Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN AKUSTIKA

KELOMPOK SOUND SOURCES

KELOMPOK:

Franky P. H. Sibueya 15/384827/TK/43489


Hazel D. Febriadi 15/384830/TK/43492
Irvan K. Ardi 15/384836/TK/43498
Kenny D. Antoro 15/384839/TK/43501

PROGRAM STUDI TEKNIK FISIKA


DEPARTEMEN TENKIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
TAHUN AJARAN 2016/2017
1. ANECHOIC CHAMBER

1.1 Definisi Anechoic Chamber

Anechoic Chamber berasal dari kata An, Echoic, dan Chamber. An berarti tidak atau
tanpa, Echoic berarti gema sedangkan Chamber adalah kamar atau ruang. Jadi Anechoic
Chamber adalah ruangan tanpa gema.

Sebuah ruang tanpa gema adalah sebuah ruangan yang dirancang untuk meredam
gelombang refleksi baik suara atau elektromagnetik. Ruangan tersebut juga terisolasi dari
noise yang berasal dari luar. Kombinasi dari kedua aspek adalah mensimulasikan ruang
terbuka di dalam dimensi tak terbatas, yang berguna ketika hasil yang ada tidak berpengaruh
sama sekali dari pengaruh luar. Ruang tanpa gema awalnya digunakan dalam konteks akustik
(gelombang suara) untuk meminimalkan refleksi dari ruangan tersebut.

Di dalam ruangan tanpa gema, dinding yang menyelimutinya tidaklah seperti


kebanyakan ruangan pada umumnya yang berbentuk datar. Dinding penyerap yang dimiliki
ruangan tanpa gema bersifat khusus dan mempunyai bentuk-bentuk tertentu. Struktur
dindingnya dilapisi dengan material berdaya serap tinggi (wedges).

Diantara beberapa jenis penyerap yang sering digunakan di dalam ruangan tanpa
gema diantaranya :

1. Penyerap bentuk piramida

2. Penyerap bentuk prisma segitiga

1.2 Jenis-jenis Anechoic Chamber

Berdasarkan daya redamnya Anechoic Chamber dibagi menjadi :

1. Full anechoic chamber

Ruang dengan daya redam gelombang secara penuh. Dinding, lantai dan langit-langit
menyerap 99% sampai 100% energi gelombang yang mengenainya. Seluruh bagian
(termasuk bawah lantai merupakan wedges). Lantai terbuat dari kabel jala yang tegang dan
mampu menahan beban benda uji yang berat diatasnya.

Digunakan untuk pengukuran suara dalam berbagai penelitian dan pengembangan


aplikasi seperti analisis pola suara untuk pengeras suara, mikrofon dan komponen listrik,
telekomunikasi & peralatan komputer, serta klinik penelitian audiologi.

2. Hemi anechoic chamber

Hanya memiliki peredam akustik di dinding dan langit-langit saja. dan memiliki lantai
keras tanpa peredam akustik. Lantai padat dan keras dari ruang hemi-anechoic digunakan
untuk pengujian peralatan besar dan berat seperti mobil, peralatan konstruksi, dan peralatan
seperti lemari es, mesin cuci dan pengering.
1.3 Kegunaan Anechoic Chamber :

1. Untuk menyediakan lingkungan di mana hubungan antara sound power dan sound
pressure diketahui dengan baik (detail).

2. Untuk mengurangi atau menghilangkan pantulan gelombang dan gangguan yang


berasal dari luar (free field condition)

Dengan anechoic chamber, kita dapat mengetahui secara real karakteristik akustik dari suatu
material karena semua gangguan sudah diminimalkan bahkan dihilangkan.

1.4 Cara kerja anechoic chamber

Sumber bunyi yang di pancarkan, akan menggetarkan udara di dalam anechoic


chamber. Perambatan Gelombang Bunyi akan menghantam dinding Chamber, dan tidak
dipantulkan keluar.

Gelombang bunyi dengan intensitas I, akan menabrak dinding chamber. Gelombang


yang datang akan dipantulkan sebagai standing wave yang saling menghilangkan di gap antar
dinding anechoic chamber. Gelombang yang dipantulkan memiliki intensitas yang kecil
sekali, atau bahkan sama sekali tidak ada yang dipantulkan.

1.5 Contoh aplikasi Anechoic Chamber untuk pengujian akustik

1. Dry Sound, Merekam suara-suara dengan tangkapan hanya pada direct sound-nya
saja.

2. Measurement of the characteristics of loudspeakers, Digunakan untuk mengetahui


sebaran gelombang suara yang diradiasikan oleh membran speaker tanpa gangguan noise
atau refleksi.

3. Measurement of the directivity of loudspeakers, Digunakan untuk mengetahui


sebaran gelombang suara yang ditangkap oleh microphone

4. Noise Measurement, Digunakan untuk mengukur noise suatu perangkat yang


biasanya muncul pada frekuensi rendah (atau berintesitas rendah).
2. Revereberation Chamber

2.1 Apa itu Reverberation Chamber?


Reverberation chamber adalah sebuah ruangan yang dibuat sedemikian rupa untuk membentuk
suatu medan persebaran suara yang terdifusi ke segala arah dengan distribusi energi akustik
yang seragam. Setiap bagian dari ruangan ini didesain memiliki koefisien absorbsi terhadap
suara sekecil mungkin dan memiliki koefisien refleksi terhadap suara sebesar mungkin,
sehingga setiap ada sumber suara yang ada akan terpantulkan secara keseluruhan.

Besarya koefisien penyerapan suara dinyatakan dalam α yang nilainyaberada pada rentang 0
hingga 1. Koefisien penyerapan akan bernilai 0 apabila tidak ada satupun suara yang diserap,
atau dengan kata lain semua suara yang dihasilkan akan terpantulkan. Sedangkan koefisien akan
bernilai 1 apabila semua suara yang dihasilkan akan terserap.

2.2 Manfaat Reverberation Chamber

2.2.1 Memaksimalkan suara yang didengar oleh pendengar dari sumber bunyi.
Pada reverberation chamber, koefisien absorpsi bernilai 0. Artinya, tidak ada penyerapan
dan suara yang dihasilkan idealnya dipantulkan secara sempurna. Hal ini menyebabkan
suara yang didengar oleh pendengar akan maksimal.

2.2.2 Dapat digunakan untuk sejumlah pengukuran standar.


Karena reverberation chamber merupakan tempat yang ideal dan memiliki karakteristik
yang sama untuk setiap ruangannya, serta pembuatannya tidak terlalu mahal, maka
banyak pengujian dan pengukuran akustik yang diterapkan pada ruang ini. Antara lain
penentuan kekuatan suara, pengukuran penyerapan suara, dan pengukuran rugi
transmisi.

2.3 Perbandingan Reverberation Chamber dengan Reverberation Chamber


Secara khusus, ada dua karakterisitik yang membedakan ruangan menurut transmisi energi
suara.Pertama apabila seluruh permukaan dalam ruangan bersifat sangat menyerap dan yang
kedua ,seluruh permukaan dalam ruangan bersifat sangat memantulkan energi suara yang
sampai kepadanya. Bila permukaan dalam ruang seluruhnya sangat menyerap, maka komponen
suara yang sampai ke pendengar hanyalah komponen langsung saja dan ruangan yang seperti ini
disebut ruang anechoic (anechoic chamber). Sedangkan pada ruang yang seluruh permukaannya
bersifat sangat memantulkan energi, maka komponen suara pantul akan jauh lebih dominan
dibandingkan komponen langsungnya, dan biasa disebut sebagai ruang dengung (reverberation
chamber) .Berikut ditampilkan indikator perbandingan Anechoic dengan Reverberation
Chamber.
Anechoic chamber Reverberation chamber

Koefisen absorbsi = 1 Koefisen absorbsi = 0

Material penyusun lunak Material penyusun keras

Difusi tidak merata Difusi tidak merata

Tekanan bunyi di setiap titik tidak sama Tekanan bunyi di setiap titik sama

Tidak ada bunyi yang dipantulkan Semua bunyi dipantulkan

Tabel 1.1 Perbedaan anechoic chamber dan reverberation chamber

Gambar 1.2 Contoh reverberation chamber

2.4 Karakteristik Reverberation Chamber


Dibawah ini adalah indikator karakteristik bahwa sebuah reverberation chamber dapat dianggap
ideal, diantaranya adalah:
2.4.1 Mudah memantulkan suara
Suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi di dalam reverberation chamber idealnya akan
dipantulkan secara sempurna seutuhnya.. Maka dari itu biasanya dinding permukaan
chamber dibuat dari material yang keras, seperti marmer, alumunium, logam,karena
memiliki koefisien absorbsi yang kecil.

2.4.2 Suara terdifusi secara merata


Dalam reverberation chamber, suara dari sumber bunyi akan dipantulkan dari satu
permukaan ke permukaan chamber lain. Proses pemantulan berulang ini mengakibatkan
energi suara akan tersebar ( terdifusi ) secara merata di seluruh bagian chamber.
Penambahan panel diffusi dalam chamber juga sering dilakukan untuk memaksimalkan
diffusi suara dalam revereration chamber.

2.4.3 Kedap suara


Maksud dari kedap suara disini adalah konstruksi dari reverberation chamber dibuat
sedemikian rupa sehinngga tidak ada noise dari lingkugan atau dari sumber lain, selain
sumber bunyi, yang dapat masuk ke dalam chamber. Adanya jendela, ventilasi, ataupun
sejenisnya sangat tidak dianjurkan pada reverberation chamber karena akan
menimbulkan noise yang tidak diinginkan pada ruangan.
2.5 Parameter Kualitas Reverberation Chamber

2.5.1 Material penyusun


Material yang dipilih dalam reverberation chamber hendaknya memiliki koefisien
absorbsi yang rendah.Semakin rendah nilai koefisien absorbsi material yang digunakan
maka akan semakiN baik parameter dari suatu reverberation chamber.

