Anda di halaman 1dari 16

RENCANA PELAKSANAN PEMBELAJARAN

Sekolah : SMP ......


Matapelajaran : Bahasa Jawa
Kelas/Semester : 8/1
Materi Pokok : Memahami isi teks cerita legenda dan
menceritakan kembali
Alokasi Waktu : 4 X pertemuan (2 jpl)

A. Kompetensi Inti (KI)


1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait dengan fenomena
dan kejadian nyata.
4. Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

B. Kompetensi Dasar dan Indikator

KOMPETENSI DASAR INDIKATOR


1.1 Menerima anugerah Tuhan Yang 1.1.1 Terbiasa berdoa kepada Tuhan Maha
Maha Esa berupa bahasa Jawa sebagai Esa sebelum peserta didik
bahasa Ibu untuk mendukung bahasa melaksanakan pembelajaran teks cerita
Indonesia sebagai bahasa persatuan legenda.
dan kesatuan bangsa. 1.1.2 Menghargai dan mensyukuri keberadaan
bahasa Jawa sebagai sarana
1.2 Menerima anugerah Tuhan Yang mempelajari teks cerita legenda.
Maha Esa berupa bahasa Jawa dan .
memanfaatkannya sebagai sarana
komunikasi masyarakat Jawa.
2.1 Menghargai dan menghayati perilaku 2.1.1 Terbiasa membantu teman sejawat
jujur, disiplin, bertanggung jawab, dalam memecahkan masalah.
peduli (toleransi dan gotong royong),
santun, percaya diri dalam 2.1.2 Terbiasa menyampaikan pendapat dalam
menyampaikan informasi pemecahan masalah dengan santun
atau menanggapi berbagai
hal/keperluan sesuai dengan tata krama 2.1.3 Terbiasa menggunakan kata-kata yang
Jawa. tidak menyinggung perasaan orang lain.
2.2 Menunjukkan perilaku berbahasa yang
santun yang ditunjukkan dengan 2.1.4 Mengikuti kegiatan diskusi dengan
ketepatan penggunaan ragam bahasa disiplin
(unggah ungguh basa).
2.1.5 Terbiasa bersikap jujur dalam berkarya
2.3 Menunjukkan perilaku, tindakan, dan
perbuatan yang mencerminkan
kepribadian Jawa.
3.1. Memahami isi teks cerita legenda. Mengartikan kata-kata yang dianggap
sulit yang terdapat dalam teks legenda
3.1.2. Menjawab pertanyaan dalam ragam
krama.
 Mendiskusikan isi legenda
3.1.4. Mengungkapkan nilai-nilai luhur
yang terdapat dalam legenda secara
tertulis
4.1. Menceritakan kembali cerita legenda. 4.1.1. Mendiskusikan arti kata-kata yang
dianggap sulit dalam teks legenda.
4.1.2. Menjawab pertanyaan bacaan
dengan ragam krama.
 Menuliskan pokok- pokok isi
bacaan teks legenda.
4.1.4. Menceritakan kembali teks legenda
secara lisan dalam ragam krama.

C. Tujuan Pembelajaran
Pertemuan 1 dan 2
Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran diharapkan peserta didik dapat :
1. Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebelum peserta didik melaksanakan
pembelajaran materi teks legenda.
2. Menggunakan bahasa Jawa di kelas saat pelajaran bahasa Jawa dengan baik.
3. Mengartikan kata-kata yang dianggap sulit yang terdapat dalam teks legenda.
4. Menjawab pertanyaan tentang isi teks legenda.
5. Mendiskusikan isi teks legenda.
6. Mengungkapkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam legenda secara tertulis.

