Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018


UNIVERSITAS TADULAKO

KARSINOMA ESOFAGUS

Disusun Oleh :
AHMAD SYAIFUL FAESAL
N 111 16 084

Pembimbing :
dr. Bastiana, M. Kes, Sp. THT-KL

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Tumor di esofagus bisa berupa tumor jinak maupun tumor ganas. Tumor jinak
jarang dijumpai dan ditemukan pada lebih kurang 10% dari neoplasma esofagus.
Sebagian besar tumor jinak esofagus tidak menimbulkan gejala klinis dan
ditemukan secara kebetulan waktu pemeriksaaan diagnosis. Tumor jinak dapat
berasal dari epitel seperti polip, atau dari jaringan lunak seperti kista.1
Dalam dua dekade terakhir ini, keganasan di esofagus sering dilaporkan,
mungkin karena cara diagnostic yang lebih baik. Keganasan yang paling sering
menyerang esofagus ialah jenis karsinoma epidermoid. Keganasan dibagian distal
esofagus terutama di batas esofagus-lambung sering berupa adenokarsinoma karena
mukosa esofagus berasal dari lambung (Barret).1,2
Perkembangan bedah esofagus agak terlambat dibandingkan dengan bedah
saluran cerna lainnya karena pembedahan melalui rongga dada hanya dapat
dilakukan dalam pembiusan endotrakeal. Kemajuan bedah esofagus dirongga dada
berkembang pesat sejalan dengan kemajuan dalam bidang anastesi, transfusi darah,
dan teknik pembedahan untuk mengganti esofagus setelah direseksi sehingga angka
kesakitan dan kematian bisa ditekan.1,2

2
BAB II

ANATOMI, FISIOLOGI DAN HISTOLOGI

2.1 Anatomi Esofagus


Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang
menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung.
Dari perjalannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga
kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher
(pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakhea dan kolumna
vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di
mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus
cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan
aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga
perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia
lambung, panjang berkisar 2-4 cm.3

3
Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior
ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke vena
pulmonalis inferior, 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-
45cm. Pada anak, panjang esofagus saat lahir bervariasi antara 8 dan 10 cm dan
ukuran sekitar 19 cm pada usia 15 tahun.3

Esofagus memiliki panjang kurang lebih 20 cm dimulai dari Upper


esofagus spingter (UES) setinggi kartilago crikoid, berjalan sepanjang dinding
dada di belakang trakea dan jantung hingga menembus diafragma dan bagian
tersebut disebut hiatus dan berakhir tepat sebelum lambung atau Gastro-
esofageal Junction. Secara anatomi, esofagus anatomi, esofagus dibagi menjadi
3 bagian, yaitu :3
1. Bagian Servikal:
- Panjang 5-6cm, setinggi vertebra cervicalis VI sampai
vertebrathoracalis I.
- Anterior melekat dengan trachea
- Anterolateral tertutup oleh kelenjar tiroid
- Sisi dextra/sinistra dipersarafi oleh ervus recurren laryngeus
- Posterior berbatasan dengan hipofaring
- Pada bagian lateral ada carotid sheath beserta isinya.

4
2. Bagian thorakal:
- Panjang 16-18 cm, setinggi vertebra thorakalis II-IX
- Berada di mediastinum superior antara trakhea dan kolumna vertebralis
- Dalam rongga thoraks disilang oleh arcus aorta setinggi
vertebrathorakalis IV dan bronkus utama sinistra setinggi vertebra
thorakalis V
- Arteri pulmonalis dextra menyilang di bawah bifurcatio trachealis
- Pada bagian distal antara dinding posterior esofagus dan ventralcorpus
vertebralis terdapat ductus thoracicus, vena azygos, arteri dan vena
intercostalis
3. Bagian Abdominal:
- Terdapat pars diaphragmatica sepanjang 1-1,5cm, setinggi
vertevratorakalis X sampai vertebra lumbalis III
- Terdapat pars abdominalis sepanjang 2-3 cm, bergabung dengan cardia
gaster disebut gastroesophageal junction.