Material yang keras, yang tak dapat ditembus (kedap), seperti bata, bahan bangunan batu,
dan beton, biasanya dipilih karena hanya menyerap energi gelombang bunyi datang
kurang dari 5% (0,05). Material penyusun ruang ini disusun sedemikian rupa sehingga
dapat membuat difusi menjadi merata. Setiap jenis material / benda memiliki koefisien

absorbsi yang berbeda- beda, sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

2.5.2 Reverberation time (Waktu dengung)


Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan oleh sumber bunyi yang dihentikan
seketika (bunyi impulse) untuk turun intensitasnya sebanyak 60 dB dari intensitas
awalnya. Reverberation time / waktu dengung menunjukkan seberapa lama energi suara
dapat bertahan di dalam ruangan. Melalui waktu dengung, kualitas akustik suatu
reverberation chamber dapat diukur. Dalam reverberation chamber, energy akustik yang
dihasilkan oleh sumber diharapkan mampu bertahan selamanya dalam chamber. Namun
hal tersebut tidaklah mungkin. Maka dari itu reverberation chamber didesain dengan
sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan energy akustik selama
mungkinWaktu dengung sebuah ruangan akan bergantung pada volume ruangan, luas
permukaan bidang-bidang pembentuk ruangan, tingkat penyerapan permukaan bidang,
dan frekuensi bunyi yang dihasilkan sumber bunyi dalam ruangan.

2.5.3 Noise
Merupakan komponen suara yang tidak kita inginkan. Noise ini akan membuat data
suara yang kita ambil menjadi tidak baik. Sehingga semakin sedikit noise yang ada pada
reverberation chamber, akan semakin baik
2.5.4 Diffusifitas atau penyebaran suara
Reverberation chamber secara definisi adalah ruangan yang memiliki energi akustik
yang merata di setiap sudut ruangannya, sehingga penyebaran suara pada reverberation
menjadi penting pada reverberation chamber agar seluruh sudut ruangan memiliki sound
pressure level (SPL) yang sama pada tiap titik. Difusi dibutuhkan agar persebaran suara
pada sebuah ruangan merata. Digunakannya material material yang bersifat keras pada
reverberation chamber, suara yang ada akan semakin terdifusi. Selain itu penambahan
panel diffusi juga sering dilakukan untuk memaksimalkan diffusifitas suara dalam
reveberation chamber.

2.6 FUNGSI REVERBERATION CHAMBER


Fungsi dari ruang dengung / reverberation chamber sebenarnya adalah untuk menciptakan
sebuah lingkungan ideal dimana dapat digunakan sebagai tempat :
2.6.1 Kalibrasi mikrofon
Ruang dengung dapat digunakan untuk mengkalibrasi mikrofon. Kalibrasi ini dilakukan
dengan cara membandingkan mikrofon yang akan diuji dengan mikrofon acuan yang
telah dikalibrasi sesuai dengan standar nasional di tempat pengujian.
2.6.2 Pengukuran kekuatan bunyi dari sumber suara
Pengukuran kekuatan bunyi dari suatu sumber bunyi harus dilakukan di tempat yang
sama dan ideal agar mendapatkan hasil yang tidak terpengaruh oleh faktor luar. Karena
karakteristik untuk semua ruang dengung hampir sama, maka pengukuran kekuatan
bunyi dari suatu sumber suara dapat dilakukan di ruang ini.
2.6.3 Pengukuran koefisien absorbsi akustik material
Pada ruang dengung, koefisien absorpsi bernilai 0 dan gelombang akan terpantul secara
hampir sempurna. Oleh karena itu, untuk mengetahui koefisien absorpsi dari material
digunakanlah ruang dengung. Jika pada ruang dengung terdapat material yang akan
dicari koefisien absorpsinya, sehingga jika dinding dari ruang dengung dilapisi oleh
material yang akan dicari koefisien absorpsinya, maka akan terlihat perbandingan antara
daya yang diterima oleh detektor sehingga kita dapat mengetahui koefisien absopsinya.

Selain ketiga fungsi di atas, ada beberapa fungsi lain dari ruang dengung yang juga terkait
pengukuran akustik seperti Studi kejenuhan akustik pada komponen pesawat dan mengukur
koefisien penyerapan suara pada material di suatu bangunan

2.7 Pengukuran dan uji akustik dalam Reverberation Chamber

2.7.1 Pengukuran Reverberation time dan Decay Time


Hampir seluruh proses pengukuran maupun uji akustik yang dilakukan di reverberation
chamber melibatkan harga reverberation time dan decay rate. Untuk memprediksikan
harga reverberation time dan decay rate dari sebuah reverberation chamber, terlebih
dahulu kita harus mengetahui bagaimana proses yang terjadi dalam chamber.

Ketika sound source mulai menghasilkan bunyi, gelombang suara langsung ( dari sound
source ) akan dipantulkan dari boundary ke boundary chamber menghasilkan
gelombang suara pantul dan secara bertahap akan meningkatkan sound pressure dalam
reverberation chamber. Peningkatan sound pressure ini akan terus berlanjut selama
sound power belum dimatikan sampai terbentuk suatu kondisi kesetimbangan (
equilibrium ) antara energy yang ditransmisikan oleh sumber suara dengan energi yang
diserap oleh ruangan. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi kesetimbangan
tersebut dihitung sejak sumber suara dibunyian disebut dengan build up time.
Sound energy density dirumuskan sebagai :
𝐼
𝑬 = … … … . (1)
𝑐
Dan sound power yang ditransmisikan oleh source adalah 𝑃𝑠 . Maka persamaan
kesetimbangan antara energy yang diabsorbsi oleh ruangan dan energy yang
ditransmisikan oleh sumber suara dituliskan sebagai :
1 𝑑𝑬
𝑃𝑠 𝑑𝑡 − 𝑬𝑐𝐴 𝑑𝑡 = 𝑉 𝑑𝑡 … … … … … (2)
4 𝑑𝑡
Dengan :
𝑐 = 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑔𝑒𝑙𝑜𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑎𝑟𝑎
𝑉 = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑟𝑒𝑣𝑒𝑟𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟
𝐴 = 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟, 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑒𝑓𝑖𝑛𝑖𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑎𝑏𝑖𝑛𝑒 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 ∶
1
𝐴= (∑ 𝑆𝑖 𝛼𝑖 )
𝑆
𝑆 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟
𝑆𝑖 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑖
𝛼𝑖 = 𝑘𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑖
Saat kondisi kesetimbangan ( equilibrium ) yang telah disebutkan sebelumnya tercapai,
𝑑𝑬
maka = 0, dan persamaan enengy density dapat dituliskan sebagai [6]:
𝑑𝑡
4𝑃𝑠
𝑬0 = … … … … … … . (3)
𝑐𝐴
Persamaan diatas (3) dapat pula dituliskan [6]:
𝑐𝐴
𝑬 = 𝑬0 ( 1 − 𝑒 4𝑉𝑡 ) … … … … … . . (4)

Ketika energy density dalam ruangan mencapai equilibrium atau dalam kata lain mencapai
nilai maksimum, sumber suara akan dimatikan , persamaan (2) akan menjadi [6]:
𝑑𝑬 1
𝑉 = 𝑬𝑐𝐴 … … … … … … (5)
𝑑𝑡 4
Dan jika persamaan (5) diintegralkan [6]:
𝑐𝐴
𝑬 = 𝑬𝟎 𝑒 4𝑉𝑡 … … … … … … . (6)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa baik pada build up maupun decay energy pada
reverberation chamber akan merupakan suatu fungsi exponensial. Persamaan (6) dapat
digunakan untuk menghitung waktu build up dan decay ruang ideal.

Reverberation time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk meredam energy
bunyi dalam ruang sebesar 60 desible dari sejak sumber suara dimatikan, atau dalam
prakteknya ialah saat suara sudah tidak terdengan lagi. Sedangkan decay rate merupakan
kecepatan peluruhan ( peredaman ) energy akustik dalam chamber dalam dB per second.
Studi tentang reverberation time sudah dilakukan oleh W.C Sabine di awal abad ke 20.
Dalam pengukurannya sabine menggunakan organ pipes untuk menghasilkan suara
dengan frekuensi tertentu dan stop watch untuk mengukur waktu sejak dia mematikan
organ pipe sampai suara tidak lagi terdengar [6].
Dalam perhitungan reverberation time, persamaan sabine dapat diturunkan dari persamaan
(6), dimana memperhitungkan decay dari energy suara pada ruang sebesar 60 decible
setelah build up time [6],
𝑬 𝑐𝐴
ln ( ) = ln 10−6 = − 𝑡 … … … … … . (7)
𝑬0 4𝑉

Penyelesaian persamaan (7) menghasilkan persamaan original sabine :


