Anda di halaman 1dari 37

PNEUMOMEDIASTINUM

Abdul Mu’ti, Luthfy Attamimi, Achmad Dara, Sri Asriyani,


Dario A.Nelwan, Erlin Sjahril

Pneumomediastinum atau disebut juga emfisema mediastinum,

didefinisikan sebagai adanya udara atau gas bebas yang diketemukan pada

struktur mediastinum. Istilah pneumomediastinum pertama kali dikemukakan

oleh Laennec pada tahun 1819, yang menurutnya akibat beberapa faktor

predisposisi dari jejas traumatik. Kasus pneumomediastinum spontan

pertamakali dilaporkan pada tahun 1939 oleh Louis Hamman, dengan tanda
1,2,4,8
patognomonik yang kemudian diberi nama Hamman’s sign.

Pneumomediastinum dapat terjadi secara spontan, oleh beberapa

penyakit atau proses lainnya yang mendasari (disebut pneumomediastinum

spontan atau emfisema mediastinum medis), atau terjadi sekunder karena

trauma, tindakan operasi, atau karena prosedur diagnostik atau terapeutik.

Namun pneumomediastinum jarang menimbulkan komplikasi klinis yang

signifikan. Yang lebih sering malah kondisi-kondisi terkait yang mendasari

atau pencetus pneumomediastinum itulah yang dapat menjadi penyakit


1,3,4,8
penyebab yang signifikan.

Pneumomediastinum cukup jarang ditemukan, sehingga literatur yang

berkaitan dengan pneumomediastinum lebih merupakan laporan kasus

individu atau seri kasus kecil dan retrospektif yang ditemukan di lapangan.

1 Pneumomediastinum
Angka kejadian yang kelihatan meningkat dalam laporan-laporan terbaru

sebenarnya mungkin lebih mencerminkan pengetahuan medis dan akses


2,8
pemeriksaan yang lebih baik terhadap kondisi ini.

Kasus-kasus pneumomediastinum dapat menyulitkan karena memiliki

beragam penyebab intrathoracal dan extrathoracal, sekaligus menunjukkan

temuan radiologik yang sulit untuk dibedakan dari entitas penyakit lain.

Idenstifikasi pneumomediastinum biasanya cukup dengan radiografi

konvensional. Namun dengan meningkatnya penggunaan CT-scan thorax

dalam evaluasi awal kasus trauma maka temuan yang tidak terlihat pada foto
9,10,11
thorax semakin diidentifikasi .

EPIDEMIOLOGI

Pneumomediastinum adalah kondisi langka, yang seringkali hanya

didapati pada lini pertama penanganan pasien di rumah sakit. Dalam studi

Newcomb & Clarke (2005) dilaporkan insidensi pneumomediastinum pada 1

diantara 29670 presentasi gawat darurat, yang dihitung berdasarkan data

kegiatan tahunan pada unit gawat darurat di Austin Hospital (Braitberg, 2005,
2,8
sumber pribadi) dan Box-Hill Hospital (MacLean, 2005, sumber pribadi).

Dalam review oleh Chalumeau et al (2001) yang dikutip Carolan

(2012), disebutkan kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 per 800

hingga 1 per 42.000 pasien anak yang datang ke unit rawat darurat rumah

2 Pneumomediastinum
sakit. Esayag et al (2008) melaporkan studi di Israel yang menunjukkan

kejadian pneumomediastinum spontan pada 1 dari 41.600 rujukan ke unit


8,9,13
gawat darurat dan pada 1 dari 15.500 kasus rawat inap.

Sedangkan Chen et al (2009), menemukan 23 kasus

pneumomediastinum spontan pada penelitiannya di Kaohsiung Medical

University Hospital sepanjang Januari 2004 hingga Desember 2007 yang

mencakup 14.000 kunjungan di unit gawat darurat dan 68.000 kunjungan di

fasilitas rawat jalan pediatrik. Demikian pula Lee et al (2009) yang dikutip

Carolan (2012), melaporkan hasil studi pada Children’s Medical Center di

China Medical University Taiwan, yang memaparkan kejadian

pneumomediastinum spontan pada anak-anak sekitar 1 per 8.302 kunjungan


8,16
ke unit gawat darurat pediatrik.

Pneumomediastinum dilaporkan terjadi hingga 10% dari kasus trauma

tumpul thorax. Sebagian kecilnya (sekitar 2%) disebabkan oleh ruptur

tracheobronchial dan cedera esophagus (esophageal-tear). Lebih dari 95%

kasus pneumomediastinum timbul dari ruptur alveolar akibat trauma thorax

(primary lung trauma), peningkatan tekanan ventilasi positif (positive pressure

ventilation), atau keduanya. Namun Damore dan Dayan (2001) yang dikutip

Carolan (2012) melaporkan ada 29 kasus pneumomediastinum yang

ditemukan dalam studinya selama periode 10 tahun yang tidak ada

hubungannya dengan trauma, intubasi atau prosedur bedah Penelitian

3 Pneumomediastinum
kohort oleh Stack et al (1996) yang dikutip Carolan (2012) melaporkan

kejadian 0,3% dari pneumomediastinum dalam hubungan dengan asma yang


5,8,18
datang ke institusi mereka selama periode 10 tahun.

Dalam penelitian lainnya didapatkan pneumomediastinum lebih

banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita. Damore dan Dayan (2001)

yang dikutip Carolan (2012) melaporkan 69% dari pasiennya adalah laki-laki,

dan Esayag et al (2008) mencatat angka 77% dari kelompok ini, meskipun

Stack et al (1996) yang dikutip Carolan (2012) melaporkan tidak ada

perbedaan jenis kelamin yang diamati dalam penelitian kohortnya.

Pneumomediastinum traumatik lebih banyak terjadi pada laki-laki, ini

mencerminkan kecenderungan aktivitas yang akan meningkatkan resiko

terjadinya trauma dan kecelakaan, misalnya sering menyelam atau sering

melakukan pekerjaan yang menahan nafas (misalnya aktivitas atletik, angkat


3,8,9,13,15
berat).