Pertemuan 3 dan 4
1. Berdoa kepada Tuhan maha Esa sebelum peserta didik melaksanakan pembelajaran
materi teks legenda.
2. Menggunakan bahasa Jawa di kelas saat pelajaran bahasa Jawa dengan baik.
3. Mendiskusikan arti kata-kata yang dianggap sulit dalam teks legenda.
4. Menjawab pertanyaan bacaan dengan ragam krama.
5. Menuliskan pokok- pokok isi bacaan teks legenda.
6. Menceritakan kembali teks legenda secara lisan dalam ragam krama.

D. Materi Pembelajaran
Pertemuan 1 dan 2

a. Teks dengaran Legenda “ Dumadine Kutha Salatiga “


DUMADINE KUTHA SALATIGA
Ki Ageng Pandhan Arang sadurunge dadi wali ing Tembayat, Klaten, iku sejatine
sawijining adipati sing sugih mblegedhu ing Kadipaten Semarang. Nalika isih madeg dadi
adipati, Ki Ageng Pandhan Arang misuwur medhit lan srakah marang bandha donya mas
picis rajabrana. Kaya-kaya uripe iku mung katujokake kanggo numpuk bandha. Sawise
ketemu lan diwelehake dening Sunan Kalijaga kang memba-memba dadi tukang suket, Ki
Ageng Pandhan Arang mertobat lan prasetya bakal meguru marang Sunan Kalijaga.
Piyambake kepengin ngudi kawruh sampurnaning urip miturut ajaran lan iman Islam.
Sunan Kalijaga kersa nampa Ki Pandhan Arang dadi siswane menawa Ki Pandhan Arang
kersa ninggalake sakabehing urip kadonyan, kalebu sakabehing bandha donya lan
kamukten minangka Adipati. Sang Adipati nyendikani ngendikane Sunan Kalijaga.
Piyambake banjur ninggal Kadipaten Semarang saisine tanpa nggawa apa-apa.................
lsp.

b. Kata-kata yang dianggap sukar dalam legenda “ Dumadine Kutha Salatiga “ :

1. sejatine : sakbenere
2. sugih mblegedhu : sugih banget
3. madeg : dadi, nglungguhi ( menjabat )
4. misuwur : kondhang
5. mas picis rajabrana: mas, dhuwit, lan barang sing larang ajine
6. diwelehake : dituduhake marang tumindake sing ora becik
7. memba-memba : nyamar
8. mertobat : wis kapok ora nglakoni tumindak ala maneh
9. prasetya : janji
10. meguru : nganggep minangka guru
lsp.

Pertemuan 3 dan 4
a. Teks bacaan legenda “ Dumadine Desa Banyu Mudal “

DUMADINE DESA BANYU MUDAL


Kacarita nalika Sultan Agung Hanyakrakusuma ngasta punjere Mataram, ing
sawijining panggonan kang adoh saka ramening kutha praja, ana wanodya ayu sesulih
Rara Juminten. Wanodya mau yen dicandra, wah.... bebasan kurang candra turah rupa.
Rikmane ngandhan-andhan, pakulitane nemu giring, netrane ndamar kanginan, pasuryane
ayu pisan. Panganggone nyamping batik, slendhang pangsi kang direnggani peniti,
kalung, giwang, gelang lan binggel kabeh sarwa emas, prasasat kaya dene widodari kang
mudhun saka kahyangan.
Wis ayu rupane Rara Juminten uga kalebu wanodya sing grapyak semanak, karo sapa
bae seneng tetulung. Eloke, Rara Juminten duwe kaluwihan, yaiku tansah kecukupan
kabutuhane banyu sanajan ing mangsa ketiga dawa pisan. Mula para warga kepengin bisa
kaya dheweke. Wusanane para warga nekani Rara Juminten lan ngandhakake apa sing
dadi gembolaning atine. Kanthi kebak trapsila Rara Juminten manggakake rawuhe tamu-
tamune.................. lsp.

b. Kata-kata yang dianggap sukar dalam legenda “ Dumadine Desa Banyu Mudal “ :

1. punjer : pusat
2. kutha praja : panggonan sing cedhak karo kraton/ panguwasane ratu
3. wanodya : wanita
4. sesulih : arane
5. dicandra : digambarake, dicritakake kanthi pepindhan
6. kurang candra : saking ayune nganti kurang tembung kanggo nggambarake
turah rupa
7. ngandhan-andhan : rambut sing ngombak banyu
8. nemu giring : candrane kulit sing kuning kaya temu giring
9. netra : mripat, soca
10. ndamar kanginan : candrane mripat sumunar kaya diyan/ lampu sing kanginan
lsp.

