Anda di halaman 1dari 2

Pengertian Living Hadis

Secara sederhana, istilah living hadis berkonotasi pada arti “hadis atau sunnah yang
hidup”. Kata “living” berasal dari bahasa Inggris yang memiliki makna “yang hidup” dan
“menghidupkan". Kata ini bisa disejajarkan dengan “al-Hayy” dalam bahasa Arab yang berarti
“hidup” dan “Ihya” yang berarti “menghidupkan”. Dalam hal ini, living hadis juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yaitu al-sunnah al-hayah dan atau Ihya al-Sunnah.

Living hadis merupakan suatu kajian atau penelitian ilmiah mengenai berbagai macam
peristiwa sosial terkait dengan kehadiran atau keberadaan hadis di sebuah komunitas umat
muslim tertentu. Dari sanalah, maka akan terlihat respon sosial (realitas) komunitas muslim
untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan teks-teks agama melalui suatu interaksi yang
terus berkesinambungan. Hadis tidak hanya mewajibkan adanya pendekatan kepada religious
yang bersifat ritual dan mistik, akan tetapi sebagai pedoman ataupun petunjuk yang apabila
dipelajari akan membantu menemukan nilai-nilai yang akan dapat dijadikan pedoman bagi
penyelesaian masalah hidup saat ini dan yang akan datang.

Dalam kajian-kajian matan dan sanad hadis, sebuah teks hadis harus memiliki standar
kualitas hadis, seperti sahih, hasan, daif, maudu’. Berbeda dalam kajian living hadis, sebuah
praktik yang bersandar dari hadis tidak lagi mempermasalahkan apakah ia berasal dari hadis
sahih, hasan, daīf, yang penting ia hadis dan bukan hadis maudu’. Sehingga kaidah kesahihan
sanad dan matan tidak menjadi titik tekan di dalam kajian living hadis. Fokus kajian living hadis
adalah pada satu bentuk kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di
masyarakat yang memiliki landasannya di hadis nabi.

Formulasi dan formalisasi "sunnah yang hidup" menjadi disiplin hadis merupakan
keberhasilan dari gerakan hadis. Proses ini melalui tiga generasi, yaitu sahabat, tabi'in, dan tabi al
tabi'in. Dengan perkataan lain, "sunnah yang hidup" di masa lampau tersebut terlihat di dalam
cermin hadis yang disertai dengan rantaian perawi. Namun demikian, gerakan hadis ini pada
hakekatnya menghendaki bahwa hadis-hadis harus selalu ditafsirkan di dalam situasi-situasi yang
baru untuk menghadapi problema-problema yang baru, baik dalam bidang sosial, moral, dan lain
sebagainya. Fenomena-fenomena kontemporer baik spiritual, politik dan sosial harus
diproyeksikan kembali sesuai dengan penafsiran hadis yang dinamis. Inilah barangkali disebut
dengan "hadis yang hidup". Sekarang ini perlu reevaluasi, reinterpretasi dan reaktualisasi yang
sempurna terhadap hadis sesuai dengan kondisi moral-sosial yang sudah berubah dewasa ini. Hal
ini hanya dapat dilakukan melalui studi historis terhadap hadis dengan mengubahnya menjadi
"sunnah yang hidup" dan juga dengan secara tegas membedakan nilai riil yang dikandung dari
latar belakang situasional. Akhirnya, hadis sebagai hasil formulasi (perumusan) karena ia
mencerminkan "sunnah yang hidup" dan "sunnah yang hidup" bukanlah pemalsuan, tetapi
penafsiran dan formulasi yang progresif terhadap sunnah Nabi. Yang harus kita lakukan pada
masa sekarang ini adalah menuangkan hadis ke dalam "sunnah yang hidup" berdasarkan
penafsiran historis sehingga dapat menyimpulkan norma-norma untuk diri kita sendiri melalui
suatu teori etika yang memadai dan mewujudkan hukum-hukum yang baru dari teori ini.

Living Sunnah atau "Sunnah yang hidup" ini telah berkembang dengan sangat pesat di
berbagai daerah dalam Imperium Islam, dan karena perbedaan di dalam praktek hukum semakin
besar, maka "sunnah yang hidup" tersebut berkembang menjadi sebuah disiplin formal, yaitu
hadis Nabi.

Living hadis hanyalah satu terminologi yang muncul di era sekarang ini. Secara
kesejarahan sebenarnya ia telah eksis, misalnya tradisi Madinah, ia menjadi living sunnah, lalu
ketika sunnah diverbalisasi maka menjadi living hadis. Living Hadis menjadi satu hal yang
menarik dalam melihat fenomena dan praktik sosio-kultural yang kemunculannya diilhami
fenomena dan praktik sosio-kultural yang kemunculannya diilhami oleh hadis-hadis yang ada
pada masa lalu dan menjadi satu praktik pada masa kini. Praktik mewarisi tradisi nenek moyang
dan menerima modernitas adalah dua hal dimana persinggungan dengan praktik yang
berlangsung pada masa Rasulullah terjadi, dan itu dilakukan melalui pengetahuan tentang hadis-
hadisnya.

Anda mungkin juga menyukai