Anda di halaman 1dari 14

TUTORIAL

OSTEONECROSIS HEAD FEMUR

Oleh:

dr. Warih Anggoro Mustaqim

Pembimbing:

dr. Satria Pandu Persada Isma, Sp.OT

ORTHOPAEDICS AND TRAUMATOLOGY DEPARTMENT


SAIFUL ANWAR GENERAL HOSPITAL
UNIVERSITY OF BRAWIJAYA
MALANG
2015
PENDAHULUAN
Head femur adalah area yang tersering mengalami osteonecrosis, terutama disebabkan
karena pembuluh darahnya yang khas yang mudah terjadi ischemia. Paling sering karena
terputusnya pembuluh darah yang mensuplai head femur akibat trauma. Osteonecrosis
segmental juga terlihat memiliki gambaran tersendiri pada kelainan non traumatik, misalnya
infeksi sendi, penyakit Perthes, penyakit Caisson, penyakit Gaucher’s, Systemic Lupus
Erythematosus (SLE), pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan penyalahgunaan alkohol,
merupakan penyebab tersering.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Head femur merupakan area subartikuler yang terletak pada bagian yang paling jauh
dari daerah vaskularisasi tulang, dan sebagian besar tetutup oleh kartilago, sehingga akses
pembuluh darah lokal terbatas. Trabekula subkondral yang menderita lebih lanjut, karena
sebagian besar disokong oleh sistem end arteriol dengan hubungan kolateral yang terbatas.
Faktor lainnya adalah vaskuler sinusoid yang memberikan nutrisi sumsum tulang dan sel-
sel tulang, tidak seperti kapiler arteri, tidak memiliki lapisan adventitia dan patensinya
ditentukan oleh volume dan tekanan jaringan di sekitar sumsum tulang. Sistem fungsional pada
dasarnya adalah compartment tertutup dimana satu elemen dapat berkembang hanya dengan
mengorbankan elemen lain. Perubahan lokal semisal penurunan aliran darah, perdarahan, atau
pembengkakan sumsum tulang dapat dengan cepat mengakibatkan lingkaran setan ischemia.
Proses tersebut dapat diasebabkan oleh : (1) terputusnya aliran darah lokal; (2) stasis vena dan
berhentinya arteriolar retrograde; (3) thrombosis intravaskuler; (4) kompresi kapiler dan
sinusoid karena pembengkakan sumsum tulang. Ischemia, pada kebanyakan kasus, disebabkan
kombinasi beberapa faktor tersebut.

OSTEONECROSIS TRAUMATIC
Pada fraktur dan dislokasi hip pembuluh darah retinakuler yang mensuplai head femur
sangat mudah robek. Jika ditambah dengan kerusakan atau thrombosis ligamentum teres,
osteonekrosis tidak dapat dihindarkan. Fraktur neck femur displaced dapat terjadi komplikasi
osteonekrosis pada 20% kasus. Fraktur non displaced terkadang juga terjadi subchondral
nekrosis, hal ini mungkin dikarenakan thrombosis kapiler intraosseous atau penyumbatan
sinusoid karena edema sumsum tulang.

OSTEONECROSIS NON-TRAUMATIC
Mekanisme yang terjadi pada osteonecrosis non traumatic lebih kompleks dan
melibatkan beberapa jalur seperti thrombosis intravaskuler atau stasis, pembengkakan
ekstravaskuler dan penekanan kapiler. Lebih dari 80% kasus berkaitan dengan pengobatan
kortikosteroid dosis tinggi atau penyalahgunaan alkohol (atau keduanya, berefek kumulatif).
Kondisi ini mengakibatkan peningkatan hiperlipidemia dan degenerasi lemak dari hepar. Jones
(1994) mengemukakan bahwa emboli lemak mempunyai peran meningkatkan kerusakan
endothel kapiler, agregasi platelet dan thrombosis. Glueck dkk (1996, 1997) mengemukakan
bahwa thrombofilia dan hipofibrinolisis merupakan faktor etiologi yang penting pada
osteonecrosis orang dewasa dan penyakit Perthes. Koagulopati lainnya juga terlibat, seperti
defisiensi fosfolipid pada SLE (Asherson dkk, 1993) dan peningkatan koagulabilitas pada sickle
cell (Francis, 1991), dan sekarang tampaknya kelainan koagulasi ini memegang peranan pada
beberapa kelainan terkait osteonekrosis non-trauma.
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan penyalahgunaan alkohol menyebabkan
pembengkakan sel lemak pada sumsum tulang, suatu gambaran yang sangat jelas pada
spesimen tulang yang didapat saat penggantian sendi. Terdapat peningkatan tekanan
intraosseous dan pada venografi dengan kontras menunjukkan aliran darah vena yang
melambat dari tulang. Ficat dan Arlet (1980) mengemukakan bahwa peningkatan volume lemak
dalam sumsum tulang head femur menyebabkan penekanan sinusoid, stasis vena dan ischemia
retrograde mengakibatkan kematian tulang trabekular; dengan kata lain terjadi compartment
syndrome.

