Anda di halaman 1dari 26

MANAJEMEN KOMPENSASI SEKTOR PUBLIK

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Manajemen Publik

DISUSUN OLEH :
Velvy Agnewiranti 10090316266
Sheila Selvi Liana 10090316289
Salma Aliyah Hasna 10090316291

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2019
Pengaruh Kompensasi terhadap Implementasi Entrepreneurial Government
dan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah
Provinsi Gorontalo)

Idris Yanto Niode


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo

ii
ABSTRAK

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa dan mengkonfirmasi


secara empiris (1) apakah kompensasi memiliki pengaruh langsung dan positif
terhadap pelaksanaan pemerintahan kewirausahaan, (2) apakah penerapan sistem
kompensasi langsung secara positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah; (3 )
apakah pelaksanaan pemerintahan kewirausahaan secara tidak langsung dan positif
terhadap kinerja aparat pemerintah daerah, (4) apakah kompensasi tidak langsung
secara positif terhadap kinerja aparat pemerintah melalui pelaksanaan antara
pemerintahan kewirausahaan sebagai variabel. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) sistem penyediaan kompensasi yang terdiri dari manfaat lokal kinerja
(TKD), promosi, pengembangan diri, masuk, dan fasilitas, memberikan pengaruh
langsung dan positve pada pelaksanaan pemerintahan kewirausahaan, (2) sistem
penyediaan kompensasi terdiri dari manfaat lokal kinerja (TKD), promosi,
pengembangan diri, masuk, dan fasilitas, langsung secara positif terhadap kinerja
aparat pemerintah daerah, (3) pelaksanaan pemerintahan kewirausahaan yang
diterapkan dan berlaku dalam kehidupan organisasi pemerintah Provinsi Gorontalo
memiliki pengaruh langsung dan positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah,
(4) pemberian kompensasi meluas berpengaruh tidak langsung dan positif pada
peningkatan kinerja aparat pemerintah daerah melalui pelaksanaan pemerintahan
kewirausahaan.
Kata Kunci: kompensasi, pemerintah kewirausahaan dan kinerja petugas

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di antara masalah utama yang dihadapi setiap organisasi/perusahaan adalah
penentuan struktur kompensasi yang memuaskan semua pihak, baik bagi karyawan
maupun organisasi. Struktur kompensasi sangat berpengaruh terhadap perilaku dan
kinerja karyawan. Struktur kompensasi dapat menarik orang supaya masuk bekerja
pada organisasi/perusahaan tertentu, memotivasi karyawan datang dan pulang
bekerja tepat waktu, serta memotivasi karyawan supaya bekerja lebih giat, disiplin,
dalam mengembangkan kompetensinya. Oleh karena struktur kompensasi
pengaruhnya sangat besar terhadap kinerja pegawai maka organisasi/ perusahaan
perlu memberikan imbalan (reward) pada karyawan yang telah mengorbankan
waktu, tenaga, kemampuan, dan keterampilan sehingga karyawan merasa puas. Hal
itu karena usahanya dihargai. Dengan kata lain, sebagai bentuk penghargaan
terhadap penyerahan serta pemberian segenap hasil kerja (performance) karyawan
kepada organisasi/perusahaan maka organisasi memberikan kompensasi atau
reward sebagai sumber nafkah bagi karyawan yang bersangkutan. Berdasarkan dari
pandangan demikian, masalah kompensasi merupakan salah satu tantangan yang
harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi/perusahaan. Lagi pula, saat ini
kompensasi tidak hanya terbatas sebagai alat pemuas berbagai kebutuhan material
manusia, tetapi terkait dengan harkat serta martabat manusia.
Ditinjau dari sisi organisasi/perusahaan, pemberian kompensasi akan selalu
dikaitkan dengan kuantitas, kualitas, dan manfaat jasa yang dipersembahkan oleh
karyawan bagi organisasi/perusahaan tempatnya bekerja. Pemberian kompensasi
kepada karyawan tersebut akan mempengaruhi tujuan organisasi dapat dicapai,
bahkan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi/perusahaan tersebut.
Selain itu, harus pula diakui bahwa penghasilan karyawan pada hakikatnya
termasuk dalam komponen biaya sehingga perlu dikendalikan dalam konteks
minimizing cost dan ketercapaian efisiensi yang optimal. Dengan demikian, sistem
kompensasi yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan anggota