24𝑙𝑛10 𝑉
𝑇60 = [𝑠] … … … … … … . (8)
𝑐 𝐴
Pada suhu ruang (20 – 22 celsius degree) nilai cepat rambat suara di udara dapat dicari
sehinga persamaan berubah menjadi :
𝑉
𝑇60 = 0.161 [𝑠] … … … … … . . (9)
𝐴
Akan tetapi persamaan diatas tidak memperhitungkan sepenuhnya besar medium
attenuation yang disebabkan oleh udara, sehingga diperlukan suatu koreksi persamaan
yang dituliskan sebagai [6]:
𝑉
𝑇60 = 0.161 [𝑠] … … … … … . . (10)
𝐴 + 4𝑚𝑉
Dimana 𝑚 adalah konstanta energy attenuation medium penghantar gelombang suara.
Selain sabine, persamaan lain yang sering digunakan untuk menghitung nilai reverberation
time adalah persamaan Eyring yang dituliskan sebagai [6] :
𝑉
𝑇60 = 0.161 [𝑠] … … … … … … … . . (11)
𝐴′ + 4𝑚𝑉
Dengan[6],
𝐴′ = 𝑆𝑡𝑜𝑡 [ −2.3 𝑙𝑜𝑔10 (1 − 𝛼𝑒𝑦 )][𝑚2 ] … … … … … … . (12)
Nilai decay rate dapat dicari dari nilai reverberation time yang didapatkan, dimana
60 𝑑𝐵
𝑑= [ ] … … … … … … … (13)
𝑇60 𝑠
Untuk pengukuran nilai reverberation time dan decay rate dalam lapangan, konsep
pengukuran reverberation time yang telah dilakukan oleh sabine menjadi dasarnya. Yaitu
dengan menggunakan sound source dan mikrofone, nilai reverberation time diukur sejak
sound source dimatikan hingga energy akustik dalam chamber meluruh sebesar 60 dB [6].
Pada prakteknya, biasanya rentang pengukuran nilai reverberation time tidaklah murni
setelah peluruhan sebesar 60 dB, melainkan extrapolasi dari 20 hingga 30 dB decay,
tergantung dengan standard yang digunakan
Gambar .Extrapolasi reverberation time dari 30 dB decay

2.7.2 Kalibrasi Mikrofon


Kalibrasi mikrofon merupakan teknik pengukuran untuk menentukan sensitifitas
mikrofon dan respon dari frekuensi sumber bunyi. Sensitifitas adalah respon sinyal
output terhadap sinyal input. Dalam kasus mikrofon, sinyal output merupakan tegangan
keluaran mikrofon dan sinyal input merupakan sinyal akustik yang berupa variasi
tekanan dinamis yang diterima oleh diafragma mikrofon. Nilai sensitifitas mikrofon
diukur dalam proses kalibrasi sebagai volt per pascal, dan tingkat sensitifitas mirofon
didefinisikan dalam satuan desible dengan reverensi nilai 1V/Pa
Salah satu standar internasional yang digunakan dalam proses kalibrasi mikrofon adalah
IEC 61094. Teknik / metode yang digunakan dalam proses kalibrasi mikrofon antara
lain :
• Reciprocity calibration method
• Comparison or substitution methods
• Pistonphone (closed coupler)
• Sound pressure calibrator
• Electrostatic actuation

Proses kalibrasi mikrofon dilakukan dengan mengukur besar sensitifitas respon


mikrofon pada beberapa ideal sound field, yaitu :
1. Free Field Response
2. Pressure Field Response
3. Diffuse Field Response

Pada Reverberation Chamber, proses kalibrasi mikrofon dilakukan dengan mengukur


Diffuse Field Response dari mikrofon. Diffuse Field Response adalah respon mikrofon
terhadap sinyal akustik dengan random incidence. Karakteristik reverberation chamber
yang mendifusikan sinyal akustik secara merata dalam chamber dengan arah datang
yang acak ( disebabkan adanya proses refleksi oleh dinding- dinding dan diffuser pada
chamber ), membuat reverberation chamber sangat cocok untuk kaliberasi mikrofon
pada diffuse field.

Gambar . Set Up Alat

Dari hasil pengukuran didapatkan tegangan open circuit terminal receiver microphone
(𝑢2 ) dan arus terminal transmitter microphone (𝑖1 ). Besar impedansi transfer elektrik 2
mikrofon pada diffuse field adalah [10]:

…………………………(14)
𝑀𝑑,1 = Diffuse field sensitivities of microphones 1
𝑀𝑑,2 = Diffuse field sensitivities of microphones 2
𝐽𝑑,12 = Reciprocity Factor

Nilai Reciprocity Factor pada reverberation room ditunjukkan oleh persamaan berikut
[10]:

…………………………(15)
𝜌0 = Massa Jenis Udara
𝑇60 = Sabine reverberation time
𝑐 = Kecepatan suara
𝑉 = Volume reverberation room
𝑓 = Frekuensi

Nilai diffuse field sensitivity mikrofon 1 dirumuskan sebagai [10]:

…………………...(16)
Persamaan yang similar berlaku untuk mikrofon 2, dan 3.

2.7.3 PENGUKURAN SOUND POWER


Seperti yang telah disebutkan pada bagian Fungsi Reverberation Chamber, salah satu
fungsinya adalah untuk mengukur kekuatan sumber bunyi. Pengukuran kekuatan bunyi
dari suatu sumber bunyi harus dilakukan di tempat yang sama dan ideal agar
mendapatkan hasil yang tidak terpengaruh oleh faktor luar. Karena karakteristik untuk
semua ruang dengung hampir sama, maka pengukuran kekuatan bunyi dari suatu sumber
suara dapat dilakukan di ruang ini.
Ruang dengung dapat digunakan untuk mengukur kekuatan bunyi dari suatu sumber
bunyi karena pada ruang dengung energi suara (sound energy) tersebar merata di seluruh
ruangan dan terdapat medan difusi. Cara untuk mengetahui kekuatan bunyi dari suatu
sumber bunyi adalah dengan meletakkan detektor melingkupi sumber bunyi.

𝑃 = 𝐴𝑝𝒖. 𝒗 = 𝐴𝑝𝜈
Dengan keterangan :
𝐴 = area
𝑝 = tekanan suara
𝒖. 𝒗 = proyeksi kecepatan partikel v pada arah u

Telah diketahui bahwa di dalam ruang dengung tekanan suara tersebar merata.
Persamaan ini membuktikan pula bahwa pada ruang dengung energi suara juga tersebar
merata.

2.7.4 Pengukuran Kefisien Absorbsi Bahan


Pengujian nilai koefisien absorbsi bahan merupakan salah satu bidang uji akustik yang
sangat peting. Pada dasarnya uji koefisien absorbs dapat dilakukan di banyak jenis
acoustic room seperti pada anechoic chamber, dan impedance tube. Namun keterbatasan
ukuran sample uji pada impedance tube dan pembuatan anechoic chamber yang relative
mahal, membuat reverberation chamber menjadi pilihan yang tepat untuk pengujian
koefisien absorbsi bahan.
Standar internasional yang mengatur uji koefisien absorbsi bahan pada reverberation
chamber diantaranya adalah ISO 354 dan ASTM C423. Parameter yang dibutuhkan
dalam pengujian absorbsi bahan sample pada reverberation chamber adalah koefisien
absorbsi total chamber. Pengujian diakukan dengan cara mengukur besar reverberation
time atau decay rate saat reverberation chamber dalam keadaan kosong, dan mengukur
besar reverberation time atau decay rate saat sample uji sudah dimasukan. Perhitungan
besar koefisien absorbsi bahan dapat diukur dengan rumus pendekatan koefisien
absorbsi sabine dimana [6] :
𝐴𝑇
𝛼𝑠 = … … … … … … (17)
𝑆
𝛼𝑠 = 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑠𝑎𝑏𝑖𝑛𝑒
𝐴 𝑇 = 𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑠𝑖 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝑆 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑟𝑒𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
Gambar.Standar uji koefisien absorbsi bahan dengan reverberation chamber berdasarkan
standar ISO 354 dan ASTM C423 [9]

Dengan,
4𝑉 6 𝑙𝑛10 1 1
𝐴𝑇 = ( − ) … … … … … … … (18)
𝑆 𝑐2 𝑇2 𝑐1 𝑇1
Dengan memperhatikan factor koreksi dari medium attenuation [6],

1 1
𝐴𝑇 = 55.3 𝑉 ( − ) − 4𝑉 (𝑚2 − 𝑚1 ) … … … … … . . (19)
𝑐2 𝑇2 𝑐1 𝑇1
𝑐1 = 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝑐2 = 𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑟𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡 𝑏𝑢𝑛𝑦𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑐ℎ𝑎𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝑇1 = 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑟𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒)
𝑇2 = 𝑅𝑒𝑣𝑒𝑟𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝑚1 = 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑎𝑡𝑡𝑒𝑛𝑢𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒
𝑚2 = 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑢𝑚 𝑎𝑡𝑡𝑒𝑛𝑢𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒

Dikarenakan nilai 𝑐1 𝑑𝑎𝑛 𝑐2 sama, maka persamaan menjadi [6]


1 1
𝛼𝑠 = 55.3⁄𝑐𝑆 ( − ) − 4𝑉 (𝑚2 − 𝑚1 ) … … … … … . (20)
𝑇2 𝑇1

Persamaan inilah yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien absorbsi sampel uji
60
menggunakan data reverberation time. Dikarenakan 𝑑 = 𝑇 dan sebut saja factor
60
koreksi sebagai 𝛼1 maka [8].
𝑉
𝛼𝑠 = 0.921 (𝑑 − 𝑑1 ) − 𝛼1 … … … … … … . . (21)
𝑐𝑆 2

Persamaan inilah yang digunakan untuk menghitung nilai koefisien absorbsi sampel uji
menggunakan data decay rate dari proses pengukuran.
3. Tabung Impedansi

3.1 Apa itu Tabung Impedansi?

Tabung impednasi adalah suatu tabung yang diciptakan untuk mengetahui koefisien absorbsi
suatu bahan terhadap gelombang bunyi. Prinsip dasar metode tabung impedansi adalah
refleksi, absorpsi, da n transmisi gelombang bunyi oleh permukaan bahan pada suatu ruang
tertutup, dimana bahan tersebut digunakan untuk melapisi dinding ruang tertutup.