Pneumomediastinum lebih sering didapatkan pada kelompok usia

muda. Esayag et al (2008) melaporkan usia rata-rata pasien adalah 19 tahun

(kisaran 2-72 tahun), sedangkan Stack et al (1996) yang dikutip Carolan

(2012) menyebutkan usia rata-rata pasien yang terkena adalah 11 tahun. Lee

et al (2009) yang dikutip Carolan (2012) melaporkan distribusi bimodal,

dengan kasus terjadi pada anak-anak berusia lebih muda dari 4 tahun dan

pada remaja berusia 15-18 tahun. Sementara penelitian lain menyebutkan

4 Pneumomediastinum
prevalensi puncak pneumomediastinum spontan terlihat dalam dekade
1,2,8,9,13,15
keempat usia.

Hal tersebut mungkin mencerminkan keterlibatan dalam kegiatan yang

meningkatkan risiko untuk terjadinya pneumomediastinum, seperti menyelam

atau aktivitas fisik berat. Penyebab ruptur bleb pada pneumomediastinum,

yang seperti halnya pada kejadian pneumothorax banyak didapati pada

kelompok usia muda, dianggap sebagai salah satu sebabnya. Demikian pula

aktivitas seperti olahraga atau pertunjukan alat musik yang yang menjadi
3,8
gaya hidup generasi muda.

Distribusi usia untuk pneumomediastinum yang terjadi sekunder dalam

hubungannya dengan proses penyakit tertentu mencerminkan profil usia

penyakit tertentu. Kekuatan batuk individu, muntah, dan Valsava manuver

(yang dapat menyebabkan pneumomediastinum) melemah sejalan usia, yang

menjadi alasan terjadinya penurunan prevalensi pneumomediastinum yang

berkaitan dengan usia. Namun pneumomediastinum spontan juga

diketemukan pada sekelompok kecil pasien lebih muda yang tidak memiliki
2,8
riwayat suatu peristiwa pemicu yang jelas.

Mortalitas dan morbiditas terkait dengan pneumomediastinum

umumnya disebabkan keadaan penyakit yang mendasarinya.

Pneumomediastinum biasanya merupakan kondisi terbatas yang jarang

menghasilkan gejala signifikan atau mengancam jiwa, dan tidak akan

5 Pneumomediastinum
menyebabkan kematian. Namun angka mortalitas yang ada hubungannya

dengan pneumomediastinum ini bisa meningkat, bahkan sangat tinggi

sampai 50-70% didapati pada sindroma Boerhaave (ruptur esophageal pasca


8
muntah) .

Faktor predisposisi lain yang ada hubungannya dengan rerata

mortalitas yang tinggi meliputi trauma (baik trauma akibat benda tumpul atau

tusukan, terutama dengan jejas kecepatan tinggi), asma dan perforasi

trakheobronkhial. Dilaporkan sekitar 10% dari pasien yang mengalami trauma


8
thorax mengalami pneumomediastinum.

Morbiditas yang paling sering disebabkan oleh pneumomediastinum

adalah gejalagejala seperti nyeri dada, perubahan suara dan batuk. Pseudo-

tamponade kadang menyebabkan penurunan cardiac output. Kompressi

laringeal biasanya menyebabkan terjadinya stridor. Emboli udara (gas) jarang


8
dilaporkan.

ANATOMI

Mediastinum merupakan daerah diantara paru kanan dan paru kiri

termasuk pleura mediastinalis. Di depan dibatasi oleh sternum, di belakang

oleh vertebra thoracalis, dan memanjang dari apertura thoracicus superior

(thoracic-inlet) sampai apertura thoracicus inferior (diafragma). Pada kedua


9,14
sisinya mediastinum dibatasi oleh pleura mediastinalis (pleura parietalis) .

6 Pneumomediastinum
Gambar 1. Gambar anatomik mediastinum tampak depan
(Dikutip dari Kepustakaan 21)

Namun garis batas ini tidak membatasi berbagai lapisan jaringan ikat,

pembuluh darah, dan struktur anatomi lain yang berasal dari daerah cervical

maupun diafragma masuk melintasi mediastinum. Rongga viseral di leher

yang terletak di tengah dan di antara fascia cervical melanjut melalui aperture

thoracic superior, dan menghubungkan mediastinum dengan submandibular-

space, retropharyngeal-space, dan vascular-sheath di leher. Demikian pula

7 Pneumomediastinum
terdapat lapisan jaringan yang memanjang dari anterior mediastinum ke

ruang retroperitoneal melalui perlekatan sternocostal diafragma. Mediastinum

juga terhubung dengan ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia periaortik


9,14
dan periesofageal.

Mediastinum secara tradisional dibagi menjadi bagian superior dan

inferior, dengan bagian inferior yang kemudian dibagi lagi menjadi segmen

anterior, medius, dan posterior. Mediastinum superior meliputi ruang dari

apertura thoracic superior sampai ke dataran horisontal yang berada di atas

jantung. Mediastinum superior berisi serabut-serabut saraf yang menuju dan

meninggalkan mediastinum posterior. Mediastinum superior juga

mengandung suatu organ yang mempunyai gambaran khas yakni kelenjar

thymus Namun garis batas ini tidak membatasi berbagai lapisan jaringan ikat,

pembuluh darah, dan struktur anatomi lain yang berasal dari daerah cervical

maupun diafragma masuk melintasi mediastinum. Rongga viseral di leher

yang terletak di tengah dan di antara fascia cervical melanjut melalui aperture

thoracic superior, dan menghubungkan mediastinum dengan submandibular-

space, retropharyngeal-space, dan vascular-sheath di leher. Demikian pula

terdapat lapisan jaringan yang memanjang dari anterior mediastinum ke

ruang retroperitoneal melalui perlekatan sternocostal diafragma. Mediastinum

juga terhubung dengan ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia periaortik


9,14,19,20
dan periesofageal.

