Anda di halaman 1dari 102

KATA PENGANTAR

Perubahan pelayanan di dunia farmasi dari produk oriented menjadi pasien oriented
berpengaruh terhadap format pendidikan farmasi di tingkat menengah. Perubahan yang
mendorong secara sistematis dalam pola pendidikan serta pelatihan siswa-siswi calon asisten
tenaga teknis kefarmasian.
Pembelajaran yang memungkinkan asisten tenaga teknis kefarmasian wajib dan harus
mampu menghadapi realita perubahan iklim kerja serta tuntutan kerja yang lebih kompleks dan
lebih berorientasi pada pasien. Karena tuntutan tersebut itulah kami menyusun buku pedoman
praktikum resep simulasi berdasarkan kebutuhan dunia kerja.
Apotek sebagai tempat untuk melakukan pekerjaan kefarmasian serta sebagai tempat
penyaluran sediaan farmasi dan juga perbekalan kesehatan kepada masyarakat harus memiliki
tenaga kerja yang terlatih, terampil, bertanggung jawab dan berkarakter. Untuk mencetak
tenaga kerja siap pakai yang memenuhi syarat dan ketentuan diatas tersebut, kami sebagai guru
pengampu mata pelajaran Praktikum Resep Simulasi (PRS) berupaya untuk memberikan materi
secara padat, terpadu serta mengena sasaran antara lain sebagai berikut pengenalan Apotek
secara komprehensif, pengelolaan atau manajemen dan administrasi apotek yang meliputi
penggolongan obat, pelayanan obat bebas dan bebas terbatas (swamedikasi), pengelolaan resep,
membaca resep, memberi harga resep, membuat copy resep, pengelolaan sediaan dan obat di
apotek, pengelolaan kartu stok, pengelolaan surat pesanan, pengelolaan faktur pembelian dan
penjualan, penerimaan barang dan obat di apotek serta pengelolaan dan pemahaman akan alat
kesehatan dan perbekalan kesehatan dalam rumah tangga. Pemberian materi yang lengkap
diharapkan akan memberikan bekal yang cukup untuk menghasilkan output yang siap kerja.
Buku penuntun praktikum ini dimaksudkan sebagai pedoman siswa dalam menjalankan
praktikum resep simulasi.
Buku penuntun praktikum ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menjalankan
praktikum dengan sebaik-baiknya dan bisa mencapai tujuan seperti yang diharapkan secara
maksimal. Kritik dan saran yang bersifat membangun akan sangat kami nantikan untuk
mencapai kesempurnaan dari buku penuntun praktikum ini. Terima kasih.

Juli, 2018
Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN
POKOK BAHASAN
RENCANA PROGRAM
KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER
Nama Mata Pelajaran : PRAKTIKUM RESEP SIMULASI
Kode : PRS
Kelas/Semester : XI FARMASI / III dan IV
Kelompok Mata Pelajaran : PRODUKTIF FARMASI
Guru Pengampu : FARUQ RIZA AL AZHAR, S. Farm, M.M.
Capaian Pembelajaran : Praktikan mampu memahami tentang pelayanan
kefarmasian di sarana kesehatan, memahami manajemen
apotek, memahami alat kesehatan dan perebekalan
kesehatan dalam rumah tangga.

I. Deskripsi Singkat Mata Pelajaran


Mata pelajaran ini membicarakan tentang ruang lingkup dan definisi dari apotek, kegiatan
manajemen dan administrasi apotek seperti kegiatan stok obat / stok opname, pengadaan
sediaan farmasi, pembuatan surat pesanan, menentukan harga jual obat dari faktur, menentukan
harga resep, pembuatan copy resep. Mata pelajaran ini membicarakan mengenai ruang lingkup
terapi rasional pengobatan sendiri, pengenalan obat menurut golongannya, cara pemakaian obat
yang benar. Mata kuliah ini juga membicarakan cara mengenali dan cara pengobatan sendiri
baik dengan obat dan non-obat untuk beberapa keluhan ringan seperti : Batuk, flu, demam,
nyeri, maag, konstiapsi, diare, biang keringat, kecacingan, jerawat, ketombe, luka bakar, luka
iris, luka serut, kadas/kurap, panu, kudis dan kutil, serta Penyampaian Informasi Obat yang
tepat dan memahami sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit.

II. Tujuan Praktikum

1. Praktikan memahami definisi, fungsi dari apotek


2. Praktikan memahami tentang manajemen dan administrasi di apotek
3. Praktikan memahami tentang pelayanan resep dan pemberian harga resep
4. Praktikan memahami tentang pembuatan copy resep
5. Praktikan mengenal obat menurut golongannya
6. Mengetahui cara pemakaian obat yang benar
7. Mengetahui cara pengobatan sendiri baik dengan obat atau non obat untuk beberapa
keluhan ringan (meliputi pemberian obat bebas dan bebas terbatas).
8. Praktikan memahami penggolongan alat kesehatan, cara menggunakannya,
fungsinya.
9. Praktikan memahami tentang Perbekalan Kesehatan dalam Rumah Tangga
10. Praktikan memahami tentang sasaran keselamatan pasien di rumah sakit
III. Acuan penyusunan
Acuan yang digunakan dalam menyusun materi Praktikum Resep Simulasi adalah
SKKNI (Standart Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) bidang farmasi.

NO KODE UNIT JUDUL UNIT

1 FAR.FK01.007.01 Menyiapkan dan meracik sediaan farmasi

2 FAR.FK01.008.01 Menulis etiket dan menempelkannya pada kemasan sediaan


farmasi
3 FAR.FK01.009.01 Menulis Copy Resep

4 FAR.FK01.012.01 Membuat sediaan obat guna keperluan/persediaan di apotik

5 FAR.RS01.008.01 Menyiapkan keperluan sediaan non steril di RS sederhana

6 FAR.FK01.001.01 Mencatat kebutuhan sediaan farmasi dan perbekalan


kesehatan
7 FAR.FK01.002.01 Memesan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

8 FAR.FK01.003.01 Menerima Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

9 FAR.FK.01.004.01 Menyimpan Sediaan Farmasi Dan Perbekalan Kesehatan

10 FAR.FK01.005.01 Melakukan administrasi dokumen-dokumen sediaan farmasi


dan perbekalan kesehatan
11 FAR.FK01.006.01 Menghitung/kalkulasi biaya obat dan perbekalan kesehatan

12 FAR.FK01.011.01 Memberikan pelayanan obat bebas, bebas terbatas dan


perbekalan kesehatan
13 FAR.FK02.002.01 Melakukan Pengadaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan
14 FAR.RS01.001.01 Melakukan pencatatan dan dokumentasi perencanaan
pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
15 FAR.RS01.004.01 Melakukan penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
16 FAR.RS01.005.01 Melakukan penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
17 FAR.RS01.006.01 Mendistribusikan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
dari gudang Rumah Sakit (RS)
18 FAR.RS02.003.01 Melakukan penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
19 FAR.RS02.005.01 Melakukan distribusi sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
20 FAR.FK01.013.01 Bekomunikasi dengan orang lain

IV. Perincian Kegiatan praktikum

Praktikum Resep Simulasi memiliki waktu 4 x 45 menit = 180 menit. Praktikum Resep
Simulasi berjalan bersama Praktikum Resep, sehingga 1 kelas tebagi menjadi 2
kelompok besar. 1 materi akan selesai dalam waktu 2 minggu. Materi selama 1 tahun
terinci sebagai berikut :
1. Pengenalan Apotek, pengenalan kegiatan manajemen apotek.
2. Melakukan stok obat, melakukan pengadaan obat, dan pemilihan Pedagang Besar
Farmasi.
3. Membuat surat pesanan untuk obat narkotik, psikoptropika, obat bebas terbatas dan
bebas, obat precursor, obat-obat tertentu.
4. Melakukan penerimaan obat dan mengecek dengan kesesuaian dokumen
pemesanan, mengecek kondisi fisik barang yang masuk (tanggal kadaluwarsa dan
kondisi fisik kemasan)
5. Melakukan perhitungan penentuan harga jual obat.
6. Melakukan perhitungan biaya resep.
7. Membaca resep dokter dan menuliskan jenis-jenis obat dalam resep.
8. Melakukan pelayanan swamadeikasi dengan berbagai kasus penyakit yaitu : Batuk,
flu, demam, nyeri, maag, konstiapsi, diare, biang keringat, kecacingan, jerawat,
ketombe, luka bakar, luka iris, luka serut, kadas/kurap, panu, kudis dan kutil.
9. Mempelajari alkes dan menjelaskan fungsinya.
10. Mempelajari tentang sasaran keselamatan pasien di rumah sakit
Setiap siswa dinyatakan telah menyelesaikan praktikum apabila telah
melaksanakan keseluruhan beban mata pelajaran dan lulus evaluasi praktikum.
Evaluasi praktikum berupa ujian praktikum dan ujian tulis sesuai dengan materi
yang diajarkan.
Siswa yang belum mencapai Kriteria Kelulusan Minimal akan menjalani
pengulangan materi yang diperlukan dan kembali melakukan ujian ulang atau remidi.

V. Persyaratan Mengikuti Praktikum

1. Siswa peserta praktikum atau disebut praktikan adalah siswa program keahlian
Farmasi semester III dan IV (kelas XI)
2. Wajib membawa semua sarana praktikum yang diperlukan saat praktikum resep
simulasi.
3. Praktikan harus siap dengan materi manajemen dan farmakologi ada tiap jadwal
praktikum sesuai dengan yang ditentukan dengan membaca berbagai pustaka
dengan membuat rangkuman edukasi tiap penyakit yang akan dipraktekkan.
4. Pustaka wajib yang diperlukan harus dibawa sendiri oleh masing-masing praktikan
(ISO tahun terbaru, MIMS edisi terbaru, buku farmakologi-farmakoterapi yang
berkaitan, buku Praeskripsi, Buku Alkes, Buku Manajemen farmasi volume 1 dan
2)

Pustaka yang harus dicari dan dibaca:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.


2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan Narkotik, Psikotropik dan
Prekursor Farmasi.
7. Permenkes Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
8. Permenkes Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian di Apotek
9. Permenkes Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang perubahan
penggolongan Narkotika

10. Permenkes Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang perubahan


penggolongan Psikotropika.
11. Permenkes Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek
12. Permenkes Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 tentang perubahan
penggolongan Narkotika
13. Peraturan Kepala BPOM Nomor 7 Tahun 2016 tentang pengelolaan obat-obat
tertentu yang sering disalahgunakan
14. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2006. Pedoman
Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
15. Kurniawan, D.W. dan chabib, L. 2010. Pelayanan Informasi Obat: Teori Dan
Praktik. Yogyakarta: GrahaIlmu.
16. Tan, H.T dan Rahardja, K. 2010. Obat-obat Sederhana untuk Gangguan
Sehari-hari, Jakarta: Elex Media Komputindo
17. Obat-obat penting, Kirana raharja dan Tan Hoan Tjay

VI. Tata Tertib Praktikum


1. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum berlangsung.
2. Praktikan harus memakai jas laboratorium.
3. Praktikan harus membawa pustaka dan rangkuman edukasi yang berkaitan dengan
topik atau penyakit yang dipraktikkan
4. Praktikan wajib menjaga ketertiban selama praktikum.
5. Setiap ingin keluar dan masuk dari laboratorium wajib izin kepada Laboran atau
Guru yang ada di laboratorium
6. Praktikan harus membawa kartu lab untuk bisa mengikuti pelajaran.
7. Praktikan harus membawa kartu presensi atau kartu kehadiran lab untuk bisa
mengikuti kegiatan pembelajaran
8. Praktikan tidak boleh makan atau minum di dalam laboratorium selama praktik
berlangsung.
9. Kehadiran praktikan adalah wajib 100%
10. Praktikan yang tidak mengikuti praktik wajib mengganti praktik di luar jam
praktik
11. Praktikan yang tidak masuk karena keperluan izin, maka orang tua atau wali
murid diwajibkan menghubungi langsung guru pengajar melalui saluran telfon
dan membuat surat izin tertulis yang dikumpulkan pada saat masuk.
12. Praktikan yang tidak masuk karena sakit, maka orang tua atau wali murid
diwajibkan menghubungi langsung guru pengajar melalui saluran telfon dan pada
saat sudah masuk wajib membawa surat keterangan sakit. Boleh dari dokter
pribadi, dokter BPJS, Rumah Sakit, Klinik, Puskesmas yang sesuai peraturan dan
dikumpulkan pada saat masuk.
13. Untuk surat izin ataupun surat keterangan sakit mohon difotocopy sebelum
dikumpulkan, surat asli kembali dibawa siswa sementara fotokopinya akan
disimpan oleh guru pengampu mata pelajaran Praktikum Resep Simulasi sebagai
arsip.
14. Praktikan yang tidak hadir tanpa keterangan lebih dari 2 kali maka akan diberi
sanksi mulai dari peringatan lisan, peringatan tertulis, sampai penundaan
pemberangkatan Praktik Kerja Lapangan.
15. Praktikan harus segera mengerjakan resep dan atau permintaan swamedikasi
sesuai dengan topik penyakit pada tiap pertemuan.
16. Hasil pengerjaan kasus dikumpulkan pada guru pembimbing praktikum.
17. Praktikan wajib tepat waktu saat mengumpulkan jurnal atau laporan praktikum.

VII. Prosedur Pelayanan Swamedikasi (30 Menit)


1. Siswa menerima permintaan swamedikasi
2. Tentukan kebutuhan obat untuk mengatasi kebutuhan pasien
3. Sediakan obat-obat sesuai kebutuhan pengobatan
4. Tetapkan harga semua obat yang dibutuhkan
5. Buat catatan pengobatan pasien (PMR)
6. Serahkan obat disertai KIE yang diperlukan bagi keberhasilan terapi kepada guru
pembimbing praktikum yang bertindak sebagai pasien.

VIII. Penilaian
Penilaian akhir praktikum meliputi
1. Kehadiran : 10 %
2. Tugas : 20 %
3. Pre test / Post test : 35 %
4. UTS : 20 %
5. UAS : 15 %
POKOK BAHASAN

I. Apotek dan Tenaga Kefarmasian


Berdasarkan Permenkes Nomor 9 tahun 2017 tentang apotek, ada beberapa hal yang wajib
untuk dipahami seputar tentang apotek. Beberapa hal tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker.
b. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
c. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
d. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
e. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis
Farmasi.
f. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada apoteker yang telah diregistrasi.
g. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk
menyelenggarakan Apotek.
h. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.
i. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat SIPTTK
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada tenaga
teknis kefarmasian sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
j. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan
menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien.
k. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
l. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
m. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali
pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengaturan Apotek bertujuan untuk


a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kefarmasian di Apotek
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan pelayanan
kefarmasian di Apotek

Berdasar Permenkes No. 80 Tahun 2016 tentang Asisten Tenaga Kesehatan.


a. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan
bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga.
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat.
c. Supervisi adalah pengarahan dan pengendalian kepada Asisten Tenaga Kesehatan
yang berada di bawahnya dalam suatu lingkup bidang profesi kesehatan.
d. Jenis Asisten Tenaga Kesehatan terdiri atas:
1. Asisten Perawat
2. Asisten Tenaga Kefarmasian
3. Asisten Dental
4. Asisten Teknisi Laboratorium Medik
5. Asisten Teknisi Pelayanan Darah.
e. Setiap Asisten Tenaga Kesehatan yang telah lulus pendidikan wajib mengikuti uji
kompetensi.
f. Uji kompetensi sebagaimana dimaksud diatas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Asisten Tenaga Kesehatan tidak memerlukan
registrasi dan surat izin.
h. Asisten Tenaga Kesehatan hanya dapat melakukan pekerjaannya di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
i. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Asisten Tenaga
Kefarmasian dapat juga menjalankan pekerjaannya pada fasilitas produksi
dan/atau distribusi sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan alat kesehatan

II. Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes No 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian


di rumah sakit

a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan


kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.
b. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
c. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit bertujuan untuk
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
rangka keselamatan pasien (patient safety).
d. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
2. Pelayanan farmasi klinik.
e. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1. pemilihan
2. perencanaan kebutuhan
3. pengadaan
4. penerimaan
5. penyimpanan
6. pendistribusian
7. pemusnahan dan penarikan
8. pengendalian
9. administrasi.

III. Penggolongan Obat


Obat dapat dibagi menjadi 8 golongan yaitu :

Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Parasetamol

Obat Bebas Terbatas


Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM

Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Amoksisilin

Psikotropika
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Contoh : Diazepam, Phenobarbital

Obat Narkotika
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin, Codein

Obat prekursor
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan prosesproduksi Industri
Farmasi atau produk antara, produk ruahan danproduk jadi yang mengandung
efedrin, pseudoefedrin,norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau
potassium permanganat. (PKBPOM No. 40 tahun 2013)
Obat-obat tertentu
Obat-Obat Tertentu yang sering disalahgunakan, yang selanjutnya disebut dengan
Obat-Obat Tertentu, adalah obat-obat yang bekerja di sistem susunan syaraf pusat
selain Narkotika dan Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung Tramadol, Triheksifenidil,
Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau Haloperidol. (PKBPOM No. 7 Tahun 2016).
Obat wajib apotek
Obat wajib apotek adalah obat keras yang bisa diberikan tanpa resep dokter oleh
seorang Apoteker kepada pasien disertai dengan pemberian informasi yang jelas
dari Apoteker.
Obat wajib apotek terbagi menjadi beberapa golongan sebagaimana terlampir di
buku pedoman ini.
Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur
Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara pemakaiannya pada etiket, brosur atau
kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman
Pada setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan:
• Nama obat
• Komposisi
• Indikasi
• Informasi cara kerja obat
• Aturan pakai
• Peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas)
• Perhatian
• Nama produsen
• Nomor batch/lot
• Nomor registrasi
Nomor registrasi dicantumkan sebagai tanda ijin edar absah yang
diberikan oleh pemerintah pada setiap kemasan obat.
• Tanggal kadaluarsa

Tanda peringatan
Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa
empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima)
centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih
sebagai berikut :

Cara Pemilihan Obat


Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu diperhatikan :
a) Gejala atau keluhan penyakit
b) Kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus
dan lain-lain.
c) Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu.
d) Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan
interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
e) Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat
dengan obat yang sedang diminum.

f) Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan
kepada Apoteker.