PATOLOGI
Sel-sel tulang mati setelah 12-48 jam anoxia, tapi penampakan segmen tulang yang
terkena tetap tidak berubah hingga beberapa hari atau bahkan minggu. Selama periode ini,
perubahan histologi yang paling menonjol terlihat pada sumsum tulang; hilangnya batas sel
lemak, infiltrasi sel-sel inflamasi, edema sumsum tulang, tampak histiosit jaringan, dan pada
akhirnya penggantian sumsum tulang yang nekrotik dengan jaringan mesenkimal yang belum
berdeferensiasi.

Karakteristik necrosis segmental ischemic adalah kecenderungan perbaikan tulang, dan


dalam beberapa minggu terlihat pembuluh darah baru dan proliferasi osteoblas pada
permukaan antara tulang yang sehat dan ischemia. Ketika sector nekrotik menjadi jelas, jaringan
granulasi vaskuler mengarah dari trabekula yang masih hidup dan tulang baru terletak di atas
tulang yang mati; terjadi peningkatan massa mineral yang menghasilkan gambaran radiografi
peningkatan densitas atau “sclerosis”.
Perbaikan dengan pembentukan tulang baru berlangsung lambat dan barangkali hanya
mengalami kemajuan tidak lebih dari 8-10 mm pada zona nekrotik. Dengan berjalannya waktu,
kerusakan struktural mulai terjadi pada bagian segmen nekrosis yang mengalami stress paling
besar. Biasanya merupakan fraktur tangensial linear dekat dengan permukaan sendi,
kemungkinan karena “shearing stress”. Fraktur mungkin melewati tulang rawan sendi dan pada
saat operasi mungkin memungkinkan untuk mengangkat penutup segmen nekrotik seperti
pecahan kulit telur rebus yang matang. Akan tetapi, meskipun pada fase lanjut tulang rawan
sendi masih mempertahankan ketebalan dan viabilitasnya. Pada fase akhir, fragmentasi tulang
yang nekrotik mengakibatkan deformitas yang progresif dan kerusakan permukaan sendi.
Dahulu ketika diagnosis didasarkan sepenuhnya pada perubahan x-ray, diduga bahwa
osteonekrosis selalu berkembang ke arah kolaps tulang. Sekarang memungkinkan untuk
mendeteksi tanda-tanda awal melalui MRI, sehingga tidak selalu kolaps tulang. Ukuran segmen
nekrotik, yang ditunjukkan pada MRI oleh area hypo-intense pada T1 weight, biasanya jelas
terlihat pada waktu awal terjadi ischemia, dan jarang meningkat, memang terdapat bukti bahwa
lesi non traumatic kadang ukurannya mengecil bahkan menghilang. Pada lesi yang menetap,
kecepatan kolaps tulang sangat bergantung pada lokasi dan perluasan segmen nekrotik. Lesi
yang terletak di luar jalur stress normal secara structural mungkin masih utuh, sedangkan yang
melibatkan segmen yang besar pada permukaan penahan beban biasanya kolaps dalam 3
tahun.