8 Pneumomediastinum
Mediastinum posterior terletak antara vertebra thoracal dan

perikardium posterior. Struktur ini berisi serabut-serabut saraf besar dan

organ-organ tubular, yang umumnya melewati mediastinum posterior secara

lurus. Mediastinum posterior dilintasi oleh nervus vagus yang terletak di

depan dan di belakangnya, aorta thoracic, vena azygos, dan vena

hemiazygos. Juga berisi trunkus simpatikus yang terletak lateral vertebra dan

di depan caput costa. Namun garis batas ini tidak membatasi berbagai

lapisan jaringan ikat, pembuluh darah, dan struktur anatomi lain yang berasal

dari daerah cervical maupun diafragma masuk melintasi mediastinum.

Rongga viseral di leher yang terletak di tengah dan di antara fascia cervical

melanjut melalui apertura thoracic superior, dan menghubungkan

mediastinum dengan submandibular-space, retropharyngeal-space, dan

vascular-sheath di leher. Demikian pula terdapat lapisan jaringan yang

memanjang dari anterior mediastinum ke ruang retroperitoneal melalui

perlekatan sternocostal diafragma. Mediastinum juga terhubung dengan


14,20
ruang retroperitoneum lewat lapisan fascia periaortik dan periesofageal.

Batas antara mediastinum posterior dan medius terletak pada bidang

frontal-anterior percabangan trachea, kira-kira setinggi hilus paru.

Mediastinum medius berisi jantung yang terletak di dalam cavum perikardium.

Terdapat pleura mediastinalis yang membungkus perikardium dan pada

kedua sisi diantaranya dapat ditemukan nervus phrenicus dan arteri

9 Pneumomediastinum
perikardiophrenika beserta venanya. Sedangkan mediastinum anterior adalah

celah yang terletak di depan jantung, antara perikardium dan dinding thorax,
14,20
dan berisi jaringan ikat.

Tabel 1. Komponen-komponen anatomic yang terdapat di mediastinum

(Dikutip dari Kepustakaan 22)

Zylak mengembangkan metode lain dalam pembagian mediastinum,

dengan membagi mediastinum menjadi tiga kompartemen memanjang

membentang tidak terputus dari level thoracic inlet sampai ke level diafragma.

Kompartemen mediastinum anterior (ruang prevascular) mencakup isi thorax

anterior hingga perikardium. Kompartemen mediastinum tengah (ruang

vaskuler) meliputi pericardium dan isinya bersama dengan pembuluh-

pembuluh darah besar. Kompartemen mediastinum posterior (ruang

10 Pneumomediastinum
postvascular) berisi trakea, esofagus, aorta descendens, dan vena
9,14
azygos.

Gambar 2. Gambar skematik pembagian mediastinum dalam


metode Zylak: anterior (A), tengah (M), dan posterior (P)
(Dikutip dari kepustakaan 9)

ETIOLOGI

Etiologi pneumomediastinum multifaktorial, para ahli umumnya

menyebutkan bahwa pneumomediastinum dapat disebabkan oleh

pneumomediastinum spontan (terjadi sebagai akibat penyakit sekunder atau

proses lainnya) dan dapat juga disebabkan oleh akibat sekunder dari trauma

thorax, endobronkhial atau esophageal, ventilasi mekanis atau bedah thorax


1,4
atau berbagai macam prosedur invasif lainnya.

11 Pneumomediastinum
Udara memasuki ruang mediastinum dapat berasal dari intrathoracic

dan extrathoracic. Penyebabnya bisa akibat ruptur alveoli dengan diseksi

udara ke dalam mediastinum, dari laserasi tracheobronchial-tree, dari saluran

pencernaan (utamanya esofagus), atau dari perluasan udara ekstraluminal ke

thoracal dari daerah leher, retroperitoneum, atau dinding thorax. Secara


14,17,18
umum terdapat 3 penyebab terjadinya pneumomediastinum, yakni:

Tabel 2. Penyebab pneumomediastinum berdasarkan sumbernya

Dikutip dari Kepustakaan 17

Ruptur alveolar, yang merupakan penyebab pneumomediastinum

yang paling sering, dapat terjadi oleh adanya tekanan intraalveolar yang

tinggi atau kerusakan pada dinding alveolar. Diawali oleh kelainan yang

mengarah ke emphysema paru interstitial, udara kemudian meluas ke sentral


18
di sepanjang bronchovascular-interstitial-sheath masuk ke mediastinum.

Mekanisme migrasi udara dari alveoli yang ruptur ke mediastinum ini

pertamakali dikemukakan oleh Macklin dan Macklin (1939) berdasarkan

12 Pneumomediastinum
percobaan pada binatang, dan telah dikonfirmasi peneliti lain bahkan dengan

menggunakan teknik imaging (CT-Scan). Macklin menyatakan bahwa dengan

perbedaan tekanan antara alveolus dan interstitium atau penurunan tekanan

interstitial perivaskular yang berlangsung cepat, atau karena overdistensi,

terjadi ruptur alveolus dan menyebabkan udara masuk ke selubung fascia

perivaskular dan peribronchial hingga ke hilus, kemudian bergerak menuju

mediastinum dan terakumulasi di dalamnya. Insuflasi lanjut dapat

menyebabkan meluasnya udara ke ruang retroperitoneum serta ke jaringan


1,2,3,4,9,12
subkutan leher dan axillar.

Penyebab tekanan alveolar yang tinggi termasuk obstruksi jalan napas

(misalnya pada penderita asma atau kemasukan benda asing ), pada

ventilasi mekanis (terutama dengan volume ventilasi besar atau dengan

tekanan akhir-ekspirasi yang tinggi), trauma tumpul, emesis (Boerhaave’

syndrome), buang air besar, atau manuver Valsava (misalnya selama partus),

bahkan dikaitkan dengan kasus batuk dalam penggunaan narkoba. Aktivitas

atletik berat, menyelam, terbang, dan persalinan juga menjadi faktor risiko

potensial. Sadarangani et al melaporkan kasus pneumomediastinum dipicu

oleh aktivitas olahraga angkat berat. Juga terdapat laporan kejadian


2,8
barotrauma saat melakukan tes fungsi paru (spirometri).