ii
organisasi/perusahaan yang pada gilirannya memungkinkan organisasi/perusahaan
memperoleh, memelihara serta mempekerjakan sejumlah karyawan yang berkinerja
tinggi.
Karyawan mempunyai berbagai macam harapan dari organisasi/
perusahaan, dan begitu juga sebaliknya. Akhir-akhir ini, pertentangan antara
organisasi dan karyawan dalam pemberian kompensasi sering terjadi. Oleh karena
itu, dalam pemberian kompensasi perlu dipertimbangkan, antara lain apakah
pemberian kompensasi tersebut didasarkan pada kebutuhan karyawan atau nilai dari
pekerjaannya? Bagaimana kepentingan yang saling bertentangan dari karyawan,
organisasi/perusahaan dan pelanggan dapat dipertemukan dengan cara yang baik?
Selanjutnya, bagaimana dapat ditetapkan nilai dari pekerjaan-pekerjaan? Terakhir,
unsur motivasi apa yang terdapat dalam kompensasi tersebut?
Meski demikian, kompensasi adalah faktor penting untuk mempertahankan
karyawan dalam organisasi/perusahaan. Hal tersebut karena suka atau tidak suka,
disadari atau tidak, uang yang merupakan bagian dari bentuk kompensasi adalah
faktor penting dalam kehidupan yang dapat meningkatkan motivasi. Meskipun hal
itu sulit untuk bisa memuaskan manusia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
di atas, dalam uraian selanjutnya, perlu diberikan pemahaman secara tuntas
terhadap pengertian Manajemen Kompensasi serta filosofinya, baik untuk kalangan
sektor publik maupun swasta.
Pemahaman Anda tentang materi dalam modul ini akan menjadi bekal Anda
untuk menguasai materi-materi yang akan disajikan pada modul-modul
selanjutnya. Setelah selesai mempelajari Modul 1 ini, secara umum diharapkan
Anda dapat menjelaskan Manajemen Kompensasi beserta filosofinya di dalam
suatu organisasi/perusahaan. Sementara itu, secara khusus, Anda diharapkan dapat
menjelaskan pengertian manajemen kompensasi serta filosofinya.

ii
BAB 2
STUDI KASUS & PERMASALAHAN

Reformasi birokrasi publik menghendaki terjadinya perubahan paradigma


pelayanan sektor publik berdasarkan efisiensi, responsif, kejujuran, keadilan,
keterbukaan. Menyikapi hal ini maka perlu sebuah konsep di mana seorang pejabat
birokrasi maupun aparatur pemerintah di bawahnya harus perlu mencitrakan dirinya
sebagai seorang pelayan masyarakat yang peduli, dan empatik, dengan kata lain
bahwa perlu ditumbuhkan jiwa sebagai sosok seorang entrepreneur sehingga akan
mendorong tumbuhnya sikap lebih proaktif, kreatif, dan berani mengambil inisiatif
dari pada seseorang yang menunggu perintah, pekerja rutin dan loyal pada atasan
dan peraturan secara membabi buta.
Di Provinsi Gorontalo sendiri sebagai provinsi baru, Gorontalo dengan
cepat dikenal sebagai salah satu provinsi yang dinamik karena berbagai terobosan
inovasi yang telah dilakukan. Dibidang kepegawaian sendiri pemerintah provinsi
Gorontalo melakukan inovasi yang cukup radikal. Konsep pengembangan sumber
daya aparatur diarahkan agar pegawai itu inovatif, mampu bekerja secara team
work, dapat dipercaya, mampu bekerja cepat dan akurat serta dapat menciptakan
kemakmuran daerah. Terobosan yang dilakukan adalah menciptakan nilai-nilai
kerja untuk membangun entrepreneurial spirit dalam birokrasi pemerintahan yang
mengutamakan pada: inovasi, team work, trustworthiness, prosperity dan speed. Ini
adalah inovasi pertama yang dilakukan oleh pemerintah provinsi di Indonesia yaitu
menciptakan semacam corporate culture seperti yang ada pada sektor swasta.
Berkaitan dengan hal tersebut, Landasan yuridis yang mendasari kebijakan
tersebut adalah Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas
Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah
serta Pasal 29 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang
pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan daerah selanjutnya dipertegas
kembali melalui pasal 63 ayat (2) Peraturan Pemerintah no. 58 tahun 2005 dimana
intinya adalah bahwa pemerintah daerah dapat memberikan tambahan pengahasilan
berdasarkan pertimbangan yang obyektif yang disesuaikan dengan kemampuan

ii
daerah serta atas persetujuan DPRD. Dari uraian tersebut di atas terlihat hubungan
yang saling terkait antara konsep sifat (jiwa) entrepreneurial spirit dalam
lingkungan pemerintah daerah provinsi Gorontalo dan pemberlakuan sistim insentif
yang berbasis kinerja.
Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian teoritis dan
empiris dirumuskan hipotesis dan dikonstruksi model konseptual penelitian
(gambar 1) yaitu (1) Kompensasi berpengaruh langsung secara positif terhadap
implementasi entrepreneurial government; (2) Kompensasi berpengaruh langsung
secara positifl terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah; (3) Implementasi
entrepreneurial government berpengaruh langsung secara positif terhadap kinerja
aparatur pemerintah daerah; (4) Kompensasi berpengaruh tidak langsung secara
positif terhadap Kinerja aparatur pemerintah, melalui implementasi entrepreneurial
government sebagai variabel intervening.

