Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum

Analisis Spektrofotometri

Nama : Angesty Prawidyasari

NIM : 1840003

Kelas/Kelompok : Akselerasi-D

Tanggal Praktikum : 23 November 2018

I. JUDUL

Penetapan Kadar Logam Tembaga (Cu) dalam sampel air Limbah secara Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA)

II. TUJUAN
Dapat menetapkan dan mengestimasi ketidakpastian pengukuran logam Tembaga (Cu) dalam sampel air
limbah secara Spektrofotometri Serapan Atom

III. PRINSIP
Ion logam atom Cu yang terlarut dalam air limbah dapat ditetapkan kadarnya menggunakan
Spektrofotometer serapan atom nyala. Larutan standar logam dan air limbah yang sudah disaring diaspirasikan
kealat SSA sehingga terkabutkan oleh nebulizer. Sampel yang sudah terbentuk kabut dibakar oleh nyala api
agar senyawaan organic terbakar dan ion-ion logam teratomisasi. Logam yang sudah teratomisasi diberikan
sumber radiasi resonansi yang berasal dari lampu katoda sehingga logam tersebut mengalami eksitasi. Atom
logam yang terektisasi sesuai dengan radiasi resonansi lampu katoda. Besarnya intensitas radiasi resonansi
lampu katoda yang diserap oleh atom-atom logam sebanding dengan konsentrasi logam tersebut.

IV. DASAR TEORI

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001, air limbah adalah sisa
dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwjud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga
(domestik) maupun industri (industri).
Berikut merupakan definisi air limbah dari berbagai sumber, sebagai berikut:
Air limbah atau yang lebih dikenal dengan air buangan ini adalah merupakan :
a. Limbah cair atau air buangan (waste water) adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga,
perdagangan, perkantoran, industri maupun tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung
bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan manusia serta
mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
b. Kombinasi dari cairan atau air yang membawa buangan dari perumahan, institusi, komersial, dan industry
bersama dengan air tanah, air permukaan, dan air hujan.
c. Kotoran dari masyarakat dan rumah tangga, industri, air tanah/permukaan serta buangan lainnya (kotoran
umum).
d. Cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, perdagangan, perkantoran, industry maupun tempat-
tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan
kesehatan/kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
e. Semua air/szat cair yang tidak lagi dipergunakan, sekalipun kualitasnya mungkin baik.

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air, maka diperlukan berbagai usaha untuk melakukan pengamanan limbah cair. Limbah yang
tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maupun kesehatan.
Dampak air limbah pada kesehatan, diantaranya karena air limbah dapat berperan sebagai media
penularan penyakit, seperti penyakit kolera, radang usus, hepatitis, serta schistomiasis. Selain sebagai media,
dalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit, mengandung bahan-bahan
beracun, penyebab iritasi, bau, juga bahan-¬bahan lain yang mudah terbakar.
Salah satu dampak buruk limbah cair bagi kesehatan dan lingkungan, diantaranya menurut Alloway
(1990), limbah cair yang mengandung bahan berbahaya seperti logam berat, jika terserap akar tanaman akan
terserap kedalam jaringan tanaman melalui akar, yang selanjutnya akan masuk kedalam siklus rantai
makanan. Hal ini sesuai Stowsand (1986), bahwa tanaman, seperti sayuran mempunyai kemampuan
menyerap logam berat.
Oleh karena ini, logam berat dalam air limbah perlu dianalisis dengan metode Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA). Spektrofotometri Serapan Atom adalah uatu metode analisis yang didasarkan pada proses
penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan
tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan
ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk
radiasi. Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi
elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas
yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas
karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas (Basset, 1994).
Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di pertimbangkan melibatkan
molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap radiasi yang menimbulkan keadaan energi elektronik
tereksitasi. Spectra absorpsi lebih sederhana dibandingakan dengan spectra molekulnya karena keadaan
energi elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi rotasi. Jadi spectra absopsi atom terdiri dari garis-garis
yang jauh lebih tajam daripada pita-pita yang diamati dalam spektrokopi molekul (Underwood, 2001).
Spektrrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitatif dari unsur-unsur yang
pemakaiannya sangat luas, diberbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisa relatif
murah, sensitif tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu
analisa sangat cepat dan mudah dilakukan. Analisis AAS pada umumnya digunakan untuk analisa unsur,
teknik AAS menjadi alat yang canggih dalam analisis.ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu
memerluka pemisahan unsur yang ditetukan karena kemungkinan penentuan satu logam unsur dengan
kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. AAS dapat
digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sember cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari
lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang
berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui
monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan
menolak arah searah arus ( DC ) dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-balik dari sumber radiasi
atau sampel. Atom dari suatu unsur padakeadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan
menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau
tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan menyerpa sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Penyerapan energi cahaya terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan
oleh atom tersebut (Basset, 1994).
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi unsur yang ada dalam larutan
cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral
dalam keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah energi. Energi ini
biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N 2O, tergantung suhu
yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground
state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis
kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).
I = Io . a.b.c
Atau,
Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi
atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala
tersebut sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian, dari pemplotan
serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi. Dengan menempatkan
absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan. Bagian-
bagian AAS adalah sebagai berikut.
a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur
pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung
unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu
katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam sekaligus.