2.5. Cara Penggunaan Obat


a) Penggunaan obat tidak untuk pemakaian secara terus menerus.
b) Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada etiket atau brosur.
c) Bila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan,
hentikan penggunaan dan tanyakan kepada Apoteker dan dokter.
d) Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun gejala penyakit sama.
e) Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap,
tanyakan kepada Apoteker.

Cara Pemakaian Obat Yang Tepat


Obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan dalam
jangka waktu terapi sesuai dengan anjuran.

Minum obat Bila anda hamil atau Gunakan obat sesuai dengan sesuai waktunya menyusui
tanyakan obat yang sesuai cara penggunaannya

Minum obat sampai habis


Petunjuk Pemakaian Obat Oral (pemberian obat melalui mulut)
Adalah cara yang paling lazim, karena sangat praktis, mudah dan aman. Yang
terbaik adalah minum obat dengan segelas air

Ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (saat makan atau saat perut/ kosong)

Minum obat saat makan

Minum obat sebelum makan

Minum obat setelah makan

 Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya. Tidak boleh
dipecah atau dikunyah

 Sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuran untuk
ketepatan dosis. Jangan gunakan sendok rumah tangga.
 Jika penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter minta
pilihan bentuk sediaan lain.

Petunjuk Pemakaian obat oral untuk bayi/anak balita :


 Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar
dalam kemasan obatnya.
 Segera berikan minuman yang disukai anak setelah pemberian obat yang terasa
tidak enak/pahit,

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata


 Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) dan
selalu ditutup rapat setelah digunakan.
 Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan
harus diikuti dengan benar.

 Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk
kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung
konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva dan mata ditutup selama
1-2 menit, jangan mengedip.
 Ujung mata dekat hidung ditekan selama 1-2 menit
 Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan

Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata


 Ujung tube salep jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata).
 Cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian
bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, tube salep mata
ditekan hingga salep masuk dalam kantung konjungtiva dan mata ditutup selama
1-2 menit. Mata digerakkan ke kiri-kanan, atas-bawah.
 Setelah digunakan, ujung kemasan salep diusap dengan tissue bersih (jangan
dicuci dengan air hangat) dan wadah salep ditutup rapat.
 Cuci tangan untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan.

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Hidung


 Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila penggunaan obat dilakukan
sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup berbaring saja.
 Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan selama beberapa menit
agar obat dapat tersebar di dalam hidung

 Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha
 Setelah digunakan, alat penetes dibersihkan dengan air panas dan keringkan
dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Semprot Hidung


 Hidung dibersihkan dan kepala tetap tegak. Kemudian obat disemprotkan ke
dalam lubang hidung sambil menarik napas dengan cepat.

 Untuk posisi duduk, kepala ditarik dan ditempatkan diantara dua paha

 Setelah digunakan, botol alat semprot dicuci dengan air hangat tetapi jangan
sampai air masuk ke dalam botol kemudian dikeringkan dengan tissue bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Telinga


 Ujung alat penetes jangan menyentuh benda apapun termasuk telinga
 Cuci tangan sebelum menggunakan obat tetes telinga
 Bersihkan bagian luar telinga dengan ”cotton bud”
 Jika sediaan berupa suspensi, sediaan harus dikocok terlebih dahulu
 Cara penggunaan adalah penderita berbaring miring dengan telinga yang akan
ditetesi obat menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga lurus sehingga
mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa telinga ditarik ke atas dan ke
belakang, sedangkan bagi anak-anak telinga ditarik ke bawah dan ke belakang.
Kemudian obat diteteskan dan biarkan selama 5 menit Bersihkan ujung penetes
dengan tissue bersih.
Petunjuk Pemakaian Obat Supositoria
 Cuci tangan, suppositoria dikeluarkan dari kemasan, suppositoria dibasahi dengan
air.

Jangan Ditelan
 Penderita berbaring dengan posisi miring dan suppositoria dimasukkan ke dalam
rektum.

 Masukan supositoria dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan


ujung jari sampai melewati otot sfingter rektal; kira-kira ½ - 1 inchi pada bayi dan
1 inchi pada dewasa.
 Jika suppositoria terlalu lembek untuk dapat dimasukkan, maka sebelum
digunakan sediaan ditempatkan dalam lemari pendingin selama 30 menit
kemudian tempatkan pada air mengalir sebelum kemasan dibuka
 Setelah penggunaan suppositoria, tangan penderita dicuci bersih.

Petunjuk Pemakaian Obat Krim/Salep rektal


 Bersihkan dan keringkan daerah rektal, kemudian masukkan salep atau krim
secara perlahan ke dalam rektal.
 Cara lain adalah dengan menggunakan aplikator. Caranya adalah aplikator
dihubungkan dengan wadah salep/krim yang sudah dibuka, kemudian
dimasukkan ke dalam rektum dan sediaan ditekan sehingga salep/krim keluar.

Buka aplikator dan cuci bersih dengan air hangat dan sabun.
 Setelah penggunaan, tangan penderita dicuci bersih

Petunjuk Pemakaian Obat Vagina


 Cuci tangan sebelum menggunakan obat dan gunakan aplikator sesuai dengan
petunjuk penggunaan dari industri penghasil sediaan.
 Jika penderita hamil, maka sebelum menggunakan obat sebaiknya berkonsultasi
terlebih dahulu dengan profesional perawatan kesehatan.
 Penderita berbaring dengan kedua kaki direnggangkan dan dengan menggunakan
aplikator obat dimasukkan ke dalam vagina sejauh mungkin tanpa dipaksakan dan
biarkan selama beberapa waktu.

Posisi Cara memegang Cara mengambil


aplikator obat dengan aplikator

 Setelah penggunaan, aplikator dan tangan penderita dicuci bersih dengan sabun
dan air hangat.

Efek Samping
Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak
diharapkan yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran
normal pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Yang perlu diketahui tentang efek samping adalah :
• Baca dengan seksama kemasan atau brosur obat, efek samping yang
mungkin timbul.

• Untuk mendapatkan informasi tentang efek samping yang lebih lengkap dan
apa yang harus dilakukan bila mengalaminya, tanyakan pada Apoteker.
• Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi gatal-gatal,
ruam, mengantuk, mual dan lain-lain.
• Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, menyusui,
lanjut usia, gagal ginjal dan lain-lain dapat menimbulkan efek samping yang
fatal, penggunaan obat harus di bawah pengawasan dokterApoteker.

Cara Penyimpanan Obat


1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.
2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung
atau seperti yang tertera pada kemasan.
3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat
menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak
beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

Tanggal Kadaluarsa
Tanggal kadaluarsa menunjukkan bahwa sampai dengan tanggal yang
dimaksud, mutu dan kemurnian obat dijamin masih tetap memenuhi syarat.
Tanggal kadaluarsa biasanya dinyatakan dalam bulan dan tahun. Obat rusak
merupakan obat yang mengalami perubahan mutu, seperti :
1. Tablet
- Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa
- Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah,
retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab
- Kaleng atau botol rusak
2. Tablet salut
- Pecah-pecah, terjadi perubahan warna
- Basah dan lengket satu dengan lainnya
- Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan fisik
3. Kapsul
- Perubahan warna isi kapsul
- Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu sama lain
4. Cairan
- Menjadi keruh atau timbul endapan
- Konsistensi berubah
- Warna atau rasa berubah
- Botol plastik rusak atau bocor
5. Salep
- Warna berubah
- Pot atau tube rusak atau bocor
- Bau berubah

Dosis
Dosis merupakan aturan pemakaian yang menunjukkan jumlah gram atau
volume dan frekuensi pemberian obat untuk dicatat sesuai dengan umur dan
berat badan pasien.
- Gunakan obat tepat waktu sesuai aturan pemakaian.
Contoh :
• Tiga kali sehari berarti obat diminum setiap 8 jam sekali
• Obat diminum sebelum atau sesudah makan
• Jika menggunakan obat-obat bebas, ikuti petunjuk pada kemasan atau
brosur/leaflet
- Bila terlupa minum obat :
• Minumlah dosis yang terlupa segera setelah ingat, tetapi jika hampir
mendekati dosis berikutnya, maka abaikan dosis yang terlupa dan
kembali ke jadwal selanjutnya sesuai aturan.
• Jangan menggunakan dua dosis sekaligus atau dalam waktu yang
berdekatan.

Hal-hal yang harus Diperhatikan


1. Kemasan/wadah
Harus tersegel dengan baik, tidak rusak, tidak berlubang, tanggal
kadaluarsa jelas terbaca.
2. Penandaan pada wadah
- Baca zat berkhasiat dan manfaatnya
- Baca aturan pakainya, misalnya sebelum atau sesudah makan - Untuk
pencegahan overdosis, jangan minum obat 2 kali dosis bila
sebelumnya lupa minum obat
- Baca kontraindikasinya
Misalnya: - tidak boleh diminum oleh ibu hamil/menyusui

- tidak boleh diminum oleh penderita gagal ginjal


- Baca efek samping yang mungkin timbul
- Baca cara penyimpanannya
3. Bila ragu tanyakan pada Apoteker
4. Bila sakit berlanjut hubungi dokter

Istilah penting dan wajib diketahui dalam kefarmasian


LASA / NORUM
Pada pelajaran Bahasa Indonesia kita mengenal homofon alias kesamaan bunyi dan
homograf alias kesamaan tulisan. Di dunia kesehatan khususnya di dunia kefarmasian
dikenal LASA.
LASA, sesuai dengan judul tulisan ini yakni “rupa yang mirip” dan “bunyi atau nama
yang mirip”. LASA sangat menarik karena merupakan salah satu faktor pencetus
medication error (kesalahan pengobatan). Medication error tentunya tidak diinginkan
oleh tenaga kesehatan maupun pasien, sehingga menjadi tanggung jawab utama kami
sebagai tenaga kesehatan untuk meminimalisir hal ini. LASA dalam istilah Indonesia
disebut sebagai NORUM. NORUM adalah singkatan dari Nama Obat Rupa Obat Mirip.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien,
akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya
dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing,
fase transcribing, fase dispensing dan fase administration oleh pasien.
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan
resep. Fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat pasien
atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat
dosis dan aturan pakai.
Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing.
Error pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh
petugas apotek.
Sedangkan error pada fase administration adalah error yang terjadi pada proses
penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan pasien atau
keluarganya.
Dari pembagian fase diatas, LASA berada di fase dispensing. Dalam fase dispensing,
tenaga kefarmasian melakukan screening terhadap kelengkapan dan kelayakan obat,
membaca resep, membungkus serta menempelkan etiket yang berisi aturan pakai, nama
pasien, jumlah obat, dan keterangan lain.
Sesuai dengan prosedur standar bahwa resep yang dinyatakan lengkap dan layak
selanjutnya akan dibungkus sesuai dengan permintaan yang tertulis dalam resep. Tenaga
kefarmasian yang mengambil obat dari lemari obat mungkin saja melakukan kesalahan
dalam pengambilan sediaan farmasi.
Umumnya lemari penyimpanan obat di instalasi farmasi RS maupun apotek memiliki
aturan tersendiri dalam penyusunannya. Umumnya disusun berdasarkan abjad dan
dipisahkan dalam beberapa kelompok. Misalnya untuk obat golongan narkotika maka
dipisahkan dan disimpan pada lemari khusus, obat psikotropika juga dipisahkan
penyimpannya. Selanjutnya, obat dapat dikelompokkan berdasarkan kelas terapinya
ataupun menurut abjad saja.
Beberapa sediaan farmasi yang memiliki lebih dari satu kekuatan tidak diletakkan
bersebelahan. Sediaan farmasi yang memiliki kemiripan nama tidak diletakkan
berdekatan, dll.
Beberapa apotek/instalasi farmasi menerapkan penulisan khusus yaitu menggunakan
“huruf besar” diantara huruf-huruf kecil untuk memperjelas perbedaan antara obat.
Misalnya asam MEFEnamat dan asam TRANEKsamat
Dari segi kemasan primer obat yang didesain oleh industri farmasi selalu
mencantumkan nama obat, komposisi, kekuatan sediaan, nama produsen, exp date dan
nomor batch dengan jelas. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir potensi
medication error yang muncul.
Selanjutnya, masih ada upaya tambahan yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian untuk
mencegah medication error, tahapan ini disebut double chechking.
Double checking adalah proses pengecekan ulang oleh individu yang berbeda untuk
memastikan bahwa obat yang telah disiapkan sesuai dengan permintaan resep.
Dengan dibuatnya standar prosedur operasional pada instalasi farmasi maupun apotek,
potensi kesalahan tetap masih ada yakni kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan
manusia (human error).
Jika kesalahan adalah sebuah hal yang tak terhindarkan, maka disiapkan langkah tindak
lanjut ketika diketahui telah terjadi medication error. Hal yang pertama yang harus
dilakukan adalah melakukan konfirmasi kepada pasien. Memastikan obat apa saja yang
diterima oleh pasien dan mengeceknya dengan resep yang diberikan oleh dokter. Jika
diyakini pasien menerima obat yang salah adalah dengan menukar obat yang sudah
diterima oleh pasien.
Karena tenaga kefarmasian hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesahalan
(walaupun dituntut untuk “zero accident”) maka, awalilah pekerjaan dengan berdoa.
Tak hanya untuk keselamatan dalam bekerja namun juga kesembuhan bagi pasien,
beroda untuk dihindarkan dari melakukan kesalahan dan jika kesalahan telah diketahui
dapat melakukan tindak lanjut dengan cepat.
Contoh dari obat yang masuk dalam kategori LASA atau NORUM

HIGH ALERT

Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat


yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel
event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti :
a. obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama
Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA).
b. Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan
magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan
gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

OFF LABEL
Tujuan pemberian izin edar suatu obat adalah untuk menjamin bahwa
obat telah diuji keamanan, efikasi dan kualitasnya. Obat yang beredar
ditujukan untuk orang dewasa memiliki izin yang menjelaskan indikasi
khusus, dosis dan rute pemberian obat, atau disebut “on-label”. Namun
demikian, beberapa obat yang digunakan untuk anak tidak memiliki
izin penggunaan pada anak atau penggunaan diluar ketentuan izin
yang diberikan untuk obat, atau disebut “off-label”.
Penggunaan obat off-label adalah penggunaan obat di luar indikasi
yang disetujui oleh lembaga yang berwenang. Lembaga berwenang itu
kalau di Amerika adalah Food and Drug Administration
(FDA), sedangkan di Indonesia adalah Badan POM. Tetapi karena
umumnya obat-obat yang masuk ke Indonesia adalah obat impor yang
persetujuannya dimintakan ke FDA, maka bisa dibilang bahwa indikasi
yang dimaksud adalah indikasi yang disetujui oleh FDA. Perlu
diketahui bahwa sebelum obat dipasarkan, mereka harus melalui uji
klinik yang ketat, mulai dari fase 1 sampai dengan 3. Jika hasil uji
klinik cukup meyakinkan bahwa obat aman dan efektif, maka produsen
akan mendaftarkan pada FDA untuk disetujui penggunaannya untuk
indikasi tertentu.
Munculnya obat obat off-label biasanya terjadi karena dokter dan
peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter memiliki hak
prerogratif untuk meresepkan obat tersebut.
Penggunaan obat off-label sendiri ada dua jenis yaitu :
1. Obat disetujui untuk mengobati penyakit tertentu, tapi kemudian
digunakan untuk penyakit yang sama sekali berbeda.
Misalnya amitriptilin yang disetujui sebagai anti
depresi, digunakan untuk mengatasi nyeri neuropatik.
2. Obat disetujui untuk pengobatan penyakit tertentu,
namun kemudian diresepkan untuk keadaan yang masih terkait,
tetapi di luar spesifikasi yang disetujui. Contohnya
adalah Viagra, yang diindikasikan untuk mengatasi disfungsi
ereksi pada pria, tetapi digunakan untuk meningkatkan gairah
sexual buat pria walaupun mereka tidak mengalami impotensi
atau disfungsi ereksi.
Beberapa contoh obat off label ;

1. Metformin dan Pioglitazon yang di ketahui untuk OAD (Oral


Antidiabetika ) , sebagai obat off label di indikasikan untuk PCOS
(Polycystic Ovary Syndrom) yaitu adanya ketidakseimbangan
hormone pada wanita dimana adanya peningkatan hormone androgen
dan gangguan ovulasi .
2. Levamisol , obat-obat antikonvulsan generasi baru untuk mengatasi
nyeri neuropati , sebagai obat off label di indikasikan sebagai
immunodulator.
3. Misoprostol, mencegah ulcus lambung, sebagai obat off label adalah
untuk menginduksi persalinan.
4. Siproheptadin, antihistamin sebagai obat off label di indikasikan untuk
penambah nafsu makan.
5. Vitamin A pada anak sebagai obat off label diindikasikan untuk
memperbaiki mukosa saluran cerna pada kasus diare pada anak.

Clinical indications associated with on-label and off-label uses for top 14 drugs.
Credit: Image courtesy of Stanford University Medical Center

Oleh FDA obat off label ini sudah ada yang menjadi obat on label seperti ;
1. Aspirin , antipiretik digunakan sebagai antiplatelet
2. Amitriptilin, antipdepresan digunakan sebagai nyeri neuropati.
3. Laktulosa, pencahar digunakan untuk ensefalopati hepatic.
4. Karbamazepin, Gabapentin , antiepilepsi digunakan sebagai nyeri
neuropati
PERAN FARMASIS
Dengan adanya obat-obat off label , para farmasis harus berhati-hati dalam
memberikan informasi kepada pasien. Hendaknya informasi yang disampaikan
kepada pasien tidaklah salah sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran
kepada pasien atau hal-hal lain yang tidak diinginkan .
Kurangnya informasi adanya obat-obat off label ini oleh farmasis tentunya bisa
menimbulkan kesalahan penafsiran dan tujuan dari peresepan itu sendiri.
Informasi obat off label ini sangat terbatas dan tidak ditemukan dalam buku-
buku monografi obat yang baku (sumber tersier) , ataupun brosur dari
produsen.
INFORMASI OBAT OFF LABEL BIASANYA KITA DAPATKAN DARI
JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN MAUPUN FARMASI .

