Anda di halaman 1dari 25

NEKROSIS AVASKULAR

A. DEFINISI
Nekrosis avaskular atau osteonekrosis pada kaput femur atau sendi panggul merupakanpenyakit
dengan karakteristik adanya kematian pada osteosit dan sumsum tulang, yangdisebabkan oleh
tidak adekuatnya aliran darah yang menyuplai segmen subkondral pada tulang. Penyakit ini juga
lebih sering disebut penyakit coroner pada sendi panggul (Ansari , 2012&Malizos, 2007).

B. EPIDEMIOLOGI
Osteonekrosis pada kaput femur atau sendi panggul biasanya kebanyakan terjadi pada dewasa
muda yaitu pada dekade ketiga dan dekade keempat kehidupan. Biasanya diagnosis ditegakkan
pada usia-usia tersebut dengan peningkatan insidensi dengan bertambahnya umur, di Amerika
terjadi sekitar 10.000 sampai 20.000 kasus baru tiap tahunnya dan diyakini 5-10% dilakukan
total hip arthroplasti setiap tahunnya untuk penyakit ini. Meskipun awalnya hanya salah satu
kaput femur yang terkena, namun dalam 2 tahun kemudian lebih dari 72% pasien akan
mengalami kelainan yang bilateral. Laki-laki biasanya lebih banyak terkena 3 kali lebih banyak
dari wanita. Pada

pasien-pasien yang di diagnosis dengan SLE, pasien yang terkena

osteonekrosis laki-laki 7/3 lebih banyak daripada wanita. Osteonekrosis juga bisa terjadi pada
30% pasien dengan penyakit kolagen dan anemia sel sabit pada masa hidupnya (Ansari ,
2012&Malizos, 2007).
C. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya, Avaskular Necrosis bisa di klasifikasikan menjadi (Bogdan, 2009):


1. Primer (idiopatik)
2. Sekunder, seperti:
Trauma
Pada kasus trauma, penyebab yang paling dimengerti adalah adanya gangguan pada vaskuler
kaput femur. Pada pasien dengan fraktur subcapital, vaskularisasi kaput femur hanya didapatkan
dari perfusi dari ligamentum teres dengan suplai darah 10-20% ke kaput femur. Pada pasien
dengan dislokasi sendi panggul, sirkulasi darah dari ligamentum teres terputus dan perfusi dari
kaput femur didapatkan tergantung dari tingkat keparahan kerusakan dari pembuluh darah
retinakular pada lokasi dislokasi kaput femur dan tekanan dari hematoma intrakapsularnya`.
Contoh kasus trauma (Solomon, 2001):
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Fracture of the femoral neck


Slipped capital femoral epiphysis
Proximal femoral epiphysiolysis
Dislokasi kaput femur
Kompresi epipisis
Trauma vaskular
Luka bakar
Paparan radiasi
Epiphyseal compression
Non trauma
Infeksi, seperti osteomielitis dan arthritis septic
Hemoglobinopati, seperti penyakit sel sabit
Penyakit Gauchers
Legg-Calv-Perthes disease
Penyakit Caisson seperti Dysbaric Osteonecrosis
Gangguan koagulasi, seperti trombofilial, hipofibrinolisis, hipoliproteinemia, trombositopenia

purpura
g. Penyakit lain, seperti Phertes diseases, alkoholisme, penggunaan kortikosteroid, syok
anafilaktik, kehamilan (diduga karena penurunan fibrinolisis).
D. ANATOMI
Os coxae menghubungkan os sacrum dengan Os femur dan merupakan penghubung tulang
antara batang tubuh dan ekstremitas inferior. Masing-masing os coxae terdiri dari tiga tulang : os
ilii, os ischii, os pubis. Os ilii merupakan bagian terbesar dari os coxae, terletak disebelah kranial
dan terdapat bagian kranial acetabulum, yakni lekuk sendiyang dalam aspek lateral os coxae

untuk bersendi dengan caput femoris. Os ichii membentuk bagian dorsokaudal acetabulum dan
os coxae. Os pubis membentuk bagian ventral acetabulum dan bagian ventromedial os coxae.