ii
BAB 3
KAJIAN TEORITIS

3.1 Pengertian Manajemen Kompensasi


Mengawali bahasan tentang pengertian manajemen kompensasi, berikut ini
dikemukakan berbagai teori, konsep, definisi/batasan, dan pendapat dari para ahli
tentang Manajemen Kompensasi. Cahayani (2005:77-78) mengemukakan,
”Manajemen kompensasi adalah proses pengembangan dan penerapan strategi,
kebijakan, serta sistem kompensasi yang membantu organisasi untuk mencapai
sasarannya dengan mendapatkan dan mempertahankan orang yang diperlukan dan
dengan meningkatkan motivasi serta komitmen mereka”.
Atas dasar pengertian tersebut, maka yang perlu dielaborasi bahwa
pemberian kompensasi diharapkan mencegah pegawai/karyawan atau pekerja
keluar meninggalkan perusahaan/organisasi. Pemberian kompensasi yang dapat
mencegah pegawai keluar dari perusahaan tentulah kompensasi yang tepat
jumlahnya, dalam arti kompensasi tersebut layak dan seimbang dengan jasa yang
dikorbankan oleh para pegawai, dan mungkin sebanding pula dengan kompensasi
yang diberikan oleh perusahaan/organisasi luar lainnya untuk jenis pekerjaan yang
sama. Oleh karena itu, kompensasi tersebut tidak dapat diberikan dengan
sembarang, tanpa perhitungan, dan pertimbangan yang matang. Dalam pemberian
kompensasi, diperlukan manajemen kompensasi. Jadi, manajemen kompensasi
tersebut haruslah mendukung strategi usaha secara keseluruhan.
Manajemen kompensasi merupakan hal yang bersifat eksklusif, terpisah
dari bagian lain dalam perusahaan/organisasi. Sistem kompensasi nonfinansial
yang dikembangkan oleh manajemen kompensasi akan memuaskan kebutuhan
individu atas tantangan, tanggung jawab, keberagaman, pengaruh dalam
pengambilan keputusan, pengembangan keterampilan. Sementara itu, sistem
kompensasi finansial akan melengkapi prosedur untuk mengetahui tingkat
pasar, penilaian jabatan, pembuatan serta pemeliharaan struktur upah, serta
memberi manfaat kepada karyawan.

ii
Sistem kompensasi mengandung simbol sangat nyata yang
mengomunikasikan, di balik nilai instrumental mereka, filosofi, sikap serta
keinginan manajemen. Dari sistem kompensasi yang ada, karyawan dapat
mengetahui nilai-nilai budaya yang dianut oleh manajemen. Contoh, bila
perusahaan/organisasi memberikan tunjangan pendidikan bagi anak. karyawannya
maka dapat dianalisis, setidaknya menduga, nilai budaya yang dimiliki pimpinan
perusahaan/organisasi. Bandingkan dengan perusahaan/ organisasi yang tidak
memberi tunjangan sama sekali, bahkan kesehatan karyawan maka dapat diprediksi
nilai budaya sang pemimpin perusahaan/ organisasi tersebut (Cahayani (2005)).
Hal sama dikemukakan Ivancevich (1995), ”kompensasi adalah fungsi
Human Resource Management (HRM) yang berhubungan dengan setiap jenis
reward yang diterima individu sebagai balasan atas pelaksanaan tugas-tugas
organisasi. Pegawai menukarkan tenaganya untuk mendapatkan reward finansial
maupun nonfinansial”. Dengan demikian, sebagai penghargaan atas penyerahan
dan pemberian segenap hasil kerja atau performance pegawai kepada organisasi,
maka organisasi memberikan balas jasa, imbalan jasa, penghargaan, penghasilan,
compensation atau reward.
Ditinjau dari sisi pandang organisasi, pemberian imbalan jasa atau
penghasilan akan selalu dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan manfaat jasa yang
dipersembahkan oleh pegawai bagi organisasi tempatnya bekerja. Hal tersebut akan
mempengaruhi seberapa jauh tujuan organisasi dapat dicapai, bahkan dapat
mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi tersebut. Selain itu, harus pula
diakui bahwa penghasilan pegawai pada hakikatnya termasuk dalam komponen
biaya.
Apabila dihadapkan pada salah satu tujuan organisasi untuk meraih
keuntungan (profit) maka biaya pegawai seperti halnya juga jenis biaya lainnya,
merupakan komponen biaya organisasi yang perlu dikendalikan dalam konteks
minimizing cost sehingga dapat dicapai efisiensi kegiatan yang optimal tinggi.
Sementara itu, dari sisi pandang pegawai menilai bahwa balas jasa dapat dilihat
sebagai sarana pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya.

ii
Kebutuhan pegawai terus berkembang. Dari sisi pandang lain, para pegawai
juga menyadari bahwa organisasi mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh
keberadaan serta karya nyata mereka. Dengan demikian, imbalan jasa atau
penghasilan itu haruslah diterima dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya dalam
konteks maximizing income. Benturan kepentingan antara organisasi dan individu
pegawai dalam pemberian penghasilan tersebut, sering kali menimbulkan masalah.
Di sisi lain Werther and Davis (1982) mengemukakan sebagai berikut:
”Compensation is what employee receive in exchange of their work. Whether
hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually designs and
administers employee compensation”. Berdasarkan batasan tentang kompensasi
tersebut, berikut ini dikemukakan bahwa kompensasi adalah sesuatu yang pegawai
terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Hal itu baik meliputi upah
per jam maupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian Sumber Daya
Manusia.

3.2 Filosofi Kompensasi


Pemberian kompensasi yang efektif perlu dilandasi oleh filsafat dan prinsip-
prinsip tertentu. Filsafat kompensasi dibangun atas dasar kebutuhan dan kondisi
organisasi. Dengan melihat pada masalah yang lebih luas, suatu pernyataan filsafat
yang berkembang dengan baik mungkin mencakup tujuan sistem ini, menawarkan
kerangka untuk membuat keputusan kompensasi, dan berusaha menampung
variabel yang relevan, seperti kondisi bursa kerja, kondisi perekonomian umum,
perubahan teknologi, dan kesempatan yang sama.100
Menurut Boyd dan Salamin, filsafat yang mengatur sistem kompensasi
adalah: (1) kompensasi yang layak dan adil; (2) pengakuan atas arti penting setiap
sumbangan pegawai bagi organisasi, meskipun ternyata sulit mengukur sumbangan
ini secara obyektif; dan (3) paket kompensasi atas penawaran harus bersaing dalam
bursa kerja ekstern untuk menarik dan mempertahankan staf yang cakap.101 Hal
ini menegaskan bahwa sistem kompensasi harus layak dan adil, mengacu pada
pengakuan atas arti penting kerja, dan mempertimbangkan bursa kerja (di luar
organisasi). Ini berarti bahwa sistem kompensasi harus dinamis, dalam arti

ii
senantiasa mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal organisasi secara
terus menerus dan berkesinambungan.