Sedangkan penyebab kerusakan dinding alveolar termasuk

pneumonitis , emfisema, fibrosis paru , dan sindrom gangguan pernapasan

13 Pneumomediastinum
(ARDS). Penyakit paru obstruktif (misalnya asma, bronkiolitis, aspirasi benda

asing, dan displasia bronkopulmonal) merupakan faktor risiko, terutama pada

pasien diintubasi dan diberikan ventilasi mekanik Riwayat asma bahkan

dilaporkan sebagai faktor pencetus pneumomediastinum yang mencapai

hingga 50 % kasus pada suatu penelitian. Fearon et al dan Vazquez et al

memberikan laporan kasus pneumomediastinum yang dikaitkan dengan

infeksi Mycoplasma. Hasegawa et al (2009) yang dikutip Carolan (2012)

melaporkan kasus pneumomediastinum spontan pada anak-anak yang


8,18
terinfeksi pneumonia saat pandemi virus influenza-A (H1N1) .

Tabel 3. Faktor-faktor risiko pneumomediastinum

(Dikutip dari kepustakaan 17)

Dalam proporsi yang lebih kecil, pneumomediastinum bisa disebabkan

oleh cedera tracheobronchial dan perforasi esophagus. Terjadinya bisa

akibat trauma, iatrogenik, atau berlangsung spontan. Udara yang masuk ke

mediastinum bisa berasal dari kepala atau leher (misalnya dari maxillofacial

injury, cedera laring, atau perlakuan trakeostomi), dari retroperitoneum

14 Pneumomediastinum
(misalnya, dari divertikulum yang perforasi atau ulkus duodenum), atau dari

dinding thorax (misalnya dari emfisema subkutan yang terjadi di sekitar drain-

thoracostomy). Rezende-Neto et al yang dikutip Carolan (2012) melaporkan

kasus pneumomediastinum yang terjadi pada sekitar 6% dari semua pasien

trauma dengan cedera thorax tumpul. Beberapa penelitian juga melaporkan

kasus pneumomediastinum yang terjadi dalam hubungannya dengan kejang-


8,18
kejang, ekstraksi gigi, dan dermatomiositis.

DIAGNOSIS

Diagnosis pneumomediastinum ditegakkan berdasarkan gejala klinis,

pemeriksaan fisik dan serangkaian pemeriksaan terutama dengan radiografi

thorax.

Gejala Klinis

Gejala klinis yang menyertai pneumomediastinum dapat bervariasi,

mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang berat. Beberapa gejala
2,7,8,9
diantaranya adalah :

1. Nyeri dada

Dinyatakan bahwa 50- 90% pasien dengan kasusu pneumomediastinum

mengeluhkan adanya nyeri dada. Khasnya terdapat nyeri dada

substernum yang berat dengan atau tanpa penyebaran ke leher dan

15 Pneumomediastinum
lengan, yang diperberat dengan inspirasi, menyerupai gejala awal dari

infark miokard. Okada et al (2014) yang dikutip Carolan (2012)

melaporkan studi pada 20 pasien dengan pneumomediastinum

berdasarkan CT-Scan thorax, keluhan nyeri dada terjadi pada 75%

pasien.

2. Dyspnea atau sesak nafas.

Dyspnea bisa mencerminkan penyakit terkait seperti asma,

pneumothorax, atau tension pneumomediastinum.

3. Demam

Demam ringan dapat timbul oleh pelepasan sitokin karena adanya

kebocoran udara. Namun mediastinitis atau gangguan infeksi mesti

dimasukkan dalam diferensial diagnosis bila terdapat gejala demam.

4. Nyeri tenggorokan

Dalam beberapa kasus pneumomediastinum timbul setelah trauma

orofaringeal yang relatif tidak berbahaya, dan muncul sebagai mulut atau

tenggorokan yang nyeri. Dalam satu studi yang mengevaluasi manifestasi

kepala dan leher pada pneumomediastinum spontan, gejala awal utama

adalah leher bengkak, nyeri leher, dan odynophagia.

5. Disfonia

Walsh-Kelly dan Kelly melaporkan seorang gadis 14-tahun dengan

pneumomediastinum yang hanya mennunjukkan gejala disfonia.

6. Gejala-gejala lain

16 Pneumomediastinum
Nyeri rahang, disfagia, dan leher bengkak telah dilaporkan dalam

hubungannya dengan pneumomediastinum spontan.

1,3,4,7,8
Pemeriksaan Fisik

1. Udara subkutan

Dalam suatu studi oleh Damore dan Dayan (2001), tanda paling sering

dilihat pada pneumomediastinum adalah emfisema subkutan (76%

pasien). Meskipun bukan tanda patognomik pneumomediastinum, adanya

krepitasi subkutan bisa menunjukkan keberadaan udara bebas dalam

rongga thorax. Stack et al (1996) yang dikutip Carolan (2012) melaporkan

emfisema subkutan pada 73% pasien dengan asma yang diketemukan

memiliki pneumomediastinum, dengan nilai prediktif positif 100%.

2. Hamman’s Sign

Tanda Hamman merupakan tanda patognomik dari pneumomediastinum

spontan, terdiri dari Precardial Systolic Krepitasi dan melemahnya bunyi

jantung. Hamman’s sign ini menimbulkan bunyi “klik” (oleh karena adanya

krepitasi) yang sinkron dengan denyut jantung, dan akan lebih jelas

didengarkan pada posisi lateral dekubitus lateral kiri. Sahni et al (2013)

dalam studi metaanalisisnya memperkirakan bahwa tanda ini terdeteksi

hanya 20% dari pasien dengan pneumomediastinum spontan, sedangkan

17 Pneumomediastinum
Damore dan Dayan (2001) melaporkan prevalensi dari 10% dalam

studinya.