E. Metode Pembelajaran
Pendekatan : scientific
Metode : diskusi, tanya jawab, penugasan, demonstrasi
F. Media, alat, dan sumber Pembelajaran
1. Media : Teks bacaan legenda “ Dumadine Kutha Salatiga “ dan “
Dumadine Desa Banyu Mudal “
2. Alat pembelajaran : kartu kata
3. Sumber Pembelajaran : Kulina Basa Jawa VIII, Pandhu Basa VIII, kamus

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Pertemuan 1 dan 2
RINCIAN KEGIATAN WAKTU

Pendahuluan
 Peserta berdoa sebelum belajar
 Memeriksa kehadiran dan kesiapan peserta didik
 Peserta didik diarahkan guru untuk membentuk kelompok dengan anggota
4 orang
 Apersepsi: Menceritakan salah satu jenis dongeng anak dan memberikan
contoh jenis-jenis dongeng yang lainnya.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran

Kegiatan Inti
 Peserta didik menyiapkan alat tulis dan mencatat pertanyaan-pertanyaan
serta tugas yang dibacakan guru.
 Peserta didik mendengarkan teks dengaran “Dumadine Kutha Salatiga”
 Peserta didik mencatat kata-kata yang dianggap sulit dalam teks dengaran
“Dumadine Kutha Salatiga”
 Peserta didik bertanya jawab tentang arti kata-kata sulit yang terdapat
dalam teks.
 Peserta didik menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi teks .
 Peserta didik berdiskusi tentang unsur-unsur dalam teks “Dumadine Kutha
Salatiga”
 Peserta didik menyampaikan hasil diskusi tentang unsur-unsur dalam teks
“Dumadine Kutha Salatiga” secara tertulis.
 Peserta didik menuliskan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam teks.

Penutup
 Guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran.
 Guru bersama peserta didik melakukan refleksi tentang proses dan hasil
pembelajaran yang telah dicapai.
 Peserta didik menerima tugas dari guru memberikan contoh penerapan
nilai-nilai luhur dari teks “Dumadine Kutha Salatiga” dalam kehidupan
sehari-hari.
Pertemuan 3 dan 4

RINCIAN KEGIATAN WAKTU

Pendahuluan
 Peserta berdoa sebelum belajar
 Memeriksa kehadiran dan kesiapan peserta didik
 Peserta didik diarahkan guru untuk membentuk kelompok dengan anggota
4 orang
 Apersepsi: Mengulas pembelajaran tentang legenda pada pertemuan
sebelumnya dan menanyakan tugas yang diberikan.
 Menyampaikan tujuan pembelajaran.

Kegiatan Inti
 Peserta didik menyiapkan alat tulis dan mencatat tugas yang dibacakan
guru.
 Peserta didik membaca teks bacaan “Dumadine Desa Banyu Mudal”
 Peserta didik menandai kata-kata yang dianggap sulit dalam teks bacaan
 Peserta didik bertanya jawab tentang arti kata-kata sulit yang terdapat
dalam teks.
 Peserta didik menulis kalimat menggunakan kata-kata sulit yang ada pada
bacaan.
 Peserta didik menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan .
 Peserta didik berdiskusi tentang pokok-pokok isi bacaan “Dumadine Desa
Banyu Mudal” per alinea.
 Peserta didik menceritakan kembali isi teks dengan ragam krama.