Esofagus mempunyai tiga daerah normal penyempitan yang sering


menyebabkan benda asing tersangkut di esofagus. Penyempitan pertama adalah
disebabkan oleh muskulus krikofaringeal, dimana pertemuan antara serat otot
striata dan otot polos menyebabkan daya propulsif melemah. Daerah
penyempitan kedua disebabkan oleh persilangan cabang utama bronkus kiri
dan arcus aorta. Penyempitan yang ketiga disebabkan oleh mekanisme sfingter
gastroesofageal.3

5
Struktur esofagus terdiri dari 4 lapisan : adventitia, muscularis propia,
lapisan sub mukosa dan mukosa. Selain itu, pada kerongkongan terdapat
pula beberapa otot, yakni otot melingkar dan otot longitudinal. apabila otot tersebut
berkontraksi, kerongkongan akan bergerak. gerakan demikian disebut gerak
peristaltik.. Gerak peristaltik pada kerongkongan ialah gerakan mendorong
dan meremas-remas makanan menuju lambung. gerakan ini terdiri atas fase
kontraksi dan relaksasi.

6
2.2 Fisiologi Esofagus

Fungsi utama esofagus adalah menyalurkan makanan dan minuman dari


mulut ke lambung. Proses ini dimulai dengan pendorongan makanan oleh lidah
kebelakang. Penutupan glottis dan nasofaring, serata relaksasi spingter faring
esofagus. Proses ini diatur oleh otot serat lintang di daerah faring. Di dalam
esofagus, makanan turun oleh peristaltic primer dan gaya berat terutama untuk
makanan padat dan setengah padat, serta peristaltic ringan. Makanan dari
esofagus masuk ke dalam lambung karena relaksasi spingter esofagus kardia.
Setelah makanan masuk ke lambung, tonus spingter ini kembali ke keadaan
semula sehingga mencegah makanan masuk kembali ke esofagus. Proses
muntah terjadi karena tekanan di dalam rongga perut dan lambung meningkat
serta terjadi relaksasi sementara spingter esofagokardia sehingga secara reflex
makanan dan cairan dari dalam lambung dan esofagus naik ke faring dan
dikeluarkan melalui mulut.3

2.3 Histologi Esofagus

Secara histologis dinding esofagus terbagi atas 4 lapisan utama :

 Mukosa atau membran mukosa yang terdiri dari lapisan epitel lamina
propria (Epitel Skuamosa bertingkat) dan muskularis mukosa.
 Submukosa, suatu lapisan tipis jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak kapiler dan pembuluh limfe.
 Muskularis eksterna, terdiri dari dua lapisan otot yaitu lapisan dalam yang
tersusun sirkuler dan lapisan luar yang tersusun longitudinal.
 Lapisan adventisia yang longgar. 2

7
Gambar 2. Histologi esofagus

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mengalirkan makanan padat


atau cair dari mulut melalui esofagus. Penderita disfagia mengeluh sulit menelan
atau makanan terasa tidak turun ke lambung. Disfagia harus dibedakan dengan
odinofagia (sakit waktu menelan). Disfagia dapat disebabkan oleh gangguan pada
masing-masing fase menelan yaitu pada fase orofaringeal dan fase esofageal.5
Keluhan disfagia pada fase orofaringeal berupa keluhan adanya regurgitasi
ke hidung, terbatuk waktu berusaha menelan atau sulit untuk mulai menelan.
Sedangkan disfagia fase esofageal, pasien mampu menelan tetapi terasa bahwa
yang ditelan terasa tetap mengganjal atau tidak mau turun serta sering disertai nyeri
retrosternal. Disfagia yang pada awalnya terutama terjadi pada waktu menelan
makanan padat dan secara progresif kemudian terjadi pula pada makanan cair,
diperkirakan bahwa penyebabnya adalah kelainan mekanik atau struktural.
Sedangkan bila gabungan makanan padat dan cair diperkirakan penyebabnya
adalah gangguan neuro muskular. Bila keluhan bersifat progresif bertambah berat,
sangat dicurigai adanya proses keganasan.5
Kanker esofagus merupakan hiperplasia dari jaringan esofagus yang
abnormal dan progresif. Kanker esofagus dimulai pada lapisan dalam (mukosa) dan
tumbuh keluar (melalui submukosa dan lapisan otot). Terdapat 2 jenis utama kanker
esofagus, yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.8 Tipe karsinoma
esofagus yang paling umum adalah tipe karsinoma sel skuamosa sebanyak 60%,
jenis ini timbul dari permukaan epitel dan di temukan paling sering pada esofagus
tengah dan bawah. Sedangkan tipe adenokarsinoma sebanyak 35%, jenis ini paling
sering terjadi pada sepertiga bawah esofagus dan mungkin timbul dari fundus
lambung. 4