Os coxae menghubungkan os sacrum dengan femur dan merupakan penghubung tulang antara
batang tubuh dan ekstremitas inferior. Masing-masing os coxae terdiri dari tiga tulang : os ilii, os
ischii, dan os pubis. Os ilii adalah bagian os coxae terbesar di sebelah kranial dan padanya
terdapat bagian cranial acetabulum, yakni lekuk sendi yang dalam pada aspek lateral os coxae
untuk bersendi dengan caput femoris. Os ischii membentuk bagian dorsokaudal acetabulum dan
os coxae. Os pubis membentuk bagian ventral acetabulum dan bagian ventromedial os coxae.
Femur
Femur, tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh, meneruskan berat tubuh dari os coxae kepada
tibia sewaktu kita berdiri. Caput femoris menganjur kearah kraniomedial dan agak ke ventral
sewaktu bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris,
dan dua trochanter (trochanter major dan trochanter minor). Caput femoris dan collum femoris
membentuk sudut (115-1400) terhadap poros panjang corpus femoris; sudut ini bervariasi sesuai
umur dan jenis kelamin. Jika sudut ini berkurang keadaannya disebut dengan coxa vara; jika
sudtny bertambah keadaan disebut coxa valga.

Vaskularisasi caput femur


Suplai darah untuk caput femoris berasal dari:
a. Arteri obturatoria: arteri ini berasal dari arteri iliaca externa, atau merupakan arteria
obturator asessoria

dari arteri epigastrika inferior, lalu melintas melewati foramen

obturatur dan memasuki paha untuk membentuk ramus anterior dan ramus posterior.
Ramus posterior melepaskan ramus asetabularis yang memvaskularisasi caput femur.
b. Arteri sirkumfleksa medialis, arteri ini memasok darah terbanyak pada caput femoris dan
collum femoris. Pembuluh darah inimelintas disebelah dalam antara muskulus iliopsoas
dan muskulus pectinetus untuk mencapai bagian anterior paha.
c. Arteri sirkumfleksa lateralis, areri ini melintas ke lateral, disebelah dalam dari muskulus
rektus femoris, dan diantra cabang-cabang untuk caput femoris dan untuk otot-otot pada
sebelah lateral.

(sumber: Buchold, 2006).


Range of movement sendi panggul
Jenis
Pergerakan
Ekstensi
Flexi
Abduksi
Adduksi
Rotasi Interna

Range
Normal
5-200
0-1200
0-400
0-250
350

Sumber: David, 2005

Rotasi Eksterna

450

E. PATOFISIOLOGI
Bagian dari tulang yang rentan mengalami osteonekrosis adalah kaput femur, kondilus femur,
kaput humerus, kapitulum dan bagian proksimal dari skapoid dan thalus. Regio-regio
subartikular ini adalah bagian yang paling jauh dari wilayah vaskularisasi tulang dan diselubungi
oleh kartilago yang memberikan keterbatasan akses dari pembuluh darah. Lebih jauh lagi
Trabekula subkondrial disokong oleh endarteriol yang membatasi koneksi kolateral lanjut
(Solomon dkk, 2001).
Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya avaskular nekrosis pada daerah ini
adalah vaskular sinusoid yang memberikan nutrisi sum-sum dan sel-sel tulang, tidak seperti
arterial kapiler, tidak mempunyai lapisan adventisial dan patensinya ditentukan oleh volume dan
tekanan disekitar jaringan sum-sum tulang, yang mana ia sendiri dibungkus oleh tulang yang
sangat kuat dan sulit berekspansi. Fungsi sistem sangat penting sebagai kompartemen tertutup.
Perubahan lokal seperti penurunan volume darah, perdarahan atau pembengkakan sum-sum
tulang, yang mana akan menyebabkan siklus iskemia yang hebat, edema reaktif atau inflmasi,
peningkatan tekanan intraoseus dan iskemia yang lebih lanjut (Solomon dkk, 2001).
Proses-proses diatas bisa diawali dan dibedakan menjadi empat jalur yaitu lanjut (Solomon dkk,
2001):
1.
2.
3.
4.

Terputusnya suplai aliran darah local


Stasis vena dan terhambatnya arteriolar retrograde
Thrombosis intravascular
Kompresi kapiler dan sinusoid karena pembengkakan sum-sum tulang

Sel tulangakan mati setelah 12-48 jam mengalami anoksia. Selama masa ini, berbagai
perubahan histologik terlihat pada sum-sum tulang: kehilangan lemak pada sel,infiltrasi sel
inflamasi, edema sum-sum tulang, terbentuknya histiosit, dan penggantian jaringan sum-sum
tulang yang nekrotik dengan jaringan mesenkimal (Solomon, 2001).