Penutup
 Guru bersama peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran.
 Guru bersama peserta didik melakukan refleksi tentang proses dan hasil
pembelajaran yang telah dicapai.
 Peserta didik secara berkelompok menerima tugas dari guru mencari
legenda yang lain dari berbagai sumber dan merangkum isinya dengan
ragam krama.

H. PENILAIAN

1. Sikap Spiritual
a. Teknik Penilaian : observasi
b. Bentuk Instrumen : lembar observasi
c. Kisi-kisi :
No. Sikap/nilai Butir Instrumen
1. Terbiasa berdoa kepada Tuhan Maha Esa o Terbiasa berdoa
sebelum peserta didik melaksanakan
pembelajaran teks legenda.

Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa


Jawa sebagai sarana menyajikan materi teks o Terbiasa bersyukur
2. legenda.

Instrumen Penilaian Sikap Spiritual


Nama : _______________
Kelas : _______________

Skor
Sikap/nilai
1 2 3 4
1. Berdoa sebelum dan sesudah mempelajari teks
cerita legenda.

2. Mengucapkan rasa syukur setelah mengerjakan


tugas teks legenda.

Keterangan:
1 = tidak pernah 3 = sering
2 = kadang-kadang 4 = selalu

2. Penilaian Sikap Sosial


a. Teknik Penilaian : Pengamatan
b. Bentuk Instrumen : Lembar Observasi
c. Kisi-kisi :
A. Penilaian sikap sosial untuk diskusi
No.
No. Nilai Deskripsi
Butir
1 Menghargai Menghargai pendapat orang lain 1
orang lain
2 Jujur Mengekspresikan gagasan dengan jujur 2
3 Disiplin Mengikuti kegiatan diskusi dengan disiplin 3
4 Kesantunan Menyampaikan pendapat dengan bahasa Jawa 4
yang santun

B. Penilaian sikap sosial dalam kegiatan menanggapi hasil karya teman dan
berkarya
Objek : Teks legenda
No.
No. Nilai Deskriptor
Butir
1. Jujur Menunjukkan sikap jujur dalam menanggapi 1
karya teman
Menunjukkan sikap jujur dalam berkarya 2
2. Santun Bersikap santun dalam menanggapi karya teman 3
Bersikap santun dalam berkarya 4

Lembar Pengamatan Sikap Sosial untuk Kegiatan Menanggapi Karya dan


Berkarya

Nama : ______________________________
Kelas : ______________________________

Petunjuk:
Berilah tanda silang (X) sesuai dengan kondisi peserta didik. (Diisi oleh guru)

Pilihan
No. Pernyataan
Ya Tidak
1. Menghargai orang lain dalam menanggapi karya teman
2. Menghargai orang lain dalam berkarya
3. Bersikap disiplin dalam menanggapi karya teman
4. Bersikap disiplin dalam mengungkapkan isi wacana
tentang peristiwa.

Pedoman Penskoran:
Pilihan “Ya” diberi skor 1, sedangkan pilihan “Tidak” diberi skor 0. Karena soal
berjumlah 4 butir, maka jumlah skor berkisar antara 0 sampai 4.

LEMBAR PENGAMATAN SIKAP

No Nama Toleransi Jujur Disiplin Santun Ket


v v v v 4

3. Pengetahuan
a. Teknik Penilaian : Tes tertulis
b. Bentuk Instrumen : Tes uraian
c. Kisi-kisi :
No Indikator No. Butir
.
1. Dibacakan teks dengaran legenda “Dumadine 1
Kutha Salatiga”siswa mengartikan kata-kata yang
dianggap sulit.
2. Menjawab pertanyaan teks dengaran 2
3. Menjelaskan unsur-unsur dalam teks dengaran 3
4. Menjelaskan nilai-nilai luhur dalam teks dengaran 4

Instrumen Penilaian Pengetahuan (K3)