3.2 Epidemiologi

9
American Cancer Society melaporkan kejadian kanker esofagus pada tahun
2016 yaitu, kejadian kanker esofagus 3-4 kali lebih besar insidensnya terhadap laki-
laki dibanding perempuan. Kersinoma sel skuamosa adalah yang terbanyak
dilaporkan di Amerika dan Afrika, sedangkan adenokarsinoma lebih jarang. Angka
harapan hidup pasien dengan kanker esofagus di Amerika naik dari 5% menjadi
20% sejak ditemukan berbagai cara untuk mendeteksi secara dini dan pengobatan
yang cepat dan tepat. 4
Insiden kanker esofagus di beberapa negara bervariasi, saat ini banyak
ditemukan di China, Jepang, Rusia, Hongkong, Skandinavia, dan Iran. Penyakit ini
terutama ditemukan pada umur 50-70 tahun, dengan kulit hitam lebih banyak
dibanding kulit putih. Merokok lama dan peminum alkohol merupakan penyebab
utama, disusul oleh faktor sosial ekonomi rendah dengan defisiensi gizi yang
kronis. 4

3.3 Etiologi

Secara umum penyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, namun


beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara beberapa faktor-faktor risiko
dengan kanker esofagus. 4,7
Karsinoma Sel Skuamosa Adenokarsinoma
Merokok kronik GERD
Penggunaan Alkohol kronik Barrett’s esofagus
Plummer-Vinson Synd. Rokok kronik
Akalasia Obesitas
Striktur korosif Ca. Mamma dengan radioterapi
Coeliac disease
Ca. Mamma dengan
radioterapi
Tylosis
Defisiensi vitamin (Karotenoid
dan Vit C)

10
Konsumsi minuman panas
terus menerus (hot
beverage)gilpato

Tabel 1. Faktor risiko SCC dan adenokarsinoma

Diantara faktor-faktor tersebut penggunaan alkohol, perokok berat dan


esofagitis memegang peranan penting. Dua faktor utama, alkohol dan merokok, bila
terdapat pada seorang individu akan sangat meningkatkan risiko karsinoma
esofagus hingga 40 kali. Bukti epidemiologik meyakinkan bahwa setiap kelainan
yang mengganggu struktur esofagus, fungsinya dan menyebabkan rangsangan
kronik mukosa merupakan faktor predisposisi individual untuk karsinoma,
diperkirakan karena proses regenerasi-reparatif merupakan lingkungan yang
optimum untuk timbulnya karsinoma. Beberapa kedaan yang merupakan lesi
premaligna adalah : Barrett’s esofagus, Akalasia, striktur korosif atau esofagitis
kronik, tylosis, Plummer-Vincent syndrome. 4,7

3.4 Patofisiologi

Barret’s esofagus merupakan penyakit yang didapat dimana terjadi


perubahan dari epitel skuamous yang normal menajdi epitel kolumnar pada distal
esofagus. Hernia hiatal, kelemahan spinkter esofageal bawah serta abnormalitas
paparan asam di esofageal sering dijumpai pada pasien barret’s esofagus
dibandingkan dengan orang sehat dan pasien dengan esofagitis. Saat ini dididuga
hernia hiatal dan kelemahan spinter bawah esofagus sebagai pencetus refluk yang
berlebihan dan refluk yang berlebihan merupakan penyebab awal metaplasia dari
sel skuamous menjadi sel kolumnar. 5

Sebagian besar pasien penderita Barrett’s metaplasia mengalami refluk


asam yang berlebihan di distal esofagus, bahkan adanya hubungan langsung antara
lamanya paparan asam terhadap esofagus dan derajat kerusakan mukosa.
Peningkatan paparan asam terhadap esofagus merupakan penyebab utama defek
mekanik pada spinkter bawah esofagus, serta menurunkan irama kontraksi
esophageal bawah. Gangguan motilitas esofagus menyebabkan terhambatnya

11
pembersihan material refluk dan memperlama waktu kontak antara material refluk
dengan mukosa esofagus. 7