3.2 Bagian-bagian pada Tabung Impedansi

Tabung impedansi memiliki beberapa bagian, diantaranya bagian tabung dan pipa penyelidik,
bagian penyangga bahan uji, bagian pembangkit bunyi, dan bagian penerima bunyi. Tabung
diletakkan pada posisi mendatar dan diberi penyanggah dan pipa penyelidik diapasang
didalam tabung. Bagian penyangga bahan uji mengandung bahan penyanggah untuk
menyanggah material yang mau diuji. Bagian pembangkit bunyi terdiri drai audio generator,
amplifier, dan loudspeaker. Loudspeaker biasanya berdiameter sama seperti tabung dan
ditutup rapat untuk mencegah bunyi yang bocor keluar tabung. Pada bagian penerima bunyi
merupakan mikrofon yang dihubungkan ke amplifier dan akan diteruskan ke audio system
analyzer.

3.3 Penentuan koefisien absorbsi

Terdapat 2 metode yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien absorpsi, yaitu :

3.3.1 Metode SWR ( Standing Wave Ratio )


Dalam metode SWR, digunakan perbandingan antara tekanan maksimum (antinode)
dengan tekanan minimum(node.)

�+ �
SWR =
�−�
Dan diperoleh persamaan :

3.3.2 Metode Transfer Function


Metode ini diimplementasikan melalui pembangkitan gelombang bidang dalam
tabung oleh sebuah sumber suara yang memancarkan secara random atau pseudo
random sequence.
Tekanan suara dihitung pada dua lokasi di dekat sampel. Fungsi transfer akustik
kompleks dari dua sinyal mikrofon ditentukan dan kemudian digunakan untuk
menghitung normal-incidence faktor refleksi kompleks, normal-incidence koefisien
absorpsi, dan rasio impedansi dari material yang diuji. Rentang frekuensi
bergantung pada diameter tabung dan jarak antar posisi mikrofon.
4. Sumber Suara

4.1 Apa itu bunyi?

Bunyi adalah gelombang mekanik yang merambat secara longitudinal. Bunyi membutuhkan
perantara/medium untuk merambat. Bunyi merambat paling cepat pada zat padat, lebih
lambat pada zat cair, dan paling lambat pada zat gas.

Sumber bunyi adalah benda yang menghasilkan bunyi karena benda tersebut bergetar. Benda
yang bergetar tersebut akan memberi energi kepada partikel-partikel di sekitarnya sehingga
partikel di sekitarnya juga akan ikut bergetar, menghasilkan daerah rapatan dan renggangan
yang merambat pada medium.

4.2. Bagaimana bunyi merambat?

Proses perambatan bunyi dimulai dari sumber bunyi yang bergetar untuk menghasilkan
bunyi. Selanjutnya bunyi akan ditransmisikan melalui medium/perantara hingga akhirnya
sampai pada penerima (receiver) seperti microphone atau sistem pendengaran.

4.3 Pembagian sumber bunyi

Sumber suara terbagi menjadi 2 jenis, yaitu air-borne dan structure-borne. Air-borne
merupakan sumber bunyi yang merambat langsung melalui udara. Contohnya seperti, suara
instrumen musik, suara manusia. Sedangkan structure-borne merupakan sumber bunyi dari
dampak sebuah objek atau gedung. Contohnya, suara langkah kaki dan suara benda jatuh.

Akan tetapi, sumber suara air-borne dan structure-borne sangat berkaitan. Ketika sumber
structure-borne merambat ke permukaan gedung atau objek lalu ditransmisikan ke udara
maka akan menghasilkan air-borne begitu dengan sebaliknya ketika sumber air-borne
membuat objek atau gedung bergetar ketika menyentuh permukaan gedung atau objek maka
dapat menghasilkan sumber structure-borne.

4.4 Sifat-sifat gelombang suara/akustik

Pertama, seperti yang sudah dijelaskan, gelombang suara membutuhkan medim untuk
merambat.

Kedua, dapat berinterferensi baik secara konstruktif ataupun desktruktif. Gelombang akan
mengalami inteferensi konstruktif apabila dua gelombang atau lebih memiliki fase yang
sama, dan akan mengalami interferensi desktrutif jika tidak sefase.

Ketiga, beats. Adalah interferensi dua bunyi yang memiliki frekuensi yang berbeda. Efek
yang dihasilkan adalah pola bunyi yang menguat dan melemah. Untuk demonstrasi mengenai
beats bisa dilihat pada: http://birdglue.com/music-class/beats/index.html

Keempat, Difraksi gelombang bunyi adalah pembelokan arah gerak gelombang bunyi saat
melewati suatu celah atau bertemu dengan penghalang pada lintasan geraknya. Peristiwa
difraksi terjadi misalnya saat kita dapat mendengar suara mesin mobil di tikungan jalan
walaupun kita belum melihat mobil tersebut karena terhalang oleh bangunan tinggi di pinggir
tikungan.
Kelima, Refleksi dan Trasmisi. Ketika gelombang bunyi merambat hingga menuju batas dua
medium yang berbeda impedansi akustiknya, maka akan ada bunyi yang dipantulkan dan
ditransmisikan.

4.5 Jenis-jenis sumber bunyi

4.5.1 Monopole

Monopole merupakan sumber yang memancarkan atau meradiasikan bunyi dengan baik
ke segala arah. Ilustrasi sederhana dari sumber monopole adalah bola yang jari-jarinya
akan bergantian mengembang dan mengkerut secara sinusoidal. Sumber monopole
menciptakan gelombang bunyi dengan merapatkan dan merenggangkan fluida di
sekitarnya secara bergantian.

Sebuah speaker kotak pada frekuensi rendah akan bertindak sebagai sumber monopole.
Pola arah sebaran sumber monopole ditunjukkan seperti gambar dibawah.

Amplitudo dari tekanan (Pa) pada jarak r ditentukan oleh


𝑄𝑘
|𝑝(𝑟)| = 𝑖𝜌𝑐
4𝜋𝑟
Dimana 𝜌 = densitas air, 𝑐 = Kecepatan suara, 𝑘 = bilangan gelombang, 𝑄 = Kekuatan
Sumber/ Source strength
4.5.2 Dipole
Sebuah sumber dipole terdiri dari dua sumber monopole yang sama kuat tetapi
berlawanan fase dan terpisah oleh jarak yang lebih kecil dari panjang gelombang bunyi.
Ketika salah satu sumber mengembang, sumber yang lain akan mengkerut. Hal ini
menyebabkan udara di sekitar sumber akan bercampur secara bolak-balik untuk
menghasilkan suara. Bola yang berosilasi secara bolak balik akan bertindak sebagai
sumber dipole. Sebuah sumber dipole tidak memancarkan bunyi yang sama baiknya ke
segala arah. Pola arah dari sumber dipole ditunjukkan seperti gambar dibawah.

Amplitudo tekanan pada jarak r, ditentukan oleh:


𝑄𝑘 2 𝑑
|𝑝(𝑟)| = |−𝜌𝑐 cos 𝜃|
4𝜋𝑟
4.5.3 Quadrupole

Sumber quadrupole dapat dikatakan seperti empat sumber monopole dengan dua fase
yang berbeda dengan dua yang lainnya.

Di dalam kasus quadrupole, tidak terdapat fluks neto dari fluida dan gaya neto terhadap
fluida yang mana keduanya merupakan tegangan fluktuasi yang menghasilkan
gelombang bunyi. Oleh karena itu quadrupole merupakan pemancar suara yang buruk,
karena fluida tidak mendapatkan tegangan geser yang baik. Amplitudo tekanan sumber
quadrupole pada jarak r dinyatakan dengan
𝑄𝑘 2
|𝑝(𝑟, 𝜃) = |−𝜌𝑐 𝑑𝐷 cos 𝜗 sin 𝜃||
4𝜋𝑟
4.5.4 Longitudinal Quadrupole

Sumber longitudinal quadruole merupakan sumber quadrupole yang disusun seperti garis.

Amplitudo tekanan pada jarak r dinyatakan dengan

𝑄𝑘
|𝑝(𝑟, 𝜃)| = |𝜌𝑐 4𝑘 2 𝑑𝐷 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃|
4𝜋𝑟

4.6 Intensitas Bunyi


Intensitas Bunyi adalah vektor yang menggambarkan aliran energi akustik dalam medan bunyi
Secara tepatnya, intensitas bunyi adalah vektor yang menggambarkan energi aliran netto bunyi
rata-rata per satu luasan daerah (W/m2).
L = 10 log (𝐼/(𝐼𝑜 ))
Dimana:
L = Intensitas bunyi benda yang diukur (dB)
I = Intensitas bunyi benda yang diukur (W/m2)
Io= Intensitas ambang (10-12 W/m2)

4.7 Pengukuran Intensitas


Pengukuran intensitas bunyi melibatkan penentuan tekanan suara dan kecepatan partikel pada
posisi yang sama secara spontan. Permulaan sistem pengukuran intentas bunyi sekitar tahun
1980 yang langsung berpengaruh terhadap teknik pengontrolan kebisingan suara. Teknik
pengukuran pada saat itu sangat menguntungkan karena pengukuran intensitas suara tidak
menggunakan fasilitas mahal seperti anechoic maupun reverberation chamber.
Aplikasi pengukuran intensitas bunyi pada saat ini paling banyak digunakan untuk mengukur
tingkat kebisingan mesin pada mesin-mesin pabrik. Aplikasi lain yang banyak digunakan
termasuk penentuan tingkat orde parsial sumber bunyi, penentuan daya transmisi yang hilang
dan penentuan jumlah efisiensi radiasi dari permukaan yang bervibrasi
.
4.8 Metode Pengukuran
Pada dasarnya, pengukuran intensitas bunyi setidaknya membutuhkan 2 transducer. Ada 3
prinsip yang dapat digunakan
1. Menentukan kecepatan partikel pada jarak yang terbatas dari gradien tekanan
menggunakan dua buah mikrofon (metode p-p)
2. Mengkombinasikan mikrofon bertekanan dengan transduser (metode p-u)
3. Menentukan kecepatan pertikel dengan menggunakan pendekatan yang terbatas. (metode
u-u)
Metode pertama sagat baik dan sering dilakukan, metode kedua sempat terhambat karna
keterbatasan transduser, namun kembali berlanjut setelah pembuatan Mikroflown (transduser
pengukur kecepatan partikel), dan metode ketiga tidak akan pernah bisa dilakukan di udara.
5. Transduser Akustik Canggih

5.1 Apa itu Transduser Akustik

Transduser sendiri adalah sebuah alat untuk mengubah sebuah energi menjadi bentuk
energi lain. Maka, transduser akustik adalah sebuah alat untuk mengubah gelombang
akustik menjadi sinyal listrik. Contohnya yaitu mikrofon.