Karakteristik gambaran dari nekrosis segmental adalah perubahan ke perbaikan tulang, dan
selama beberapa minggu pertama bisa terlihat pembuluh darah baru antara tulang yang
mengalami iskemik dan tulang yang masih hidup. Granulasi jaringan vaskular sangat
menguntungkan untuk pertahanan trabekula dan tulang baru (Solomon, 2001).
Proses reparasi pembentukan tulang baru sangat lambat dan mungkin tidak membantu selama
yang terbentuk hanya sekitar dari 8-10 mm ke zona nekrosis. Seiring berjalannya waktu, mulai
terjadi kegagalan structural sehingga terjadi nekrosis segmen. Biasanya berawal dari garis fraktur
tangensial yang tertutup ke permukaan sendi. Patahan bisa memecahkan tulang rawan sendi dan
bisa menyebabkan nekrosis ditempat ini. Pada stadium akhir, fragmentasi tulang yang nekrosis
menyebabkan deformitas dan detruksi permukaan sendi (Solomon, 2001).
Pada akhirnya, ketika diagnosis sudah ditegakkan berdasarkan perubahan gambaran pada foto
rontgen, osteonekrosis berakhir sebagai tulang yang kolaps. Saat ini, paramedic lebih mungkin
bisa mendiagnosis avaskular nekrosis lebih awal karena sudah adanya MRI (Solomon, 2001).
Patofisiologi avaskular nekrosis secara umum.

Penyakit-penyakit non traumatic seperti penyakit sel sabit, penyakit disbarik, trombositopenia
dan emboli lemak bisa menyebabkan oklusi arteri yang berlanjut menjadi edema sum-sum
tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya kompresi pada sinusoid. Selain hal diatas, hal lain yang
bisa menyebabkan kompresi sinusoid adalah penyakit Gaucher, tuberculosis, penggunaan
cortisone atau alcohol, dan iskemia karena disbarik. Semua penyakit dan kondisi ini
menyebabakan stagnasi vaskuler sehingga menghambat vaskularisasi pada kaput femur.
Sumber: Solomon, 2001.

Patofisiologi Avaskular Nekrosis Karena Trauma

Pada kasus trauma, penyebab yang paling dimengerti adalah adanya gangguan pada vaskuler
kaput femur. Pada pasien dengan fraktur subcapital, vaskularisasi kaput femur hanya didapatkan
dari perfusi dari ligamentum teres dengan suplai darah 10-20% ke kaput femur. Pada pasien
dengan dislokasi sendi panggul, sirkulasi darah dari ligamentum teres terputus dan perfusi dari
kaput femur didapatkan tergantung dari tingkat keparahan kerusakan dari pembuluh darah
retinakular pada lokasi dislokasi kaput femur dan tekanan dari hematoma intrakapsularnya`.

Mikrofraktur berulang pada segment weight-bearing dari femur bisa menyebabkan lesi vaskular
yang multiple sehingga terbentuk iskemia dengan tulang yang fragile dan sulit sembuh.

Patofisiologi Avaskular Nekrosis Non Traumatik


a. Abnormalitas koagulasi
Penelitian yang telah dilakukan oleh Jones mempostulatkan bahwa aktivasi koagulasi dengan
berbagai penyakit dasarnya bisa menyebabkan perubahan yang meningkatkan faktor resiko
terjadinya iskemik sehingga menghasilkan thrombosis intraoseus dan nekrosis tulang. Suatu
penerlitian oleh Korompilias dan kawan-kawan menunjukkan bahwa 83% prevalensi
gangguan trombofilik atau hipofibrinolisis terjadi pada pasien dengan osteonekrosis. Pasien
yang ditemukan mempunyai defisiensi protein antikoagulan C dan S , resistensi aktivasi
protein C (APCR), antibody antiphosfolipid, antikoagulan lupus atau lipoprotein
hipofibrinolitik. Defisiensi protein C dan C

meningkatkan aktivasi prokoagulan karena

penurunan inaktivasi dari faktor protrombotik Va dan VIIIa (Crane, 2007).