Gambar 3. Barrett’s esofagus

Data-data eksperimental menyatakan bahwa asam saja tidak merusak


mukosa esofagus, akan tetapi kombinasi dengan pepsinlah yang memperberat
kerusakan mukosa. Refluk asam lambung tidak merupakan pencetus utama
terhadap metaplasia intestinal tetapi berperan terhadap metaplasia kolumnar.
Material duodenal seperti enzim pankreas, garam empedu serta lysolesitin diyakini
memegang peranan penting terhadap terjadinya metaplasia intestinal dan
degenerasi malignan. Pengaruh kerusakan mukosa dari refluk duodenal pada
mukosa esofagus didapat dari studi-studi klinis dan eksperimental. Mekanisme
kerusakan mukosa oleh pepsin dan tripsin berkaitan dengan sifat proteolitiknya.
Pepsin dan tripsin sangat cocok dalam lingkungan PH asam yang mempengaruhi
subtansi intersel sehingga menyebabkan kerontokan sel epitel. Asam empedu
terutama mempengaruhi membran sel dan organ intrasel. Tampaknya asam
diperlukan untuk mengaktifkan material perusak seperti pepsinogen atau
memperkuat kemampuan garam empedu memasuki mukosa. Hal ini terlihat jelas
pada observasi terhadap pasien yang mengalami refluk ganda dari asam lambung
dan asam material dari duodenal mempunyai prevalensi yang tinggi terhadap
kerusakan mukosa esofagus. Pada lingkungan PH yang netral garam empedu
dekonyugasi lebih merusak dibandingkan dengan yang konyugasi. Terapi supresi
asam mengakibatkan berkembangnya bakteri yang mencetuskan dekonyugasi asam
empedu di lambung. Pada asam yang normal asam empedu tidak terkonyugasi

12
mengendap, namun pada saat supresi asam lambung terjadi, asam empedu tidak
terkonyugasi berbentuk cairan dan berkontribusi terhadap kerusakan mukosa
esofagus. 2,7

Inflamasi yang disebabkan oleh refluk kronik bisa jadi berperan penting
terjadinya lingkungan disekitar sel dimana Barret’s esofagus timbul. Mukosa
esofagus dirusak oleh asam dan garam empedu yang umumnya diinfiltrasi oleh sel-
sel inflamasi. Infiltrasi oleh sel inflamasi akut diikuti oleh limfosit T terutama di
daerah metaplasia. Infiltrasi sel T selalu ada pada Barret’s Esofagus yang dilakukan
endoskopi terapi ablasi, namun tidak dijumpai pada epitel skuamusa yang baru.
Dengan demikian diduga limfosit T merupakan bagian yang penting dalam
mempertahankan jaringan metaplasia. 7

Infiltrasi sel inflamasi mengakibatkan timbul produksi reactive oxygen


species (ROS), walaupun produksi ROS sudah dikenal pada mukosa pasien dengan
Barret’s esofagus dan/ataupun esofagitis, namun tidak ada perbedaan yang
signifikan antara keduanya. ROS dapat mengakibatkan pengaruh biologis yang
berlebihan pada sel termasuk sel yang berperan terhadap siklus perkembangan sel,
tranduksi sinyal, degradasi protein serta penghancuran DNA. ROS merangsang
produksi sitokin yang mengstimulasi proliferasi epitel, survival serta migrasi.
Sitokin dihasilkan oleh sel inflamasi epitel barret’s melalui respon inflamasi yang
berupa growt factor-β, interleukin-1β, IL-10, IL-4, interferon-γ serta TNF-α. Hal
ini mungkin dikarenakan profil spesifik sitokin mungkin terlibat pada respon
mukosa terhadap refluks. 2,7

13
Individu yang mengalami esofagitis akan memberikan respon inflamasi akut
dimana terdapatnya sitokin proinflamasi tipe Th-1 dengan peningkatan kadar IL-
1β, IL-8 dan IFN-γ. Jenis respon ini berkaitan dengan respon imun seluler terhadap
infeksi serta keganasan. Sitokin tipe Th-2 meningkatkan IL-10 dan IL-4 yang
berkaitan dengan barret’s esofagus. 2,7

Gambar 4. Perjalanan proses keganasan pada esofagus8

3.5 Staging dan Stadium


Staging TNM

14
T (Tumor)

N (Nodul Limfe)

M (Metasatase)