DISKUSI TENTANG OFF LABEL


Mengupas Peran Farmasi dalam Penggunaan Obat Off Label Posted on March 16, 2018
T DPosted in SwipeRx Indonesia *Ketentuan Ask the Expert Hai Teman Sejawat,
Dalam sesi Ask the Expert kali ini, tim SwipeRx mendapat kesempatan untuk bertemu
dengan Ahli Farmakologi dan Guru Besar Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Prof.
Dr. Zullies Ikawati, Apt. untuk berbincang-bincang mengenai Peran Farmasi dalam
Penggunaan Obat Off Label dan sekaligus menjawab pertanyaan para pengguna
SwipeRx yang telah terpilih untuk sesi kali ini.

Q: “Prof, apa sebenarnya Obat off-label itu dan apa yang membuat obat itu bisa
digunakan untuk suatu terapi tertentu tapi tidak tercantum dalam izin edar?”
Nana, Apoteker, Jambi.

A: Penggunaan Obat secara off label adalah penggunaan obat di luar indikasi
resmi yang tertulis pada leaflet/summary of product characteristicnya seperti
yang diajukan pada saat pendaftaran. Hal ini bisa terjadi karena efek suatu obat
kadang tidak spesifik pada satu organ tertentu atau target tertentu, dan satu obat
bisa memiliki beberapa mekanisme sehingga dapat digunakan untuk berbagai
tujuan pengobatan. Obat menjadi berstatus off-label karena industri farmasi
yang memproduksinya tidak mendaftarkan obat tesebut untuk indikasi tertentu.
Umumnya adalah karena alasan finansial. Penggunaan obat secara Off-label
juga bisa terjadi terhadap dosis, cara pemberian, populasi pengguna, dll.

Q: “Halo Prof. apa saja sih jenis-jenis dari obat off-label itu?” Baron, TTK, Cimahi

A: Jenisnya bisa banyak sekali… yang banyak dijumpai misalnya obat antidepresan,
obat antikonvulsan, obat antipsikotik, obat sitostatik, dan masih banyak lagi. Obat-obat
tersebut sering dipakai di luar indikasi resminya. Misalnya amitriptilin untuk
pencegahan migraine, gabapentin untuk nyeri neuropatik, dll. Yang perlu diingat adalah
bahwa status off-label itu tidak selalu berarti harga mati. Jika tahun 2008 masih off-
label, bisa jadi tahun 2017 menjadi on-label ketika industri produsennya mendaftarkan
obat tersebut utk indikasi baru yg semula off-label.

This content was copied from http://swiperxapp.com/mengupas-peran-farmasi-dalam-


penggunaan-obat-off-label/

Q: “Prof, jenis-jenis obat apa saja yang sering digunakan sebagai obat off-label?” Rudi,
Mahasiswa Farmasi, Semarang
A: Jawaban sama dengan nomer 2

Q: “Bagaimana cara kita untuk mengidentifikasi seorang pasien ternyata menerima obat
off-label?” Nining, Apoteker, Subang
A: Untuk mengidentifikasi, maka kita harus mengetahui kondisi penyakit pasien,
apakah ada diagnose dokter atau gejala yang mengarah ke suatu penyakit. Jika pasien
mendapatkan obat yang tidak sesuai dengan diagnose atau gejala yang ada pada pasien,
maka ini merupakan indikasi bahwa pasien mungkin mendapatkan obat off-label

Q: “Assalamualaikum bu, saya pernah baca kalau obat off-label tersebut belum
dilakukan uji klinis. Pernahkan ada kasus ternyata obat tersebut malah membahayakan
pasien?” Milan, Apoteker, Makassar
A: Sebenarnya tidak selalu demikian. Banyak juga penggunaan obat off label yang
sudah didukung bukti klinis yang kuat. Itulah makanya dokter berani meresepkan obat
tersebut sebagai alternative dari obat on label. Jika ternyata membahayakan, maka
dokter yang bertanggung-jawab terhadap adanya risiko, kecuali jika sebelum pemberian
obat pasien sudah dijelaskan mengenai obat tersebut beserta risikonya dan pasien
bersedia menggunakan.

Q: “Sejauh mana peran seorang Farmasis, khususnya TTK dalam penggunaan obat off
label?” Anonim, TTK, Tangerang
A: Peran yang pertama, harus memahami apa kira-kira tujuan pemberian obat kepada
pasien, sehingga bisa memberikan informasi yang tepat, termasuk jika itu merupakan
obat secara off-label. Jika penggunaan tersebut tidak didukung bukti-bukti klinis yang
kuat, idealnya Farmasis bisa memberikan saran alternative obat yang on-label.

Q: “Bagaimana peran Farmasi dalam memberikan edukasi kepada pasien terhadap obat
off label tersebut supaya tidak terjadi kesalahpahaman fungsi obat tersebut oleh
pasien?” Dina, Mahasiswa Farmasi, Depok
A: Hampir sama dengan nomor 6. Farmasis (termasuk TTK juga) harus memahami
apakah suatu obat tersebut digunakan secara off label atau tidak, sehingga informasi
yang diberikan tepat. Misalnya ketika pasien mendapat gabapentin, perlu digali dulu
apa penyakit dan gejala pasien, jangan langsung memberi informasi seolah-olah bahwa
itu pasti digunakan sebagai obat anti epilepsy sehingga membuat pasien bingung. Jika
mungkin dan ragu, maka tanyakan dulu ke dokter penulis resep utk indikasi apa obat
tersebut diresepkan.

Q: “Bagaimana jika pasien menuntut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena
pengobatan tidak sesuai dengan indikasi?” Satya, Mahasiswa Farmasi, Jawa Timur
A: Dalam hal ini yang bertanggung-jawab adalah yang meresepkan. Bisa saja dituntut.

Q: “Obat-obatan apa saja yang termasuk off-label beserta indikasinya sehingga dapat
menambah pengetahuan dan informasi diberikan pasien? Terima kasih.” Dini,
Apoteker, Kalimantan
A: Sudah dijelaskan di atas (nomor 2)

Q: “Bagaimanakah cara agar kita mengetahui bila dokter meresepkan suatu obat dan
bermaksud menggunakan efek off label dari obat tersebut? Sedangkan yg kita ketahui
itu adalah indikasi yg memang sudah didaftarkan secara resmi, misalnya dokter
meresepkan domperidon yg dimaksudkan sebagai pelancar ASI tetapi yg kita ketahui
domperidon didaftarkan sebagai antimuntah.” Anonim, Apoteker, Jakarta
A: Caranya adalah menanyakan atau mencari tahu diagnose penyakit pasien dan gejala
yang dialami pasien. Apakah ada diagnose atau gejala yang sesuai dengan indikasi resmi
dari obat tersebut. Jika tidak ada, maka kemungkinan besar itu adalah penggunaan obat
off label

Q: “Bagaimana bila terjadi adverse event dalam penggunaan off label, misalnya pada
dosis yang belum disetujui mengingat aspek safety belum ditetapkan? Apakah off label
termasuk dalam evidence based level 3 (pendapat para ahli)?” Medya, Apoteker, Jakarta
A: Jika terjadi adverse event memang bisa menjadi masalah, jika pasien tidak terima
bisa menuntut dokter. Penggunaan obat off label tidak selalu merupakan evidence based
level 3, tetapi bisa juga evidence tertinggi (systematic review atau bahkan masuk
guideline). Beberapa obat offlabel memiliki dukungan ilmiah yang kuat sehingga dokter
tetap meresepkan.

Q: “Bagaimana cara penentuan dosis dari obat-obat off label, dan bagaimana seorang
Farmasis menyikapi hal tersebut?” Sita, Mahasiswa Farmasi, Jakarta
A: Dosis disesuaikan dengan tujuan penggunaan obat.

Q: “Sebagai contoh, bagaimana penggunaan terbutalin sebagai anti kontraksi rahim


pada pasien haemmoragic ante partum? Aman untuk janinnya juga? Mengingat efek
sampingnya berupa jantung berdebar pada ibu yg juga berpengaruh terhadap denyut
jantung bayi di dalam Rahim.” Anonim, Apoteker, Indonesia
A: Ya, memang harus diperhatikan benar mengenai dosis yang sesuai untuk indikasi
tertentu. Dosis terbutaline untuk asma bisa berbeda dengan dosis sebagai tocolysis (anti
kontraksi rahim).

Q: “Dimana kira-kira kita harus menemukan referensi tentang off label drugs ini sebagai
acuan?” Ina, Apoteker, Jakarta
A: Tidak ada literature khusus, tetapi bisa diperoleh melalui jurnal-jurnal yang
terpublikasi. Bisa merujuk juga pada buku-buku atau website penyedia informasi obat,
seperti Drug Information Handbook, Micromedex, website FDA, biasanya dicantumkan
indikasi on label dan off labelnya.
Contoh, dari Micromedex, utk informasi tentang Bisoprolol

FALLRISK
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI

Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan di Apotek sesuai dengan
ketentuan perundangan yang berlaku, meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
dan pelayanan. Pengelolaan ini bertujuan untuk menjaga dan menjamin ketersediaan
barang di apotek sehingga tidak terjadi kekosongan barang. Selain itu juga bertujuan
untuk memperoleh barang yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas
harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu tertentu secara efektif dan
efisien, menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku
Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga dalam
rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Dalam perencanaan
pengadaan ini, ada empat metode yang sering dipakai yaitu:
1. Metode epidemiologi yaitu berdasarkan pola penyebaran penyakit dan pola
pengobatan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar.
2. Metode konsumsi yaitu berdasarkan data pengeluaran barang periode lalu.
Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast moving (cepat
beredar) maupun yang slow moving.
3. Metode kombinasi yaitu gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi.
Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
melihat kebutuhan sediaan farmasi periode sebelumnya.
4. Metode just in time yaitu dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang tersedia di
apotek dalam jumlah terbatas. Digunakan untuk obat-obat yang jarang dipakai atau
diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarsa yang pendek.
Di Apotek perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat
kesehatan dilakukan dengan melakukan pengumpulan data obat-obatan yang akan
dipesan. Data tersebut ditulis dalam buku defecta yaitu jika barang habis atau
persediaan menipis berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan
sebelumnya. Selain dengan menggunakan data di buku defecta, perencanaan
pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan berdasarkan analisis
pareto (Sistem ABC) yang berisi daftar barang yang terjual yang memberikan
kontribusi terhadap omzet, disusun berurutan berdasarkan nilai jual dari yang
tertinggi sampai yang terendah, dan disertai jumlah dan kuantitas barang yang
terjual. Keuntungan dengan menggunakan analisis pareto adalah perputaran lebih
cepat sehingga modal dan keuntungan tidak terlalu lama berwujud barang, namun
dapat segera berwujud uang, mengurangi resiko penumpukan barang, mencegah
terjadinya kekosongan barang yang bersifat fast moving dan meminimalisasikan
penolakan resep. Pengelompokan berdasarkan pareto di Apotek antara lain:
Pareto A: 20-25% total item mengasilkan 80% omzet
Pareto B: 25-40% total item menghasilkan 15% omzet
Pareto C: 50-60% total item menghasilkan 5% omzet
Pemesanan rutin dilakukan terhadap produk yang tergolong dalam pareto A dan B.
Untuk produk yang termasuk ke dalam pareto C dilakukan pemesanan bila produk
tersebut akan habis.
Pemesanan rutin dilakukan terhadap produk yang tergolong dalam pareto A dan B.
Untuk produk yang termasuk ke dalam pareto C dilakukan pemesanan bila produk
tersebut akan habis.

Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di Apotek dilakukan oleh bagian unit pembelian
yang meliputi pengadaan obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras tertentu,
narkotika dan psikotropika, dan alat kesehatan.
Pengadaan perbekalan farmasi dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu:
1) Pengadaan Rutin
Merupakan cara pengadaan perbekalan farmasi yang paling utama.
Pembelian rutin yaitu pembelian barang kepada para distributor perbekalan
farmasi untuk obat-obat yang kosong berdasarkan data dari buku defekta.
Pemesanan dilakukan dengan cara membuat Surat Pesanan (SP) dan
dikirimkan ke masing-masing distributor/PBF yang sesuai dengan jenis
barang yang dipesan. PBF akan mengirim barang-barang yang dipesan ke
apotek beserta fakturnya sebagai bukti pembelian barang.
2) Pengadaan Mendesak (Cito) Pengadaan mendesak dilakukan, apabila barang
yang diminta tidak ada dalam persediaan serta untuk menghindari penolakan
obat/resep. Pembelian barang dapat dilakukan ke apotek lain yang terdekat
sesuai dengan jumlah sediaan farmasi yang dibutuhkan tidak dilebihkan
untuk stok di apotek.
3) Konsinyasi Konsinyasi merupakan suatu bentuk kerja sama antara Apotek
dengan suatu perusahaan atau distributor yang menitipkan produknya untuk
dijual di apotek, misalnya alat kesehatan, obat-obat baru, suplemen
kesehatan, atau sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan yang baru beredar
di pasaran. Setiap dua bulan sekali perusahaan yang menitipkan produknya
akan memeriksa produk yang dititipkan di apotek, hal ini bertujuan untuk
mengetahui berapa jumlah produk yang terjual pada setiap dua bulannya.
Pembayaran yang dilakukan oleh apotek sesuai jumlah barang yang laku.
Apabila barang konsinyasi tidak laku, maka dapat diretur/dikembalikan ke
distributor/perusahaan yang menitipkan.
Apotek melakukan kegiatan pembelian hanya ke distributor atau PBF resmi.
Pemilihan pemasok didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain legalitas
PBF, kecepatan dalam mengirim barang pesanan, jangka waktu pembayaran,
harga yang kompetitif dan untuk obat-obat golongan narkotika hanya dapat
dipesan ke PBF yang ditunjuk oleh pemerintah yaitu PBF Kimia Farma.
Istilah PBF yang merupakan kepanjangan dari Pedagang Besar Farmasi
tentu sudah tidak asing lagi bagi para pharmapreneur dan pebisnis apotek.
PBF juga sama dengan distributor, hanya saja karena dia bergerak di bidang
pendistribusian produk kefarmasian, maka disebutlah sebagai PBF. Peran
PBF dalam kancah bisnis apotek tentu sangat vital, maka dari itu antara PBF
dan apotek sama – sama membutuhkan. Fungsi PBF adalah kepanjangan
tangan dari pabrik farmasi (principal) untuk mendistribusikan segala produk
farmasi ke seluruh daerah yang telah diliputnya (coverage). Apotek adalah
salah satu customer dari sebuah PBF. Mengingat semakin tingginya tingkat
penyebaran apotek ke berbagai daerah, maka hal ini juga diikuti pula oleh
tumbuh suburnya keberadaan PBF. Para PBF biasanya akan membawa
beragam produk dari beragam principal. Hal ini bergantung pada kontrak
antar PBF dan principal tersebut. Kontrak antara PBF dan principal akan
memengaruhi beberapa hal berikut ini : ragam item, harga, diskon,
kelangsungan produk (life cycle), cara pembayaran, dan lainnya. Misalnya,
pada suatu periode produk obat “puyeng 16” milik principal “Bintang
Toegoe” di distribusikan oleh PBF “Mantjur”, namun pada periode lain PBF
“Mantjur” sudah tidak mendistribusikan obat “puyeng 16” itu lagi karena
kontraknya dengan dengan principal “Bintang Toegoe” telah habis. Begitu
pula terkait dengan masalah harga, bisa jadi produk tersebut ketika dibawa
oleh PBF “Mantjur” sering ada program promosi, dan ketika dibawa oleh
PBF lain ternyata program promosinya jarang ada. Hal itu sangat mungkin
terjadi, bergantung kontrak antara PBF dengan principal.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 34 Tahun 2014 tentang perubahan kedua
PBF, PBF dibagi 2 yaitu PBF Pusat dan PBF Cabang.