Gambar 1.1

Pay Philosophy
(lead, match, lag)

Law and Policy

External Internal Consistency Individual Contribution


Competitiveness Personal Allocation
Labor Markets Labor Content Seniority System
Unskilled Job Evaluation Merit Pay
Public Service Pay Banding Skill Pay
Industrial Labor Comparable Worth Gainsharing
Profesional and
Craft Pay Adjustment Decision
Level of Pay Decisions

3.3 3.3 Sistem dan Komponen Kompensasi


Dalam perspektif yang luas, kata “sistem” dalam frasa sistem kompensasi
mengindikasikan pendekatan yang rasional, objektif, dan sistematis yang diambil oleh
sebagian besar organisasi untuk dewasa ini dalam upaya mencari solusi atas
permasalahan-permasalahan yang dihadapi terkait dengan kompensasi pegawai105.
Selain itu, sistem kompensasi juga mencakup faktor-faktor terkait dengan lingkungan
eksternal maupun internal organisasi106 sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.

ii
1. Faktor Lingkungan Eksternal
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi dan kebijakan kompensasi,
faktor yang berada di luar organisasi atau perusahaan, seperti pasar tenaga kerja, kondisi
ekonomi, peraturan pemerintah, dan serikat pekerja, juga termasuk di dalamnya.
2. Faktor Lingkungan Internal
Sebagai tambahan terhadap pengaruh lingkungan eksternal pada kompensasi yang
telah dibahas, terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi kompensasi, seperti
ukuran, umur, anggaran tenaga kerja organisasi atau perusahaan, dan siapa yang
dilibatkan untuk membuat keputusan untuk organisasi.
3.4 Komponen Kompensasi
Compensation

Financial Non Financial

Direct Indirect The Job Job Environment

- Wages/ Salaries - Legaly required - Skill Variety - Competent


- Incentives - Payment for time not - Task Identify Employee
- Allowances worked - Task - Congenial
- Health benefit Signifinance co-workers
- Security benefit - Autonomy - Appropriate
- Feedback status symbol
- Confrotable
Working
- Job sharing

3.4. Penetapan Kompensasi


Masalah kompensasi bukanlah sesuatu yang sederhana, tetapi cukup
kompleks sehingga setiap organisasi hendaknya mempunyai pedoman menetapkan
kompensasi yang tepat. Istilah tepat bukan hanya terbatas dalam jumlahnya, tetapi
masih banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan. Sebagaimana diketahui,

ii
bahwa salah satu tujuan utama seseorang menjadi pegawai adalah adanya
kompensasi. Dengan kompensasi yang diterimanya, pegawai berkeinginan agar
dapat memenuhi kebutuhan secara layak di tengah-tengah masyarakat, misalnya
kebutuhan makan, minum, pakaian, perumahan, kesehatan, pendidikan, rekreasi,
dan menabung. Oleh karena itu, setiap organisasi dalam menetapkan kompensasi
kepada pegawainya, harus diusahakan sehingga kompensasi terendah yang
diberikan akan dapat memenuhi kebutuhan pegawai secara layak. Besarnya
kompensasi yang layak antara satu negara dengan negara lain tidak sama, demikian
juga antara suatu daerah dengan daerah lainnya juga tidak sama. Selain itu,
kebutuhan yang layak antara pegawai yang satu dengan pegawai yang lain tidak
pula sama. Meski sulit harus tetap diusahakan agar kompensasi yang layak dapat
ditetapkan karena penetapan kompensasi adalah sesuatu yang sangat penting.
Jalan yang paling mudah adalah dengan menggunakan ketentuan yang
memang sudah ada, contoh ketentuan pemerintah tentang upah yang layak. Apabila
peraturan pemerintah tentang upah yang layak tidak ada maka kita dapat meneliti
besarnya kompensasi yang layak berlaku dalam masyarakat setempat misal di
Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Contoh, di wilayah DKI Jakarta tersebut
upah terendah yang diberikan kepada seorang pekerja sehari adalah
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) ditambah makan sehari satu kali (tahun 2009)
maka berarti kompensasi yang layak sehari adalah Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) plus nilai makanan dalam rupiah.
Sudah barang tentu, kita dapat menetapkan kompensasi yang layak lebih
tinggi dari jumlah tersebut, apabila menurut penelitian kita jumlah kompensasi
tersebut terlalu rendah. Oleh karena itu, menetapkan kompensasi layak yang lebih
tinggi, justru akan menguntungkan organisasi tersebut. Apabila kita telah
menetapkan kompensasi layak ini, tidak berarti bahwa kita tidak boleh menetapkan
lebih tinggi dari ketentuan tersebut tersebut. Setiap organisasi hendaknya tidak
hanya dapat menetapkan kompensasi yang layak secara umum, tetapi harus dapat
pula menetapkan kompensasi layak secara khusus. Dengan kompensasi yang layak
secara umum, yang dimaksud adalah kompensasi layak yang diberikan kepada