Stadium

15
3.6 Gejala Klinis

16
Keterlambatan antara awitan gejala-gejala dini serta waktu ketika pasien
mencari bantuan medis seringkali antara 12-18 bulan, biasanya ditandai dengan lesi
ulseratif esofagus tahap lanjut.
 Disfagia
Gejala utama dari kanker esofagus adalah masalah menelan, sering
dirasakan oleh pasien seperti ada makanan yang tersangkut di
tenggorokan atau dada. Ketika menelan menjadi sulit, maka pasien
biasanya mengganti makanan dan kebiasaan makannya secara tidak
sadar, pasien makan dengan jumlah gigitan yang lebih sedikit dan
mengunyah makanan dengan lebih pelan dan hati-hati. Seiring dengan
pertumbuhan kanker yang semakin besar pasien mulai mekan-makanan
yang lebih lembut dengan harapan makanan dapat dengan lebih mudah
masuk melewati esofagus, hingga akhirnya pasien berhenti
mengkonsumsi makanan padat dan mulai mengkonsumsi makanan cair.
Akan tetapi, jika kanker tetap terus tumbuh, bahkan makanan cair pun
tidak bisa melewati esofagus. Untuk membantu makanan melewati
esofagus biasanya tubuh mengkompensasi dengan menghasilkan saliva
luarkan. Hal ini juga yang menyebabkan orang yang menderita kanker
esofagus sering mengeluh banyak mengeluarkan mucus atau saliva.
 Merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan.
 Nyeri pada dada
Nyeri dada sering di deskripsikan dengan perasaan tertekan atau
terbakar di dada, gejala ini sering sekali diartikan dengan gejala yang
berkaitan denngan organ lain seperti jantung.
 Kehilangan berat badan
Sekitar sebagian dari pasien yang menderita kanker esofagus mengalami
penurunan berat badan. Hal ini terjadi karena masalah menelan sehingga
pasien mendapat masukan makanan yang kurang untuk tubuhnya.
Penyebab lain dikarenakan berkurangnya nafsu makan dan
meningkatnya proses metabolism kanker yang diderita oleh pasien.
 Pendarahan

17
Pendarahan juga bisa terjadi pada pasien kanker esofagus. Sel tumor
mampu tumbuh keluar aliran darah, menyebabkan terjadinya nekrosis
dan ulserasi pada mukosa dan meghasilkan pendarahan di daerah
gastrointestinal, jika pendarahan terjadi dalam jumlah yang banyak
maka feses juga bisa berubah menjadi hitam, tapi hal ini bukan berarti
tanda bahwa kanker esofagus pasti ada.(3)

3.7 Diagnosis
a. Anamnesis

Keganasan pada esofagus stadium awal biasanya asimptomatik.


Setelah perkembangan tumor berlanjut secara progresif maka gejala
yang dapat dilihat yaitu : Disfagia (87%), Berat badan menurun (71%),
nyeri pada substernal (46%), muntah atau regurgitasi (28%),
pneumonia aspirasi (14%), Nodus limfatikus cervical teraba (14%),
suara parau (7%), batuk dan tercekik (3%). Gejala lain dapat terjadi
perdarahan baik ringan maupun masif. Yang akan bermanifestasi
sebagai melena atau hematemesis. 9

Semua dari gejala perlangsungan dari gejala ringan sangat progresif


menjadi berat. 6,7

b. Pemeriksaan Fisis
Tidak ada tanda spesifik yang menunjukkan karsinoma esofagus, tetapi
perabaan massa pembesaran nodus cervikalis dapat dilakukan. Selain
itu jika sudah melakukan metastasis ke jaringan lain maka pemeriksaan
fisis mungkin dapat dilakukan tergantung daerah mana metastasis
terjadi.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi dan Biopsi (Esofagoskopi)

18
Dengan metode ini dapat dilihat secara langsung besar dan letak tumor
sekaligus dilakukan biopsy untuk menentukan jenis tumor secara
histologis. 3

Gambar 5. Endoskopi Esofagus


tampak gambaran SCC

2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin untuk menilai anemia, dan biasanya penanda tumor
esofagus yaitu SCC, Tu M2-PK. 8
3. Pemeriksaan Histopatologi

Setelah melakukan biopsi jaringan maka hasilnya akan dinilai di bawah


mikroskop dengan gambaran metaplasia abnormal baik dari epitel atau
subepithelial. 8

19
B

Gambar 6. A) Histopatologi adenokarsinoma esophagus. B) Histopatologi


karsinoma sel skuamosa esophagus. 8

4. Pemeriksaan Pencitraan
4.1 Foto Toraks
Dengan Foto Thoraks dapat dievaluasi jika sudah mengalami metastasis
pulmoner, massa mediastinum, ataupun pergeseran trachea dan efusi
pleura. 3
4.2 Esofagografi
Barium swallow kontras ganda, tampak gambaran filling defect yang
irregular atau striktur yang ulseratif yang mana merupakan gambaran
khas utuk karsinoma esofagu. Adanya devias dan angulasi dari barium
dalam esofagus merupakan tanda lain dari keganasan esofagus. Dapat
pula ditentukan panjang lesi, luasnya jaringan yang terlibat, dan derajat
obstruksi. 3

