Anda di halaman 1dari 2

Resepsi dan Fungsi Resepsi dalam Studi Living Hadis

Oleh: Zahra Zakiyya

Berbicara mengenai studi living hadis, tidak akan terlepas dari teks hadis,
agen dan masyarakat. Agen disini seperti wali, kiyai, atau siapapun yang
mempunyai ilmu mengenai Islam. Ia mempunyai tugas untuk menyampaikan teks-
teks hadis kepada masyarakat. Hanya saja tidak setiap teks tersebut bisa
disampaikan secara tekstual olehnya. Bahkan terkadang apa yang disampaikan oleh
agen merupakan hasil dari interpretasinya sendiri mengenai hadis. Selain itu,
seorang agen pun harus mampu membaca konteks dimana dan kapan masyarakat
tinggal. Ia tidak bisa masuk seenaknya ke dalam suatu masyarakat yang sudah
mempunyai konsep budaya dan tradisi sendiri dengan membawa ajaran yang baru
bagi mereka.
Setelah adanya proses transmisi teks yang dilakukan oleh para agen, maka
tinggallah bagaimana suatu masyarakat meresepsi teks hadis tersebut. Apa yang
dihasilkan oleh masyarakat berupa praktek, tidak melulu akan sesuai dengan
tekstual hadis. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya perbedaan konsep budaya dan
sosial masyarakat berupa perbedaan zaman, geografis, peran dan struktur sosial,
dengan konsep budaya dan sosial Arab pada masa Nabi saat hadis turun. Maka
sangatlah mungkin terjadi perluasan signifikansi dari makna teks yang ada.
Di dalam buku Living Hadis: Praktek, Resepsi, Teks dan Transmisi karya
Dr. Saifuddin Zuhri, M.A. dan Subkhani Kusuma Dewi, M.A., M.Hum. disebutkan
bahwa bentuk resepsi atas hadis ialah resepsi fungsional, dimana hadis mempunyai
peran utama dalam hal fungsi informatif dan fungsi performatif. Fungsi informatif
merupakan pendekatan interpretatif untuk memahami apa yang tersurat di dalam
sebuah teks. Sedangkan fungsi performatif adalah apa yang dilakukan oleh
khalayak terhadap teks itu sendiri. Adanya perbedaan peran dari fungsi informatif
dan fungsi performatif ialah bukan disebabkan fungsi performatif telah menafikan
adanya teks, mereka hanya ingin memberikan kacamata baru bahwasanya substansi
daripada teks dapat ditunjukkan dalam ruang lingkup praktek, di suatu konteks dan
tempat yang spesifik. Dari perbedaan kedua peran tersebut dapat dipahami
bahwasanya masyarakat (dengan adanya perbedaan konsep budaya dan sosial) tidak
selalu atau tidak harus menyadari akan eksistensi suatu teks, mungkin saja mereka
lebih memahami teks tersebut dalam kerangka ritual, perayaan ataupun praktek
keseharian yang spesifik.
Agar lebih dapat memahami kedua fungsi tersebut, maka akan sedikit
dipaparkan beberapa contoh mengenai resepsi fungsional di atas. Pertama ialah
fungsi informatif. Disini teks hadis yang disampaikan oleh agen masih terlihat
bagaimana perannya. Seperti hadis-hadis mengenai perintah untuk beribadah
kepada Allah. Masyarakat secara sadar ataupun tidak sadar, ketika mereka merasa
menjadi seorang hamba, maka mereka akan beribadah kepada Allah dengan
melaksanakan shalat, berbuat amal shalih, membaca Al-Qur’an, berdo’a dan lain
sebagainya. Meskipun pada prakteknya terkadang ada perbedaan dalam tata cara
ataupun bacaannya dengan komunitas lain, namun mereka mengerti bahwa apa
yang mereka lakukan ialah bertujuan untuk melaksanakan ibadah.
Kedua ialah fungsi performatif. Berbeda dengan fungsi informatif, fungsi
performatif ini lebih dinamis. Bahkan terkadang masyarakat tidak mengetahui apa
fungsi dan tujuan dari praktek yang mereka lakukan tersebut. Mereka hanya
mengikuti tradisi orang-orang sebelumnya yang juga mengerjakan hal yang sama.
Sebagai contoh, adanya kulah di depan toilet sebelum menuju pintu masjid.
Masyarakat pada umumnya tidak mengetahui apa tujuan dengan adanya kulah
tersebut. Namun karena hal itu sudah berlaku dari sejak dulu, mereka melewati
kulah tanpa terfikirkan adakah sebab yang melatar belakangi adanya kulah itu.
Setelah ditelusuri, ialah agen yang pada masa awal mengenalkan Islam, ia ingin
menyampaikan hadis mengenai bersuci, terutama saat akan masuk ke dalam masjid.
Ia melihat bahwa masyarakat pada saat itu berada di daerah pedesaan yang mana
mata pencaharian mereka kebanyakan bertani. Saat itu tidaklah memungkinkan jika
agen menyampaikan ajaran fiqh bab bersuci beserta hadisnya, karena
masyarakatpun tidak akan memahaminya. Hingga akhirnya muncullah gagasan dari
agen untuk membuat kulah di depan toilet dengan tujuan ketika para petani ingin
masuk ke masjid setelah pulang dari sawah, mereka menceburkan kakinya terlebih
dahulu ke dalam kulah agar bersih.
Dari pemaparan di atas, dapatlah dipahami bahwasanya resepsi masyarakat
akan suatu hadis tidak akan selalu sama dengan apa yang ada di dalam teks.
Terkadang mereka lebih memahami teks tersebut dalam kerangka ritual, perayaan
ataupun praktek keseharian yang spesifik. Sebagai tambahan, bahwasanya di dalam
studi living hadis, teks yang digunakan tidak selalu bertumpu pada kualitas hadis,
karena tujuan dari studi ini bukan untuk mencari hukum agama, melainkan agar
lebih bijak ketika menilai suatu praktek yang hidup di masyarakat yang
berlandaskan hadis.

Anda mungkin juga menyukai