Penelitian terbaru menunjukkan bahwa koagulasi intravascular adalah jalur utama yang
menyebabkan emboli lemak yang mengakibatkan osteonekrosis nontraumatik. Fatty
osteocytic necrosis terbentuk dan berlanjut menjadi gambaran klasik degenerasi iskemik dari
osteosit dan adiposit yang mengalami nekrotik ketika ambang iskemik telah terlewati. Hasil
dari statis vaskular, hiperkoagulabiliti, kerusakan endotel dan koagulasi intravaskuler,
terutama jika terjadi vasokonstriksi subkondral dan fibrinolisis sekunder. Sejak emboli lemak

dihubungkan dengan koagulasi intravaskuler yang difus pada Shwartzman phenomenon,


osteonekrosis bisa terjadi pada anak (Crane, 2007).
b. Legg calve perthes disease
Factor yang memicu terjadinya penyakit ini belum diketahui, tetapi pathogenesis
terutama terjadi karena iskemia kaput femur.
Sampai umur 4 bulan kaput femur mendapatkan suplai darah dari:
1. Pembuluh darah metafisis yang menembus lempeng epifisis
2. Pembuluh darah epifiseal lateral yang masuk didalam retinakulum
3. Vaskularisasi yang kecil di dalam ligamentum teres.
Pembuluh darah metafisis aka berkurang secara perlahan dan pada umur 4 tahun sampai 7 tahun
akan menghilang tetapi setelah itu maka pembuluh darah dari ligamentum teres bertembah
(Charudin,2007).
Penghentian pertumbuhan epifisis secara temporer menyebabkan terjadinya avaskuler nekrosis
dari kaput femur. Hal ini menyebabkan terjadinya revaskularisasi perifer. Kondisi ini berpotensi
untuk menimbulkan penyakit legg-calve-perthes diseases.
c. Penyakit sel sabit
penyakit sel sabit adalah Gangguan genetik dimana sel darah berisi hemoglobin yang abnormal.
penyakit ini seringkali dijumpai pada gen homozigot, tapi juga bisa pada anak dengan gen
heterozigot dengan HbS/hemoglobinopaty C dan HbS/thalasemia. konsentrasi hemoglonin pada
sel darah merah yang abnorl ini sangat rendah sehingga penderita rentan mengalami hipoksia.
pada gangguan menetap, gejala utama yang tampak adalah kombinasi dari anemia hemolitik
kronik dan kecendrungan bentuk sel darah ini akan mengurangi aliran darah kapiler dan
sewaktu-waktu bisa menimbulkan trombosis intrakapiler. perubahan lain yang terjadi adalah
trabekular menajdi kasar, infark pada sum-sum tulang, periostitis dan osteonekrosis.

Faktor arteri intraoseos yang terjadi pada kelainan ini bisa memblok mikrosirkulasi dari caput
femur melalui mikroemboli sirkulasi (Bogdan, 2009).
d. Drug induce necrosis
Alkohol, kortikosteroid, obat imunosupresan dan sitotoksik baik itu yang digunakan sendiri atau
kombinasi bisa menyebabkan non-traumatik osteonekrosis. pada kasusu ini, tidak hanya jumlah
obat yang diminum, tapi juga seberapa lama obat tersebut dikonsumsi sangat berpengaruh
terhadap kejadian osteonekrosis. Dosis kumulatif dari prednisone 2000 mg yang dikonsumsi
selama beberapa tahun seperti pada pengobatan artritis lebih mungkin menyebabkan
osteonekrosis daripada penggunaan langsung dengan jumlah dosis yang sama pada pemberian
setelah melakukan transplantasi organ (Solomon, 2001).
Patofisilogi bagaimana steroid bisa menyebabkan osteonekrosis masih belum bisa dimengerti
secara sepnuhnya. ada beberapa hipotesa yang di ajukan seperti hipertrofi sel lemak, embolisasi
lemak, intravaskular koagulasi dan apoptosis osteosit dengan hasil akhir yang mirip yaitu
penekanan vaskularisasi tulang dan sumsum tulang, meningkatkan iskemik jaringan tulang dan
akhirnya menyebabakan kolapsnya tulang.
Pada suatu penelitian pada kelinci yang diberikan steroid menunjukkan bahwa Emboli sel lemak
dan hipertrofi sel lemak menyebabakan obliterasi vaskular bagian subkondral kaput tulang femur
dan humerus. Hasil lainnya adalah hipertrofi sel lemak akan menyebabkan ekspansi volume sel
yang akan menurunkan perfusi darah dan meningkatkan resiko terjadinya avaskular nekrosis.
Selain itu, deposit emboli lemak pada pembuluh darah subkondral dan sinusoid memicu aktivasi
komplemet sehingga terjadi deposisi kompleks imun dan aktivasi prosese trobotik yang akan
menyebabkan avaskular nekrosis.
Steroid juga diduga menginduksi terjadinya apoptosis osteosit.
e. Caisson disease dan dysbaric osteonecrosis
Dibawah tekanan udara yang meningkat, darah dan jaringan lain (terutama lemak) menjadi
supersaturasi dengan nitrogen, jika dekompresi terlalu cepat maka gas akan dilpaskan sebagai