3. Pneumothorax penyerta

Adanya pneumothorax harus dicurigai pada individu dengan gangguan

pernapasan, asimetri suara nafas, dan hipoksemia. Banki et al (2013)

melaporkan bahwa pneumothorax diidentifikasi pada 14% dari pasien

dengan pneumomediastinum

4. Saturasi oksigen

Pemeriksaan pulse oximetry semestinya dilakukan pada semua anak

yang diduga pneumomediastinum. Dalam sebuah studi pada serangkaian

anak-anak dengan asma akut yang datang ke unit gawat darurat,

didapatkan bahwa anak dengan pneumomediastinum memiliki perbedaan

yang signifikan dalam saturasi oksihemoglobin (90% vs 94% dari mereka

yang tidak pneumomediastinum.

Pemeriksaan Radiologik

Dengan pemeriksaan radiografi thorax biasanya sudah mampu

(meskipun tidak selalu) mengungkapkan pneumomediastinum. Pada foto

thorax adanya udara dalam ruang mediastinal dapat terlihat. Seringkali

terlihat bersama penyakit seperti pneumothorax, pneumoperitoneum,


8
pneumoretroperitoneum dan pneumoperikardium.

18 Pneumomediastinum
Gambar 3. Foto thorax diambil dari pasien dengan status asmatikus (A).
Bayangan radiolusen pneumomediastinum yang dapat diamati di sepanjang
batas jantung dan udara subkutan yang terlihat pada soft tissue (B)
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Bayangan radiolusen yang menunjukkan udara bebas dapat diamati

dengan menelusuri sepanjang tepi hepar, dalam ruang retrosternal, atau di

sekitar trachea.

Tabel 4. Gambaran radiografik berdasarkan lokasi udara di mediastinum

Tabel dikutip dari Kepustakaan 17

19 Pneumomediastinum
Gambaran khas pneumomediastinum yang terlihat pada foto thorax

disebabkan oleh bayangan radiolusen udara yang memisahkan struktur

anatomi normal dari mediastinum, dan menghasilkan gambaran thymic sail’s

sign, ring around the artery sign, tubular artery sign, double bronchial wall
8,18
sign, continous diaphragma sign, dan extrapleural sign.

Udara dalam mediastinum yang cukup banyak dapat membuat timus


9
dapat terangkat dan menghasilkan thymic sail’s sign.

Gambar 4. Thymic sail’s sign pada foto thorax bayi dengan respiratory
distress syndrome, memperlihatkan lobus thymus yang terangkat
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Untuk melihat perluasan udara ke perikardium (pneumoprecardium)


8
dibutuhkan foto thorax lateral.

20 Pneumomediastinum
Gambar 5. Gambaran pneumopericardium pada foto thorax pasien
post-tonsilektomi, yang memperlihatkan pita radiolusen yang
memisahkan bagian anterior pericardium dari sternum
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Udara yang mengelilingi arteri pulmonalis atau salah satu dari cabang

utama dapat menghasilkan ring around the artery sign terutama saat udara
9
mengelilingi segmen intramediastinal arteri pulmonalis kanan.

Gambar 6. Foto thorax lateral pasien dengan penyalahgunaan kokain,


tampak bayangan radiolusen yang mengelilingi a.pulmonal,
aorta ascendens, trachea dan proximal bronchus
(Dikutip dari kepustakaan 18)

21 Pneumomediastinum
Bila terdapat udara yang di dekat cabang utama aorta maka pembuluh

darah menjadi besar terpisah, udara di mediastinum menjadi batas sisi

medial dan bayangan paru-paru yang teraerasi member batas lateral, yang
9
disebut sebagai tubular artery sign.

Gambar 7. Foto thorax pasien yang memperlihatkan


bayangan radiolusen tipis disekitar arkus aorta
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Terkadang, udara bisa terlihat di samping bronkus utama yang

memungkinkan dinding bronkus terlihat jelas dan menghasilkan gambaran

double bronchial wall sign. Sedangkan Continous diaphragm sign dihasilkan

oleh udara yang terjebak di posterior perikardium, memberikan gambaran


9
udara yang tidak terputus pada foto thorax AP.

22 Pneumomediastinum
Gambar 8. Foto thorax pasien dengan batuk paroxysmal, pada aspek
posteroanterior dan laterlal memperlihatkan bayangan
radiolusen tipis diantara jantung dan diafragma
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Udara mediastinum dapat mengalami perluasan ke lateral antara


9
pleura parietal dan diafragma yang menghasilkan extrapleural sign.

Gambar 9. Foto thorax yang memperlihatkan extrapleural sign


(Dikutip dari kepustakaan 18)

23 Pneumomediastinum
CT-Scan Thorax

CT-Scan thorax memiliki dua peran utama dalam diagnosis

pneumomediastinum. CT-Scan thorax dapat digunakan untuk mendiagnosis

pneumomediastinum yang tidak tervisualisasikan pada radiografi

thorax. Sebuah studi di Jepang menjelaskan penggunaan CT-Scan thorax

dalam mendiagnosis pneumomediastinum kecil tidak terlihat pada radiografi

thorax. Dalam studi pada 33 pasien yang didiagnosis dengan

pneumomediastinum spontan yang berdasarkan presentasi klinis dan/atau

temuan radiografi thorax, CT-Scan thorax menunjukkan pneumomediastinum


1,8,15
pada 3 pasien yang temuan radiografi thoraxnya normal.

Dinyatakan bahwa radiografi thorax saja dapat mengakibatkan

diagnosis tidak terjawab dalam 10% dari pasien dengan

pneumomediastinum. Dalam studi pada 20 pasien, Okada (2004) yang

dikutip Carolan (2012) dengan pneumomediastinum dan bukti udara

mediastinum pada CT-Scan thorax, foto thoraxnya dideskripsi normal pada


8
20% kasus.

Ho et al yang dikutip Carolan (2012) melaporkan serangkaian studi

yang membandingkan temuan radiologis pasien yang didiagnosis dengan

pneumomediastinum spontan dengan pasien yang dengan

pneumomediastinum sekunder terkait dengan kelainan saluran udara utama,

ruptur esofagus, atau perlakuan intervensi di saluran napas atau esofagus.