5.2 Prinsip kerja mikrofon

1. Gelombang suara yang membawa energi


melewati mikrofon
2. Gelombang suara menggetarkan diafragma
yang membuat diafragma naik turun.
3. Lalu, coil yang berada tepat di belakang
diafragma ikut bergetar.
4. Selanjutnya, magnet akan memproduksi
medan magnet akibat getaran coil.
5. Getaran inilah yang membuat medan magnet dan sinyal listrik yang dihasilkan
berbeda beda sehingga didapat sinyal listrik yang berbeda beda pula setiap suara.

5.3 Jenis – jenis mikrofon

5.3.1 Mic karbon

Mic karbon atau biasa dikenal button microphone terbuat dari sebuah diagram logam
yang terletak pada salah satu ujung kotak logam yang berbentuk silinder. Mic ini
memanfaatkan perubahan resistensi yang menyebabkan perubahan sinyal output pada
microphone.

Cara kerja mikrofon ini berdasarkan resistensi variabel dimana terdapat sebuah
penghubung yang menghubungkan diafragma dengan butir butir karbon dalam
mikrofon. Karena terdapat perbedaan dengan butir karbon maka, dapat diperoleh
sinyal listrik yang berbeda juga sesuai dengan gelombang akustik yang dilewati
mikrofon.
5.3.2 Mic Reluktansi Variabel

Mikrofon reluktansi variabel adalah mikrofon yang terbuat dari sebuah diafragma
yang berbahan magnetik.

Cara kerjanya kerjanya berdasarkan


gerakan diafragma magnetik tersebut.
Jika tekanan udara dalam diafragma
meningkat karena adanya getaran
suara, maka celah udara dalam
rangkaian magnetik tersebut akan
berkurang, akibatnya reluktansi
semakin berkurang dan menimbulkn
perubahan-perubahan magnetik yang
erpusat di dalam struktur magnetik.
Perubahan - perubahan tersebut
menyebabkan perubahan sinyal yang
keluar dari mikrofon

5.3.3 Mic Kumparan yang bergerak

Mikrofon kumparan yang bergerak adalah


mikrofon yang terbuat dari kumparan
induksi yang digulungkan pada silinder yang
berbahan non magnetik yang dilekatkan
pada diafragma, kemudian dilekatkan pada
diafragma.

Kemudian dipasang kedalam celah udara


suatu magnet permanen. Sedangkan kawat-
kawat penhubung listrik direkatkan pada
diafragma yang terbuat dari bahan non
logam.

Jika doafragma bergerak karena adanya gelombang suara yang ditangkap, maka
kumparan akan bergerak maju dan mundur dalam medan magnet, sehingga muncullah
perubahan magnetik yang melewati kumparan dan menghasilkan sinyal listrik.

5.3.4 Mic Kapasitor

Mic kapasitor merupakan mikrofon yang


terbuat dari sebuah diafragma berbahan logam,
digantungkan pada sebuah pelat logam statis
dengan jarak sangat dekat, sehingga keduanya
terisolasi dan menyerupai bentuk sebuah
kapasitor. Adanya getaran suara
mengakibatkan diafragma bergerak-gerak.
Diafragma yang bergerak menimbulkan adanya perubahan jarak pemisah antara
diafragma dengan pelat statis sehingga mengakibatkan berubahnya nilai kapasitansi.

Akan tetapi, mikrofon ini memerlukan tegangan DC konstan yang dihubungkan


kesebuah diafragma dan pelat statis. Tanpa adanya tegangan DC konstan mic ini tidak
bisa digunakan.

5.3.5 Mic Elektret

Mikrofon elektret adalah jenis khusus


mikrofon kapasitor yang telah
memiliki sumber muatan sendiri
yang berasal dari sebuah penyimpan
muatan dari teflon sehingga tidak
membutuhkan catu daya dari luar. Cara
kerja sama dengan mic kapasitor.

5.3.6 Mic Piezoelektris

Mikrofon piezoelektris adalah mikrofon yang terbuat


dari bahan kristal aktif. Bahan ini dapat
menimbulkan tegangan tersendiri saat menangkap
adanya getaran dari luar jadi tidak membutuhkan
pencatu daya.

Lalu, pada mikrofon piezoelektris dapat langsung


menerima getaran suara tanpa harus dibentuk
menjadi sebuah diafragma

5.3.7 Mic Pita

Mikrofon pita adalah mikrofon


yang terbuat dari pita yang
bersifat sangat sensitif dan
teliti. Cara kerja mikrofon ini
berpedoman pada suatu pusat
pita yaitu kertas perak
metal tipis yang digantungkan
pada suatu medan magnet.
5.4 Microphone Directionality
Microphone Directionality adalah sensitivitas menerima gelombang suara relatif dengan
arah atau sudut dari sumber suara atau bisa di analogikan dengan di arah mana
microphone bisa mendengar suara dengan baik. Terbagi menjadi 5 jenis, yaitu Omni
directional, Cardioid, Supercardioid, Hypercardioid, Bidirectional

5.4.1 Omni-directional

Mikrofon omnidiretional mempunyai sensitifitas suara


yang sama disetiap sudut, yang artinya mikrofon ini
mampu menerima suara dengan baik dari segala arah
sehingga tidak perlu mengarahkan ke sumber suara karena
mikrofon ini akan menangkap suara tersebut. Mikrofon
ini sangat baik untuk menerima suara dari grup vokal.

Keuntungan mikrofon ini yaitu baik untuk merekam


ambiences atau sumber suara yang bergerak, akan tetapi
kerugiannya terdapat sumber suara lain yang tidak di
inginkan ikut terekam

5.4.2 Cardioid

Mikrofon jenis ini merupakan mikrofon yang punya sudut penangkap suara atau
sensifitas gelombang akustik yang baik di bagian depan pada 180°. Dan kurang
sensitif dibagian belakangnya. Keuntungannya sumber suara yang ingin diambil lebih
fokus dan tidak banyak suara yang tidak diinginkan masuk.
.

5.4.3 Supercardioid

Mikrofon Supercardioid punya sensitifitas bagian depan


yang lebih sempit dibandingkan mikrofon kardioid, akan
tetapi punya sensitifitas suara sedikit lebih besar dibagian
belakang.

Keuntungannya yaitu punya penolak ambient sound yang


lebih baik daripada cardioid. Mikrofon ini juga cocok ketika
hanya terdapat satu suara yang ingin di ambil di lingkungan yang berrisik atau ramai.
5.4.4 Hypercardioid

Mikrofon Hypercardioid punya sensitifitas bagian depan yang


lebih sempit dibandingkan supercardioid dan cardioid, akan
tetapi punya sensitifitas suara lebih besar dibagian belakang
dibandingkan cardioid dan supercardioid.

Keuntungan dari mikrofon ini sama seperti supercardioid, yaitu


punya penolak ambient sound yang lebih baik dari
supercardioid dan cocok untuk merekam suara di sumber suara
yang jauh. Tapi kelemahannya yaitu suara yang dihasilkan dan
direkam terkadang tidak natural.

5.4.5 Bidirectional

Mikrofon bidirectional punya 2 daerah sensitifitas yaitu bagian depan dan belakang.
Mikrofon ini cocok digunakan ketika wawancara karena punya daerah sensitifitas
yang dua arah, walaupun mikrofon omnidirectional punya lebih luas jangkauannya
akan tetapi, punya kemungkinan menangkap suara lain yang tidak diinginkan.

Dari kelima jenis mikrofon tersebut, didapat tabel perbandingan karakteristik kelima
mikrofon tersebut, yaitu :
5.5 Respon Frekuensi

Respon frekuensi adalah sensitifitas mikrofon di titik operasinya dari yang paling
rendah hingga titik frekuensi paling tinggi. Respon frekuensi berbentuk tabel frekuensi.
Umumnya terbagi menjadi 2.

5.5.1 Flat Frequency Response

Respon frekuensi datar, yaitu semua frekuensi audible (20 Hz – 20 kHz) punya
keluaran yang sama levelnya. Keuntungannya, yaitu baik dalam merekam sumber suara
tanpa ada gangguan dari sumber suara lain
5.5.2. Tailored / Shaped Frequency Response

Respon frekuensi ini didesain untuk meningkatkan kualitas sumber suara sesuai dengan
karakteristik sumber suara sendiri untuk aplikasi khusus. Seperti, mikrofon live vocal
punya puncak di rentang 2 – 8 kHz untuk meningkatkan kualitas rekaman suara.