20
Gambar 7. Tampak filling defect pada SCC yang ditunjukkan oleh panah.

4.3 CT-Scan

Dengan CT-Scan dapat diketahui tumor primernya, penyebaran lokal


tumor, penyebaran ke struktur mediastinum, keterlibatan limfonodi
supraklavikula, mediastinum dan abdomen bagian atas. 3

Gambar 8. CT-Scan esofagus

21
4.4 PET-CT
Menggunakan media radioisotop. Ketepatan deteksi tumor primer 78%,
nodul metastase 86%.3

3.8 Diagnosis Banding

 Akalasia Esofagus
Akalasia adalah kelainan motorik dari otot polos esofagus, dimana
terjadi gangguan peristaltik otot esofagus yang menyeluruh disertai
gangguan otot lingkar esofagus bagian bawah, gagal untuk relaksasi secara
sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan pengosongan esofagus. 7

Pada pemeriksaan secara pencitraan di dapatkan :

o Foto polos : tampak bayangan air-fluid level pada daerah


mediastinum yang menandakan adanya timbunan makanan dalam
esofagus.
o Foto dengan barium : tampak dilatasi esofagus dan penyempitan
esofagus distal dengan gambaran khas seperti paruh burung ( bird’s beak ).
o Endoskopi : untuk mencari penyebab skunder , misalnya
karsinoma lambung. 3

22
Gambar 10. Achalasia esofagus

 Striktur Esofagus
Striktur esofagus merupakan salah satu penyebab keluhan disfagia.
Sekitar 30% keluhan disfagia ini disebabkan oleh penyempitan lumen
esofagus. Disfagia adalah sensasi subjektif akan adanya abnormalitas
organik selama pasase makanan cair atau padat dari rongga mulut ke
lambung. Keluhan disfagia ini bervariasi mulai dari ketidakmampuan
menelan (orofaringeal disfagia) sampai adanya sensasi terhambatnya
makanan melewati esofagus sampai ke lambung (esophageal disfagia). 3,4
Striktur esofagus merupakan penyempitan lumen esofagus karena
terbentuknya fibrosis pada dinding esofagus, biasanya terjadi akibat
inflamasi dan nekrosis karena berbagai penyebab. Stenosis esofagus adalah
penyempitan lumen esofagus karena tumor atau penyebab lain.3 Dalam
praktek sehari-hari sangat sulit dibedakan antara striktur dan stenosis ini,
sehingga kedua istilah ini dipakai untuk semua penyempitan esofagus yang
dapat menyebabkan gangguan menelan. 4
Pada pemeriksaan pencitraan didapatkan :

23
 Barium meal.
Pemeriksaan barium meal memegang peranan penting dalam mendeteksi
adanya striktur esofagus. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi
mengenai lokasi striktur, panjang dan diameternya serta keadaan dinding
esofagus. Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat menunjukan adanya
kelainan-kelainan pada esofagus seperti divertikulum dan hernia esofagus.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 100% pada striktur dengan diameter
kurang dari 9 mm dan 90% pada striktur yang lebih dari 10 mm. 3
Untuk mendeteksi adanya striktur esofagus digunakan biphasic
esophagography yang terdiri dari double-contrast dan single-contrast.
Single-contrast bertujuan mengoptimalkan peregangan esofagus sehingga
dapat dengan mudah mendeteksi striktur, sedangkan double-contrast dapat
mengoptimalkan visualisasi mukosa esofagus terhadap adanya kelainan-
kelainan seperti nodul, ulkus dan kelainan lain yang berhubungan dengan
striktur. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan dengan bantuan digital
fluoroskopi terutama striktur yang terdapat pada segmen servikal atau
torakal atas esofagus yang sulit dilihat dengan teknik radiologi biasa karena
sangat cepatnya pasase bolus makanan di daerah tersebut. 3

Gambar 11. Striktur Esofagus

24
3.9 Penatalaksanaan
Stadium I , II , dan III dari kanker esofagus semua berpotensi dioperasi
, berikut penanganannya(5):
 Stadium 0 sampai stadium I
Pembedahan terutama diindikasikan untuk stadium awal kanker
esofagus
 Stadium II
Pembedahan, terapi kemoradiasi definitif , atau kemoradioterapi
neoadjuvant diikuti dengan pembedahan adalah pilihan yang sesuai
 Stadium III
Kemoradioterapi dengan atau tanpa operasi dianjurkan
 Stadium IV
Kemoterapi , pengobatan simptomatik / perawatan suportif (5)