b. Tabung gas

Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada
AAS memiliki kisaran suhu ± 20000 K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari
gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan
banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan
regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam
Spektrofotometri Serapan Atom

c. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner berfungsi sebagai tempat
pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api
secara baik dan merata. Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.

d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit dan difokuskan
menggunakan cermin menuju monokromator. Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan,
mengisolasi dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa
digunakan ialah monokromator difraksi grating.

f. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan
suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi
detektor adalah mengubah energi sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan
digunakan untuk mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika
monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor yang digunakan adalah
barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan adalah detektor photomultiplier tube.
Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda
yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan,
dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu
menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya
dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu mikroprosesor,
baik pada instrumen utama maupun pada alat bantu lain seperti autosampler.

g. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat
dibaca oleh mata.

V. CARA KERJA

1. Pembuatan larutan induk Cu 1000 mg/L

Di timbang Kristal Dimasukkan ke dalam labu Ditambahkan 5-10 tetes


kering CuSO4.5H2O takar 100 mL HNO3 1:3
0.3929 gram

Ditera dengan aquades dan


di homogenkan

2. Pembuatan standar kerja Cu 100 mg/L

Dipipet 5 mL Cu Dimasukkan kedalam labu Ditera dengan HNO3


1000 mg/L takar 50 mL 0.05 N

Dihomogenkan

3. Pembuatan deter standar Cu

Larutan induk Cu 100 mg/L

0 mg/L 1 mg/L
Ditera dengan2kedalam
Dimasukkan mg/L3 0.05
HNO labu takar3 mg/L
N dan 4 mg/L
dihomogenkan
50 mL
(0.00 mL) (0.5 mL) (1.00 mL) (1.5 mL) (2.00 mL)
4. Preparasi sampel air limbah
Filtrat ditampung didalam
Air limbah Disaring
erlenmeye

Absorbansinya diukur Ditera dengan HNO3 0.05 Dipipet 5 mL kedalam


dengan AAS N dan dihomogenkan labu takar 50 mL

VI. PERHITUNGAN

1. Pembuatan larutan induk Cu 1000 mg/L

mr CuSO 4.5 H 2O bobot CuSO 4.5 H 2O


W garam = x
AR Cu volume standar
249.5 g/mol x
= x
63.5 g /mol 0,1 L

= 392.9 mg

2. Pembuatan deret standar Cu

a. Konsentrasi 0 mg/L

V1. C1 = V2.C2

50 mL .0 mg/ L
V1 =
100 mg/ L

= 0 mL

b. Konsentrasi 1 mg/L

V1. C1 = V2.C2
50 mL .1 mg/ L
V1 =
100 mg/ L

= 0.5 mL

c. Konsentrasi 2 mg/L

V1. C1 = V2.C2

50 mL .2 mg/ L
V1 =
100 mg/ L

= 1 mL

d. Konsentrasi 3 mg/L

V1. C1 = V2.C2

50 mL .3 mg/ L
V1 =
100 mg/ L

= 1.5 mL

e. Konsentrasi 4 mg/L

V1. C1 = V2.C2

50 mL .4 mg/L
V1 =
100 mg/L

= 2 mL

Pembuatan standar kerja Cu 100 mg/L


f. Konsentrasi 0 mg/L

V1. C1 = V2.C2

50 mL .100 mg/ L
V1 =
1000 mg/ L

= 5 mL

3. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Kadar Logam Cu dalam Sampel Air Limbah sebesar 125473.3057 mg/kg
b. Nilai koefisien korelasi regresi standar r = 0.9998 dengan syarat keberterimaan r > 0.9995
c. % RSD Presisi sampel sebesar 1.99 % dengan syarat keberterimaan % RSD < 5%
d. Pelaporan Konsentrasi analit dan estimasi ketidakpastian gabungan yang diperluas sebesar
(124573.3057 ± 9298.8218) mg/kg atau (12.45 ± 0.93)%b/b
e. Kandungan mg/tablet dari hasil analisis 25.35 mg/tablet
4. DAFTAR PUSTAKA
Zakaria, Ahmad dan Eman Suherman. Tanpa Tahun. Penuntun Praktikum Analisis Spektrofotometri. Bogor :
Politeknik AKA Bogor

Bogor, 17 November 2018


Praktikan,

(Angesty Prawidyasari)

Anda mungkin juga menyukai