5.6 Uji Performa Mic

5.6.1 Langkah – Langkah uji performansi

1. Memilih mkrofon referensi


Pilihlah mikrofon referensi yaitu mikrofon pengukuran, lalu pilih desain agar
memungkinkan penguji dapat menguji mikrofon sangat dekat tanpa pengaruh
dari medan suara.

DPA 4006
2. Posisi mikrofon
Posisi mikrofon yang akan di uji dan mikrofon referensi usahakan sedekat
mungkin, dan jangan sampai terkena pengaruh medan suara.
3. Pengujian mikrofon

Pengujian mikrofon pertama yaitu dengan uji vocal atau suara. Karena pada
umumnya mikrofon sering digunakan untuk merekam suara penyanyi. Posisi uji
mikrofon dilakukan dengan jarak 30 cm antara sumber bunyi dengan mikrofon.
Posisi ini merupakan posisi nomal yang digunakan dalam perekaman vokal
di aitu pengstudio

Lalu, kedua yaitu pengujian off-axis coloration yaitu dengan mengubang sudut
datang sumber suara kearah horizontal 45° dan kearah verikal 45°

Ketiga yaitu uji proximity effect and pop noise yaitu pengujian untuk mengetes
respon mikrofon jika terlalu dekat dan pop noise yang serig dianggap merugikan.
Sumber suara didekatkan sampai sekitar 3 cm.

Selanjutnya yaitu ambience test yaitu untuk menguji suasana ketika sumber
suara bergerak menjauh dari mikrofon sekitar 3 – 4 m.

Terakhir terdapat front-to-back attenuation and coloration test dan handling


noise untuk menguji respon mikrofon ketika terdapat suara dari belakang
mikrofon. Lalu handling noise untuk menguji respon mikrofon ketika di
gosoka

5.7 Kalibrasi Microphone

Kalibrasi mikrofon digunakan untuk mengukur secara akurat instrumen akustik.


Kalibrasi berguna untuk mengetahui level perbedaan antara hasil pengukuran dan
perhitungan.
Lalu, untuk untuk referensi kalibrasi harus disamakan waktunya dengan kalibrasi alat
yg sekarang. Tidak dapat digunakan data lama sebagai referensi, dan data baru sebagai
pembanding, meskipun alat yang digunakan sama. Dikarenakan komponen seperti kabel
dan komponen kalibrasi lain bisa jadi sudah tidak akurat termakan usia. Sehingga harus
sama waktunya saat menguji.
Sensitifitas mikrofon juga mempunyai deviasi yang kecil dan jarang sama persis
dikarenakan koefisien mikrofon yang bergantung pada kondisi lingkungan kalibrasi
sendiri. Terbagi menjadi 2 yaitu :

5.7.1 Primary Calibration

Kalibrasi primer yaitu menggunakan instrumen khusus, waktu yg dibutuhkan lebih lama
dan hanya menguji bagian geometri, fisis, dan besaran elektrik
5.7.2 Secondary Calibration

Lebih simpel dan cepat, tetapi membutuhkan mikrofon standar yang sensitifitasnya di
ketahui sebagai referensi atau bisa disubtitusikan sound level calibrator Kalibrasi
berguna untuk dengan nilai tekanan bunyi yang diketahui nilainya.

5.8 Microphone Array

Microphone Array adalah mikrofon yang punya fungsi yang sama seperti mikrofon
lain, akan tetapi punya jumlah mikrofon yang lebih dari satu (2 atau lebih) untuk
merekam bunyi dalam waktu yang bersamaan. Microphone array dapat di desain sesuai
kebutuhan jumlahnya.

Umumnya, mikrofon yang digunakan adalah 2 microphone array, dimana salah satu
mikrofon ditempat kan di kiri dan di kanan. Maka akan dihasilkan dynamic stereo
reording, dimana ketika menggunakan headset, suara yang dihasilkan pada headset kiri
dan kanan sedikit berbeda. Ini membuat pengguna merasakan seperti berada di
ruangannya karena seolah olah mendengar dari dua sisi.

Yang perlu diperhatikan pada microphone array ini adalah harus sama dalam hal arah,
sensitifitas dan fase nya untuk mendapat hasil rekaman yang bagus. Karena jika
terdapat arah (different drectivity) dan sensitifitas mikrofon berbeda maka hasil
rekaman yang dihasilkan akan tidak seimbang. Biasanya, perbedaan sensitifitas yang
diperbolehkan yaitu sekitar ± 1.5 ��. Lalu, apabila terdapat fase yang berbeda maka
mikrofon akan merekam sinyal yang hampir sama, tetapi terdapat waktu yang berbeda
yang mengakibatkan rekaman tidak sinkron. Biasanya perbedaam fase yang
diperbolehkan sekitar ± 1.5
6. Soundscape

6.1 Apa itu Soundscape ?

Soundscape merupakan bidang ilmu dari akustika yang berasal dari dua kata yaitu sound dan
lanscape. Seperti hal nya landscape, soundscape adalah hal yang sama tetapi berbasis
gelombang akustik. Maka, soundscape dapat menjelaskan sesuatu yang terdapat di daerah
yang kita kaji seperti suasana, dan peristiwa yang terjadi. Sedangkan, berdasarkan BS ISO
12913-1:2014 ( British Standard the International Organization for Standarization),
soundscapes adalah lingkungan akustik (acoustic environment) yang dirasakan atau dialami
dan / atau dipahami oleh seseorang atau orang banyak didalam konteks mencangkup
hubungan timbal balik antara orang, aktivitas dan tempat dalam ruang dan waktu.

Pada buku Tuning of the World terdapat 3 elemen pembentuk Soundscape yaitu keynote
sounds, signal, dan soundmarks. Keynote sound merupakan suara suara yang kita dengar
tetapi selalu tidak kita sadari saat mendengar seperti suara kipas angin, selanjutnya yaitu
signals yaitu suara yang kita sadari saat mendengar seperti suara saat kita berkomunikasi satu
sama lain. Terakhir soundmarks, yaitu suara yang seharusnya bisa ditanggapi oleh seseorang
tetapi tidak disadari atau tidak ditanggapi seperti suara orang lain yang berbicara bukan
kepada kita.

6.2. Sejarah Soundscape

Soundscape diperkenalkan oleh seorang composer, musisi, pegiat lingkungan, dan juga
seorang profesor di Simon Fraser University (SFU) yaitu R Murray Schafer. Beliau
menciptakan sebuah buku yang berjudul Ear Cleaning yang diterbitkan tahun 1967 yang
berisi sebuah analogi akan sebuah pemandangan atau landscape.

Selanjutnya, pada tahun 1977, R Murray Schafer menerbitkan buku yang paling terkenal
berjudul Tuning of the World. Dalam buku ini, schafer berusaha untuk mengetahui dan
mengerti sebuah tempat melalui bunyi seperti semua tempat mempunyai ciri khas dalam segi
pendengarannya sehingga lokasi tertentu dapat menunjukan ciri khas identitas.

6.3 Pembagian Soundscape

Soundscape terbagi menjadi 4 jenis, yaitu psychoacoustics, sematics, aesthetics dan


environmental. Psychoacoustics merupakan klasifikasi suara berdasarkan sumber atribut
yang dapat didengar. Sumber atribut, dapat berupa benda zat padat, gas maupun cair.
Contohnya pada benda cair terdapat sumber bunyi berupa tetesan atau arus yang dihasilkan
dari air terjun atau sungai yang mengalir. Lalu, sematics merupakan klasifikasi suara
berdasarkan jenis suara, kategori informasi dan informasi akustik. Contohnya cukup banyak,
pada jenis suara bisa di contohkan jenis suara musik atau suara orang berbicara. Lalu, untuk
kategori informasi seperti suara telepon berdering dan informasi akustik yang bisa berupa
suara printer yang sedang terpakai.

Aesthetics merupakan klasifikasi suara berdasarkan parameter fisik, seperti respon frekuensi
dan persepsi kualitas suara. Contohnya kata sifat yang dinilai kelayakannya melalui apa yang
dirasakan speaker dan atau headphone ketika kita berbicara dengan berbagai macam
kosakata sifat. Terakhir, environmental, sesuai namanya yaitu klasifikasi suara berdasarkan
kombinasi dari seluruh sumber daya akustik pada suatu lingkungan. Contohnya, biophonic
yaitu sumber suara dari hewan, geophonic yaitu sumber suara dari benda non biologis seperti
suara air, dan antrophonic yaitu sumber suara dari kegiatan manusia.

6.4 Contoh aplikasi Soundscape

Soundscape dapat diaplikasikan untuk mengetahui kondisi lingkungan sekitar, maraknya


penebangan liar dalam hutan bisa di kurangi dengan membuat alat pendeteksi aktifitas
penebangan liar atau perburuan liar pada kawasan yang dilindungi. Melalui sumber suara
yang dihasilkan oleh mesin gergaji, atau alat pemotong pepohonnan lainnya dan suara
senapan hal tersebut bisa diminimalisirkan. Sumber suara lainnya yang dapat dimanfaatkan
yaitu kendaraan yang melintas.

Pengambilan data untuk aplikasi


yaitu, pertama kita mengambil data
gelombang suara hutan tanpa ada
gangguan suara gergaji mesin atau
suara lain. Selanjutnya yaitu
mengambil data gelombang suara
gergaji mesin, senapan atau suara
kendaraan bermotor. Untuk
memperkuat sensitifitas alat, kita
harus mengambil banyak sampel
suara sumber suara misalnya
mengambil suara gergaji mesin tipe
A, dan B. Lalu, setelah data yang
dikumpulkan cukup langkah
selanjutnya yaitu membandingkan
gelombang suara gergaji mesin
dengan gelombang suara pada hutan
dan akhirnya memproses data yang
dimiliki dan mengirimkan sinyal
tersebut kepada para pengawas
hutan.