GAMBARAN KLINIS
Osteonekrosis post traumatic berkembang segera setelah terjadi trauma pada panggul,
tetapi tanda dan gejalanya muncul dalam beberapa bulan kemudian.. Osteonekrosis non
traumatic lebih tersembunyi dan membahayakan. Anak-anak terkena pada kondisi seperti
penyakit Perthes, penyakit sel Sickel dan penyakit Gaucher. Pada dewasa terjadi pada semua
usia dan jenis kelamin.
Keluhan yang muncul biasanya nyeri pada panggul (pada 50% kasus pada kedua
panggul) yang berkembang selama 2-3 tahun menjadi memberat. Nyeri dirasakan pada sendi
atau dekat dengan sendi, dan barangkali hanya muncul saat gerakan tertentu. Beberapa pasien
mengeluh ‘klik’ pada sendi, barangkali karena gemeretak atau jepitan fragmen artikuler yang
terlepas. Akan tetapi, pada 10% kasus tidak bergejala dan ditemukan tidak sengaja setelah x-ray
atau MRI selama pemeriksaan kelainan sistemik atau gejala lain yang berlangsung lama pada
panggul yang lain.
Pada pemeriksaan, pasien berjalan dengan pincang dan mungkin terdapat tanda
Trendelenburg yang positif. Paha mengecil dan mungkin tungkai memendek 1-2 cm. pada tahap
lanjut sendi menjadi kaku dan terjadi deformitas. Nyeri lokal mungkin muncul, dan mungkin
terdapat pembengkakan. Gerakan menjadi terbatas, terutama abduksi dan rotasi internal.
Tanda yang khas adalah kecenderungan panggul memutar rotasi eksternal saat fleksi pasif, hal
ini berkaitan dengan ‘tanda sektoral’ dimana, ketika panggul ekstensi, rotasi internal hampir
penuh, tetapi ketika panggul fleksi gerakan ini sangat jelas terbatas.

RADIOLOGI
Tanda awal iskemia terbatas pada sumsum tulang dan tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan x-ray polos. Perubahan x-ray, jika muncul, terkadang muncul sebelum 3 bulan
setelah terjadi iskemia, disebabkan karena pembentukan tulang baru yang reaktif pada
perbatasan area nekrotik, dan kegagalan trabekula pada segmen nekrotik. Terlihat area dengan
peningkatan densitas radiografik pada tulang subkondral, segera sesudah itu, muncul gambaran
garis fraktur tangensial tipis tepat di bawah permukaan sendi – ‘crescent sign’. Pada tahap lanjut
terjadi distorsi permukaan sendi dan sklerosis yang lebih jelas, yang disebabkan oleh kompresi
tulang pada segmen yang kolaps. Terkadang bagian yang nekrotik terpisah menjadi fragmen
tersendiri. Celah sendi masih normal karena tulang rawan sendi tidak rusak hingga tahap sangat
lanjut. Hal ini yang membedakan osteonekrosis avaskuler primer dengan osteoarthritis yang
sklerotik dan destruktif.
99m
Radionukleotida scanning dengan Tc-sulfur koloid, yang terserap pada jaringan
myeloid, dapat menampakkan segmen avaskuler. Hal ini terutama pada nekrosis avaskuler
traumatic dimana segmen tulang yang besar terlibat , atau pada sickle sel dimana area kontras
‘cold’bermakna secara umum dengan uptake nuklida yang tinggi karena peningkatan aktivitas
erythroblastik. 99mTc-HDP scan juga dapat menunjukkan area ‘cold’ terutama jika segmen tulang
yang besar avaskuler (misal, fraktur neck femur). Gambarannya didominasi oleh peningkatan
aktivitas yang mencerminkan hyperemia dan pembentukan tulang baru pada area sekitar infark.

MRI adalah pemeriksaan yang paling dapat dipercaya untuk mendiagnosis perubahan
pada sumsum tulang dan iskemia pada tulang pada fase awal. Tanda awal adalah gambaran
berkas intensitas rendah pada T1 weight SE, yang berhubungan dengan permukaan antara
tulang normal dan iskemik. Lokasi dan ukuran daerah nekrotik yang terbatas telah digunakan
untuk meramalkan perkembangan lesi.
Computed tomography (CT) tidak terlalu berguna untuk mendiagnosis osteonekrosis,
juga pertimbangan paparan radiasinya. Akan tetapi, CT dapat menunjukkan area kerusakan
tulang dengan sangat jelas dan CT dapat berguna untuk menentukan rencana operasi.