ii
pegawai yang paling bawah. Sementara itu, dengan kompensasi layak secara
khusus adalah kompensasi layak yang akan diberikan pada setiap pegawai.
Penetapan kompensasi yang layak ini penting, sebab apabila kita
menetapkan kompensasi di bawah kebutuhan layak maka dapat menyulitkan
organisasi. Kesulitan tersebut antara lain organisasi tersebut akan dianggap
melanggar secara yuridis, tidak tahu etika, kurang mempunyai rasa kemanusiaan
dan sebagainya. Hal lain yang tidak kalah penting, adalah kemungkinan organisasi
tersebut tidak dapat memperoleh pegawai, moral, dan disiplin kerja sangat rendah.
Hal itu, justru akan merugikan organisasi dan menjatuhkan nama organisasi yang
bersangkutan.
Besarnya kompensasi harus diusahakan sehingga mampu mengikat
pegawainya. Hal ini sangat penting sebab bila kompensasi yang diberikan pada
pegawainya tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan organisasi lain pada
umumnya, maka bila ada kesempatan hal ini menimbulkan kecenderungan
pindahnya pegawai tersebut ke organisasi lain. Hal ini harus diperhatikan terutama
bagi pegawai yang penting, sebab mereka ini pada umumnya telah diberikan latihan
dengan biaya yang cukup besar.
Selain latihan memerlukan biaya yang cukup besar maka keluarnya
sebagian besar pegawai yang penting dapat menyebabkan kemacetan bagi
organisasi yang bersangkutan. Apalagi saat-saat ini, ada kecenderungan bagi
organisasi baru atau lama untuk berusaha menarik pegawai penting dari mereka
yang sudah berpengalaman dengan imbalan yang menggiurkan. Padahal sebagian
besar pegawai tersebut pada umumnya bekerja pada organisasi yang lain
Untuk dapat menetapkan besarnya kompensasi yang mampu mengikat,
maka kita harus meneliti besarnya kompensasi yang diberikan organisasi lain. Pada
umumnya untuk tugas yang sejenis atau hampir sama. Apabila keuangan organisasi
memungkinkan, maka kita mengetahui betapa besar pengaruh penetapan
kompensasi yang kurang adil. Untuk dapat menetapkan upah/gaji yang adil, maka
organisasi tersebut harus mengkategorikan tugastugas dalam beberapa bagian yang
menurut penilaiannya perlu diberikan kompensasi yang sama.

ii
Penggolongan tersebut jangan terlalu banyak sebab akan merepotkan
administrasinya. Sebaliknya, kalau terlalu sedikit maka dapat menyebabkan
kemungkinan penggolongan tersebut kurang tepat. Penggolongan pekerjaan
tersebut didasarkan pada penilaian bahwa untuk tugas-tugas tersebut perlu
diberikan kompensasi yang sama berdasarkan pertimbangan-pertimbangan antara
lain berat ringannya pekerjaan; sulit tidaknya pekerjaan; besar kecilnya risiko
pekerjaan; dan perlu tidaknya keterampilan dalam pekerjaan.

3.5 Remunerasi
Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa kompensasi yang diberikan
tidak mesti berwujud uang, tetapi dapat juga dalam bentuk innatura, serta fasilitas-
fasilitas yang lain. Meskipun demikian, kesemuanya tersebut harus dapat dinilai
dalam uang, dan diterimakan relatif secara tetap. Timbul pertanyaan di sini,
mengapa tidak semua kompensasi tersebut diwujudkan dalam bentuk uang. Contoh,
seorang pegawai selain menerima kompensasi dalam bentuk upah yang berwujud
uang, maka pegawai tersebut mendapat tambahan beras, gula, teh dan sebagainya.
Selain dengan istilah compensation, Sikula (1981) juga mengemukakan
adanya istilah remuneration. “A remuneration is reward payment or reimbursement
for services rendered”. Remunerasi dimaksudkan sebagai suatu hadiah,
pembayaran, atau balas jasa untuk jasa yang diberikan. Dari sudut jumlah
pengeluaran uang maka seluruh kompensasi tersebut diwujudkan dalam bentuk
uang ataukah diwujudkan dalam bentuk yang lain sama saja bagi organisasi. Tetapi
ada suatu organisasi yang memberikan kompensasi kepada pegawainya tidak dalam
bentuk uang seluruhnya karena pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Organisasi menganggap bahwa dengan tidak memberikan dalam bentuk
uang seluruhnya, maka kompensasi yang diberikan tersebut akan dapat mencapai
sasaran lebih baik. Contoh, seorang pegawai mendapatkan kompensasi uang
Rp1.250.000,00 (satu juta dua ratus lima puluh ribu rupiah) per bulan ditambah
dengan beras seharga Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah). Sementara
itu, seluruh kompensasi yang diberikan sejumlah Rp1.400.000,00 (satu juta empat
ratus ribu rupiah) per bulan.

ii
Sama seperti uraian sebelumnya, Simamora (1997:539-540)
mengemukakan sebagai berikut. ”Kompensasi (compensation) meliputi kembalian-
kembalian finansial dan jasa-jasa terwujud dan tunjangantunjangan yang diterima
karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan
yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada
organisasi”. Atas dasar pengertian tentang kompensasi tersebut, berikut dapat
dielaborasi bahwa hubungan kepegawaian adalah hubungan antara dua pihak yang
memikul kewajiban dan tanggung jawab yang berbeda, tetapi saling mempengaruhi
dan saling menentukan.