Pada prakteknya, aplikasi di pasang dihutan untuk menangkap suara sekitar. Lalu, jika
ditemukan gelombang suara yang mempunyai karakteristik sama dengan database, aplikasi
mengirim sinyal kepada petugas hutan bahwa terdapat penebangan liar di posisi tertentu.

Selanjutnya, pada dunia psikologi pemanfaatan soundscape yaitu menggunakan music


therapy untuk pasien-pasiennya. Music therapy ini biasa diambil dari soundscape yang
menenangkan seperti suara air hujan dan sebagainya. Terakhir, pada industri dunia game,
soundscape hadir sebagai efek tambahan pada audio atau sound effect yang terjadi pada game
agar para gamer mendapat suasana atau efek yang nyata atau benar benar terjadi. Contohnya
yaitu, efek suara tembakan atau kepanikan.

6.5 Metode pengambilan Soundscape

6.5.1 Kuisioner
Yaitu dengan membagikan kuisioner ke suatu tempat baik secara langsung atau tidak
langsung untuk mengetahui tingkat kebisingan suatu tempat. Cara ini sangat
bergantung pada kemampuan atau perasaan para pendengar.

6.5.2 Wawancara Responden

Yaitu mewawancarai responden secara langsung, cara ini sama dengan kuisioner akan
tetapi bedanya yaitu cara menanyakannya yaitu dengan wawancara.

6.5.3 Field recorder

Yaitu, pengambilan soundscape yang dilakukan ditempat yang ingin diketahui


kebisingannya menggunakan alat microphone dan recorder.

6.5.4 Metode triagulasi

Yaitu metode dengan menggabungkan data kualitatif dan kuantitatif. Yaitu data yang
didapat dari wawancara atau kuisioner dan menggunakan alat ukur, bukan bergantung
pada perasaan atau indra pendengar manusia.
7.1 Sejarah

Pada tahun 1950, Seorang ilmuan bernama J. Kaiser telah memulai investigasi yang pertama
kalinya tentang AE (acoustic emission) dimana objek yang dia teliti berupa efek dari AE pada
material yang diberi stress yang lebih tinggi dari biasanya. Dari temuan ini ia mendapatkan
karakteristik spesifik dari berbagai macam material. Fenomena AE ini menjadi perhatian
untuk beberapa peneliti yang menyebabkan pada tahun 1960-an menjadi objek penelitian dan
mulai berkembang dengan cepat.

Dengan berkembangnya teknologi, AE pun digunakan untuk mendeteksi keretakan dari


struktur logam, untuk riset material, hingga pemanfaatan AE dijumpai pula di bidang militer
dimana US Navy memanfaatkannya untuk menguji struktur dari roket yang diproduksi
untuknya sendiri.

Hingga kini, AE merupakan salah satu dari Non Destructive Testing yang memberikan
banyak kelebihan untuk dimanfaatkan industri yang membutuhkan di berbagai belahan dunia.

7.2. Penjelasan Fisis dan Perhitungan Matematis

Pada analisa emisi akustik penjelasan fisika dan matematika bisanya digunakan untuk
mengetahui letak sumber emisi akustik. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk
mengetahui letak sumber emisi akustik:

A. Linear Location
Linear location adalah teknik pengujian yang digunakan untuk mengetahui letak
sumber emisi akustik pada struktur yang linear seperti pada pipa, tabung, atau
batangan. Sumber emisi akustik dihitung berdasarkan perbedaan waktu tempuh
kedatangan gelombang emisi akustik terhadap dua buah sensor yang diletakan pada
kedua ujung pipa, tabung, atau batangan yang hendak diuji.
Ada 2 teknik yang digunakan dalam perhitungan letak emisi akustik secara linear:
Pengujian yang dilakukan dengan menentukan jarak sumber emisi akustik
terhadap salah satu sensor

Gambar 1. Linear Location terhadap salah satu sensor


d = jarak sumber emisi akustik
terhadap sensor
D = panjang pipa,tabung, atau batangan
yang hendak diuji
∆T= perbedaan waktu tempuh sumber
emisi terhadap kedua sensor
V = kecepatan gelombang

Pengujian yang dilakukan dengan menentukan jarak sumber emisi akustik


terhadap titik tengah tabung, pipa atau batangan.

Gambar 2. Linear Location terhadap titik tengah. X = jarak sumber emisi


akustik terhadap titik tengah

Karena teknik ini menghitung jarak terhadap titik tengah, kita juga perlu
mengetahui jarak sumber emisi akustik terhadap masing-masing sensor. Atau
dalam hal ini kita juga perlu mengetahui sumber emisi akustik posisinya lebih
dekat ke sensor kiri atau kanan. Maka untuk mengetahui ini, dilakukukan analisa
menggunakan prinsip waktu tempuh. Seperti yang diketahui bahwa semakin
pendek jarak tempuh maka semakin cepat juga waktu tempuhnya.Jika sensor kiri
mendeteksi terlebih dahulu gelombang emisi akustik, maka sumber emisi akustik
lebih dekat ke sensor kiri, begitu juga sebalikanya.
B. Two Dimensional Source Location
Dalam pengujian letak sumber emisi akustik kita tidak selalu menerapkannya
terhadap benda yang berbentuk linier. Kita juga sering menemukan struktur bahan
dalam bentuk lembaran. Pada saat kita menemukan bentuk yang seperti ini kita tidak
lagi menggunakan prinsip linier karena pada bentuk lembaran kita akan menemui
sebuah area yang tidak dapat didekati hanya menggunakan garis linear untuk
meningkatkan keakuratan.
Pada teknik pengujian dua dimensi, sensor akan diletakkan secara acak namun
memiliki radius atau jarak yang berbeda terhadap suatu titik yang ingin ditinjau. Pada
pengujian ini, sensor yang digunakan bisa 2 atau lebih tetapi masing masing sensor
tidak memiliki radius yang sama.
Walaupun menggunakan banyak sensor, untuk perhitungannya hanya meninjau 2
sensor. Misalnya kita menggunaka 3 sensor, maka untuk mengalisisnya menggunakan
perumusan matematis kita akan meninjau pengaruh sumber emisi akustik terhadap
sensor 1 dan 2 dengan mengabaikan sensor 3, atau meninjau pengaruh sumber emisi
akustik terhadap sensor 2 dan 3 dengan mengabaikan pengaruh sensor 1.
Hasil perhitungan dari teknik dua dimensi nantinya akan menghasilkan besarnya
radius kedua sensor yang dianalisi. Pengukuran radius untuk kedua sensor akan
berada pada 1 titik pusat yang sama dan titik pusat tersebut merupakan letak sumber
emisi akustik yang dideteksi oleh kedua sensor.

Gambar 3. Two Dimensional Source Location dengan tiga sensor


C. Energy Attenuation Location

Gambar 4. Energy Attenuation Location dengan tiga sensor

Prinsip dari teknik pengujian ini hampir sama dengan teknik linear, hanya saya pada
teknik linear dilakukan berdasarkan perbedaan waktu, sedangkan pada teknik
pengujian ini dilakukan menggunakan besarnya energi yang diterima sensor.
Sumber emisi akustik yang semakin dekat dengan sensor, maka energi yang ditangkap
akan lebih besar dibandingkan energi yang diterima sensor lain yang letaknya lebih
jauh dari sumber emisi akustik.
D. Zone Location

Gambar 5. Zone Location

Sesuai dengan namanya teknik ini digunakan untuk melacak gelombang sumber
emisi akustik dalam bentuk zona atau area. Luas tidaknya area yang terbentuk
tergantung pada banyaknya sensor yang kita gunakan. Semakin banyak sensor
yang digunakan maka semakin kecil luas area atau zona dan semakin akurat
hasil yang kita peroleh. Begitu juga sebaliknya , semakin sedikit sensor yang kita
gunakan maka semakin besar luas area atau zona dan semakin berkurang Keakuratan
hasil yang kita peroleh.
Proses fisika yang terjadi pada teknik pengujian ini adalah sumber emisi akustik
diasumsikan sebagai sebuah kawasan yang berada pada satu atau lebih sensor
tergantung pada banyaknya sumber emisi aksutik.
Sensor akan mendeteksi sinyal gelombang emisi akustik berupa amplitudo yang
dihasilhan oleh gelombang akustik. Sensor yang mendeteksi amplitudo terbesar
berarti sumber emisi akustik berada paling dekat tersebut, sensor dengan amplitudo
kedua terbesar maka sumber berada kedua terdekat dari sensor tersebut, begitu juga
seterusnya.
7.3 Teknik Pengambilan Data

Gambar 6. Rantai sebab akibat analisis sinyal emisi akustik


Urutan peristiwa sehingga menimbulkan sinyal emisi akustik yang terdeteksi dapat diringkas
pada Gambar 6 berikut ini. Gambar 6 menunjukkan proses pembangkitan sumber,
perkembangan, transduksi (pengubahan) sinyal, dan pengolahan sinyal. Suatu peristiwa
terjadi di dalam atau dekat permukaan struktur. Peristiwa ini, yang mempertimbangkan
sumber emisi akustik, menyebabkan medan gaya dinamik (atau tegangan) pada lokasi khusus
(Rantai I). Perubahan medan gaya dirambatkan sebagai gangguan mekanik di seluruh struktur
(Rantai II). Sensor, biasanya transduser piezoelektrik yang dipasang pada lokasi khusus
dalam struktur, mendeteksi gangguan dan menghasilkan tegangan keluaran sebagai sinyal
accoustic emission (AE) yang terdeteksi. (Rantai III). Tujuan analisis sinyal AE adalah untuk
mengidentifikasi melalui pilihan yang tepat dari pengolahan sinyal dan tampilan (Rantai IV),
karakter dan arti dari peristiwa tersebut (Rantai V).