DIAGNOSIS
Pada x-ray, gambaran destruktif atau sklerotik pada osteoarthritis terkadang rancu
dengan osteonekrosis tahap lanjut. Memang pada beberapa tipe osteoarthritis terdapat elemen
nekrosis tulang, tetapi hal terpenting untuk membedakan kedua kondisi ini adalah pada OA
celah sendi menghilang sebelum tulang rusak, sedangkan pada osteonekrosis celah sendi tetap
normal hingga akhir (karena osteonekrosis bukan penyakit primer pada tulang rawan sendi).
Transient osteoporosis pada hip terkadang rancu dengan avaskular nekrosis.
Dalam menegakkan diagnosis harus menggali kelainan yang menjadi penyebab utama.
Mungkin terdapat riwayat trauma, penyakit keturunan seperti penyakit Sickle cell, penyakit
Gaucher, latar belakang pekerjaan yang berkaitan dengan ischemia dysbaric (penyelam, pekerja
pada tekanan udara tinggi), penyakit yang mendasari seperti SLE, Perthes pada anak atau
penyalahgunaan alcohol dan pengobatan kortikosteroid.

STAGING LESI
Ficat dan Arlet (1980) mengenalkan konsep staging radiographic untuk osteonekrosis
pada hipuntuk membedakan antara tanda-tanda awal (pre-symptomatic) dan gambaran lanjut
dari demarkasi progresif dan kolaps segmen nekrotik pada head femur. Stage 1, tidak tampak
perubahan secara radiographic dan diagnosis didasarkan pada pengukuran tekanan
intraosseous dan gambaran histologi biopsy tulang (terlihat perubahan pada MRI), dan pasien
mengeluh nyeri ringan atau tanpa nyeri. Pada stage 2, bentuk head femur masih normal tanpa
distorsi tetapi terdapat tanda-tanda awal perubahan reaktif pada area subchondral. Stage 3
ditentukan dengan adanya tanda-tanda osteonekrosis dengan bukti kerusakan structural tulang
dan distorsi garis batas tulang head femur. Pada stage 4, didapatkan kolaps permukaan sendi
dan tanda-tanda OA sekunder. Klasifikasi ini berguna untuk menggambarkan kondisi pada hip,
tetapi tidak memberikan petunjuk mengenai prognosis dan terapi.
Staging Osteonecrosis Head Femur

Penilaian mengenai lokasi dan perluasan perubahan awal pada xray polos dan MRI
memberikan prediksi hasil akhir yang lebih dapat dipercaya, setidaknya hubungannya dengan
nekrosis head femur. Lokasi dan ukuran segmen nekrotik pada Ficat stage 1-3 ditunjukkan oleh
berkas intensitas rendah pada T1 weight MRI. Terdapat dua observasi umum : (1) ukuran dari
segmen ischemic ditentukan oleh stage paling awal dan jarang meningkat sesudahnya; (2) lesi
kecil yang tidak melibatkan zona beban maksimal pada permukaan sendi cenderung tidak
kolaps, sedangkan lesi yang besar yang meluas pada zona beban maksimal pada permukaan
sendi hancur pada 60% kasus.
Shimizu dkk (1994) membuat klasifikasi berdasarkan gambaran MRI yang menunjukkan
perluasan, lokasi dan intensitas dari segmen yang abnormal pada head femur. Resiko kolaps
head femur (setidaknya setelah 2-3th) terutama berkaitan dengan perluasan (area head femur
pada gambar potongan coronal yang terlibat) dan lokasi (bagian permukaan yang menahan
beban) pada MRI awal. Secara umum, penemuan mereka megemukakan bahwa : (1) perluasan
segmen ischemic ditentukan pada saat permulaan dan tidak tidak meningkat seiring waktu; (2)
lesi yang menempati kurang dari seperempat diameter head femur pada potongan coronal dan
hanya melibatkan sepertiga medial permukaan penahan beban jarang menjadi kolaps; (3) lesi
yang menempati hingga setengah diameter head femur pada potongan coronal dan melibatkan
antara sepertiga dan duapertiga permukaan penahan beban cenderung kolaps pada 30% kasus;
dan (4) lesi yang menempati lebih dari seperempat diameter head femur pada potongan
coronal dan melibatkan lebih dari duapertiga permukaan penahan beban akan kolaps dalam 3
tahun pada lebih dari 70% kasus. Ketika membicarakan terapi, kita harus mengacu pada tiga
derajat keparahannya, grade I, grade II dan grade III. Sebagai catatan, meskipun klasifikasi ini
berguna untuk meramalkan hasil akhir (prognosis) dan rencana terapi, perluasan dalam konteks
ini tidak sama dengan volume, volume sesungguhnya dari segmen nekrotik sangat sulit untuk
ditentukan.