gelembung-gelembung yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal, fenomea amboli


generalisata dan koagulasi intrakapiler. kompresi yang lebih lama bisa juga menyababkan edema
sel lemak disum-sum tulang dan menurunkan aliran darah intramedulari ( Solomon, 2001).
f. Gaucher disease
Pada penyakit keturunana ini, terjadi keabnormalan pada penyimpanan glukocerebroside
pada makrofag di sistem retikuloendotelial ( liver, spleen dan sum-sum tulang) dimana sel-sel
Gaucher berakumulasi. Hal ini menyebabkan iskemia tulang yang akan meningkatkan
volume sel dimedula dan penekanan sinusoid. selain itu juga mengakibatkan emboli dan
meningkatkan viskositas darah.
g. Infeksi
Faktor ekxtraoseus extravaskular melibatkan tamponade dari pembuluh darah epi-physeal
yang berlokasi di mmbran synovial, melalui peningkatan tekanan intrakapsular. Hal ini
terjadi pada trauma, infeksi, dan arthritis, menyebabkan efusi yang berefek pada suplai darah
ke epifisis (Bogdan, 2009).
F. KLASIFIKASI AVASKULAR NEKROSIS
Klasifikasi Ficat dan Arlet
Ficat dan Arlet mengklasifikasikan nekrosis avaskular berdasarkan temuan radiographic menjadi
4 stadium. Klasifikasi ficat
Stadium awal
0 preklinik
I preradiograf
II prekolaps
Transisi
III kolaps

Gambaran klinik
0
+
+
++

Radiograf
0
0
Difus porosis, sklerosis, kista
Pendataran, Cresent Sign
Broken contour, ruang antar

IV osteoarthritis

+++

sendi normal
Flattened Countour,
penyempitan ruang sendi,
caput femur kolaps

Stadium Enneking's Osteonekrosis:

StadiumNyeri Radiograf
I

Tidak Ada

Slight Increased Density

II

Tidak Ada

Reactive Rim

III

Kadang-Kadang

Crescent Sign

IV

Timpang

tahap pendataran

Terus Menerus

kolaps

VI

Berat

Deformitas

Steinberg dan kawan-kawan memperluas sistem stadium ini dengan membagi lesi stadium III
menjadi caput femoral dengan atau tanpa kolaps atau hips dengan atau tanpa keterlibatan
asetabular. Sebagai tambahan, mereka mengkuantitaskan jumlah keterlibatan kaput femoral
berdasarkan radiograf menjadi ringan (<15%), moderate (15-30%) dan berat (>30%).

Klasifikasi Steinberg

Shimizus classification.
Grade 1 .
Lesi terdapat di 1/3 medial weight bearingsurface dari kaput femur. Lesi ini jarang berkembang
menjadi tulang yang kolaps.
Grade 2.
Lesi ini melibatkan kurang dari diameter koronal kaput femur dan hanya menyertai 1/3 medial
dari weight bearing surface. Lesi ini jarang berkembang menjadi tulang yang kolaps
Grade 3.
Lesi melibatkan dari diameter kaput femur dan disertai 1/3-2/3 weight bearing surface dan
berkembang menjadi lesi yang kolaps pada 30% pasien.
Grade 4.
Lesi melibatkan 2/3 dari weight bearing surfacedari kaput. Lesi collaps pada 70% pasien selama
selama 3 tahun.

Akan tetapi saat penatalaksanaan, klasifikasi dibedakan menjadi tiga:

G. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


Anamnesa
Nekrosis avaskular bisa asimptomatik pada stadium awal dan adakalanya ditemukan melalui
pemeriksaan radiografi.
Nyeri pada sendi yang di gambarkan sebagai nyeri yang berdenyut-denyut, dalam dan sering,
kadang intermitten dalah hal yang paling sering dikeluhkan pasien. Pasien dengan nekrosis
avaskular pada caput femur sering dilaporkan mengerang atau panggulnya sangat nyeri yang
menyebar sampai ke pantat, paha anteromedia, atau kaki yang dieksaserbasi oleh gerakan berdiri
aau batuk. Nyeri awalnya terasa ringan tapi memburuk secara progresif. Nyeri bisa timbul
dengan cepat saat istirahat atau kadang memburuk saat malam (Bogdan,2009).
Pemeriksaan fisik
Biasanya temuan awal tidak memberikaan gambaran spesifik, tapi pada stadium selanjutnya,
fungsi sendi akan memburuk dan diikuti oleh tanda berikut;
1. Pasien berjalan pincang dan mengalami keterbatasan gerak, baik itu aktif atau pasif.
Seringkali mengalami keterbatasan pada gerak fleksi, abduksi, rotasi internal, khususnya
setelah kolapsnya kaput femur.
2. Pasien bisa mengalami nyeri tekan disekitar area yang mengalami nekrosis
3. Bisa terjadi deficit neurologis

4. Bunyi clik bisa terdengar ketika pasien berdiri dari duduk atau setelah melakukan
rotasi eksternal.
5. Penyakit lain bisa meningkatan deformitas sendi dan kelemahan otot.
Pemeriksaan penunjang
Imaging
a. Foto rontgen
Gambaran radiologi yang bisa terlihat adalah sclerosis dan perubahan pada densitas
tulang. Seiring dengan perjalanan penyakit, garis subkondral radiolusen (cresent sign),
pendataran atau kolapnya caput femur bisa tertlihat.
b. CT scan digunakan untuk membedakan tingkat perkembangan dari penyakit ini seperti
lusen pada subkondral dan sklerosis pada stadium reparative.
c. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang paling sensitive pada avaskular nekrosis.
d. Biopsy tulang
e. Pemeriksan ini tidak rutin dilakukan karena pemeriksaan ini adalah tindakan invasive.
Biasanya digunakan setelah analisa fragment tulang diekstraksi .
f. Tes uji fungsi hemodinamik
Selama tahap awal dari nekrosis iskemik, tekanan intramedulary biasanya meningkat.
Fenomena ini paling mudah dilihat pada kaput femur. Sebuah kanul dimasukkan
kedaerah metafisis yang memungkinkan untuk dilakukan pengukuran tekanan.
Pengukuran tekanan dilakukan saat istirahat dan setelah injeksi cepat saline. Normal
tekanan yang terukur adalah 10-20mmHg, meningkat sekitar 15mmHg setelah
diinjeksikan saline. Pada osteonekrosis awal, kedua tekanana intramedulary dan respon
pada penginjeksian salin bisa meningkat tiga-empat kali lipat (Solomon, 2001).
H. DIAGNOSIS BANDING
Osteoporosis
Untuk menegakan diagnosis osteoporosis, diperlukan pendekatan yang sistematis, terutama
untuk menyingkirkan osteoporosis sekunder. Sebagaimana penyakit lain, diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan radiologi dan kalaau perlu biopsy tulang.
Anamnesis
Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi pasien osteoporosis. Kadang-kadang,
keluhan utama dapat langsung mengarah kepada diagnosis.

Faktor lain yang harus ditanyakan juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama,
penurunan inggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, asupan ca, fosfor dan
vitamin D, latihan teratur yang bersifat weight-bearing.
Obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu yang lama juga harus diperhatikan. Merokok
dan alcohol juga merupakan faktor resiko osteoporosis. Penyakit-penyakit lain yang harus
ditanyakan yang juga berhubungan dengan osteoporosis adalah penyakit ginjal,, saluran cerna,
hati, endokrin dan insufisisensi pancreas.Riwayat haid, umur menarke dan menopause,
penggunaan obat-obat kontrasepsi juga harus diperhatikan. Riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga harus diperhatikan, karena ada beberapa penyakit tulang metabolic yang
bersifat herediter.
Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian juga
dengan gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal dan apakah terdapat jaringan parut
pada leher(bekas oprasi tiroid?).
Hipokalsemia ditandai oleh iritasi muskuloskletal, yang berupa tetani. Biasanya akan didapat
adduksi jempol tangan, fleksi sendi MCP dan ekstensi sendi-sendi IP.
Pada pasien hipoparatiroidisme idiopatik, pemeriksaan harus mencari tanda-tanda sindrom
kegagalan poliglandular.
Pada pasien hiperparatiroidisme primer, dapat ditemukan band keratoplasty akibat deposisi Ca
fosfat pada tepi limbic kornea.
Pasien dengan osteoporosis sering menunjukan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi
badan. Selain itu juga didapatkan protuberansi abdomen, spasme otot paravertebral dan kulit
yang tipis.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis ini untuk menilai densitas massa tulang

sangat tidak sensitive.