24 Pneumomediastinum
Mereka mencatat bahwa pada Multidetector-CT (MDCT), pasien

pneumomediastinum spontan lebih mungkin untuk memperlihatkan udara di

mediastinum anterior dengan perbandingan 97% vs 61% bila dibandingkan


8
dengan pasien dengan pneumomediastinum sekunder.

CT-Scan dapat pula memberikan informasi diagnostik tambahan

mengenai penyakit yang timbul bersamaan, seperti perforasi

esofagus. Dissanaike et al mencatat bahwa luka berat pada saluran digestif

mudah diidentifikasi pada CT-Scan thorax pasien dewasa yang dengan


8,11
trauma tumpul dan pneumomediastinum.

Gambar 10. Gambar disebelah kiri adalah CT-Scan thorax yang diambil pada
hari ke-1 yang memperlihatkan gambaran pneumomediastinum dan emfisema
subkutan di dekat apex paru, dan dikonfirmasi tidak tampak pneumothorax.
Gambar disebelah kanan diambil pada hari ke-2, menunjukkan pneumomediastinum
yang menetap, namun disertai pneumothorax sinistra yang membesar.
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Radiografi kontras

Dalam kasus suspek perforasi esofageal, pemeriksaan dengan kontras

sangat dianjurkan. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk

25 Pneumomediastinum
menggunakan kontras yang mudah larut dilanjutkan dengan kontras barium

jika normal, tidak ditemukan kelainan dan untuk meningkatkan sensitivitas

pemeriksaan. Udara mediastinum pada sisi lateral kiri bawah yang

membentuk sudut V dikenal sebagai Naclerio-V Sign, yang dapat

dibandingkan dengan udara mediastinum diantara pleura parietal dengan


8,23
hemidiafragma medial kiri yang dapat terlihat pada esofagogram.

Gambar 11. Udara di mediastinum pada


esofagogram seorang pasien dengan
perforasi esophageal, tampak bayangan
radioluen pada batas hemidiafragma kiri,
dibandingkan dengan Naclerio V Sign

26 Pneumomediastinum
Pemeriksaan MRI

Penggunaan rutin MRI dalam evaluasi diagnostik pneumomediastinum

belum dilaporkan. Namun Aghayev et al (2008) dalam penelitiannya yang

membandingkan CT-Scan dan MRI mendapatkan kecocokan hasil antara

75% hingga 100% pada sampel yang diperiksanya. Meskipun belum dapat

menentukan tingkat sensitivitas dan spesifitasnya, temuan ini nampaknya


8,24
menjanjikan.

7,8
Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan analisa gas darah

- Gas darah arteri harus diperiksa pada pasien dengan distress respirasi

- Gas darah mungkin normal atau bahkan menimbulkan keadaan

hipoksia atau hiperkarbia, tergantung dari toleransi akut sistem

respiratorik.

b. Enzim jantung

- Untuk menyingkirkan adanya infark miokard.

c. Elektrokardiografi

- Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan untuk menyingkirkan infark

miokardial, perikarditis dan miokarditis. Namun penurunan tegangan,

ST depresi dan gelombang T non spesifik mungkin dapat muncul

meski pada kasus tanpa pneumoperikardium.

27 Pneumomediastinum
9,18
DIAGNOSIS BANDING

Kesulitan diagnosis pneumomediastinum termasuk bagaimana

membedakannya dengan pneumotorax medial dan pneumoperikardium

Umumnya sulit untuk membuat perbedaan antara pneumomediastinum

dengan koleksi udara dalam ruang pleura di sisi medial. Dalam situasi ini, kita

mencari menyertai tanda-tanda pneumomediastinum (misalnya garis-garis

radiolusen udara di bagian lain mediastinum atau di leher), atau tanda-tanda

pneumotorax (misalnya garis abnormal pleura atau garis yang jauh dari

mediastinum).

Gambar 12. Pneumomediastinum pada pasien dengan batuk paroxysmal,


terlihat adanya udara yang meluas jaringan extrapleural dinding
anterior dada, ditandai dengan pemisahan pleura (parietal dan
visceral) yang mengindikasikan pneumothorax.
(Dikutip dari kepustakaan 18)

28 Pneumomediastinum
Pertimbangan pertama dalam membedakan pneumomediastinum dari

pneumoperikardium adalah bahwa pneumomediastinum jauh lebih umum

terjadi. Pneumomediastinum biasanya terlihat dengan banyak garis-garis

tipis, udara jarang mengelilingi jantung sepenuhnya dan tidak terbatas pada

daerah sekitar jantung. Pneumoperikardium dapat dicurigai bila kantong

pericardium tervisualisasi. Pneumoperikardium biasanya terlihat sebagai

garis tunggal radiolusen yang terbatas hanya di sepanjang kantung

pericardium, yang dapat memisahkan kantong perikardium beserta isinya,

khususnya pangkal pembuluh darah besar.

Gambar 13. Pneumopericardium pada pasien dengan ARDS,


memperlihatkan bayangan radiolusen yang lebar melingkari jantung
namun terbatas pada kantong pericardium yang terutama pada
aorta ascendens, main pulmonary artery dan vena cava superior.
(Dikutip dari kepustakaan 18)

Jika cukup banyak maka gambaran pneumoperikardium dapat terlihat

mengelilingi jantung, berbatas tegas oleh kantung pericardium serta tidak

meluas ke mediastinum superior atau ke leher dan menghasilkan Halo sign

29 Pneumomediastinum
(Gambar 13). Jika koleksi udara sedikit dan terkumpulnya di dekat jantung,

maka sulit untuk membedakan pneumomediastinum dari pneumoperikardium.

Pneumomediastinum dan pneumopenicardium dapat ditemukan

bersamaan, sehingga tidak bisa dikesampingkan bahwa gambaran radiografi

yang dilihat menunjukkan keduanya sekaligus.