Nama : ______________________________
Kelas : ______________________________

Soal :
Isenana cecek-cecek ing ngisor iki kanthi trep!
1. 1. Wacanen !
2. Ki Ageng Pandhan Arang sadurunge dadi wali ing Tembayat, Klaten, iku
sejatine sawijining adipati sing sugih mblegedhu ing Kadipaten Semarang.
Nalika isih madeg dadi adipati, Ki Ageng Pandhan Arang misuwur medhit lan
srakah marang bandha donya mas picis rajabrana. Kaya-kaya uripe iku mung
katujokake kanggo numpuk bandha.
Golekana tegese tembung-tembung iki
a. sejatine
b. sugih mblegedhu
c. madeg
d. misuwur
2. Panggonan kedadeane prastawa Nyai Rambowati dibegal banjur diarani
Salatiga. Apa sebabe ?
3. Sapa bae paraga ing legenda “Dumadine Kutha Salatiga” ? Kepiye wateke?
Tulisen !
4. Apa pitutur luhur sing kamot ing legenda “Dumadine Kutha Salatiga” ?
Tulisen salah siji bae !

Kunci Jawaban :
1. a. sejatine = sabenere
b. sugih mblegedhu = sugih banget
c. madeg = dadi panguwasa
d. misuwur = kondhang, terkenal
2. Amarga prastawa mau kedadean saka salahe wong telu ( tiga ), yaiku Ki lan
Nyai Pandhan Arang sing ora ngestokake dhawuhe Kanjeng Sunan, lan para
begal sing melik marang rajabrana.
3. a. Kanjeng Sunan = wicaksana
b. Ki Ageng Pandhan Arang = wiwitane medhit lan srakah, nanging bareng
dadi muride Sunan Kalijaga dadi murid sing bekti marang gurune.
c. Nyi Ageng = isih seneng marang bandha donya, ora manut marang
garwane.
d. begal = srakah lan melik marang bandhane liyan
4. Murid kudu ngestokake dhawuhe gurune. ( manasuka guru, amarga pitutur
bisa luwih saka siji ).

Pedoman Penskoran:
Skor jawaban benar untuk soal no 1 dan 2 = 0 – 2
Skor jawaban benar untuk soal 3 dan 4 =0- 3
Skor maksimal 10.

4. Keterampilan
a. Teknik Penilaian : Tes praktik
b. Bentuk Instrumen : Tes uji petik kerja dan produk
c. Kisi-kisi :

No. Indikator No. Butir


1. Menuliskan pokok-pokok isi cerita legenda 1
“Dumadine Desa Banyu Mudal”
2. Menceritakan isi teks “Dumadine Desa 2
Banyu Mudal” dengan ragam krama

Instrumen Penilaian Keterampilan (K4)

Nama : ______________________________
Kelas : ______________________________

Soal:
1. Tulisen pokok-pokok isine alinea 1-6 legenda “Dumadine Desa Banyu Mudal”
kanthi ringkes bae.
2. Critakna maneh isine legenda “Dumadine Desa Banyu Mudal” manut pokok-
pokok ringkesanmu mau nganggo basa krama !
Kriteria
Aspek yang dinilai
1 2 3 4
No.
1 Ketepatan isi pokok alinea
2 Ketepatan isi cerita.
3 Ketepatan bahasa krama yang dipakai

Keterangan:
4 = Sangat Baik 2 = Cukup
3 = Baik 1 = Kurang

Penghitungan nilai akhir : Nilai akhir : skor yang diperoleh


---------------------------- X 100
Skor maksimal

Mengetahui,
Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran,

.................................................... ..................................................
NIP. NIP.