Performance status dan usia merupakan hal yang perlu


dipertimbangkan. Adapun modalitas terapi dan tujuan terapi adalah sebagai
berikut:

3.9.1 Kuratif
1. Pembedahan
Reseksi merupakan pendekatan terbaik untuk karsinoma esofagus pada
pasien muda tanpa ditemukan penyebaran jauh. Bila dikombinasikan dengan
kemoterapi preoperatif dengan cisplatin–5-fluorouracil (5-FU) dapat
meningkatkan 2-year survival rate 10% dibandingkan dengan pembedahan saja.
Beberapa metode esofagektomi:
- McKeown’s Operation
Pendekatan 3 lapangan operasi, meliputi laparotomi, thorakotomi dan
Insisi servikal, dibuat anastomosis antara lambung keesofagus di
servikal.
- Ivor Lewis Operation
Pendekatan 2 lapangan operasi, meliputi laparotomi dan thorakotomi,
dilakukan anastomosis antara lambung dengan oesofagus di thoraks.

25
- Thoracoabdominal Approach
Dengan insisi tunggal melewati abdomen kiri atas, diaphragma dan
thoraks kemudian dilakukan anastomosis lambung dengan esofagus di
thoraks.
- Transhiatal approach
Meliputi laparotomidan insisi servikal dilanjutkan dengan diseksi
tumpul dari thoracic oesofagus, mengangkat gastric pedicle ke servikal
untuk servikal anastomosis.
- Laparoscopy-assistedesophagectomy
Hampir sama dengan transhiatal approach tetapi menggunakan
laparoscopic instruments untuk mobilisasi esofagus intra thoracic.

Beberapa metode rekonstruksi post esofagektomi


Beberapa pilihan rekonstruksi esofagus post esofagektomi meliputi
penggantian dengan lambung, jejunum atau colon.

2. Radioterapi
Radioterapi atau kombinasi kemo-radiaterapi merupakan terapi pilihan
untuk sebagian besar skuamous sel karsinoma esofagus 1/3 tengah dan atas, karena
dari penelitian ditemukan penurunan resiko mortalitas operasi dan meningkatkan
survival. Preoperatif radiotherapy telah diteliti dengan randomized trial dan tidak
ditemukan peningkatan survival. Adjuvant radiotherapy diindikasikan hanya jika
resection margins masih mengandung tumor.

3. Chemotherapy
Efektif untukskuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma.Untuk skuamus
sel karsinoma kombinasi chemotherapy–radiation terbukti memberi manfaat
daripada radioterapi atau khemoterapi saja dan memberikan 3-year survival rate
sama dengan tindakan pembedahan.
3.9.2 Paliatif

26
Penatalaksanaan terapi paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
gejala yang predominan dan kemampuan untuk melakukan tindakan terapi paliatif.
Termasuk dalam terapi paliatif:
1. Radiotherapieksterna atau intracavitary technique.
Baik untuk skuamous sel karsinoma dan adenokarsinoma
2. Intubation
Dengan endoscopically placed stent – terutama berguna untuk
mengatasi tracheo-oesophageal fistula
3. Laser therapy
Terapi paliatif untuk dysphagia yang disebabkan oleh exophytic
tumours
4. Ethanol injection
Secara endoskopi dapat memberikan terapi dysphagia jangka pendek
untuk pasien yang kurang fit untuk menjalani pembedahan.
5. By-pass procedure.
Kanker esofagus yang unresectable dapat dilakukan prosedur bypass
dengan menggunakan jejunum atau colon sebagai conduit.
3.10 Prognosis
Prognosis bergantung pada stadium, tetapi secara keseluruhan biasanya
jelek (angka ketahanan hidup 5 tahun : < 5%) karena banyak pasien yang datang
telah dalam kondisi yang parah. Pasien dengan kanker yang terbatas pada mucosa
mempunyai angka ketahanan hidup sekitar 80%, angka ini akan turun menjadi <
50% jika telah terjadi keterlibatan submucosa. 20% dengan penyebaran ke lapisan
muscosa propia, 7% dengan penyebaran ke struktur di sekitar, dan < 3% dengan
metastasis jauh. Keputusan pelaksanaan terapi tergantung pada stadium tumor,
ukuran, lokasi, dan keinginan pasien (banyak yang tidak ingin menjalani terapi yang
agresif).11