7,8,12
PENATALAKSANAAN

Terapi diberikan tergantung pada status klinis pasien. Secara umum,

pada sebagian besar anak-anak dengan pneumomediastinum yang tidak

menunjukkan gejala, secara alami akan terjadi perbaikan spontan. Pasien

harus menghindari aktivitas fisik yang berat sampai penyembuhan

pneumomediastinum telah terjadi. Tidak ada terapi medis khusus untuk

keadaan pneumomediastinumnya. Penyakit penyerta yang berhubungan

dengan pneumomediastinum (misalnya, asma, penyakit gastroesophageal

reflux (GERD) harus diobati.

Intervensi bedah jarang dibicarakan pada pneumomediastinum.

Penggunaannya dilakukan untuk pneumomediastinum yang yang ditandai

penurunan fungsi kardiorespirasi atau pada perforasi esophagus atau

trachea. Penggunaan mediastinoscopy dalam mengurangi

pneumomediastinum mengancam jiwa telah dilaporkan dalam sejumlah kecil

kasus. Penatalaksaan drainase perkutaneus mediastinum telah dilaporkan.

30 Pneumomediastinum
Chau et al menggambarkan dekompresi perkutan pneumomediastinum

dengan fluoroscopic guiding.

8
KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat pneumomediastinum

diantaranya:

1. Tension pneumomediastinum

- Meskipun jarang, tension pneumomediastinum dapat timbul, menyebabkan

kompresi pada vena- vena besar, menyebabkan venous return, yang dapat

mengakibatkan terjadinya hipotensi.

2. Mediastinitis

- Pneumomediastinum disertai oleh muntah- muntah yang masif dan frekuen

dapat berhubungan dengan terjadinya sindrom Boerhaave yang dapat

beresiko berkembang menjadi mediastinitis

PROGNOSIS

Meskipun pneumomediastinum berulang kadang terjadi, namun

pneumomediastinum hampir selalu tidak mengancam jiwa. Morbiditas atau

mortalitas pada pneumomediastinum terutama disebabkan oleh penyakit


2,8
penyerta atau pencetus.

31 Pneumomediastinum
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaneki T., et al.; Spontaneous Pneumomediastinum, Origin Identified by


Chest Computed Tomography; Internal Medicine Journal Vol.37 No. 10
(October); 1998; hal.877-879
2. Newcomb A.E., Clarke C.P.; Spontaneous Pneumomediastinum, A
Benign Curiosity or a Significant Problem?; CHEST Journal Vol.128; 2005;
hal.3298–3302
3. Miura H., et al.; Clinical Features of Medical Pneumomediastinum, Case
Report; Annual of Thoracic Cardiovascular Surgery Vol.9 No.3; 2003
4. Baumann M.H., Saint S.A.; Hamman’s Sign Revisited, Pneumothorax or
Pneumomediastinum?; CHEST Journal Vol.102 No.4 (October); 1992;
hal.1281
5. Wintermark M., Schnyder P.; The Macklin Effect, A Frequent Etiology for
Pneumomediastinum in Severe Blunt Chest Trauma; CHEST Journal
Vol.120; 2001; hal.543–547
6. Cooley J.C., Gillespiem J.B.; Mediastinal Emphysema: Pathogenesis and
Management, Report of a Case; Diseases of the Chest Journal Vol.49
No.1 (January); 1966
7. Gray J.M., Hanson G.C.; Mediastinal emphysema: aetiology, diagnosis,
and treatment; Thorax Journal Vol.21; 1966; hal.325
8. Carolan P.L.; Pneumomediastinum; edited by Bye M.R. et al.; Medscape
Reference: Drugs, Diseases and Procedures
(http://www.emedicine.medscape.com); Updated March 28, 2012
9. Zylak C.M., et al.; Pneumomediastinum Revisited; RadioGraphics Journal
Vol.20; 2000; hal.1043–1057
10. Beyers J.A., Melonas C.F.; The visible wall of a main bronchus: a new
radiological sign of pneumomediastinum; The British Journal of Radiology
Vo.60; 1987; hal.877-879
11. Molena D., et al.; The Incidence and Clinical Significance of
Pneumomediastinum Found on Computed Tomography Scan in Blunt
Trauma Patients; The American Surgeon Journal Vol.75 (November);
2009
12. Al-Mufarrej F., et al.; Spontaneous pneumomediastinum: diagnostic and
therapeutic interventions; Journal of Cardiothoracic Surgery Vol.3 No.59;
2008
13. Esayag Y., Furer V., Izbicki G.; Spontaneous Pneumomediastinum: Is a
Chest X-Ray Enough? A Single-Center Case Series; Israeli Medical
Association Journal Vol.10 (August-September); 2008; hal.575–578

32 Pneumomediastinum
14. Mc Adams H.P., et al.; Mediastinum; in Computed tomography and
magnetic resonance imaging of the whole body, 4th edition; Haaga J.R,
Lanzieri C.F. (editor); Mosby Inc.; St.Louis-Missouri; 2003; hal.937-996
15. Wintermark M., et al.; Blunt Traumatic Pneumomediastinum: Using CT to
Reveal the Macklin Effect, American Journal of Roentgenology Vol.172;
1999; hal. 129-130
16. Chen I.C., et al.; Spontaneous Pneumomediastinum in Adolescent and
Children; Kaohsiung Journal of Medicine Science Vol.26; 2010; hal.84–88
17. Javan R., Duszak R., Tonkin K.; Spontaneous Pneumomediastinum due
to Achalasia, an Unusual but Benign Cause; Radiology Case Journal
Vol.4 No.11; 2010; hal.38-43
18. Bejvan S.M., Godwin J.D.; Pneumomediastinum: Old Signs and New
Signs; American Journal of Roentgenology Vol.166; 1996; hal.1041-1048
19. Gregson R.H.S; The Mediastinum; in Sutton Textbook of Radiolgy &
Imaging Vol.1, 7th edition; Sutton D. (editor); Livingstone-Churcill; London;
2003; hal 57-86
20. Chung K.W., Chung H.M; Chapter 4th: Thorax; in Board Review Series:
Gross Anatomy, 6th edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2008
21. Schuenke M., Schulte E., Schumacher U., Thorax-Spaces; in Thieme
Atlas of Anatomy, Neck and Internal Organs; edited by Ross M.L,
Lamperti E.D.; Georg Thieme Verlag, Stuttgart-New York; 2006; hal.58-
149
22. Rohen J.W., Yokochi C., Lütjen-Drecoll E.; Color Atlas of Anatomy , A
Photographic Study of the Human Body, 7th edition; Stuttgart-New York;
Lippincott Williams & Wilkins; 1998
23. Sinha R.; Naclerio V Sign; Radiology Journal Vol.245 No.1 (October);
2007; hal.296-297
24. Aghayev et al.; Postmortem imaging of blunt chest trauma using CT and
MRI: comparison with autopsy; Journal of Thoracic Imaging Vol.23 No.1
(Februari); 2008; hal.20-27