.
Lampiran

1. Teks Dengaran

DUMADINE KUTHA SALATIGA

Ki Ageng Pandhan Arang sadurunge dadi wali ing Tembayat, Klaten, iku sejatine
sawijining adipati sing sugih mblegedhu ing Kadipaten Semarang. Nalika isih madeg dadi
adipati, Ki Ageng Pandhan Arang misuwur medhit lan srakah marang bandha donya mas
picis rajabrana. Kaya-kaya uripe iku mung katujokake kanggo numpuk bandha. Sawise
ketemu lan diwelehake dening Sunan Kalijaga kang memba-memba dadi tukang suket, Ki
Ageng Pandhan Arang mertobat lan prasetya bakal meguru marang Sunan Kalijaga.
Piyambake kepengin ngudi kawruh sampurnaning urip miturut ajaran lan iman Islam. Sunan
Kalijaga kersa nampa Ki Pandhan Arang dadi siswane menawa Ki Pandhan Arang kersa
ninggalake sakabehing urip kadonyan, kalebu sakabehing bandha donya lan kamukten
minangka Adipati. Sang Adipati nyendikani ngendikane Sunan Kalijaga. Piyambake banjur
ninggal Kadipaten Semarang saisine tanpa nggawa apa-apa.
Ki Ageng Pandhan Arang prasetya ndherekake Sunan Kalijaga tindak menyang
Gunung Jabalkat utawa Gunung Tembayat. Anggone tindak menyang Gunung Jabalkat
ngajak Nyi Rambowati, garwane. Bawane wong wadon, Nyi Rambowati ora lila lan owel
ninggalake sakabehing bandha donya mas inten rajabranane. Mas iku didhelikake ana ing
sajrone bumbung sing banjur dianggo teken.
Ki Pandhan Arang pirsa yen Nyi Rambowati ndhelikake mas inten ing tekene, banjur
ngendika, “ Wis ta Nyi, ora susah nggawa apa-apa. Estokna dhawuhe Kanjeng Sunan, ora
susah nggawa apa-apa. Aja mikir kadonyan mundhak ngrerendheti laku. “
“ Kula boten bekta menapa-menapa kok, Kyai. Menika namung mbekta teken kangge
cepengan ing margi, “ wangsulane garwane.
Sang Adipati mung mesem ing batin.
“ Ya wis sakarepmu. Aku mung saderma ngelingake. Muga-muga kowe enggal antuk
pituduh saka Pangeran,” ngendikane Sang Adipati kanthi aris.
Wong loro banjur budhal ninggal Kadipaten Semarang, nyusul tindake Sunan Kalijaga
sing wis ndhisiki laku. Saking abote tekene Nyi Rambowati, tindake alon banget saengga keri
ing buri. Sadalan-dalan piyambake mung tansah nggresah lan nggresula. Sedhela-sedhela
leren, sedhela-sedhela ngaso. Dene tindake Sang Adipati rikat nggeblas nyusul gurune
menyang Gunung Jabalkat.
Tekan sawijining panggonan, tindake Sang Adipati dicegat begal kecu cacah telu.
Tanpa kakehan rembug begal telu mau arep njarah rayah Sang Adipati. Nanging gandheng
Sang Adipati pancen ora kagungan apa-apa mula slamet ora dipilara para begal mau. Sang
Adipati banjur ngendika marang begal mau, “ Ki Sanak, menawa sampeyan kepengin bandha
donya, kae lho, wong wadon kae nyimpen mas inten ing jero tekene, “ ngendikane Sang
Adipati karo nudingi garwane sing lagi leyeh-leyeh ing ngisor wit. Para begal banjur
ninggalake Sang Adipati lan gage-gage nyedhaki Nyi Adipati.
Banget kesel salirane lan ngrasakake sumilire angin kang tumiyup, Nyi Rambowati
keturon ing sangisore wit gedhe. Lagi enak-enake mak ler, piyambake kaget digetak dening
para begal sing katon brangasan lan medeni. Kanthi swara sora begal iku njaluk rajabrana
sing sumimpen ing jero tekene Nyi Rambowati.
“ Bandha apa nyawa! Yen kepengin slamet, pasrahna tekenmu iku!”
“Aku ora duwe apa-apa Ki Sanak. Iki mung teken takenggo cekelan anggonku mlaku.”
“Ora susah kakehan wuwus, wenehna tekenmu yen kepengin slamet !” kandhane
nggetak sinambi ngrebut tekene Nyi Adipati.
Teken klakon direbut uwal saka tangane Nyi Adipati, durung marem, begal telu iku
genti rebutan teken mau nganti nyampluk watu gedhe saengga pecah. Sanalika mas, inten, lan
barleyan sumebar saambane lemah. Begal telu sangsaya usreg-usregan rebutan rajabranane
Nyi Rambowati sing sumebar ing lemah.
Nyi Adipati sing pirsa kadadean mau keweden lan bengok-bengok ngoyak garwane.
“ Ki, tulung.. tulung..! Ki, kula dienteni ta !” pambengoke Nyi Rambowati karo
tetangisan. Mireng garwane bengok-bengok Sang Adipati banjur paring pitulungan.
“Wiwit budhal mau rak wis takkandhani ta Nyi, aja nggawa apa-apa. Kowe ora nggugu.
Wis aja digelani, bok menawa pancen kudu mengkene lelakone awake dhewe. Wis ayo
enggal nyusul tindake Kanjeng Sunan !” Rumangsa salah Nyi Rambowati mung meneng
tumungkul.
“ Kanggo pengeling-eling Nyai, besuk yen ana rejane jaman, papan iki dakjenengake
SALAHTIGA. Iki kanggo pengeling-eling yen ing panggonan iki ana wong telu sing gawe
salah. Aku lan kowe sing ora ngestokake dhawuhe Kanjeng Sunan lan para begal sing uga
srakah marang kadonyan nganti kagedhen melik ngrebut duweke liyan, “ Ngendikane Sang
Adipati.
Wiwit dina iku, papan mau diarani Salahtiga. Suwening suwe tembung Salahtiga dadi
Salatiga, saiki dadi kutha gedhe sing rame kalebu ing tlatah Kabupaten Semarang.
( Kulina Basa Jawa VIII, kaca 31-33 )
2. Teks Bacaan