Sistem yang banyak digunakan dan direkomendasikan untuk membandingkan data dari
berbagai sumber sebelum dan sesudah terapi adalah yang diajukan oleh International
Association of Bone Circulation and Bone Necrosis (Association Research Circulation Osseous-
ARCO).

TERAPI OSTEONEKROSIS POST-TRAUMATIK


Nekrosis head femur yang terjadi setelah fraktur atau dislokasi hip biasanya berakhir
dengan kolaps head femur. Pasien yang sangat muda (berusia < 40 tahun) dimana enggan
dilakukan penggantian sendi hip dapat diterapi dengan realignment osteotomy dengan atau
tanpa bone graft pada segmen nekrotik. Barangkali memerlukan penggantian sendi pada stage
lanjut. Pada pasien yang lebih tua pilihannya hampir selalu dengan penggantian sendi parsial
atau total.
TERAPI OSTENEKROSIS NON-TRAUMATIK
Awal : Shimizu grade I (lesi terbatas pada bagian medial head femur) berkembang sangat
lambat atau tidak sama sekali. Yang diperlukan adalah terapi simtomatik dan menenangkan
pasien, tetapi lebih bijak untuk mengobservasi pasien selama beberapa tahun mengantisipasi
jika ada perubahan.
Lesi grade II (lesi yang menempati hingga separuh head femur dan antara satu dan dua
pertiga dari permukaan penahan beban) besar kemungkinannya berkembang. Jika terlihat
sebelum adanya distorsi head femur, dapat dilakukan bedah konservatif (core decompression
atau dekompresi dan bone graft head femur). Membuang bagian tengah (coring) head femur
dikenalkan oleh Ficat (1985) yang berarti mengurangi tekanan intraosseous pada pasien
osteonekrosis non-traumatik awal. Tekanan intraosseous diukur, dan jika meningkat dilakukan
pembuangan 7mm tulang dengan mengebor neck femur dengan fluporoscopy. Sulit untuk
menentukan berapa yang berespon dengan baik, tetapi tindakan ini memberikan perbaikan
gejala pada 30-50% pasien. Alternative lain adalah realignment osteotomy pada pasien muda
dan penggantian sendi parsial atau total pada pasien di atas 45 tahun.
Lesi grade III (lesi yang menempati bagian besar head femur dan lebih dari duapertiga
permukaan penahan beban) memiliki prognosis yang buruk. Dekompresi sepertinya tidak
memberikan efek yang panjang. Untuk pasien usia muda realignment osteotomy adalah pilihan
terapinya. X-ray dan CT akan menunjukkan lokasi segmen nekrotik yang tepat dan angulasi
osteotomy dapat direncanakan sehingga segmen nekrotik dapat digeser menjauh dari jalur
penahan beban maksimal. Flexi osteotomy diperlukan pada kebanyakan kasus. Yang lebih
radikal, osteotomy rotasional transtrochanteric Sugioka (Sugioka dan Mohtai, 1998) sulit
dikerjakan dan hasilnya kebanyakan tidak lebih baik dibandingkan dengan osteotomy
konvensional. Pasien tua dengan gejala yang mengganggu akan lebih baik dilakukan
penggantian sendi parsial atau total.
Tahap lanjut. Pasien dengan osteonekrosis lanjut dan kolaps tulang (Ficat stage 3 atau 4)
memerlukan pembedahan rekonstruksi : osteotomy dengan atau tanpa graft tulang, atau
penggantian sendi. Meskipun terbatas, masih ada tempatnya untuk arthrodesis pada pasien
muda yang dapat menerima keterbatasan dari kekakuan sendi hip untuk menghilangkan nyeri
(Solomon, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
1. Solomon, L. Osteonecrosis andrelated disorders. Apley’s System of Orthopaedics and
Fractures 9th Edition.
2. Osteonecrosis Canale & Beaty: Campbell's Operative Orthopaedics, 11th ed. Mosby
Elsevier. 2008

Anda mungkin juga menyukai