3.6 Tanggung Jawab Organisasi Tentang Kompensasi


Di lain pihak, Thomson (2002:118) mengemukakan sebagai berikut.
”Kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi cara dan alasan orang-
orang bekerja pada suatu organisasi dan bukan pada organisasi lainnya”.
Berdasarkan uraian tersebut, berikut dikemukakan bahwa berdasarkan pengertian
tersebut terlihat adanya dua pihak yang memikul kewajiban dan tanggung jawab
yang berlainan namun, saling berhubungan dan saling menentukan.
Pihak pertama, adalah para karyawan yang berkewajiban dan tanggung
jawab melaksanakan kegiatan yang disebut bekerja. Sementara itu, pihak yang
kedua adalah organisasi yang memikul kewajiban dan tanggung jawab memberikan
penghargaan atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pihak pertama. Dari sisi
lain terlihat juga dalam pengertian bahwa pekerjaanyang telah dilaksanakan
tersebut harus yang relevan sehingga merupakan kontribusi dalam usaha
mewujudkan tujuan organisasi.
Pekerjaan yang dihargai dan diberi ganjaran, bukan kegiatan-kegiatan atau
pekerjaan di luar organisasi untuk mencapai tujuannya. Suatu organisasi, lebih-
lebih yang profit making, suatu pengaturan kompensasi merupakan faktor penting
untuk dapat menarik, memelihara maupun mempertahankan karyawan bagi
kepentingan organisasinya yang bersangkutan. Sebelumnya, telah dikemukakan
bahwa terhadap karyawan yang telah memberikan segala kemampuan kerjanya
pada organisasi maka organisasi sudah sewajarnya menghargai jerih payah

ii
karyawan itu, dengan cara memberi balas jasa atau kompensasi yang setimpal
kepada mereka.
Pemberian kompensasi yang cukup baik pada karyawan yang berprestasi
baik, akan mendorong atau memberikan motivasi untuk bekerja dengan lebih baik
dan ke arah pekerjaan-pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain, terdapat
kecenderungan karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya
rendah ke tempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan
prestasi kerja yang lebih baik.
Dengan demikian, organisasi yang dalam pemberian kompensasinya
semakin baik maka hal tersebut akan mendorong karyawan bekerja semakin
produktif. Dengan pemberian kompensasi yang tinggi, hal tersebut juga
mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan
tersebut dengan efisien dan efektif. Atas uraian tersebut, yang perlu mendapatkan
penekanan adalah alasan orang-orang mau bekerja pada suatu organisasi dan bukan
pada organisasi lainnya.
Dalam kaitan ini tentu lebih menekankan kepada tenaga kerja/karyawan
yang potensial atau yang sesuai dengan kebutuhan organisasi (job spesification).
Dengan adanya pemberian kompensasi yang tepat, baik dari aspek jumlah maupun
waktunya, maka semua karyawan akan dapat bekerja dengan tenang dan
mengonsentrasikan seluruh pikirannya untuk menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Apalagi, karyawan yang tergolong potensial (mempunyai talenta dan
keterampilan lebih dibanding yang lain), akan dapat mengembangkan potensi
dirinya untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih bermutu. Apabila hal demikian
dapat terjadi, maka tidak boleh tidak bahwa organisasi akan dapat lebih cepat
mencapai tujuannya, yaitu memberikan hasil terbaik kepada pelanggannya.

3.7 Tujuan Manajemen Kompensasi


Adapun tujuan manajemen kompensasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk menarik orang-orang yang kompeten, berkualitas, dan berkarakter
bergabung dengan organisasi.

ii
2. Untuk mempertahankan orang-orang yang memiliki keunggulan,
kompetensi, berkualitas, dan berkarakter baik yang sudah bergabung dengan
organisasi agar tidak keluar dari organisasi.
3. Untuk menjaga agar orang –orang dalam organisasi tetap mau bekerja, karena
kompensasi yang tidak memadai memungkinkan pegawai untuk melakukan
mogok kerja yang sebenarnya sangat merugikan organisasi.
4. Untuk memotivasi karyawan atau pegawai agar mencapai prestasi yang
terbaik.
Ada beberapa keuntungan dari menerapkan manajemen kompensasi, antara lain
 Sistem kompensasi yang didesain dengan adil dan baik, memberikan
dampak positif dalam efisiensi dan hasil kerja setiap karyawan/individu di
dalamnya.
 Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk memberikan
kinerja melebihi standar normal.
 Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan (Job
Evaluation), yang lebih realistis dan dapat dicapai (achievable).
 Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap tingkat
jabatan di dalam organisasi
 Sistem memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan(work-life
balance). Sistem tidak memberikan hukuman kepada karyawan untuk
sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan mengeksploitasi
karyawan.
 Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan,
produktifitas dan kerjasama antar karyawan, selain memberikan kepuasan
kepada karyawan.
 Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam memenuhi dan
menghadapi aksi karyawan.
 Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang memuaskan
kedua pihak bila terjadi selisih antara serikat pekerja dan manajemen.

ii
 Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesempatan bagi
karyawan untuk berkinerja dan memberikan hasil lebih baik dari
sebelumnya.