BAB IV

27
RINGKASAN

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang


menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Fungsi
dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke lambung. Jika
terdapat gangguan pada daerah ini, maka semua proses tubuh yang melibatkan
esofagus termasuk proses menelan akan mengalami gangguan.
Tumor esofagus terdiri dari tumor yang bersifat jinak dan tumor yang
bersifat ganas (kanker). Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus
adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma.
Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esophagus,
terdiri dari epitel berlapis gepeng (squamous cell carcinoma) dan adenokarsinoma.
Dari kedua tumor tersebut hampir 95% tumor yang ada di esofagus adalah tumor
yang bersifat ganas (kanker).
Kanker esofagus ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang dialami pasien,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya. Dari gejala
klinis, hal yang paling sering menjadi keluhan pasien adalah disfagia (sulit
menelan), merasakan benjolan pada tenggorokan dan rasa nyeri saat menelan. nyeri
pada dada, regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas dan akhirnya
cegukan serta perdarahan. Pada pemeriksaan fisik tampak pasien menjadi kurus
karena gangguan menelan dan anoreksia. Jika telah lanjut, terdapat pembesaran
kelenjar getah bening daerah supraklavikula dan aksila, serta hepatomegali. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan diantaranya LED meningkat, terdapat
gangguan faal hati dan ginjal, dilihat dari nilai SGOT, SGPT, ureum dan creatinin
yang mengalami peningkatan. Dari pemeriksaan penunjang lainnya seperti bubur
barium, dapat terlihat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus di mana akan
terlihat tumor dengan permukaan yang erosif dan kasar pada bagian esofagus yang
terkena.
Pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis
karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan
adenokarsinoma. Paling tidak diperlukan beberapa biopsi, oleh karena terjadi

28
penyebaran ke submukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma
epidermal oleh sel epitel skuamus yang normal.
Jika terdiagnosis secara dini, secara keseluruhan tumor esofagus
memiliki prognosis yang baik. Sebanyak 70% penderita mengalami metastase pada
kelenjar limfa nodus. Jika tidak ada keterlibatan limfa nodus, maka 50 % pasien
dapat bertahan hidup selama 5 tahun. Jika sudah terjadi metastase, maka hanya 1
dari 8 penderita yang mampu bertahan hingga 5 tahun

29
ALUR DIAGNOSIS

ANAMNESIS:

Disfagia, odinofagia, rasa mengganjal pada


tenggorokan, nyeri pada dada, kehilangan berat
badan, pendarahan

PEMERIKSAAN FISIK:

Pembengkakan pada leher, pada laringoskopi


indirek ditemukan adanya massa pada esofagus

PEMERIKSAAN PENUNJANG:

Esofagogram, esofagoskopi, CT Scan, MRI

DIAGNOSIS

Karsinoma Esofagus

PENATALAKSANAAN

Bedah : Reseksi tumor berdasarkan derajat keganasan

Non-bedah : Radioterapi, Kemoterapi, Paliatif

PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada stadium

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Wood, William, Staley, Charles. 2010. Chapter 5 Esophagus and diapragma


in Anatomic Basic of Tumor Surgery second edition. Springer: New York. Pp:
26869
2. Rankin, Sheila C. 2008. Carcinoma of the Esophagus. Cambridge University
Press: United Kingdom.
3. Price, Sylvia. 2006. Gangguan Esophagus dalam patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit edisi 6 volume 1. EGC: Jakarta. Pp: 404-8
4. Napier, Kyle., Misra Subhasis. A World Journal Of Gastroenterology:
Esophageal cancer: a review of epidemiology, pathogenesis, staging workup
and treatment modalities. 2014;6(5). Pp:112-13
5. Cuschieri, Alfred., Grace, Pierce. 2010. Chapter 25 Disorder of the
esophagus in Clinical Surgery second edition. Blackwel: Australia. Pp:276-
99
6. Dudek, Ronald W. System Gastrointestinal Tract. Philadelphia. Waters
Kluwer. Lippicont Williams and Wilkins. 2010.

7. Eastman, George W. 2013. Belajar dari Awal Radiologi Klinis. EGC. Jakarta
8. Sjamsuhidajat, de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta
9. Snell, R. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.EGC. Jakarta
10. Yunizaf M. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Dalam : Soepardi EA, Iskandar
N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher.
Edisi ke – 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010
11. Subroto, Heru. 2010. Esophagus dan diafragma dalam buku ajar ilmu bedah
Edisi tiga. EGC:Jakarta;609-10 g

31

Anda mungkin juga menyukai