Seringkali penurunan densitas massa tulang spinal lebih dari 50% belum memberikan gambaran
radiologic yang spesifik.

Gambaran radiologic yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah
trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan
gambaran picture-frame vertebra.

Sumber; Solomon, 2001.


- Osteoarthritis
- Trauma
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan avaskular nekrosis adalah untuk menjaga sendi dari kerusakan
karena nyeri yang berat dan keterbatasan gerak yang bisa terjadi dalam jangka waktu 2 tahun jika
tidak ditatalaksanai (Bogdan, 2009).
Ada beberapa pilihan yang bisa dipilih dalam memberikan terapi, dengan mempertimbangkan
usia pasien, stadium penyakit, lokasi dan jumlah tulang yang terlibat,dan penyakit yang
mendasari terjadinya avaskular nekrosis.
Ada beberapa terapi konservatif dan operatif untuk penatalaksanaan avaskular nekrosis. Terapi
konservatif bisa diberikan secara mandiri atau kombinasi, tapi bisanya membutuhkan jangka
waktu yang lama dalam memberikan perbaikan. Kebanyakan pasien akan secepatnya
membutuhkan terapi operatif untuk menunda progresifitas penyakit, atau bahkan pasien
membutuhkan terapi penggantian sendi yang permanen (Bogdan 2009&Solomon 2001).
Penatalaksanaan Berdasarkan Klasifikasi Ficat

TERAPI NON OPERATIF


Pada beberapa kasus, penurunan

berat

badan,

pembatasan

aktifitas

bisa

memperlambat kerusakan yang disebabkan oleh avaskular nekrosis sehingga bisa


terjadi penyembuhan secara alami. Melindungi berat badan bisa efektif ketika
segment yang terlibat kurang dari 15% dan lokasinya jauh dari regio penyangga tubuh
-

(Bogdan 2009).
Latihan pergerakan membantu mempertahankan fungsi sendi.
Menggunakan obat-obatan penghambat osteoklas seperti biposfonat (Alenderonat)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan biposfonat pada penyakit
avaskular nekrosis cukup baik karena mempunyai efektivitas sebagai antiresorptif dan
antiinflamasi yang akan menghalami perburukan kerusakan tulang yang disebabakan
oleh nekrosis dan apoptosis osteositik. alenderonat juga bisa meningkatkan densitas
mineral tulang (Agarwala, 2009).

TERAPI OPERATIF
a. Penatalaksanaan avaskuler traumatik
Nekrosis kaput femur yang diikuti oleh fraktur atau dislokasi sendi panggul biasanya berakhir
dengan tulang yang kolaps. Pasien yang berumur kurang dari 40 tahun bisa ditatalaksanai dengan
osteotomi dengan atau tanpa bone graft dari segmen nekrosis, sedangkan yang berumur lebih tua
harus dilakukan penggantian sendi secara total atau parsial.
b. Penatalaksanaan avaskular non traumatic
- Avaskular nekrosis awal
Grade I
Lesi pada grade ini progresnya sangat lambat. Hampir semua tatalaksana dibutuhkan untuk terapi
simptomatik dan menenangkan hati penderita. Dokter harus memantau selama beberapa tahun
apakah ada progresifitas atau perubahan.
Core decompression dicapai dengan membuang garis terdalam tulang dan mengurangi tekanan
pada sendi, menurunkan perburukan vaskular dan inflamasi serta menghindari syndrome
kompartemen. Terapi ini meningkatkan proses substitusi kreping dan juga mendorong
terbentuknya pembuluh darah baru dengan meningkatkan aliran darah ke tulang. Hal ini
diindikasikan pada orang dengan avaskular nekrosis stadium awal, sebelum caput kolaps dan
ketika kerusakannya kurang dari 30%. Dekompresi inti juga efektif untuk mengurangi nyeri dan
membantu memperlambat kabutuhan untuk dilakukan arhroplasty.

Bone graft menggunakan tulang yang sehat dari satu bagian tubuh pasien dan ditransplantasikan
ke area yang sakit. Setelah gagal dari non-vascularized grafts, sekarang ada vascular grafts
termasuk arteri dan vena, meningkatkan suplai darah ke area yang sakit. Bone graftingbisa
dikombinasi dengan dekompresi inti, berkerja bersama untuk menghentikan siklus iskemia. Hal
ini diindikasikan pada stadium awal dari penyakit dan ketika hal ini sukses, ia bisa dipastikan
memiliki harapan hidup yang lama dari kaput femur. Jika tidak suskses, prosedur memungkinan
pasien untuk mempertahankan pilihan total hip arthroplastykedapannya.