3.8 Mekanisme Reward Dan Punishment


Prinsip yang penting dalam manajemen kompensasi adalah prestasi yang
tinggi harus diberi penghargaan atau reward. sedangkan kinerja yang buruk
harus diberikan hukuman atau punishment. Secara garis besar mekanisime atau
proses reward dan punisment melibatkan beberapa variable, yaitu:
a. motivasi
b. kinerja
c. kepuasan
d. penghargaan dan hukuman
Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui berhasil atau tidaknya
seseorang kelompok. dan organisási mencapai target kinerja dan tujuan
ditetapkan. Sistem perhargaan dan hukuman yang adil akan menaikkan
kepuasan pegawai

3.9 Manajemen Kompensasi Berorientasi Pada Penghargaan (Reward)


Sistem manajemen yang berorientasi pada reward dirasakan lebih adil dan
menantang.
1. Kriteria kinerja sebagai dasar pemberian penghargaan.
Beberapa kriteria kinerja itu antara lain :
a. Kriteria keuangan
b. Kemampuan menyelamatkan atau menyehatkan organisasi
c. Kemampuan menjadikan organisasi pada prestasi terbaik di antara
pesaing-pesaingnya
2. Komponen Utama Sistem Reward
Setiap individu atau kelompok yang memiliki kinerja yang tinggi perlu
mendapatkan penghargaan. Komponen utama sitem reward terdiri atas tiga
elemen yaitu:

ii
a. Gaji
b. Kesejahteraan
c. Pengembangan karir

3.9 Pendekatan Pemberian Penghargaan


Ada beberapa pendekatan yaitu :
1. Sistem prestasi kerja (merit system)
Sistem prestasi kerja (merit system) merupakan pendekatan dalam
pemberian penghargaan yang didasarkan pada prestasi yang dihasilkan pada
prestasi hasil kerja Gob perfomance). Dalam sistem ini yang diutamakan
adalah kemampuan kerja seseorang, baik berupa keterampilan, keahlian,
dan efektifitas kerja.
2. Sistem karir/senioritas (seniority system)
Sistem karir/senioritas merupakan pendekatan dalam pemberian
penghargaan yang didasarkan pada masa kerja (senioritas). Dalam sistem
senioritas, masa kerja menjadi pertimbangan utama.
3. Kombinas antara prestasi dan senioritas
Sistem prestai kerja dianggap lebih adil dan mampu membangkitkan
motivasi namun dinilai kurang memperhatikan aspek humanis-psikologis.
Sementara itu sistem senioritas dinilai lebih humanis akan tetapi kurang adil
dan kurang mampu memotivasi. Apabila kedua pendekatan tersebut
digabungkan, maka diharapkan kedua sistem itu bisa saling melengkapi.
4. Cafetaria-style fringe benefits
Cafetaria-style fringe benefits merupakan pendekatan dalam memberikan
reward kepada pegawai berdasarkan paket-paket bonus atau kesejahteraan
yang dapat dipilih pegawai. Pegawai berperan aktif dalam menentukan
reward untuk dirinya sehingga akan terasa lebih berharga bagi pegawai
karena sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.
5. Simpanan Cuti Kerja (Banking time of)

ii
Banking time off merupakan pemberian reward kepada pegawai dengan cara
memberikan simpanan cuti kerja yang dapat diambil oleh pegawai karena
perilaku yang dinilai baik, yaitu kinerjanya atau kehadirannya
6. Skill-based pay
Skill-based pay merupakan pendekatan pemberian reward yang didasarkan
pada banyaknya keahlian atau keterampilan yang dimiliki pegawai.
Efisiensi dan nilai tambah pegawai sangat penting untuk diperhatikan.
7. Gainsharing
Gainsharing merupakan pendekatan suatu bentuk insentif kepada kelompok
yang didasarkan pada formula. Insentif tersebut berasal dari kelebihan
keuangan organisasi yang diakibatkan oleh perbaikan kinerja.

ii
BAB 4
ANALISIS PEMBAHASAN
Penelitian ini di kategorikan sebagai explanatory research dengan populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai negeri sipil yang dibatasi pada
eselonisasi pada lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Gorontalo yang
berjumlah 534 orang, sedangkan sampel dibatasi 84 orang dengan criteria Seluruh
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan struktural (eselon), seluruh
PNS yang menduduki jabatan struktural pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang dianggap berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat,
seluruh pejabat struktural yang memahami konsep entrepreneurial government,
dilihat dari keikutsertaan pejabat pemda dalam pelatihan dan kursus yang
berhubungan dengan penerapan kewirausahaan sektor publik.
Untuk menguji pengaruh antara variabel Kompensasi, Entrepreneurial
Government, dan kinerja aparatur, serta untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini adalah metode analisis jalur (Path Analisis). Serta
digunakan analisis faktor (CFA) untuk analisis deskriptif pada setiap variabel dan
indikator.
Dari hasil perhitungan didapatkkan hasil pengujian hipotesis sebagai
berikut:
 Pengujian Hipotesis H1
Hipotesis H1 menyatakan bahwa diduga kompensasi berpengaruh langsung
secara positif terhadap implementasi entrepreneurial government. Hasil ujit
terhadap koefisien jalur pada hubungan ini sebesar 0,652 (sig,t = 0,000), sehingga
dapat disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis H1 bahwa
kompensasi yang baik akan meningkatkan entrepreneurial government.
 Pengujian Hipotesis H2
Hipotesis H2 menyatakan bahwa diduga kompensasi berpengaruh langsung
secara positif terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah. Hasil uji-t terhadap
koefisien jalur pada hubungan ini sebesar 0,227 (sig,t = 0,000), sehingga dapat
disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis H1 bahwa kompensasi
yang baik akan meningkatkan kinerja aparatur pemerintah adaerah.

