. Pengukuran dengan barometer relatif mudah dilakukan, tetapi
membutuhkan ketelitian pembacaan yang lebih dibandingkan dua metode lainnya,
yaitu alat sipat datar dan trigonometris. Hasil pengukuran barometer bergantung
pada ketinggian permukaan tanah dan temperatur udara, kelembagaan, dan kondisi
–kondisi cuaca lainnya.

Gambar 2.6 Barometer


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengukuran sipat datar Kerangka Dasar Vertikal adalah pembuatan serangkaian
titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi
untuk pengikatan ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan
pengukuran sipat datar Kerangka Dasar Vertikal adalah untuk memperoleh
informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan yang sedemikian rupa sehingga
informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi
yang kompleks.
Dari tingkat ketelitian, pertama adalah pengukuran sipat datar, kedua yaitu
metode trigonometri, dan ketiga metode barometri. Metode barometri
menggunakan tekanan udara sebagai patokan sedangkan tekanan udara di suatu
tempat berlainan dan tidak sama, jadi bisa dipastikan kebenaran data yang diperoleh
dari hasil pengukuran barometri kurang teliti.

B. Saran
Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit
dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau
atmosfer. Dari ketiga metode yang dipaparkan yang memiliki keuntungan lebih
besar ialah alat sipat datar, karena setiap ketinggian berbeda-beda dan tekanan
udara berbeda-beda maka hasil pengukurannya pun berbeda-beda. Dan yang
ketelitiannya kurang adalah metode barometri, karena pengukurannya
menggunakan tekanan udara.

12
DAFTAR PUSTAKA

Purwaamijaya, I. M. (2008). Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1. Bandung: Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

13

Anda mungkin juga menyukai