Menurut jenisnya PBF dibagi menjadi :


a. PBF yang menyalurkan obat/ sediaan farmasi jadi termasuk vaksin.
b. PBF yang menyalurkan bahan obat farmasi

PBF PUSAT
Peliputan daerah yang luas ke seluruh penjuru tanah air dan adanya perwakilan
kantor cabang di tiap area menjadikan suatu PBF tersebut bersifat nasional.
Biasanya principal yang bonafid akan mempercayakan produknya ke PBF
semacam ini. Principal juga berharap bahwa berbagai item produknya akan
terdistribusi merata ke seluruh pelosok nusantara. Dengan demikian principal
tersebut akan mengukuhkan posisinya dalam memperebutkan market share
yang ada. Keuntungan bagi apotek dalam berhubungan dengan PBF utama
adalah adanya jaminan ketersediaan produk, dan kemudahan proses return
(pengembalian) produk. Selain itu, kepastian produk tersebut adalah produk asli
tentu tak perlu diragukan lagi. Hal ini karena memang supply produk PBF utama
berasal dari gudang principal secara langsung. Disisi lain, principal biasanya
dalam membuat program promo akan bekerjasama dengan PBF utama, sehingga
bagi apotek yang loyal akan mendapatkan beragam program promo.
Lantas bagaimana menciri PBF dalam pengadaan produk kefarmasian untuk
apotek, pertimbangan apa sajakah yang diperlukan ? Perilaku tiap apotek dalam
hal alasan untuk memilih bertransaksi terhadap PBF tentu akan beraneka ragam,
bergantung tujuan & latar belakangnya. Berbagai pengalaman empiris yang
telah dialami, setidaknya ada beragam alasan untuk bertransaksi dengan suatu
PBF, yaitu :

1. Produk yang dimiliki PBF


2. Tanggapan PBF dan pelayanannya
3. Citra & reputasi PBF
4. Sikap & kemampuan salesman PBF
5. Pengiriman
6. Pelayanan salesman
7. Sifat & penampilan salesman
8. Jaminan PBF atas produk yang dijual
9. Kemudahan bertransaksi dengan PBF
10. Diskon & bonus
11. Informasi & lokasi PBF dengan apotek
12. Hubungan jangka panjang yang telah terjalin
13. Faktor harga
14. Faktor pembayaran
15. Komisi & entertainment
16. Batas nilai pemesanan (credit limit)
17. Masalah return (pengembalian) produk

Faktor – faktor tersebut diatas merupakan pertimbangan dalam


mempengaruhi terjadinya hubungan bisnis antara apotek dan PBF. Semakin
banyak faktor yang mampu dipenuhi PBF, tentu apotek akan menciri bahwa
PBF tersebut memang layak untuk dijadikan mitra bisnisnya. Hubungan
bisnis yang seimbang antara apotek dengan PBF demikianlah yang
diharapkan terjadi antar keduanya.
Penerimaan Perbekalan Farmasi Penerimaan Barang
Setelah dilakukan pemesanan maka perbekalan farmasi akan dikirim oleh PBF
disertai dengan faktur. Barang yang datang akan diterima dan dipriksa oleh petugas
bagian penerimaan barang. Produsen penerimaan barang dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan barang dan kelengkapannya Alamat pengirim barang yang dituju.
Nama, kemasan dan jumlah barang yang dikirim harus sesuai denganyang tertera
pada surat pesanan dan faktur. Apabila terdapat ketidaksesuaian, petugas
penerimaan akan mengembalikan atau menolak barang yang dikirim (retur) disertai
nota pengembalian barang dari apotek. Kualitas barang serta tanggal kadarluasa.
Kadaluarsa tidak kurang dari satu tahun untuk obat biasa dan tiga bulan untuk
vaksin.
2) Jika barang-barang tersebut dinyatakan diterima, maka petugas akan memberikan
nomor urut pada faktur pengiriman barang, membubuhkan cap apotek dan
menandatangani faktur asli sebagai bukti bahwa barang telah diterima. Faktur asli
selanjutnya dikembalikan, sebagai bukti pembelian dan satu lembar lainnya
disimpan sebagai arsip apotek. Barang tersebut kemudian disimpan pada wadahnya
masing-masing.
3) Salinan faktur dikumpulin setiap hari lalu dicatat sebagai data arsip faktur dan
barang yang diterima dicatatat sebagai data stok barang dalam komputer.
Jika barang yang diterima tidak sesuai pesanan atau terdapat kerusakan fisik maka
bagian pembelian atau membuat nota pengembalian barang (retur) dan
mengembalikan barang tersebut ke distrbitor yang bersangkutan untuk kemudian
ditukar dengan barang yang sesuai. Barang-barang yang tidak sesuai dengan faktur
harus dikembalikan, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya praktek
penyalahgunaan obat yang dilakukan oleh pihak tertentu.

Penyimpanan
Perbekalan farmasi yang telah diterima kemudian disimpan didalam gudang obat
secara alfabetis yang tersedia di apotek dengan sebelumnya mengisi kartu stok yang
berisikan tanggal pemasukan obat, nomor dokumen, jumlah barang, sisa, nomor
batch, tanggal kadaluwarsa, dan paraf. Contoh kartu stok obat dalam lampiran.
Penyimpanan barang di Apotek dilaksanakan berdasarkan sistem FIFO (first in first
out) dan FEFO (first expired first out). Sistem FIFO (first in first out) adalah
penyimpanan barang dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan di depan
sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya, sedangkan barang yang
terakhir datang ditaruh dibelakang, demikian seterusnya. Sistem FEFO (first expired
first out) adalah penyimpanan barang dimana barang yang mendekati tanggal
kadaluarsanya diletakkan di depan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang
lainnya, sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih lama diletakkan
dibelakang, demikian seterusnya. Sistem ini digunakan agar perputaran barang di
apotek dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan banyaknya obat-obat
yang mendekati tanggal kadaluarsanya berada di apotek.
Sistem penyimpanan obat di Apotek antara lain:
1) Berdasarkan golongan obat :
Narkotika dan psikotropika di dalam lemari khusus dua pintu yang dilengkapi
dengan kunci dan terletak menempel pada lemari besar dengan tujuan tidak bisa
dipindahkan sehingga sulit untuk dicuri.
Obat bebas dan obat bebas terbatas disebut sebagai obat OTC (over the counter)
disimpan di rak penyimpanan dan swalayan. Disimpankan berdasarkan
kegunaannya. Penyusunan OTC digolongkan menjadi milk dan nutrision,
medical cabinet, vitamin dan suplement, tradisional medicine, topical, tetes
mata, beauty care, oral care, baby & child care, produk konsinyasi, food, snack
& drink, feminine care.
Obat keras disimpan di rak penyimpanan dan disusun alfabetis dan sesuai
dengan efek farmakologinya.
2) Bentuk sediaan Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya
yaitu: Padat, Cair, semi solid, tetes mata, tetes hidung, tetes telinga, oral drop,
Inhaler, aerosol, Suppositoria, ovula.
3) Obat Generik
Disimpan di dalam rak penyimpanan dengan label warna hijau, obat lainnya
(paten) disimpan dengan label warna yang berbeda-beda berdasarkan efek
farmakologinya.
4) Efek farmakologinya Berdasarkan efek farmakologinya, penyimpanan obat dibagi
menjadi:
a. Antibiotik
b. Kardiovaskular
c. Sistem saraf pusat
d. Endokrin
e. Hormon
f. Pencernaan
g. Muskuloskeletal
h. Pernafasan
i. Anti alergi
j. Kontrasepsi
k. Vitamin
l. Suplemen
5) Berdasarkan sifat obat, terdapat obat yang disimpan dilemari es. Contohnya: insulin,
suppositoria, ovula, dan obat yang mengandung Lactobacillus sp. Contoh : Lacto-B
6) Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat penyimpanan obat bebas.
Kosmetik, multivitamin, jamu, makanan, dan minuman di swalayan.
Pelayanan
Penjualan di Apotek meliputi penjualan tunai dan kredit. Penjualan tunai meliputi
pelayanan berdasarkan resep dokter baik resep dari dokter yang melakukan praktik
di Apotek maupun dokter praktik luar apotek serta pelayanan non-resep yang terdiri
dari pelayanan obat bebas, swamedikasi serta alat kesehatan.
A. Pelayanan obat tunai dengan resep dokter
Pelayanan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap konsumen yang langsung
datang ke apotek untuk menebus resep obat yang dibutuhkan dan dibayar secara
tunai.
Alur pelayanan resep tunai dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Penerimaan resep
 Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep, meliputi: Nama, alamat nomor
SIP dan paraf/tanda tangan dokter penulis resep.Nama obat, dosis, jumlah dan
aturan pakai. Nama pasien, umur, alamat, nomor telepon.
 Pemberian nomor resep.
 Penetapan harga.
 Pemeriksaan ketersediaan obat.
2) Perjanjian dan pembayaran, meliputi:
 Pengambilan obat semua atau sebagian.
 Ada atau tidaknya penggantian obat atas persetujuan dokter/pasien.
 Pembayaran.
 Pembuatan kuitansi dan salinan resep (apabila diminta).
3) Penyiapan obat/peracikan, meliputi:
 Penyiapan etiket atau penandaan obat dan kemasan.
 Peracikan obat (hitung dosis/penimbangan, pencampuran, pengemasan).
 Penyajian hasil akhir peracikan atau penyiapan obat.
4) Pemeriksaan akhir, meliputi :
 Kesesuaian hasil penyajian atau peracikan dengan resep (nama obat, jenis, dosis,
jumlah, aturan pakai, nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon).
 Kesesuaian antara salinan resep dengan resep asli.
 Kebenaran kuitansi.
5) Penyerahan obat dan pemberian informasi, meliputi:
 Nama obat, kegunaan obat, dosis jumlah dan aturan pakai.
 Cara penyimpanan.
 Efek samping yang mungkin timbul dan cara mengatasinya.

B. Pelayanan obat kredit dengan resep dokter


Alur pelayanan yang dilakukan hampir sama dengan pelayanan obat dengan
resep tunai, perbedaanya adalah pada pelayanan ini tidak terdapat perincian
harga obat dan penyerahan uang tunai dari pasien kepada apotek. Oleh karena
itu, pencatatan terhadap pelayanan obat dengan resep dokter secara kredit ini
dipisahkan dengan pelayanan obat dengan resep dokter secara tunai. Struk resep
kredit dan fotocopy resep disimpan dan disusun berdasarkan Nama Perusahaan
atau Instansi yang bekerja sama dengan Apotek, yang selanjutnya dilakukan
penagihan kepada perusahaan atau instansi yang bersangkutan. Pelayanan resep
kredit ini hanya diberikan kepada pasien yang merupakan karyawan atau
anggota instansi/perusahaan yang membuat kesepakatan kerja sama dengan
Apotek Apotek. Untuk alur pelayanan resep kredit. Tahap pelayanan resep
kredit antara lain:
1. Petugas penerima resep menerima resep dari pasien.
2. Apoteker melakukan skrining resep
3. Resep diserahkan ke petugas peracikan untuk kemudian dilakukan
penyiapan atau peracikan obat.
4. Asisten Apoteker atau Apoteker memeriksa kembali kesesuaian hasil
penyiapan atau peracikan obat dengan resep (nama obat, bentuk, jenis,
dosis, jumlah, aturan pakai, nama pasien).
5. Apoteker menyerahkan obat kepada pasien dengan memberikan informasi
mengenai dosis, cara pakai obat dan informasi lain yang diperlukan.
6. Berkas copy resep dan surat keterangan instansi disimpan dan disusun
berdasarkan Nama Perusahaan atau Instansi yang bekerja sama dengan
Apotek.

C. Pelayanan obat non resep


Pelayanan obat tanpa resep merupakan pelayanan obat yang diberikan apotek
kepada konsumen atas permintaan langsung pasien atau tanpa resep dari dokter.
Obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras yang termasuk dalam Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA),
obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan.

D. Pelayanan resep narkotik dan psikotropik


Pengertian narkotika menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam tiga golongan yaitu golongan I,
II, dan III.
Sedangkan pengertian psikotropika menurut Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, adalah zat atau obat,
baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Apotek hanya melayani
resep narkotika dan psikotropika dari resep asli atau salinan resep yang
dibuat oleh Apotek sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru
diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat narkotika tanpa
resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain. Pelayanan obat-
obat narkotik berlaku untuk resep dari wilayah setempat atau resep dokter
setempat.
Pada resep yang mengandung narkotik harus dicantumkan tanggal, nama
obat, yang digaris bawah merah, jumlah obat, nama dan alamat praktek
dokter serta pasien. Resep-resep dikumpulkan terpisah. Obat-obat narkotik
dan psikotropik yang telah dikeluarkan, dilaporkan dalam laporan
penggunaan narkotik dan psikotropika setiap bulan.

E. Pelayanan Swalayan Farmasi


Pelayanan swalayan farmasi meliputi penjualan obat dan perbekalan farmasi
lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat OTC (over the
counter) baik obat bebas maupun bebas terbatas. Penjualan ini dikenal sebagai
pelayanan HV (Hand Verkoop). Barang-barang yang dijual seperti : suplemen,
vitamin, susu, perawatan kulit, perawatan rambut, kosmetik, herbal health care,
alat kontrasepsi, dan alat kesehatan. Prosedur penjualan bebas adalah sebagai
berikut:
1. Petugas penjualan bebas menanyakan obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang diperlukan oleh pelanggan.
2. Memeriksa ketersediaan barang dan menginformasikan harganya kepada
pembeli. Bila pembeli setuju maka pembeli langsung membayar dan petugas
akan memasukkan data pembelian ke dalam komputer dan mencetak struk
pembayaran untuk diserahkan kepada
pembeli dan untuk arsip.

RESEP
Pengertian Umum Tentang Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter,dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya
kepada penderita.
Menurut Permenkes No. 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian,
resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
Suatu resep umumnya ditujukan untuk satu pasien. Dokter penulis resep seharusnya
mengetahui nasib obat dalam tubuh : absorbs, distribusi, metabolisme, ekskresi obat, serta
toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap pasien. Resep juga
merupakan suatu wujud nyata hubungan antara profesi dokter dan apoteker dengan pasien.
Dokter umum dan dokter spesialis tidak terdapat pembatasan mengenai jenis obat
yang boleh diberikan kepada pasien.
Dokter gigi diberi izin untuk menulis dari segala macam obat dengan cara parenteral
(injeksi) atau cara-cara pemakaian yang lain namun khusus hanya ditujukan untuk
mengobati gigi dan mulut. Sedangkan untuk pembiusan atau anaestesi secara umum
(sistemik) tetap dilarang bagi dokter gigi.
Dokter hewan terdapat pembatasan dalam menuliskan resep, namun tidak pada jenis
obatnya, melainkan pada pasiennya. Seorang dokter hewan hanya diperbolehkan menulis
resep untuk keperluan hewan.
Resep yang asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya ditebus oleh pasien,
hanya dapat diberikan salinan resepnya. Resep asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh
diperlihatkan kepada orang lain kecuali diminta oleh :
1. Dokter yang menulis resep atau yang mengobati pasien
2. Pasien yang bersangkutan
3. Pegawai (pihak ketiga) : kepolisian, kehakiman, kesehatan yang berwenang sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Lembaga lain yang menanggung biaya pasien.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-
kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan selanjutnya dilaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota.
Berikut ini adalah contoh format Berita Acara Pemusnahan Resep
Resep disebut juga sebagai Formulae medicae. Resep terdiri dari :
1. Formula officinalis, yaitu : resep yang tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya
dan merupakan standar (resep standar).
Contoh : Pulveres Aslucod tertulis dalam Formularium Medicamentorum Selectum (FMS)
tahun 1971 yang berisi sebagai berikut.
R/ Acetosali 0.500
Luminali 0.030
Codeini 0.010
m.f. Pulv d.t.d. No. ……
S. 3 d.d. Pulv I p.c.
2. Formula Magistralis, yaitu resep yang ditulis oleh dokter atau dikenal juga dengan istilah
resep racikan. Dalam hal ini, dokter selain menuliskan bahan obat, juga bahan tambahan.
Bahan tambahan yang ditambahkan tergantung dari sediaan yang diinginkan. Oleh karena
itu penting sekali diperhatikan sifat obat, interaksi farmasetika, macam bentuk sediaan dan
macam bahan tambahan yang dapat digunakan serta pedoman penulisan resep magistralis.
Hal -hal yang penting diperhatikan dalam formula magistralis :
a. Bahan obat sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan jadi atau paten
(tablet, sirup, dll) sering menimbulkan masalah baik dalam pelayanan (missal tidak dapat
halus, tidak homogen dan tidak stabil) maupun kerasionalan terapi (antara lain perubahan
formula sediaan, perubahan bioavailabilitas obat, perubahan absorbs, penurunan konsentrasi
obat. Pencampuran bahan yang lebih dari satu macam harus dipertimbangkan adanya
interaksi (farmasetika dan farmakologi) dan rasionalitas obat.
b. Bentuk sediaan yang dapat dipilih meliputi serbuk (pulveres dan pulvis adspersorius),
kapsul, larutan (solution, infusa), Suspensi, unguenta, krim dan pasta.
c. Penentuan bahan tambahan ( corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen coloris, dan
konstituen/vehiculum.
3. Formula spesialistis
Resep yang ditulis dengan formula ini adalah obat paten atau generic bermerk dari pabrik
obat. Pabrik obat membuat obat dengan berbagai sediaan, kekuatan dan kombinasi obat. Bila
penulisan resep ini kurang jelas atau tidak lengkap dapat mengakibatkan kesalahan dalam
pelayanan di apotek.