Grade II dan III


Lesi grade ini mempunyai prognosis yang buruk. Pada pasien yang lebih muda osteotomi adalah
pilihan. X-ray dan CT scan bisa menunjukkan dimana letak segment yang mengalami nekrosis
sehingga terapi osteotomi bisa dilakukan dengan benar. Pasien dengan usia yang lebih lanjut bisa
dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi penggantian sendi secara parsial atau total.
Osteotomi adalah prosedur dimana tulang dibentuk kembali untuk mengurangi stress pada area
yang sakit. Teknik ini membutuhkan periode penyembuhan yang lama dan pembatasan aktifitas
selama 3 -12 bulan setelah operasi. Prosedur ini paling efektif untuk pasien dengan advanced
avascularnecrosisdan area kerusakan tulang yang luas. Intertrochanteric dan transtrochanteric

rotational osteotomies bertujuan untuk membawa area tulang dan kartilago pada area penyangga
tubuh pada kaput femur dan pada sat yang sama memperbaiki suplai darah (biotrphic
effect)dilakukan pada stadium II atau III dari criteria Ficat-Arlet, tapi harus dibatasi pada pasien
dengan Kerboul necrotic angle (jumlah sudut squestrum pada sisi antero-posterior dan lateral Xray 2000).

Avaskular nekrosis lanjut


Grade IV
Pasien dengan lesi pada grade III dan IV mengalami avaskular nekrosis yang sudah lanjut
dengan atau tanpa kolapsnya tulang membutuhkan terapi operatif rekonstruktif seperti osteotomi
dengan atau tanpa bone grafting, atau penggantian sendi secara total.
Arthroplasty.Penggantian sendi secara total adalah pilihan pada stadium terakhir dari avaskular
nekrosis atau ketika sendi tidak bisa kembali seperti semula. Pada stadium ini kaput femur sudah
kolaps atau proses detruksi sudah mencapai asetabulum, sehingga terapi penggantian sendi total
sudah diindikasikan. Terapi yang dapat diberikan adalah resurfacing arthroplasty,
hemiarthroplasty, dan total hip arthroplasty.

Arthroplasti dibedakan menjadi dua jenis yaitu:


1. Artroplasti eksisi, merupakan keadaan dimana sendi palsu dibentuk dengan cara eksisi
kaput femur dan ruangan sendi diisi dengan massa jaringan lunak ( misalnya otot gluteus
medius).
2. Pemakaian prosthesis, yaitu ada dua half joint replascement

dan total replacement

arthroplasty. half joint replascement adalah penggantian salah satu bagian tulang sendi
dengan alat sintesis, sedangkan total replacement arthroplasty adalah suatu operasi
penggantian kaput dan permukaan sendi secara total, biasanya dilakukan pada sendi
panggul, lulut atau siku dan kadanglaka pada sendi bahu.

J. PENCEGAHAN
Kejadian Avaskular nekrosis bisa diturunkan dengan mengurangi resiko seperti menghindari
trauma, menggunakan steroid secara hati-hati hanya ketika perlu dan dengan dosis yang
minimal, hindari alcohol, mencegah timbulnya anoksia pada penderita hemoglobinopati
(Solomon, 2001).

Daftar Pustaka
Ansari , 2012. Avascular Necrosis of the Femoral Head: A Case Report with Emphasis
onImaging Findings. NJR / VOL 2 / No. 2/ ISSUE 3
Malizos, 2007. European Journal of Radiology. Osteonecrosis of the Femoral Head: Etiology,
Imaging And Treatment. Vol 63 1628
Solomon, warwick dkk, 2001. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Oxford

Bogdan, 2009. A Journal of Clinical Medicine,. Avascular necrosis of the Femoral Head . Volume
4 No.1
Chan, 2012. The Open Orthopaedics Journal, Glucocorticoid-Induced Avascular Bone Necrosis:
Diagnosis and Management .Vol 6, 449-457
Buchold, 2006. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 6th Edition: Lippincott Williams & Wilkins
Agarwala, 2009. The use of alendronate in the treatment of avascular necrosis of the femoral
head. VOL. 91-B, No. 8

Anda mungkin juga menyukai