ii
 Pengujian Hipotesis H3
Hipotesis H3 menyatakan bahwa diduga entrepreneurial government
berpengaruh langsung secara positif terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah.
Hasil uji-t terhadap koefisien jalur pada hubungan ini sebesar 0,605 (sig,t = 0,000),
sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis H1 bahwa
implementasi entrepreneurial government dilingkungan pemerintah daerah akan
meningkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah.
 Pengujian Hipotesis H4
Hipotesis H4 menyatakan bahwa diduga kompensasi berpengaruh tidak
langsung secara positif terhadap Kinerja aparatur pemerintah daerah melalui
entrepreneurial government sebagai variabel intervening. Hasil uji-t terhadap
koefisien jalur pada hubungan ini sebesar 0,652 (sig,t = 0,000) dan 0,605 (sig.t =
0,000), sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian mendukung hipotesis H4
bahwa kompensasi berorientasi tugas akan meningkatkan kinerja birokrasi melalui
implementasi entrepreneurial government.

PEMBAHASAN
Pengaruh Kompensasi terhadap Entrepreneurial Government
Pengujian empiris sudah dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompensasi
terhadap implementasi entrepreneurial governmen. Hasil pengujian terhadap
entrepreneurial governmen menunjukan bahwa kompensasi mempunyai pengaruh
yang signifikan. Dengan kata lain dimensi-dimensi tunjangan kinerja daerah
(TKD), promosi, pengembangan diri, pengakuan dan kendaraan dinas operasional
mempengaruhi secara signifikan terhadap implementasi entrepreneurial
government. Hal ini berarti bahwa implementasi ataupun penerapan jiwa
kewirausahaan dalam tubuh pemerintah daerah dapat dijalankan dengan baik
apabila dibarengi dengan sistim pemberian kompensasi yang baik. Hasil temuan
dari penelitian ini menunjukan bahwa dari beberapa indikator diatas diantaranya
tunjangan kinerja daerah (TKD), promosi, pengembangan diri, pengakuan dan
kendaraan dinas operasional taraf signifikansi terbaik dimiliki oleh indikator
Tunjangan Kinerja Daerah (TKD).

ii
Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah
Berdasarkan hasil uji yang tela dilakukan, ternyata variabel kompensasi
berpengaruh signifikan terhadap kinerja aparatur/pegawai. Apabila kompensasi
yang diterima oleh pegawai sesuai dengan apa yang diharapkan memiliki unsur
keadlian maka tentunya akan meningkatkan kinerja dari setiap aparatur tersebut.
Unsur keadilan yang dimaksud adalah sistim pemberian kompensasi didasari oleh
hasil pekerjaan dari setiap aparatur yang tentunya dinilai secara obyektif, dan
pemberian kompensasi tentunya sesuai dengan besar tidaknya tanggung jawab
dalam pekerjaan serta beberapa unsur yang menjadi indikator penilaian kinerja.

ii
BAB 5
KESIMPULAN

Manajemen kompensasi adalah proses pengembangan dan penerapan


strategi, kebijakan, serta sistem kompensasi yang membantu organisasi untuk
mencapai sasarannya dengan mendapatkan dan mempertahankan orang yang
diperlukan dan dengan meningkatkan motivasi serta komitmen mereka.
Kompensasi merupakan hal yang sangat penting bagi karyawan terutama
karyawan sektor publik karena kompensasi dapat dijadikan sebagai motivasi dan
acuan bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas yang baik.
Apalagi sektor publik sangat mengedepankan pelayanan bagi masyarakat. Sehingga
untuk menghasilkan pelayanan yang baik perlu meningkatkan kinerja karyawan
yang baik pula, salah satunya dengan kompensasi.
Tetapi di Indonesia saat ini sistem kompensasi karyawan sektor publik
merupakan bagian yang kurang mendapatkan perhatian dalam manajemen aparatur
negara di tingkat nasional. Implikasinya, persoalan kompensasi masih belum dapat
terselesaikan sepenuhnya hingga saat ini, bahkan sejak awal dirumuskan dan
diimplementasikannya kebijakan yang terkait dengan kompensasi.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. T. Gramedia


Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Kadarisman, Muh. 2012. Manajemen Kompensasi. Raja Grafindo Persada,


Jakarta.

Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP AMP YKPN,


Yogyakarta.

Niode , Yanto. 2012. Pengaruh Kompensasi terhadap Implementasi


Entrepreneurial Government dan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah (Studi
pada Pemerintah Daerah Provinsi Gorontalo). Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.

Simanungkalit, Janry Uli Panusunan. 2012. SISTEM KOMPENSASI PEGAWAI


NEGERI SIPIL DI INDONESIA (Suatu Analisis Kompensasi dan Pilihan Strategi
Kompensasi Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kabupaten Gunung
Kidul, dan Pemerintah Kota Depok). Universitas Indonesia, Depok.

W.R, Shiomy Suci. 2014. Dampak Pelaksanaan Sistem Kompensasi Berbasis


Kinerja Terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. Departemen Ilmu Administrasi, FISIP,
Universitas Airlangga, Surabaya.

ii

Anda mungkin juga menyukai