Kelengkapan Resep
Resep harus ditulis dengan lengkap. Resep yang lengkap terdiri atas :
1. Nama, alamat tempat praktik dokter, nomor izin praktik dokter, dokter gigi, dokter hewan,
dan bisa juga disertakan dengan jam dan hari praktik dokter serta nomor telepon dokter
2. Tempat dan tanggal penulisan resep. Tempat dan tanggal penulisan resep dalam resep
disebut dengan istilah Inscriptio.
3. Tanda buka resep atau tanda R/ , singkatan dari recipe yang berarti “ambillah”. Tanda buka
resep ini memiliki sejarah mengenai asal usulnya. Ada hipotesis yang menyatakan bahwa
tanda R/ berasal dari tanda dewa Jupiter, dewa utama Romawi kuno. Hipotesis yang lain
menyatakan bahwa tanda R/ merupakan tanda Ra atau mata keramat dari Dewa Matahari
Mesir kuno. Tanda R/ dalam resep disebut dengan istilah Invocatio.
4. Nama bahan obat dan jumlah obat, cara pembuatan dan bentuk sediaan. Informasi ini disebut
dengan istilah Praescriptio/Ordinatio.
5. Aturan pemakaian obat oleh pasien umumnya ditulis dengan singkatan bahsa latin. Aturan
pakai ditandai dengan signa, biasanya disingkat S. aturan pemakaian obat disebut dengan
istilah Signatura.
6. Tanda tangan atau paraf dari dokter, dokter gigi, dokter hewan yang menuliskan resep
tersebut. Tanda tangan atau paraf ini menjadikan suatu resep tersebut otentik. Suatu resep
akan ditandatangi dokter apabila di dalam resep tersebut mengandung obat dengan golongan
Narkotik. Resep akan diparaf oleh dokter apabila dalam resep tersebut tidak mengandung
obat dengan golongan Narkotika. Tanda tangan atau paraf di dalam suatu resep disebut
dengan istilah Subscribtio.
7. Nama pasien di belakang kata Pro : merupakan identitas pasien, sebaiknya dilengkapi
dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran apabila terjadi sesuatu pada pasien.
Pasien yang masih berusia anak-anak, maka harus dituliskan umurnya, sehingga apoteker
dapat mengecek ketepatan dosis untuk pasien anak dengan usia yang tertulis di resep.
Penulisan nama pasien tanpa umur dapat dianggap resep tersebut diperuntukkan bagi orang
dewasa. Resep yang ditulis untuk orang dewasa, pada umumnya akan mencantumkan
Tuan/Nyonya atau Bapak/Ibu diikuti dengan nama pasien sehingga bisa dipastikan itu bukan
seorang anak.
Untuk resep dari dokter hewan, di belakang pro : harus ditulis jenis hewan serta nama dan
alamat pemilik hewan.
8. Tanda seru atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.
Komponen resep menurut fungsi bahan obatnya terbagi atas :
1. Remidium cardinal, merupakan bahan atau obat berkhasiat utama.
2. Remidium adjuvant, merupakan bahan atau obat yang berkhasiat yang menunjang
bekerjanya zat utama.
3. Corrigens, merupakan bahan atau obat tambahan untuk memperbaiki rasa, warna dan bau
obat utama.
Corrigens dapat berupa :
a. Corrigens actionis, merupakan obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama.
Contoh : Kalii Sufas dalam Resep Standart Pulvis Doveri. Pulvis Opii sebagai zat khasiat
utama memiliki efek samping menyebabkan sembelit pada pasien, Kalii sulfas sebagai
pencahar sekaligus memperbaiki kerja Pulvis Opii tersebut.
b. Corrigen saporis, merupakan zat tambahan yang berfungsi memperbaiki rasa obat. Contoh
: sirupus simpleks, sirupus aurantii, dll
c. Corrigens odoris, merupakan zat tambahan yang berfungsi memperbaiki bau obat. Contoh
: oleum menthae piperatae, oleum annisi, oleum cinnamommi, dll
d. Corrigens coloris, merupakan zat tambahan yang berfungsi memperbaiki warna obat.
Contoh : caramel (coklat), carminum (merah)
e. Corrigens solubilis, merupakan zat tambahan yang berfungsi untuk memperbaiki kelarutan
obat utama. Contoh: Iodium tidak larut dalam air, tetapi dengan penambahan kalium iodide
menjadi mudah larut.
4. Constituen, merupakan bahan tambahan yang dipakai sebagaibahan pengisi dan pemberi
bentuk, untuk memperbesar volume obat. Contoh : laktosa pada serbuk minum, amylum dan
talcum pada bedak tabur.

Resep yang memerlukan penanganan segera


Pada penanganan pasien yang memerlukan pengobatan segera, dokter dapat memberi tanda
pada pojok kanan atas resepnya dengan kata-kata : cito (segera), Urgent (sangat penting),
statim (penting), P.I.M (periculum in mora) artinya berbahaya bila ditunda. Urutan yang
didahulukan adalah :
1. P.I.M
2. Urgent
3. Statim
4. Cito
Resep-resep dengan disertai salah satu tanda diatas, pembuatan sediaannya harus
didahulukan dari resep-resep yang lainnya.

Resep yang mengandung Narkotika


Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada :
1. Tulisan atau tanda iter (iteratie) yang berarti dapat diulang
2. m.i (mihi ipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri
3. u.c (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui
Resep yang dapat atau tidak dapat diulang
Dokter dapat menghendaki agar resepnya dapat diulang, apabila suatu resep dikehendaki
untuk diulang maka pada resep tersebut ditulis kata “iter/iteratie” dan diikuti angka yang
menunjukkan jumlah pengulangan dari resep tersebut. Sebagai contoh, pada resep tertulis
Iter 3 x, hal tersebut berarti resep tersebut boleh diulang sebanyak 3 kali dan dilayani
sebanyak 1 + 3 kali = 4 kali.
Dokter dapat juga menghendaki agar resepnya tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya,
maka dapat dituliskan pada resep tersebut dengan kata “n.i” = ne iteratur (tidak boleh
diulang)
Pengelolaan resep yang telah dikerjakan
1. Resep yang telah dibuat disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/
pembuatan resep
2. Resep yang mengandung narkotik harus dipisahkan dari resep lainnya, ditandai garis
merah dibawah nama obat narkotiknya
3. Resep yang telah disimpan lebih dari 5 tahun, dapat dimusnahkan dan cara
pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker Pengelola Bersama dengan sekurang-
kurangnya seorang petugas lain. Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara
pemusnahan resep sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap

Pelayanan apotek terhadap resep


1. Apotek wajib melayani resep dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
2. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab APA.
3. Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya
yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
4. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan
obat paten.
5. Bila pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat.
6. Apotek dapat melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, peracikan obat dan bahan
obat untuk pelayanan resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
7. Apotek dapat melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, peracikan obat dan bahan
obat untuk pelayanan langsung tanpa resep khusus untuk obat bebas dan bebas terbatas.
8. Apotek dapat melakukan pembuatan, pengubahan bentuk, peracikan obat dan bahan
obat untuk pelayanan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan terkait dengan resep di apotek


A. Resep palsu
Sering dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, terutama
para pengguna narkotika dan psikotropika.
Beberapa ciri resep berisi narkotika/psikotropika palsu :
1. pasien/pembawa resep terlihat ragu-ragu/tidak percaya diri ketika menyerahkan
resep.
2. perilaku pasien/pembawa resep menunjukkan ciri pengguna
narkotika/psikotropika (ex. dari mulut pasien keluar aroma alkohol, mata merah
dan pandangan tidak fokus).
3. penyakit yang diderita tidak jelas atau tidak sesuai dengan indikasi obat.
4. dokter penulis resep bukan dokter yang terutama menangani penyakit yang
disebutkan.
5. Isi/obat dalam resep tidak rasional (ex. untuk psikotropika tertentu ditulis dalam
jumlah sangat banyak)
6. Resep yang dibawa berupa salinan resep, sedangkan resep aslinya tidak
disimpan oleh apotek yang bersangkutan.
7. Perlu diwaspadai juga jenis obat lain yang sering disalahgunakan, ex. CTM,
DMP.
8. Resep yang ditulis oleh selain Dokter, Dokter Gigi dan Dokter Hewan.
Contoh resep asli tersebut dalam lampiran

Copy Resep
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep yang ditulis oleh seorang apoteker untuk
diberikan kepada pasien. Selain memuat semua keterangan obat yang terdapat pada resep
asli. Salinan resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep,
penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut
peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Apabila Apoteker Pengelola Apotek
berhalangan melakukan tugasnya, penandatanganan atau pencantuman paraf pada salinan
resep yang dimaksud atas dilakukan oleh Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti
dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan.
Istilah lain dari copy resep adalah apograph, exemplum dan afscrift. Salinan resep selain
memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli harus memuat pula :
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek
3. Tanda tangan Apoteker
4. Tanda copy resep (detur dan ne detur). Tanda -det- untuk obat yang sudah diserahkan, dan
-ne detur- untuk obat yang belum diserahkan. Pada resep dengan tanda Iter …X diberi
tanda -det orig- untuk pembelian pertama, untuk pembelian kedua dst (sesuai dengan iter)
diberi tanda det Iter ….X.
5. Nomor resep dan tanggal pembuatan.

Copy resep dapat dikeluarkan apabila :


1. Terdapat tanda “iter” dan “Rep”, hal ini dilakukan oleh dokter dengan pertimbangan
pasien masih memerlukan pengulangan terapi.
2. Pasien tidak bisa menebus resep secara penuh karena suatu hal.
3. Apotek tidak memiliki sebagian obat yang tertulis di resep.
4. Permintaan dari lembaga yang membiayai pengobatan pasien.
Ketentuan copy resep
1. Salinan resep harus ditandatangani oleh APA (bila tidak ada dilakukan oleh apoteker
pendamping, asisten apoteker kepala, apoteker supervisor atau apoteker pengganti
dengan mencantumkan nama terang dan status yang bersangkutan).
2. Resep/salinan resep harus dirahasiakan.
3. Resep/salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang
merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain
yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan apoteker
1. Apoteker = sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan per-UU yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek
(SIA) oleh Kepala Daerah Kab/Kota di suatu tempat tertentu
3. Apoteker pendamping = apoteker yang bekerja di apotek disamping APA dan/atau
menggantikannya pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
4. Apoteker pengganti = apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada
di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Ijin Kerja dan
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.

Kasus atau permasalahan yang sering muncul berkaitan dengan copy resep :
1. Sering mengulang copy resep yang mengandung kortikosteroid (misal deksametason,
prednison) dalam jangka waktu lama akan menimbulkan full moon face. Wajah menjadi
bulat, bengkak seperti bulan karena edema akibat retensi natrium. Kortikosteroid
deksametasone memang sering disalahgunakan untuk menambah nafsu makan. Padahal,
obat ini sebenarnya untuk penyakit alergi, gatal-gatal kulit, asma, dll. Gemuknya badan
bukan karena deposit protein, melainkan karena air yang timbul dari edema. Dampak lain
adalah timbulnya penyakit maag karena sekresi asam lambung meningkat dan timbulnya
luka di lambung, keropos tulang serta hiperglikemia yang mirip diabetes mellitus.
2. Pengulangan copy resep yang mengandung antibiotik Tetrasiklin secara terus menerus dapat
menyebabkan kerusakan gigi pada anak-anak (gigis), bercak-bercak hitam, dan nefrotoksik.
3. Copy resep bahkan ada yang dipinjamkan kepada tetangga. Celakanya, baru setelah
dikonsumsi, ketahuan bahwa orang tersebut alergi terhadap obat itu. Begitu dicek, ternyata
obat tersebut adalah Ampisilin (golongan penisilin).
4. Copy resep untuk anak kecil yang digunakan untuk kakaknya, tentu kurang menyembuhkan.
Sebaliknya, bila copy resep si kakak yang digunakan untuk mengobati si adik, bisa terjadi
keracunan akibat kelebihan dosis.
5. Mengulang copy resep lama karena mengira cocok dengan keluhan pasien, padahal ternyata
penyakitnya berbeda.

Copy resep masih berlaku apabila :


Obatnya belum diberikan sama sekali atau telah diberikan sebagian.
Dokternya menghendaki obatnya boleh diulang (iter = iteratur).
Tanda iter dapat diketahui dari resep asli dokter dan harus ditulis kembali pada copy
resep yang ditulis oleh apoteker. Pada kasus pertama, mungkin pasien belum mempunyai
uang atau obatnya baru diambil sebagian dan apotek memberikan copy resep untuk
mengambil sisanya di lain waktu.
Kenyataannya banyak orang mengira setiap copy resep bisa diulang seterusnya. Ada
banyak faktor yang mendorong pasien mengulang copy resep secara terus menerus. Selain
faktor uang tadi, masih ada faktor lain seperti jauhnya tempat tinggal pasien dengan dokter;
anggapan pasien, kalau kontrol obat yang diresepkan sama dengan resep sebelumnya, biaya
dokter akan bertambah kalau harus ke dokter lagi; obat dirasakan sudah cocok dan tanpa
efek sampingan; perlunya pengobatan jangka panjang; pengulangan copy resep yang sudah
tidak berlaku lagi memang diperbolehkan oleh pihak apotek atau karena pasien kenal baik
dengan petugas apotek; kemungkinan obat sudah menyebabkan ketergantungan pada pasien.
Maka sebaiknya kita bijak dalam menyikapi copy resep. Konsultasikan dulu dengan
dokter atau apoteker. Dokter dan apoteker pun sudah saatnya menginformasikan kepada
pasien untuk tidak begitu saja mengulang copy resep yang sudah tidak berlaku lagi.
Sebaiknya apotek juga menambahkan label ne iter atau tidak dapat diambil lagi kecuali
dengan resep baru dokter.

SWAMEDIKASI

Saat ini masyarakat telah menyadari betapa pentingnya kesehatan bagi diri mereka pribadi
dan keluarganya dengan melakukan berbagai cara untuk menjaga kesehatan tubuh dan
mencegahnya dari serangan penyakit. Hal ini diupayakan melalui berbagai upaya untuk
mencegahnya. Self care merupakan tindakan individu yang dilakukan untuk diri mereka
sendiri dalam rangka menjaga dan memelihara kesehatan, mencegah maupun berhadapan
dengan penyakit. Berolahraga, mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan rendah
kalori serta membiasakan meminum air putih 8 gelas sehari merupakan contoh dari self care.
Salah satu unsur dari self care adalah self medication yang lebih dikenal dengan istilah
swamedikasi atau Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS).
Swamedikasi adalah upaya yang dilakukan oleh individu yang bertujuan untuk mengobati
segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli bebas di apotek atas
inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter. Dalam hal ini masyarakat merasa butuh akan
penyuluhan yang jelas dan tepat mengenai penggunaan secara aman dai obat-obatan yang
dapat mereka beli secara bebas tanpa resep dokter di apotek.
Swamedikasi (Self Medication) bagi sebagian masyarakat adalah melakukan pengobatan
mandiri, tanpa melalui dokter ketika sedang sakit. Biasanya swamedikasi dilakukan untuk
mengatasi gangguan kesehatan ringan mulai dari batuk pilek, demam, sakit kepala, maag,
gatal-gatal hingga iritasi ringan pada mata. Sedangkan konsep modern swamedikasi adalah
upaya pencegahan terhadap penyakit, dengan tentunya mengkonsumsi vitamin dan food
suplement untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Hal-hal yang melatarbelakangi
berkembangnya swamedikasi dikalangan masyarakat saat ini adalah:
a. Harga obat yang melambung tinggi, ditambah biaya pelayanan kesehatan yang
semakin mahal, menyebabkan sebagian masyarakat berinisiatif mengobati dirinya
sendiri dengan obat-obatan yang tersedia di pasaran tanpa melalui konsultasi dengan
dokter terlebih dahulu. Biasanya golongan ini akan mengarah kepada obat-obat mulai
kategori OTC, DOWA sampai dengan Daftar G.
b. Pergeseran pola pengobatan dari kuratif rehabilitatif ke arah preventif promotif.
Penyebabnya adalah tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin tinggi,
penghasilan perindividu meningkat, teknologi informasi semakin cepat, mudah dan
jelas, dan lain-lain. Untuk ini upaya yang dilakukan adalah pencegahan terhadap
kemungkinan terserang suatu penyakit, dan obat-obat yang dicari adalah food
suplement atau obat-obat bebas.

Konseling swamedikasi sebaiknya dilakukan untuk penyakit ringan dan yang sangat penting
sebelum melakukan swamedikasi harus mempelajari segala sesuatu yang berhubungan
dengan penyakit yang diderita serta obat yang sesuai untuk mengobati penyakit tersebut dan
juga bagi kondisi fisik pasien. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi
adalah:
1. Membaca secara teliti informasi yang tertera pada kemasan atau brosur yang
disisipkan di dalam kemasan meliputi: komposisi zat aktif, indikasi, kontraindikasi,
dosisi, efek samping dan cara penggunaan.
2. Memilih obat dengan jenis kandungan zat aktif sesuai keperluan, seperti jika gejala
penyakitnya hanya batuk maka pilih obat yang digunakan untuk mengatasi batuknya
saja dan tidak perlu obat penurun demam.
3. Menggunakan obat swamedikasi hanya jangka pendek (seminggu), jika gejala
menetap atau memburuk maka segera konsultasikan ke dokter.
4. Memperhatikan aturan pakai, bagaimana cara memakainya, berapa jumlahnya,
dipakai sebelum atau sesudah makan serta berapa lama pemakaiannya.

Untuk lebih mengarahkan ketepatan pemilihan obat pada saat melakukan pelayanan
swamedikasi, konseling pra layanan swamedikasi dapat dilakukan kepada apsien dengan
arahan 5 pertanyaan penuntun sebagai berikut :
W (Who) = Untuk siapa obat tersebut?
W (What Symptoms) = Gejala apa yang dirasakan?
H (How Long) = Sudah berapa lama gejala tersebut berlangsung?
A (Action) = Tindakan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut?
M (Medicine) = Obat-obat apa saja yang sedang digunakan oleh pasien?

ALAT KESEHATAN

A. Pengertian
Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus,
mesin, dan/atau implant yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh
Dalam Permenkes No. 1191 tentang penyalur alat kesehatan, diatur tentang penyalur
alat kesehatan. Beberapa point penting yang wajib dipahami adalah sebagai berikut :
1. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan
dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
2. Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disingkat PAK adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar sesuai ketentuan
perundangundangan.
3. Cabang Penyalur Alat Kesehatan, yang selanjutnya disebut Cabang PAK adalah unit
usaha dari penyalur alat kesehatan yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan atau
badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran alat
kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
5. Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDAKB
adalah pedoman yang digunakan dalam rangkaian kegiatan distribusi dan
pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin agar produk alat kesehatan yang
didistribusikan senantiasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan sesuai tujuan
penggunaannya.
6. Pedagang eceran obat adalah orang atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin
untuk menyimpan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas (daftar W) untuk
dijual secara eceran di tempat tertentu sebagaimana tercantum dalam surat izin.