Gambar 7. Skema pembangkitan AE dan proses deteksi

Setelah gangguan AE terjadi, karakter gelombang gangguan diubah oleh perambatan melalui
struktur, dan dimodifikasi lebih lanjut ketika gangguan gelombang lokal diubah ke tegangan
oleh transduser dan selanjutnya diolah, Gambar. Prediksi tegangan keluaran kaitannya
dengan sumber dan struktur intervensi adalah masalah maju (dan sebaliknya, masalah balik
adalah penentuan sumber dari bentuk gelombang tegangan yang diukur).
Gambar 8. Prinsip kerja umum dari system pengawasan akustik

Skema yang ditunjukkan Gambar menggambarkan prinsip kerja umum dari sistem
pengawasan akustik. Sebuah cacat yang sedang berkembang memancarkan semburan energi
dalam bentuk gelombang suara berfrekuensi tinggi yang merambat dalam materi dan diterima
oleh sensor. Untuk proses pengujian emisi akustik ini sendiri terdiri dari 4 macam proses,
yakni :
A. Mendeteksi AE

Gambar 9. Mendeteksi AE

sumber ae meliputi banyak perbedaan mekanisme dari deformasi dan patahan


sementara proses deteksi tetap sama.
sebagai retak tumbuh sejumlah emisi yang dilepaskan.
ketika gelombang depan ae tiba di permukaan gerakan benda uji menit dari
permukaan molekul terjadi.
fungsi sensor ae adalah untuk mendeteksi gerakan mekanis ini dan mengubahnya
menjadi sinyal listrik yang bisa digunakan.

B. Pengolahan Sinyal Emisi Akustik

Gambar 10. Pengolahan Sinyal

Tegangan kecil yang dihasilkan oleh sensor diperkuat dan sinyal frekuensi radio baku
ditransfer ke computer
Berdasarkan karakteristik yang ditetapkan pengguna, sinyal frekuensi radio dibagi
menjadi bentuk gelombang diskrit
Bentuk gelombang ini kemudian ditentukan oleh karakteristik seperti amplitudo,
waktu naik, energi mutlak berdasarkan pada ambang yang ditetapkan pengguna.
C. Menampilkan Sinyal Emisi Akustik

Gambar 11. Menampilkan sinyal

Bentuk gelombang yang terkumpul kemudian dapat ditampilkan dalam dua cara
Satu, fungsi parameter gelombang
Dua, sebagai dikumpulkan gelombang itu sendiri
Kebanyakan tes emisi akustik saat ini hanya merekam parameter gelombang dan
mengabaikan gelombang dikumpulkan, terutama karena jumlah besar memori
komputasi yang digunakan.

D. Menemukan Lokasi Sinyal Emisi Akustik

Gambar 12. Penentuan Lokasi

Kemampuan sumber lokasi otomatis dari emisi akustik memungkinkan atraksi yang
paling signifikan sebagai teknik uji tak rusak

Metode dominan sumber lokasi didasarkan pada pengukuran perbedaan waktu antara
kedatangan sinyal emisi akusti individu pada sensor yang berbeda dalam array.

7.4 Keunggulan Emisi Akustik

Emisi akustik adalah subjek ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang menakjubkan,
menjanjikan, dan juga menantang. Emisi akustik adalah fenomena sehari-hari yang sering
kita lihat, seperti : suara kaca yang pecah, suara pohon tumbang, dan es yang retak─ adalah
contoh suara yang dihasilkan dari keretakan/kecacatan yang dapat kita dengar dan rasakan
dari benda-benda yang terkena tekanan. Didefinisikan secara ilmiah, emisi akustik adalah
fenomena gelombang bunyi yang dihasilkan oleh material yang mengalami kerusakan dan
gejala keretakan. Emisi akustik yang dihasilkan beragam dari tiap material, bergantung pada
karakteristik material tersebut dan faktor lingkungan.
Aplikasi dari emisi akustik adalah untuk pengujian material atau Acoustic Emission Testing
(AET). Dengan pengujian emisi akustik, pengujian material dapat dibuat seaman mungkin
karena dilakukan tanpa merusak material atau salah satu dariNon-destructive Testing (NDT).
Dengan pengujian emisi akustik dapat mengetahui asal terjadinya kecacatan pada material
yang diberi tekanan secara komprehensif, sampai bagaimana perkembangan kecacatan
tersebut apabila material diberi tekanan terus-menerus.

Kecacatan pada material menghasilkan energi ketika material diberi tekanan (misalnya
beban). Energi ini melaju dalam bentuk gelombang tekanan dengan frekuensi tinggi (high-
frequency stress waves). Gelombang ini akan diterima oleh sensor, yang mengubah energi
tersebut menjadi voltase, yang kemudian diproses menjadi data sinyal emisi akustik.

Gambar 13. Fenomena Emisi Akustik

Sensor emisi akustik (Acoustic Emission Sensor/AES) adalah suatu piranti yang
mentransformasi kerusakan material yang diakibatkan gelombang tekanan (stress wave)
menjadi sinyal elektrik. AES biasanya berupa sensor piezoelektrik dengan elemen yang
terdiri dari elemen keramik seperti zirconate titanate (PZT). Elemen ini menghasilkan sinyal
elektrik ketika ditegangkan secara mekanik. Sensor jenis lainnya misalnya adalah capacitive
transducer dan laser interferometer.

Gambar 14. Piezoelectric

Pemilihan jenis sensor secara spesifik bergantung pada aplikasinya, tipe kecacatan yang akan
diuji, karakteristik noise, dan faktor lainnya.Teknologi yang digunakan adalah sensor
ultrasonik (20 KHz – 1 MHz) yang dapat mendeteksi bunyi kecacatan material. Frekuensi
emisi akustik biasanya berada pada kisaran 150-300 KHz, di atas frekuensi bunyi yang dapat
kita dengar. Penyebab keretakan dan kerapuhan karena hidrogen, tekanan, dan korosi dapat
dideteksi dengan teknologi ini. Kebocoran dengan tekanan tinggi juga dapat dideteksi dan
diisolasi
Terdapat dua jenis sensor berdasarkan respons frekuensinya : resonant dan wideband sensors.
Ketebalan elemen piezoelectric mendefinisian frekuensi resonansi dari sensor. Diameter
mendefinisikan area terjadinya pergerakan. Properti penting lain dari AES adalah curie point
atau titik Curie, yaitu temperatur ketika elemen piezoelectric kehilangan semua propertinya.
Titik Curie bervariasi di 120oC sampai 400oC untuk keramik. Ada keramik yang memiliki
titik Curie di 1200oC.

Susuan sistem AES sebagai berikut :


Sensor untuk mendeteksi emisi akustik
Penguat sinyal masukan (amplifier). Penguatan yang didapatkan sekitar 40 atau 60 dB
Kabel yang mentransfer sinyal ke piranti AE sampai jarak 300 m
Piranti penerima data yang mengkonversi sinyal analog menjadi sinyal digital, evaluasi
parameter, analisis data, dan pembuatan grafik

Gambar 15. Acoustics Emission Sensor Gambar 16. Piranti penerima data

Aplikasi modern dari metode emisi akustik sangatlah beragam. Emisi akustik digunakan di
bidang petrokimia, pembangkit daya, daya nuklir, perawatan gas, militer, aerospace, medis,
farmasi, otomotif, industri, dan tentunya di bidang akademik dan riset. Aplikasi tersebut bisa
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu pemeriksaan struktur, pengujian dan kontrol material, dan
proses produksi.

Pemeriksaan struktur : biasa dilakukan di industri untuk memeriksa struktur pressure


vessel. Juga digunakan untuk memeriksa struktur jembatan untuk mengantisipasi
keretakan, korosi, dan kegagalan pada kabel.
Pengujian dan kontrol material : dalam pengujian, AET adalah pengujian yang paling
aman dan tidak merusak. Digunakan untuk mengontrol proses produksi, seperti
mengontrol pemanfaatan, pembentukan, pengerutan dan pengkristalan logam.
8. Reproduksi Suara

8.1 Pengertian reproduksi suara

Upaya untuk menghasilkan ulang bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi yang ditangkap
oleh transducer akustik.

8.2 Alur reproduksi suara


Pertama, suara dari sumber bunyi direkam oleh transduser seperti microphone. Selanjutnya
sumber bunyi bisa disimpan terlebih dahulu atau langsung transmisikan melalui kabel. Media
penyimpanan sendiri terbagi menjadi penyimpanan audio analog (seperti vinyl, kaset) dan
digital (seperti CD/DVD). Kemudian suara direproduksi melalui sumber bunyi sekunder
seperti loudspeaker yang pada akhirnya akan merambat menuju sistem pendengaran
8.3 Aspek utama reproduksi bunyi

Mic Placement
Wiring
Mixing
Speaker Placement

8.4 Microphone

Secara umum microphone memiliki 2 jenis:

- Dynamic microphone. Yaitu jenis mik yang menggunakan moving-coil yang


memanfaatkan prinsip induksi elektromagnetik
- Kondensor microphone. Jenis mic yang menggunakan kapasitor berdiafragma.
Aturan penempatan mic biasanya mengikuti 3-to-1 rule yang diilustrasikan sebagai berikut:
7. Acoustics Emission

Anda mungkin juga menyukai