33 Pneumomediastinum
TINJAUAN KASUS

Dikutip dari : Kwon JS, Blum MG, Kalhan R.; A 23-Year-Old Woman With
Sudden-Onset Dyspnea and Chest Pain Penetrating to the
Back; CHEST Journal Vol.133; 2008; hal.574–578

Seorang wanita 23 tahun dengan tiba-tiba mengalami nyeri dada dan


dispnea dibawa ke unit gawat darurat . Riwayat medisnya yang signifikan
adalah patah tulang rusuk , laserasi lidah, dan pergelangan kaki keseleo saat
mengalami trauma pada tahun 3 tahun sebelumnya . Pasien tidak memiliki
riwayat kelainan paru atau jantung. Obat-obatan yang dikonsumsinya
termasuk pil kontrasepsi oral dan ibuprofen bila diperlukan . Nyeri dada dan
sesak napas tiba-tiba dialami saat latihan treadmill . Pasien tidak mengalami
trauma, keluhan batuk , mengi , muntah-muntah , atau muntah . Juga tidak
mempunyai keluhan menelan.
Nyeri dada yang dialami sifatnya tajam, berjalan retrosternal dan
menjalar ke punggung . Pasien juga mengeluhkan rasa kembung yang bisa
sedikit membaik dengan menarik napas dalam-dalam, serta mengalami
cegukan yang intermiten serta menguap terus-menerus sepanjang hari. Nyeri
dada dan gejala-gejala lainnya tersebut tetap ada meskipun pasien mencoba
beristirahat dari aktivitas fisik sesudahnya.

Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik adalah sebagai berikut : suhu: 36,3°C; denyut
jantung: 69 denyut/menit, laju pernapasan: 12 napas/menit , BP: 108/70
mmHg , dan denyut nadi per saturasi oximetric: 99 %. Pasien adalah seorang
wanita muda tinggi, kurus , dan tidak kondisi sakit berat.

34 Pneumomediastinum
Hasil pemeriksaan orofaringeal normal. Tidak ada krepitus pada palpasi di
leher dan dinding dada. Pada auskultasi dada didapatkan suara napas dan
suara jantung biasa. Perut tidak defans-muskuler dan tidak nyeri tekan .

Hasil Laboratorium dan Radiologik


Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hitung jenis, kimia darah, dan
komponen koagulasi semua dalam batas normal .

Gambar 1. Foto thorax PA

Dilakukan pemeriksaan foto thorax dan CT-Scan thorax. Dari


serangkaian pemeriksaan yang dilakukan ditegakkan diagnosis :
pneumomediastinum spontan

35 Pneumomediastinum
Gambar 2. CT-Scan thorax

Diskusi
Pasien mengeluhkan nyeri dada. Adapun keluhan cegukan dan
menguap bukan merupakan gejala yang bisa dikaitkan dengan
pneumomediastinum spontan . Hasil uji laboratorium pada pasien dengan
pneumomediastinum spontan tidak spesifik dan tidak mengungkapkan
adanya leukositosis atau neutrophilia . Tidak tampak kelainan EKG seperti
elevasi ST - segmen ringan dan inversi gelombang T, seperti yang dilaporkan
timbul pada sejumlah kecil pasien pneumomediastioum.
Pemeriksaan radiografi dan CT-Scan penting dalam mendiagnosis
pneumomediastinum spontan . Foto thorax biasanya cukup untuk
mengungkapkan adanya udara mediastinum, namun foto thorax bisa normal
sampai 30 % kasus. Pemeriksaan CT-Scan thorax tetap menjadi "gold
standar" untuk diagnosis dan harus dilakukan jika kecurigaaan adanya
pneumomediastinum tinggi meskipun temuan foto thorax normal. CT scan
juga dapat membantu untuk menentukan ada tidaknya patologi paru yang
mendasari, seperti bula atau penyakit paru-paru interstitial

36 Pneumomediastinum
Hasil pemeriksaan foto thorax pada pasien ini normal. Hasil CT-Scan
menunjukkan pneumomediastinum namun tidak mengungkapkan apakah ada
udara di mediastinum anterior, bifurkasi trachea , main bronchus, dan bagian
atas bronchus. Hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya penyerta emboli
paru dan kelainan parenkim paru-paru
Pasien diizinkan pulang langsung dari unit rawat darurat dan dirujuk ke
poliklinik pulmonologi untuk evaluasi 1 minggu. Di poliklinik pasien
menyatakan bahwa gejalanya masih timbul, dan meningkat secara bertahap
sejak minggu sebelumnya. Pasien diedukasi mengenai sifat tidak
mengancam jiwa dan kemungkinan perjalanan penyakit yang self-limiting
disease. Pasien direkomendasikan untuk tidak melakukan latihan olahraga
sampai perbaikan gejala tuntas. Tidak dilakukan pemeriksaan follow-up CT-
Scan thorax. Pasien melaporkan pemulihan lengkap beberapa hari kemudian
dengan sembuhnya dyspnea dan nyeri dada . Uji fungsi paru yang dilakukan
untuk mendeteksi asma dapatan menunjukkan hasil negatif. Pasien
selanjutnya direkomendasi untuk melanjutkan kegiatan sebagaimana biasa,
termasuk olahraga.

37 Pneumomediastinum

Anda mungkin juga menyukai