7. Sertifikat pemberitahuan ekspor (certificate of exportation) adalah surat keterangan


yang dikeluarkan khusus untuk ekspor. Sertifikat bebas jual (certificate of free sale)
adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi berwenang dari negara asal
produk dijual yang
8. menerangkan bahwa suatu produk alat kesehatan sudah mendapatkan izin edar atau
sudah bebas jual di negara tersebut.
B. Penggolongan alat kesehatan
Penggolongan alat kesehatan bisa dibagi menurut macam-macam keadaan, ditinjau
dari beberapa segi, antara lain :
1. Fungsinya
a. Peralatan medis
1) Instrumen atau perlengkapan seperti : X-ray, I.C.U, ICCU, obgyn,
emergency dept, cardiology, operating theatre dll.
2) Utensilliens seperti Nierbikken, alat pembalut, urinal, bedpan, catheters dll
b. Peralatan non medis : dapur, generator, keperluan cucian, dll
2. Sifat pemakaiannya
a. Peralatan yang habis pakai (consumable)
b. Peralatan yang dapat digunakan terus menerus
3. Kegunaannya
Sesuai dengan keperluan penggunanya, peralatan dapat dibagi sebagai berikut :
peralatan THT, peralatan bedah, pearatan obgyn, peralatan gigi, peralatan
orthopedy dll.
4. Umur pelaratan
a. Yang tidak memerlukan pemeliharaan atau hanya untuk sekali pemakian atau
habis pakai (consumable) atau yang mempunyai unit cost rendah seperti alat
suntik, pinset, gunting, alat bedah, selimut dll
b. Alat-alat yang penting atau dengan waktu waktu penyusutan lebih dari 5 tahun
seperti peralatan laboratorium, peralatan ruang bedah dll.
c. Alat-alat berat dengan waktu penyusutan lebih dari 5 tahun atau dikaitkan
dengan bangunan dimana alat itu ditempatkan seperti X-ray, alat sterilisasi,
pencucian, peralatan dapur, dll.
5. Macam dan bentuknya
a. Alat-alat kecil yang umum seperti jarum, semprit (spuit), alat bedah, alat THT,
dll
b. Alat perlengkapan rumah sakit, seperti meja operasi, autoclave, sterilizer, lampu
operasi, dll
c. Alat laboratorium seperti alat gelas, reagens, test kit diagnostik dll
d. Alat perlengkapan radiologi/nuklir seperti : X-ray, scanner dll
C. Alat-alat kesehatan / kedokteran yang seharusnya ada di apotek
Yang dimaksud dengan seharusnya ada di apotek adalah dikarenakan masih banyak
resep-resep dari poliklinik, puskesmas, Rumah sakit bersalin, penderita, tenaga medis
yang datang ke apotek untuk mencari alat-alat tersebut.
Alat-alat tersebut antara lain :
1. Alat pembalut
2. Alat perawatan
3. Alat-alat penampungan
4. Hospitals ware / utensils
5. Catheter
6. Jarum suntik
7. Alat semprit (spuit)
8. Paratus
9. Jarum bedah
10. Benang bedah
11. Alat untuk mengambil atau memberikan cairan atau darah
(untuk alat-alat tersebut akan diulas dalam edisi revisi dari buku ini)

D. Alat-alat kesehatan yang terdapat di laboratorium simulasi apotek.


1) Alat pembalut
1. Kasa perban
Sebagai penutup luka agar tidak terkontaminasi dengan kotoran lain
Pengganti kapas ketika operasi
Sebagai perawatan luka
2) Alat perawatan
1. Breast pomp
Breastpump atau Pompa ASI adalah alat bantu yang digunakan ketika bayi
tidak bisa langsung menyusu langsung ke Ibu karena berbagai alasan. Terbagi
menjadi 2 kategori yaitu manual dan elektrik. Manual dioperasikan dengan
tangan sedangkan elektrik bisa dioperasikan dengan listik baik lstrik PLN rumah
maupun batterai.
Cara Menggunakan
Letakkan YOUNG YOUNG BREAST PUMP pada payudara, lalu tekan atau
pompa. Biarkan ASI yang dipompa mengalir pada botol yang sudah terhubung
dengan alat pompa. Simpan dalam lemari es ASI yang sudah diperah.
Bersihkan YOUNG YOUNG BREAST PUMP 301 setelah dipakai.
Perhatian
Sebelum & sesudah pemakaian YOUNG YOUNG BREAST PUMP, lepaskan
semua bagian dan dicuci dengan sabun sampai bersih. Strerilkan dengan air
mendidih selama 5 menit atau dengan sterilizer kemudian dikeringkan.

2. Ice bag
Ice bag adalah kantung dari karet dengan tutup di tengahnya, yang diisi
pecahan es batu. Fungsi ice bag ini adalah untuk kompres dingin.
3. Warm water zak
Warm water zak atau alat kompres panas adalah alat yang digunakan sebagai
alat kompres
Cara pemakaiannya adalah :
a. Masukkan air panas ke dalam warm water zak
b. Tempelkan pada bagian yang sakit

4. Windring
Bentuk : berupa alat yang terbuat dari karet berbentuk lingkaran seperti ban
mobil, diameter dalam 13,5 cm luar 40 cm
Fungsi : sebagai tempat duduk pada penderita wasir/ ambeien

3) Alat diagnostik
1. Refleks hammer
Reflex Hammer atau palu refleksi adalah alat untuk memeriksa refleksi dari
bagian-bagian tubuh tertentu. Reaksi bagian tubuh yang tidak sengaja terjadi
karena adanya suatu rangsangan dari luar melalui syaraf perasa ke pusat refleksi
dan otot-otot yang terus membuat gerakan refleksi tersebut. Reflex Hammer
biasanya digunakan oleh dokter spesialis syaraf untuk mendeteksi sejauh mana
fungsi refleksi.
Dokter saraf menggunakan alat ini untuk menguji refleksi tendon dalam. Hal ini
merupakan bagian penting dari pemeriksaan fisik neurologis untuk mendeteksi
kelainan pada system saraf pusat atau perifer. Reflex Hammer memiliki berbagai
macam, seperti Reflex Hammer Buck dan Reflex Hammer Taylor. Reflex
Hammer Buck adalah palu refleksi berbentuk kapsul dan gagangnya terbuat
dari besi stainless. Palu terbuat dari karet lembut sehingga tidak menyakitkan
bagi pasien. Selain itu, hammer buck juga dilengkapi dengan jarum dan
semacam bulu penggeli untuk pemeriksaan neurologi lainnya.

Sedangkan Reflex Hammer Taylor adalah palu refleksi berbentuk segitiga dan
gagangnya terbuat dari besi stainless. Hammer taylor tidak jauh beda dengan
hammer sebelumnya yaitu palu terbuat dari karet lembut, sehingga saat
digunakan tidak membuat pasien kesakitan.

2. Stetoscope pinard
Stetoskop Pinard adalah stetoskop yang di rancang khusus untuk mendengarkan
detak jantung bayi secara manual pada usia 17-22 Minggu. stetoskop pinard di
sebut juga stetoskop janin atau Fetoscope.
Cara menggunakan stetoskop pinard (atau monoural atau linex/Lynex).
1. Tempat mendengarkan harus tenang agar tidak ada gangguan suara dari arah
lain)
2. Baringkan Ibu Hamil dengan posisi terlentang, Kaki Harus Lurus, Bagian
yang tidak perlu di periksa di tutup, cukup sekitar perut.
3. Lakukan pengecekan untuk mencari punggung janin
4. Setelah Punggung Janin di temukan, letakan Stetoskop Pinard pada sekitar
punggung janin, pastikan tidak terhalang jantung, alat langsung kontak ke
kulit ibu hamil untuk memperjelas denyut jantung bayi. Stetoskop Pinard
dipakain bagian yang berlubang luas di posisikan di perut ibu hamil,
sedangkan lubang yang kecil di letakan di telinga pemeriksa

3. Uterus sonde
Sonde Uterus adalah peralatan medis yang digunakan untuk mengukur panjang
rahim pada tindakan kebidanan. Pada umumnya, Sonde Uterus bekerja dengan
alat pendukung lain seperti speculum vagina. Sonde Uterus berbentuk panjang
melengkung yang disesuaikan dengan bentuk rahim dan pada bagian ujung
terdapat angka. Sonde Uterus berfungsi untuk memasang Alat Kontasepsi
Dalam Rahim (AKDR). AKDR digunakan bersamaan dengan speculum vagina.
4. Vaginal speculum
Spekulum Vagina Cocor Bebek L merupakan alat bantu pembuka Vulva /
Vagina, karena bentuknya yang mirip seperti /cocor bebek/ maka Spekulum
Vagina juga disebut spekulum Cocor Bebek. Ada 3 ukuran sesuai dengan
kebutuhan yaitu S, M dan L.
Spekulum Vagina Cocor Bebek L mempunyai Fungsi antara lain:
1. Untuk membuka Vagina atau Serviks Uteri (Leher Rahim)
2. Sebagai alat bantu untuk mengetahui perobekan pada serviks Uteri.
3. Untuk memudahkan pengambilan lendir pada pemeriksaan kanker Serviks
Spesifikasi Spekulum Vagina Cocor Bebek L :
1. Terbuat dari bahan stainless steell
2. Dapat disterilisasi dengan panas sehingga dapat digunakan berulangkali
3. Ukuran L (Large)
Cara Penggunaan Spekulum Vagina Cocor Bebek L :
1. Pegang Spekulum Vagina pada bagian Gagangnya,
2. Buka Kunci Baut Spekulum,
3. Masukan kedalam Vagina, dimana Spekulum masih dalam keadaan tertutup
dan dalam keadaan miring
4. Setelah masuk putar spekulum,
5. Kemudiaan buka spekulum (bagian cocor bebek),
6. Kemudian kunci baut spekulum (kunci dengan paten, jangan sampai
longar),
7. Selanjutnya, Pemeriksaan siap dilakukan
Cara melepas Spekulum Vagina Cocor Bebek L :
1. Longgarkan/buka kembali kunci baut spekulum
2. Keluarkan spekulum dengan posisi miring
3. Simpan spekulum pada waskom yang telah berisi larutan klorin
Cara sterilisasi Spekulum Vagina Cocor Bebek L :
1. Setelah digunakan spekulum harus disterilkan dengan proses sterilisasi, di
bawah ini adalah cara mensterilkan spekulum yaitu:
2. Rendam spekulum di dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit. Larutan
klorin juga disebut dengan kaporit (Kalsium Hipoklorit yang digunakan
sebagai agen pemutih atau desinfektan. Senyawa ini adalah komponen yang
digunakan dalam pemutih komersial, larutan pembersih, dan disinfektan
untuk air minum, sistem pemurnian air kolam renang)
3. Setelah direndam kemudian dibersihkan dengan menggunakan air bersih
mengalir
4. Keringkanlah spekulum menggunakn kain bersih
5. Setelah kering masukkan spekulum pada air mendidih dan biarkan sampai
20 menit.
Hal paling penting yang harus diperhatikan saat pemasangan dan pelepasan
spekulum adalah kenyamanan pasien. Jagalah selalu privasi pasien, karena
pemeriksaan ini berhubungan dengan hal yag sangat pribadi. Sebelum
pemeriksaan, pastikan tempat pemeriksaan sudah tertutup dari orang luar,
sampiran dan selimut harus sudah dipersiapkan.

4) Alat bedah
1. Anatomy pinset
Pinset Anatomi merupakan instrument operasi yang berfungsi untuk menjepit
atau memegang jaringan, alat dan bahan medis lainnya. Pinset Anatomi juga
dapat digunakan untuk memegang kassa dan kapas yang sudah disterilkan pada
saat membersihkan luka. Selain itu, Pinset Anatomi juga dapat digunakan untuk
kebutuhan non medis, seperti mengambil benda kecil ditempat yang sempit.
Panjang Pinset Anatomi kurang lebih 14 cm dan berbahan stainless stell. Pinset
Anatomi berbentuk runcing dengan ujung tumpul dan tidak memiliki gigi. Pinset
ini dapat digunakan kembali dengan melalui tahap sterilisasi. Setelah
menggunakan Pinset Anatomi ini sebaiknya segera direndam dalam larutan
klorin 0.5% selama 10 menit. Jangan merendam alat lebih dari 10 menit, karena
dapat merusak alat. Setelah alat direndam, bersihkan dan sikat alat tersebut
dengan sabun dan air bersih. Tahap terakhir, dapat mensterilkan alat dengan
merebusnya selama 20-30 menit dalam air mendidih.
2. Curretes
Untuk membersihkan rahim pada pasien abortus/ keguguran

3. Doek klem
Adalah alat yang digunakan untuk menjepit kain, terutama kain operasi, yaitu
kain linen yang tengahnya berlubang yang diletakkan diatas tubuh yang akan
dioperasi.

4. Episiotomi
Gunting Episiotomy merupakan instrument operasi yang berfungsi untuk
menggunting bagian perineum Ibu melahirkan kaku pada saat menolong
persalinan. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh
vulva dan anus. Tujuan Episiotomy adalah melebarkan jalan lahir, dokter atau
bidan akan memberikan anastesi local untuk mengurangi rasa sakit, namun
dalam kondisi tertentu episiotomy dilakukan tanpa anastesi.
Panjang Gunting Episiotomy kurang lebih 14cm dan berbahan stainless stell.
Bentuk Gunting Episiotomy melengkung keatas sekitar 45 derajat sesuai dengan
anatomi perineum pada wanita dan kedua bilahnya tajam.
Gunting Episiotomy dapat digunakan kembali dengan melalui tahap sterilisasi.
Setelah menggunakan Gunting Episiotomy sebaiknya segera direndam dalam
larutan klorin 0.5% selama 10 menit. Jangan merendam Gunting Episiotomy
lebih dari 10 menit, karena dapat merusak gunting dan mengurangi ketajaman
gunting. Setelah alat direndam, bersihkan dan sikat alat tersebut dengan sabun
dan air bersih. Tahap terakhir, dapat mensterilkan alat dengan merebusnya
selama 20-30 menit dalam air mendidih.

5. Klem arteri
Klem Arteri Pean Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah
untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan lunak. Arteri Klem merupakan alat
untuk menjepit (memegang/menekan) sesuatu benda. Biasanya Klem ini
digunakan untuk memasang karet behel oleh dokter gigi atau ahli gigi.
Bentuknya yang seperti gunting hanya saja tidak tajam, karena memang
fungsinya untuk memegang benda.
Klem arteri bermanfaat untuk menghentikan pendarahan pembuluh darah kecil
dan menggenggam jaringan lainnya dengan tepat tanpa menimbulkan kerusakan
yang tidak dibutuhkan. Secara umum, klem arteri dan needle-holder memiliki
bentuk yang sama. Perbedaannya pada struktur jepitan, dimana klem arteri,
struktur jepitannya berupa jalur paralel pada permukaannya dan ukuran panjang
pola jepitannya sampai handle agak lebih panjang dibandingkan needle-holder.
Alat ini juga tersedia dalam dua bentuk yakni bentuk lurus dan bengkok
(mosquito). Namun, bentuk bengkok (mosquito) lebih cocok digunakan pada
bedah minor.
Cara penggunaannya adalah klem arteri memiliki ratchet pada handlenya.
Ratchet inilah yang menyebabkan posisi klem arteri dalam keadaan terututup
(terkunci). Ratchet umumnya memiliki tiga derajat, dimana pada saat penutupan
jangan langsung menggunakan derajat akhir karena akan mengikat secara
otomatis dan sulit untuk dilepaskan. Pelepasan klem dilakukan dengan cara
pertama harus ditekan ke dalam handlenya, kemudian dipisahkan handlenya
sambil membuka keduanya. Sebaiknya gunakan ibu jari dan jari manis karena
hal ini akan menyebabkan jari telunjuk mendukung instrumen bekerja sehingga
dapat memposisikan jepitan dengan tepat.
Jepitan klem arteri berbentuk halus dengan jalur lintang paralel yang
membentuk channel lingkaran saat instrumen ditutup. Jepitan ini berukuran
relatif panjang terhadap handled yang memungkinkan genggaman jaringan lebih
halus tanpa pengrusakan. Jepitan dengan ujung bengkok (mosquito) berfungsi
untuk membantu pengikatan pembuluh darah. Jangan menggunakan klem ini
untuk menjahit, oleh karena struktur jepitannya tidak mendukung dalam
memegang needle.
6. Klem kotcher
Homestatik Forcep STR atau kocher lurus merupakan instrument operasi yang
berfungsi untuk menjepit atau memegang jaringan keras seperti fasia dan
jaringan lunak seperti peritoneum. Kocher lurus ini berbentuk gunting dan
bergigi tajam pada salah satu sisi ujungnya. Gigi tajam pada ujung Kocher ini
berfungsi untuk menjepit dan menahan agar jaringan tidak mudah lepas.
Instrument kocher sangat penting pada beberapa jenis pembedahan, seperti
operasi mastektomi, laparatomi dan tiroidektomi. Panjang Homestatik Forcep
STR ini kurang lebih 14 cm dan berbahan stainless stell.
Kocher Lurus dapat digunakan kembali dengan melalui proses sterilisasi.
Setelah menggunakan Kocher Lurus ini sebaiknya segera direndam dalam
larutan klorin 0.5% selama 10 menit. Jangan merendam alat lebih dari 10 menit,
karena dapat merusak alat. Setelah alat direndam, bersihkan dan sikat alat
tersebut dengan sabun dan air bersih. Tahap terakhir, dapat mensterilkan alat
dengan merebusnya selama 20-30 menit dalam air mendidih.

7. Kogel tang
Digunakan untuk menjepit dan mengangkat organ dan tissue juga benda-benda
asing dalam tubuh, termasuk peluru.

8. Koor tang
Digunakan untuk menjepit dan mengangkat alat-alat bedah dari instrumen bak.
9. Neddle holder
Needle holder atau pemegang jarum merupakan salah satu alat yang termasuk
ke dalam isntrumen dasar bedah minor. Needle holder atau pemegang jarum ini
berfungsi untuk untuk memegang jarum saat melakukan penjahitan luka pada
jaringan. Penjahitan luka adalah suatu tindakan untuk mendekatkan tepi luka
dengan benang sampai sembuh dan cukup untuk menahan beban fisiologis.
Penjahitan luka dilakukan pada setiap luka dimana untuk penyembuhannya
perlu mendekatkan tepi luka.
Needle holder atau pemegang jarum terbuat dari bahan stainless steel yang
merupakan bahan anti karat. Needle holder atau alat pemegang jarum disebut
juga dengan nald voeder. Jenis needle holder atau pemegang jarum yang
digunakan bervariasi, yaitu tipe Crille wood (bentuknya seperti klem) dan tipe
Mathew Kusten (bentuk segitiga). Kegunaan dari needle holder atau pemegang
jarum ini pada penjahitan sebagai pemegang jarum jahit dan sebagai penyimpul
benang.
Cara Menggunakan Needle Holder atau Pemegang Jarum dalam Menjahit
Cara menggunakan needle holder atau pemegang jarum dalam menjahit dapat
dilakukan dengan cara menutup dan melepas sama dengan metode ratchet pada
penggunaan klem arteri. Needle atau jarum digenggam pada jarak 2/3 dari ujung
berlubang needle, dan berada pada ujung jepitan
needle holder. Memegang needle dengan needle holder pada teknik ini akan
memudahkan tusukan jaringan pada saat jahitan dilakukan. Selain itu,
pemegangan needle pada area dekat dengan engsel needle holder atau pemegang
jarum akan menyebabkan needle menekuk. Kemudian, belokkan needle sedikit
ke arah depan pada jepitan instrumen karena akan disesuaikan dengan arah alami
tangan ketika insersi dilakukan dan tangan akan terasa lebih nyaman. Kegagalan
dalam membelokkan needle ini juga akan menyebabkan needle menekuk.
Pada saat melakukan penjahitan, jaga agar jari manis dan ibu jari menetap pada
lubang handle saat menjahit dilakukan yang membatasi pergerakan tangan dan
lengan. Pegang needle holder dengan menggunakan telapak tangan akan
memberikan pengontrolan yang baik. Secara konstan, jangan mengeluarkan jari
dari lubang handled karena dapat merusak ritme menjahit. Pertimbangkan
pergunakan ibu jari pada lubang handle yang menetap, namun manipulasi
lubang lainnya dengan jari manis dan kelingking.

10. Scalpel / pisau bedah


Scalpel adalah pisau operasi, bentuknya ada dua macam :
1) Pointed (ujungnya runcung, tajam)
2) Bellied (convex)
Selain scalpel ada juga istilah lainnya seperti scalpel blade yaitu pisau saja tanpa
pegangannya dan scalpel handle adalah pegangannya saja tanpa pisau.

Scalpel blade

Scalpel handle
11. Suture forceps
Untuk menjepitkan clip pada luka sehingga luka tidak terbuka

12. Umbilical cord


Klik Clamp / umbilical cord clamp / klem tali pusat bayi baru lahir adalah
peralatan medis yang memiliki fungsi untuk menjepit tali pusat yang baru
dipotong dari plasenta atau ari-ari agar tidak terjadi pendarahan di pusar pada
bayi yang baru lahir. Cara menggunakan klem tali pusat (Klik Clamp / umbilical
cord clamp) adalah dengan menekan kedua sisi klem sampai klem terkunci pada
posisi yang tepat. Pemasangan klem biasanya dilakukan oleh dokter atau bidan
setelah proses melahirkan. Untuk menjaga kesterilan proses clamping
diperlukan prosedur yang tepat

5) Benang bedah
1. Catgut / benang jahit
Benang catgut ialah salah satu contoh dari benang jahit. Benang catgut itu
sendiri merupakan bagian dari benang yang dapat diserap. Benang catgut adalah
benang yang dapat diserap dan terbuat dari bahan alami. Biasanya benang ini
dapat dibuat dari bahan kolagen sapi atau domba. Bagian dari sapi atau domba
yang dapat dibuat benang ini ialah pada bagian usus sapi atau domba. Benang
ini terdiri dari dua jenis yaitu benang chromic catgut dan benang plain catgut.
Kedua jenis benang ini terbuat dari bahan yang sama yaitu berasal dai bahan
kolagen sapi atau
domba.
Macam-macam Benang Catgut untuk Penjahitan
Menjahit luka menjadi salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh para
tenaga kesehatan. Menjahit luka menjadi keterampilan dasar yang sering di
praktikkan dalam tindakan perbaikan luka seperti luka robekan perineum. Pada
luka robekan perineum ini seorang bidan atau dokter dituntut agar dapat
memperbaiki robekan yang terjadi dan menyatukan robekan tersebut untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi dari robekan tersebut. Diperlukan
keterampilan dan pengetahuan tentang teknik menjahit dan pemilihan benang
untuk tindakan penjahitan ini. Namun tahukah anda, apa jenis benang yang
paling sering digunakan untuk melakukan penjahitan luka perineum?
Jawabannya tak lain ialah benang catgut. Benang ini merupakan benang yang
paling sering digunakan untuk melakukan penjahitan perineum. Benang ini
terdapat dalam dua kemasan yaitu benang tanpa jarum dan benang dengan
jarum.
Seperti yang kita ketahui bahwa benang catgut merupakan salah satu jenis dari
benang jahit yang dapat diserap. Artinya benang ini tidak perlu diangkat karena
secara otomatis benang tersebut akan menyatu dengan kulit. Namun tahukah
anda apa saja jenis-jenis dari benang catgut? Pada umumnya benang catgut ini
terdiri dari benang catgut plain dan benang catgut chromic. Keduanya dibuat
dari bahan alami seperti kolagen sapi atau domba. Tepatnya keduanya dibuat
dari usus sapi atau usus domba.
Walaupun keduanya terbuat dari bahan yang sama yaitu bahan alami, namun
keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut diantaranya ialah pada
benang catgut plain memiliki daya kerja terhadap penyerapan benang tersebut
dengan jaringan ialah dalam kurun waktu kurang lebih selama 7 sampai dengan
19 hari, dan akan diserap secara sempurna dalam kurun waktu 70 hari.
Sedangkan pada benang catgut chromic memiliki kemampuan dalam
penyerapan benangnya selama kurang lebih 90 hari. Benang ini membutuhkan
waktu yang lebih lama dalam penyerapannya dibandingkan dengan benang plain
catgut.
Mengapa benang chromic catgut membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
diserap oleh jaringan dibandingkan dengan benang plain catgut? Hal ini
dikarenakan pada benang chromic catgut dilapisi oleh garam chromium
sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk diserap oleh jaringan
dibandingkan dengan benang plain catgut.
Kedua benang ini sama-sama menghasilkan suatu reaski jaringan sehingga
biasanya pada pasien akan merasakan keluhan seperti rasa gatal-gatal pada area
disekitar jahitan. Apabila hal ini terjadi sarankan pada pasien agar tidak
menggaruk area yang terasa gatal tersebut. Hal tersebut akan terjadi sebagai
akibat dari reaksi benang dengan jaringan dan reaksi dari proses penyembuhan
luka. Perlu diinformasikan juga kepada pasien apabila luka sudah kering pasien
dapat membasuh bagian luka dengan menggunakan air dingin. Tidak dianjurkan
untuk menggunakan air hangat untuk membersihkan luka. Luka dibersihkan
cukup dengan menggunakan air dingin dan sabun kulit.

6) Catheters
1. Baloon catheter
Kegunaan: untuk pengambilan air kencing dalam keadaan tertutup, bebas dari
udara polusi di sekitarnya
2. Feeding tube
Kegunaan: untuk memasukkan cairan makanan melalui tube ini melalui mulut
atau hidung (terutama pasien koma, pingsan, dan dalam kondisi-kondisi
terentu.)

3.
4. Male eksternal catheter_condom catheter
Alat ini digunakan unuk menghubungkan penis dengan urine bag melalui ujung
tube-nya, terutama pada pasien yang suka kencing tidak sadar dan yang tidak
bisa menahan kencing (incontinentia urinae).

5. Rectal tube
Kegunaan: unuk mengeluarkan gas- gas dari usus, untuk membersihkan
rectum.

6. Stomach tube
(Maag Slang; Maag Sonde) Kegunaannya: untuk mengumpulkan getah
lambung, untuk membilas dan mencuci isi perut, untuk pemberian obat-obatan.
7. Suction catheter
Kegunaan: untuk menyedot lendir dari trakea bayi yang baru lahir, untuk
menyedot cairan amniotik.

7) Hospital ware
1. Bedpan
Alat kesehatan ini digunakan untuk menampung feses bila si pasien tidak bisa
ke kamar mandi sendiri

2. Blood administration
Blood Transfusion atau Infusion Set merupakan peranan penting dalam terapi
intravena. Peranan penting dari alat tersebut adalah sebagai penyalur antara
cairan yang ada di dalam botol menuju ke IV kateter yang di masukkan ke dalam
pembuluh darah vena. Namun masing-masing memiliki bagian-bagian yang
berbeda, yaitu sebagai berikut :
Merupakan alat bantu saluran masuk serta penyetelan keluarnya darah ke dalam
tubuh atau transfusi darah. Blood Transfusion Set digunakan pada pasien yang
mendapatkan transfusi atau tambah darah. Bagian-bagian tersebut dimulai dari
atas hingga ke bagian yang terhubung IV kateter.
Bagian yang pertama adalah bagian atas yang berbentuk seperti jarum berukuran
besar yang di sisi dekat ujungnya terdapat lubang-lubang yang berfungsi sebagai
tempat masuknya cairan dari botol ke tabung pengatur tetesan.
Bagian kedua merupakan bagian yang berbentuk seperti tabung kecil yang
berfungsi untuk menyimpan cairan sebelum mengalir ke dalam selang infuse. Di
bagian ini juga dapat melihat dan mengatur berapa tetesan infuse per menit. Di
dalam tabung tersebut terdapat lubang berdiameter kurang lebih 3mm berfungsi
sebagai pintu masuk cairan infuse ke tabung infuse set. Selain itu, di dalam
tabung infuse set terdapat penyaring yang dapat berfungsi sebagai penyaring
darah ketika melakukan transfuse
Bagian ketiga adalah selang infuse. Selang infuse merupakan sebuah saluran
yang terbuat dari bahan plastic atau silicon elastic yang berbentuk seperti selang
dan didalamnya terdapat lubang yang dapat dialiri oleh cairan. Selang infuse
memiliki panjang satu meter dengan ukuran diameter kurang lebih 3mm. Di
bagian ujung selang infuse berbentuk kerucut yang dapat dimasukkan ke dalam
IV kateter langsung atau ada juga yang berbentuk seperti mur yang dapat diputar
dan dikunci ke IV kateter. Hal ini terjadi karena setiap merek berbeda-beda
Sebelum di ujung selang infuse terdapat tempat penyuntikan yang digunakan
untuk memasukkan obat ke dalam infuse atau vena

3. Colostomy bag
Alat untuk menampung feces disebut: COLOSTOMY BAG. Kegunaannya :
untuk menampung untuk kotoran (feces), cairan dan gas yang keluar dari lubang
usus buatan hasil pembedahan melalui otot dan kulit perut. Hal ini dilakukan
untuk mengganti fungsi normal dari rectum. Pemakaian Colostomy Bag ini bisa
untuk sementara atau bisa juga selamanya, misalnya pada pasien yang terkena
penyakit kanker rectumnya harus diambil, dibedah. Pemakaian Colostomy bag
disesuaikan dengan ukuran stoma (lubang buatan pada otot dan kulit perut).

4. Male and Female urinal


Fungsinya digunakan untuk pasien laki-laki dan pasien wanita bila ingin buang
air kencing, sedangkan pasien tidak boleh/ tidak bisa ke kamar mandi

5. Urine bag
Adalah alat untuk menampung air kencing pada pasien yang tidak berfungsi
saluran kencingnya.

8) Jarum suntik
1. Disposable syringe
Alat suntik lengkap sekali pakai (3cc, 5cc, dll)
2. Gliserin spuit
Alat untuk menyemprotkan enema / clysima pada dubur
Umumnya terbuat dari logam (stainless steel)
Bentuknya seperti alat suntik biasa, Cuma kapasitas volumenya lebih besar yaitu
30 ml, 50 ml, dan 100 ml. Ujung kanule agak melengkung ke bawah dengan
ujung berkepala.

3. Insulin syringe
Alat suntik ini khusus untuk menyuntikkan insulin. Hanya pembagian skalanya
yang berbeda.
4. Spinal needle
Jarum suntik spinal digunakan untuk LUMBAL PUNCTIE (LP) yaitu upaya
pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang
subarachnoid.
Tujuannya adalah untuk :
 Pemeriksaan cairan serebrospinal
 Mengukur & mengurangi tekanan cairan serebrospinal
 Menentukan ada tidaknya darah pd cairan serebrospinal
 Mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal
 Memberikan antibiotic intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama kasus
infeksi.
Jarum ini dinamakan SPINAL NEEDLE. Keistimewaan jarum LP: didalamnya
terdapat jarum lagi.

5. Wing needle
Wing needle adalah ujung spuit atau jarum yang digunakan untuk pengambilan
secara vakum. Needle ini bersifat mudah diganti sehingga mudah dilepas dari
spuit serta container vacuum. Penggantian needle dimaksudkan untuk
menyesuaikan dengan besarnya vena yang akan diambil atau untuk kenyamanan
pasien yang menghendaki pengambilan dengan jarum kecil.
Wing needle dilengkapi dengan saluran Fleksibel dan berfungsi menghindarkan
kerusakan pada sample karena guncangan selama prosedur dilaksanakan. Jarum
bersayap atau sering juga dinamakan jarum “kupu-kupu” hampir sama dengan
jarum vakutainer seperti yang disebutkan di atas. Perbedaannya adalah, antara
jarum anterior dan posterior terdapat dua buah sayap plastik pada pangkal jarum
anterior dan selang yang menghubungkan jarum anterior dan posterior. Jika
penusukan tepat mengenai vena, darah akan kelihatan masuk pada selang
(flash).
INDIKASI (KEGUNAAN)
Karena wing needle memiliki ukuran jarum yang relatif kecil dan pendek, maka
kegunaan dari jarum ini pun khusus. Tidak setiap vena diambil dengan wing
needle.
Indikasinya adalah sebagai berikut :
1. Vena yang kecil pada anak-anak/bayi dan orang tua.
2. Penderita luka bakar yang cukup berat.
3. Untuk pengobatan IV (Intra Vena)
4. Pada seseorang yang memiliki vena tipis,rapuh atau diakses
5. Untuk meminimalkan nyeri ketika Insersi ideal pada Neonatus anak atau
lansia dengan vena yang rapuh dan tidak kuat.
9) Lain-lain
1. Pesarium
Pessarium merupakan alat medis yang dimasukkan dan dipakai dalam vagina.
Alat ini menopang dinding vagina dan membantu membetulkan posisi organ-
organ pelvis yang bergeser
Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit
SASARAN KESELAMATAN PASIEN (SKP)

Gambaran Umum
Bab ini membahas Sasaran Keselamatan Pasien yang wajib diterapkan di semua rumah
sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety
(2007) yang digunakan juga oleh Pemerintah.

Maksud dan tujuan Sasaran Keselamatan Pasien adalah untuk mendorong rumah sakit
agar melakukan perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti
bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan rumah sakit dan menjelaskan bukti
serta solusi dari konsensus para ahli atas permasalahan ini. Sistem yang baik akan
berdampak pada peningkatan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.

Berikut penjelasan tentang keselamatan pasien di rumah sakit berdasarkan Permenkes


RI nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN


Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.

SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF


Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan
Elemen Penilaian Sasaran II :
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
pemeriksaan dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau
yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.

SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU


DIWASPADAI (HIGH ALERT)

Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert)
Elemen Penilaian Sasaran III :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian
yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.

SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT


PASIEN OPERASI
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.

Elemen Penilaian Sasaran IV :


1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi
saat pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua
dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum
"incisi/time out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan
pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien,
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT


PELAYANAN KESEHATAN
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on
Patient Safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.

SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH


Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang
pada hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera
akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
GELANG PASIEN
Issue Insident akibat kesalahan medis di suatu pelayanan kesehatan adalah
1 : 25, artinya dari 25 pasien yang dirawat dirumah sakit, 1 mengalami insiden akibat
kesalahan medis. Insiden adalah setiap kejadian/situasi yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya. Tentunya Anda tidak mau
menjadi bagian yang mengalami insiden saat dirawat di rumah sakit bukan? Insiden ini
juga dapat memberikan dampak kepada Anda berupa biaya pelayanan kesehatan
menjadi lebih mahal, menderita efek yang merugikan dan yang paling tidak diinginkan
adalah kematian. Insiden sendiri dibagi menjadi kejadian yang nyaris terjadi, potensi
terjadi dan sudah terjadi. Contoh insiden kesalahan medis: ”Seorang pasien yang
dirawat di rumah sakit diberikan obat oleh petugas kemudian timbulah efek samping
obat berupa nyeri ulu hati, karena nyeri ulu hati makan dan minum jadi berkurang dan
pasien menjadi lemas. Keluarga menanyakan kepada petugas mengenai perubahan
pasien, setelah di cek ternyata obat yang diminum bukan milik pasien tetapi milik pasien
lain yang mempunyai nama mirip dengan nama pasien. Setelah dilakukan penelusuran
ternyata petugas tidak menyakan identitas dengan lengkap kepada pasien atau penunggu
pasien “ insiden seperti contoh diatas tentunya menimbulkan kerugian: durasi
perawatan menjadi lebih lama, biaya perawatan makin besar dan pasien mendapat
dampak yang tidak diinginkan.
Tujuan pemasangan gelang pasien
Nah sekarang Anda sudah tahu kan pentingnya identitas pasien dan
mengapa pasien rawat inap di rumah sakit dipasangkan gelang identitas. Jadi tujuan
pemasangan gelang identitas adalah agar petugas rumah sakit dapat mengidentifikasi
pasien yang dirawat inap di rumah sakit secara tepat pada saat dilakukannya pelayanan
maupun pengobatan. Contoh pelayanan kesehatan dan pengobatan yang memerlukan
identifikasi: pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan operasi,
pemberian obat atau darah atau produk darah, dll. Semua pasien rawat inap atau rawat
jalan, IGD dan yang akan menjalani suatu prosedur atau tindakan harus diidentifikasi
dengan benar selama menjalani masa perawatan di Rumah Sakit. Tujuannya adalah
untuk mencegah salah pasien, salah tindakan dan salah prosedur. Untuk itu, pasien wajib
di identifikasi berdasarkan warna gelang yang melekat di tubuhnya. Pasien rawat inap
harus menggunakan gelang identitas.
Di gelang identitas wajib ditulis 3 (tiga) data penting, diantaranya:
1. Nama pasien,
2. Tanggal lahir
3. Nomor Rekam Medis (Medical Record / MR)

Jenis gelang pasien


Ada 8 macam warna gelang identitas pasien yang digunakan dan masing-masing
warna memiliki fungsi identifikasi yang berbeda, yaitu:
1. Merah muda untuk pasien berjenis kelamin perempuan
2. Biru muda untuk pasien berjenis kelamin laki-laki
3. Merah untuk pasien alergi obat-obatan
4. Kuning untuk pasien dengan risiko jatuh
5. Hijau untuk pasien alergi latek
6. Ungu untuk pasien DNR (Do Not Resusitate)
7. Abu-abu untuk pasien dengan pemasangan bahan radioaktif (kemoterapi)
8. Putih untuk pasien dengan kondisi jenis kelamin ganda (ambigu)
Seluruh staf rumah sakit wajib memahami dan menerapkan prosedur identifikasi pasien.
Dan, memastikan identifikasi pasien yang benar ketika pemberian obat, darah, atau
produk darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis atau
pemberian pengobatan serta melaporkan kejadian salah identifikasi, termasuk hilangnya
gelang identitas.
Lalu, bagaimana dengan pasien rawat jalan? Apakah harus memakai gelang
identitas?

Tidak perlu menggunakan Gelang Identitas untuk pasien Rawat Jalan. Sebelum
melakukan suatu prosedur atau terapi, tenaga kesehatan harus menanyakan identitas
pasien berupa nama dan tanggal lahir pasien dan atau nomor MR. Data ini harus
dikonfirmasi dengan yang tercantum pada rekam medis pasien.
Jika pasien rujukan dari dokter umum / puskesmas / layanan kesehatan lainnya, surat
rujukan harus berisi identitas pasien berupa nama lengkap, tanggal lahir dan alamat. Jika
data tidak ada maka harus dilakukan konfirmasi terhadap pasien / pengantar pasien.
Seandainya, pasien rawat jalan tidak dapat mengidentifikasi dirinya sendiri, verifikasi
data dengan cara menanyakan ke keluarga / pengantar pasien.
Bagaimana dengan pasien yang memiliki nama yang sama di ruang rawat inap?
Jika terdapat pasien dengan nama yang sama, harus diinformasikan kepada perawat
yang bertugas setiap kali pergantian jaga (shift). Berikan label / penanda berupa bintang
merah di ujung kanan atas ‘pasien dengan nama yang sama’ di lembar pencatatan,
lembar obat-obatan, dan lembar tindakan.
Kartu bertanda (warna merah) kartu ditempel pada papan tempat tidur pasien agar
petugas dapat memverifikasi identitas pasien. Dan, perawat penanggung jawab pasien
idealnya dibedakan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan.

Bagaiamana dengan pasien yang identitasnya tidak diketahui?

Pasien akan dilabel menurut prosedur Rumah Sakit setempat sampai pasien dapat
diidentifikasi dengan benar. Contoh pelabelan yang diberikan berupa :
Jenis Kelamin : Pria/Wanita (Tn./Ny.An/By) X, dengan mencantumkan tanggal, Bulan
dan tahun kejadian.
Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Dua angka digit pertama adalah tanggal kejadian pasien tanpa identitas
ditemukan
2. Dua angka digit kedua adaalah bulan kejadian pasien tanpa identitas ditemukan
3. Dua angka digit ketiga adalah tahun kejadian pasien tanpa identitas ditemukan
4. Tiga angka digit terakhir adalah nomor urut kejadian pasien tanpa identitas
ditemukan di hari itu
5. Saat pasien sudah dapat diidentifikasi, berikan Gelang Identitas baru dengan
identitas yang benar.
Apakah pasien yang meninggal perlu identifikasi identitas?
Pasien yang meninggal di ruang rawat Rumah Sakit harus dilakukan konfirmasi
terhadap identitasnya dengan Gelang Identitas dan rekam medis (sebagai bagian
dari proses verifikasi kematian). Semua pasien yang telah meninggal harus
diberi identifikasi serta satu salinan surat kematian harus ditempelkan di kain
penutup / berdekatan dengan jenazah. Sedangkan salinan kedua ke keluarga
untuk mengurus pemakaman, salinan ketiga disimpan di rekam medis pasien.
Bagaimanakah prosedur melepas gelang identitas?
Gelang Identitas hanya dilepas saat pasien pulang atau keluar dari Rumah Sakit. Yang
bertugas melepas Gelang Identitas adalah Perawat shif yang bertanggung jawab
terhadap pasien selama dirawat di Rumah Sakit. Gelang Identitas dilepas setelah semua
proses selesai dilakukan.
Pemberian / penyerahan obat obatan kepada pasien dan pemberian penjelasan mengenai
rencana perawatan selanjutnya kepada pasien dan keluarga.
1. Gelang Identitas yang sudah tidak dipakai harus digunting dan gelang bayi
disertakan saat pulang bersama dengan data – data lain dan untuk pasien anak dan
dewasa kemudian gelang yang telah digunting dapat dibuang ketempat sampah /
dibawa pulang jika pasien menghendaki .
2. Terdapat kondisi-kondisi yang memerlukan pelepasan Gelang Identitas
sementara, saat masih dirawat di Rumah Sakit, misalnya lokasi pemasangan
Gelang Identitas mengganggu suatu prosedur. Segera setelah prosedur selesai
dilakukan, Gelang Identitas dipasang kembali.
CUCI TANGAN YANG BENAR
Mencegah penyakit yang paling ampuh adalah dengan cuci tangan. Cuci tangan itu
sendiri adalah aktivitas yang sangat mudah dilakukan dan tidak begitu memerlukan
banyak biaya. Dengan mencuci tangan, banyak penyakit yang bisa dicegah.
Penularan penyakit sangat mudah terjadi dari tangan yang kotor. Sebagai contohnya
adalah saat seseorang mengidap penyakit flu, ia akan menutup mulut dan hidungnya
dengan tangan. Kemudian ia akan memegang pegangan yang ada di bus hingga
bersalaman. Virus atau bakteri yang ada ditangan akan berpindah tempat ke orang yang
baru.
Banyak penyakit yang dapat dicegah oleh aktivitas mencuci tangan seperti penyakit
diare, cacingan, infeksi saluran napas, TBC, hingga penyakit yang mematikan seperti
SARS, flu burung, flu babi.
Sayangnya, banyak orang yang meremehkan dan enggan mencuci tangan. Kebiasaan
sehat ini jadinya sangat jarang dilakukan, padahal kebiasaan ini sangatlah baik
dilakukan.
Cuci Tangan pakai Sabun
Air yang baik digunakan untuk mencuci tangan adalah air yang tidak berbau dan bening
tidak berwarna. Banyak syarat air bersih, seperti harus bebas mikro organisme, bahan
kimia berbahaya, dan radioaktif. Tapi khusus untuk aktivitas mencuci tangan, cukup
dengan air yang jernih dan tidak berwarna dan berbau. Air yang digunakan untuk
mencuci ini pun harus air yang mengalir, karena dengan air mengalir kotoran dan kuman
dapat dibilas dan dilarutkan dari tangan.
Cuci tangan harus menggunakan sabun. Cuci tangan bisa menggunakan sabun cair atau
batangan untuk membantu membersihkan kotoran dan kuman yang mungkin menempel
di permukaan kulit, didalam kuku, dan sela-sela jari. Dengan menggunakan sabun, maka
kotoran dan kuman bisa diangkat dan dibilas dengan air setelahnya.
Aktivitas mencuci tangan harus menggunakan sabun, karena sabun memiliki zat
pembersih dan ada juga yang mengandung zat antibakteri, dan zat pembersih lainnya.
Cuci tangan menurut WHO (World Health Organisation)

Cara mencuci
tangan 6 langkah
Cara mencuci tangan yang direkomendasikan oleh WHO adalah sebagai berikut:
Cuci tangan 6 langkah:
1. Basahi tangan secara menyeluruh menggunakan air mengalir, ambil sabun dan
gosok-gosok telapak tangan dengan lembut.
2. Usap dan gosok-gosok punggung tangan dengan jari disilangkan
3. Sela-sela jari digosok-gosok hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari dengan mengatupkannya dengan gerakan memutar
5. Putar ibu jari dengan tangan satunya secara bergantian sampai bersih
6. Letakan ujung kuku di telapak tangan dan gosok ujung kuku dengan gerakan
memutar
Cuci tangan 7 langkah:
1. Basahi tangan secara menyeluruh menggunakan air mengalir, ambil sabun dan
gosok-gosok telapak tangan dengan lembut.
2. Usap dan gosok-gosok punggung tangan dengan jari disilangkan
3. Sela-sela jari digosok-gosok hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari dengan mengatupkannya dengan gerakan memutar
5. Putar ibu jari dengan tangan satunya secara bergantian sampai bersih
6. Letakan ujung kuku di telapak tangan dan gosok ujung kuku dengan gerakan
memutar
7. Gosok dan bersihkan pergelangan tangan secara bergantian dengan gerakan
memutar.
Perbedaan antara cuci tangan 6 langkah dengan 7 langkah adalah ada pada pembersihan
pergelangan tangan saja. Cuci tangan 6 langkah atau 7 langkah sama-sama efektif untuk
menghilangkan berbagai kuman yang ada di tangan. Silakan pilih berapa langkah yang
Anda inginkan.

7 LANGKAH CARA MENCUCI TANGAN YANG BENAR MENURUT WHO


Cuci tangan 7 langkah merupakan cara membersihkan tangan sesuai prosedur yang
benar untuk membunuh kuman penyebab penyakit. Dengan mencuci tangan anda pakai
sabun baik sebelum makan atau pun sebelum memulai pekerjaan, akan menjaga
kesehatan tubuh anda dan mencegah penyebaran penyakit melalui kuman yang
menempel di tangan.

Teknik khusus mencuci tangan pakai sabun dalam 7 langkah

Pengertian cuci tangan 7 langkah adalah tata cara mencuci tangan menggunakan
sabun untuk membersihkan jari – jari, telapak dan punggung tangan dari semua
kotoran, kuman serta bakteri jahat penyebab penyakit.

Tahukah anda? Tanggal 15 oktober adalah hari cuci tangan sedunia pakai sabun
yang dicanangkan oleh PBB sebagai salah satu cara menurunkan angka kematian
balita serta mencegah penyebaran penyakit.

Manfaat melakukan 7 langkah mencuci tangan yaitu membersihkan dan membunuh


kuman yang menempel secara cepat dan efektif karena semua bagian tangan akan
dicuci menggunakan sabun.

Cara Cuci Tangan 7 Langkah Pakai Sabun Yang Baik dan Benar

1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang
mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih


4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan


7. Bersihkan kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar,
kemudian diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih
yang mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

Penggunaan sabun khusus cuci tangan baik berbentuk batang maupun cair sangat
disarankan untuk kebersihan tangan yang maksimal.
WHO punya enam langkah jitu mencuci tangan yang benar yang direkomendasikan
untuk kita, sehingga bakteri tersebut benar-benar terbunuh. Para peneliti dari Glasgow
Caledonian Univesity di Skotlandia telah membuktikannya. Setelah mengamati 42
dokter dan 78 perawat yang kerap membersihkan tangan menggunakan cairan antiseptik
dengan tambahan alkohol setelah merawat pasien.
Setelah diubah menggunakan enam metode yang dianjurkan WHO, mereka yang biasa
mudah sakit padahal sudah rajin cuci tangan menggunakan cairan antiseptik, justru lebih
jarang sakit. Jacqui Reilly, PhD, profesor pencegahan dan pengendalian infeksi di
Glasgow Caledonian University mengatakan, cara ini memang memakan waktu agak
sedikit lama dari cara-cara yang pernah ada, yaitu 42,5 detik.
Berikut enam cara mencuci tangan yang benar menurut WHO, seperti dikutip dari Daily
Mail pada Senin (11/4/2016):
1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang
mengalir, ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara
lembut.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan
kedua pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian
diakhiri dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang
mengalir lalu keringkan memakai handuk atau tisu.

5 Momen Cuci Tangan (Hand Hygiene) yang Harus Dilakukan oleh


Perawat
5 Momen Cuci Tangan (Hand Hygiene) yang Harus Dilakukan oleh Perawat -
Salah satu syarat agar rumah sakit atau puskesmas terakreditasi dengan baik adalah
adanya peraturan yang setiap orang yang ada di rumah sakit atau puskesmas tersebut
bisa melakukan cuci tangan atau hand hygiene yang dikeluarkan oleh WHO, badan
kesehatan dunia. Tidak hanya perawat atau tenaga medis saja yang bisa melakukan 5
momen cuci tangan atau hand hygiene tersebut akan tetapi semua unsur yang ada di
rumah sakit atau puskesmas harus bisa melakukan 5 momen cuci tangan, mulai dari
pegawai administrasi, cleaning service, bahkan sampai kepada pasien atau keluarga
pasien diharapkan bisa melakukan cuci tangan ini

5 Momen Cuci Tangan (Hand Hygiene) yang Harus Dilakukan oleh Perawat
Standar Prosedur Operasional dari cuci tangan ini merupakan program dari PPI yang
ada di masing-masing instansi kesehatan. PPI sendiri merupakan sebuah tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang menjadi ujung tombak terlaksananya tata
kelola kesehatan yang baik. Tidak hanya sekedar cuci tangan, bahkan tata letak sebuah
ruangan atau bangunan yang ada di rumah sakit harus sesuai dengan SPO yang ada pada
PPI
Bagaimana cara melakukan cuci tangan? Melakukan cuci tangan biasa memang sangat
mudah untuk dilakukan, cukup membasuh tangan dengan air dan sabun tapi bagaimana
dengan cuci tangan sesuai dengan standar WHO? Namun sebelum melakukan 5 momen
cuci tangan ini, kita harus mengetahui terlebih dulu kapan dan dimana momen cuci
tangan ini dilakukan? Dan kenapa harus melakukan cuci tangan?

5 Momen Cuci Tangan atau Hand Hygiene dilakukan pada saat:

1. Sebelum kontak dengan pasien


2. Sebelum tindakan aseptik
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien

Kenapa harus melakukan cuci tangan? Semua karyawan (tidak hanya perawat) yang
ada di rumah sakit wajib melakukan cuci tangan dan bahkan pasien, keluarga pasien
serta pengunjung pasien harus memahami 5 saat mencuci tangan ini dengan sangat baik
dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyebaran kuman dan infeksi kepada orang
lain, sehingga salah satu prinsip pencegahan dan kontrol infeksi yang merupakan
program PPI dapat berjalan dengan baik. Dan semua ini bukan semata-mata untuk
program PPI saja, tapi untuk tujuan dan kebaikan bersama dalam meningkatkan
kesehatan yang lebih baik.
HANDWASH DAN HANDRUB
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Hdw. 2002. Mengenal Alat-alat kesehatan & kedokteran. Jakarta : Depot Informasi
Obat.
http://alkes-marinno.com/fungsi-gunting-episiotomy/
http://alkes-marinno.com/fungsi-pinset-anatomi/
http://fungsialat.blogspot.co.id/2015/07/fungsi-klem-arteri.html
http://alkes-marinno.com/fungsi-homestatik-forcep-str-kocher-lurus/
http://renditanjung.blogspot.co.id/2014/12/alat-kesehatan-fungsi-dan-gambar.html
https://www.klikdokter.com/obat/young-young-breast-pump-301/cara-menggunakan
http://www.alatbedahminor.com/2015/04/needle-holder-atau-pemegang-jarum.html
https://endo.id/id/catalog/product/klik-clamp
http://www.alatbedahminor.com/2016/02/benang-catgut.html
http://alkes-marinno.com/blood-transfusion-set-dan-disposable-infusion-set/
http://ilmubayoe.blogspot.co.id/2013/03/alat-kesehatan.html
http://anazho.blogspot.co.id/2012/05/punksi-lumbal.html
https://www.bhaktirahayu.com/info/patient-safety-for-a-great-hospital-gelang-identitas-pasien
Menkes. Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Merupakan Unsur
Patient Safety. 2011 Nov 7; Jakarta.
Menkes. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1961. 2011.
Anna LK. Ribuan Kesalahan Operasi Medis Masih Terjadi. Health Kompas.com. 2012
Desember.
https://mediskripta.com/2015/03/05/panduan-identifikasi- pasien

https://pharmaclick2012.blogspot.com/2015/04/mengenal-obat-off-label-apa-itu.html

https://rina-infofarmklin.blogspot.com/2011/05/obat-obat-dengan-indikasi-tidak-
lazim_26.html

www.sciencedaily.com/releases/2008/11/081124130939.htm
http://swiperxapp.com/mengupas-peran-farmasi-dalam-penggunaan-obat-off-label/
https://www.bhaktirahayu.com/info/patient-safety-for-a-great-hospital-gelang-identitas-pasien
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2015/01/20/aturan-narkotika-dan-psikotropika-yang-
diperketat-dan-the-five-people-you-meet-in-heaven-nya-mitch-albom-697408.html

http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/apotek.html
http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/pedagang-besar-farmasipbf.html
http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/pengelolaan-obat-dan-perbekalan.html
http://www.mipa-farmasi.com/2016/05/swamedikasi.html
https://aciilsem.blogspot.com/2013/06/7-langkah-cara-mencuci-tangan-yang.html
https://www.caramedika.com/2017/01/cara-mencuci-tangan-yang-baik-dan-benar-menurut-
depkes-dan-who.html
https://www.infoperawatindonesia.com/2016/11/5-momen-cuci-tangan-hand-hygiene-
yang.html
http://rs-mojosongo.com/2014/02/11/cara-mencuci-tangan-dengan-handrub-menurut-who/
https://www.liputan6.com/health/read/2480347/enam-cara-mencuci-tangan-yang-benar-
menurut-who
https://banuasehat.com/unik/cara-cuci-tangan-6-dan-7-langkah-lengkap/

Anda mungkin juga menyukai