DUMADINE DESA BANYU MUDAL

Kacarita nalika Sultan Agung Hanyakrakusuma ngasta punjere Mataram, ing


sawijining panggonan kang adoh saka ramening kutha praja, ana wanodya ayu sesulih Rara
Juminten. Wanodya mau yen dicandra, wah.... bebasan kurang candra turah rupa. Rikmane
ngandhan-andhan, pakulitane nemu giring, netrane ndamar kanginan, pasuryane ayu pisan.
Panganggone nyamping batik, slendhang pangsi kang direnggani peniti, kalung, giwang,
gelang lan binggel kabeh sarwa emas, prasasat kaya dene widodari kang mudhun saka
kahyangan.
Wis ayu rupane Rara Juminten uga kalebu wanodya sing grapyak semanak, karo sapa
bae seneng tetulung. Eloke, Rara Juminten duwe kaluwihan, yaiku tansah kecukupan
kabutuhane banyu sanajan ing mangsa ketiga dawa pisan. Mula para warga kepengin bisa
kaya dheweke. Wusanane para warga nekani Rara Juminten lan ngandhakake apa sing dadi
gembolaning atine. Kanthi kebak trapsila Rara Juminten manggakake rawuhe tamu-tamune.
“ Den Rara Juminten, anggen kula keraya-raya ngriki badhe nyuwun pitulungan teng
panjenengan, kersaa mbiyantu “ ujare sesepuhe warga.
“ Pitulungan ingkang kadospundi, Bapa. Saupami kula saged mbiyantu temtu manah
kula remen sanget, “ ature Rara Juminten kanthi alus manuhara, gawe sengseme sing padha
rawuh.
“ Ngaten, para warga kepengin dituduhaken tuk sumbering toya, saengga yen mangsa
ketiga boten kasatan toya kados niki. “
“ O, mekaten kersanipun. Inggih, Bapa, kula mangke badhe ngupaya supados para
sadherek ing ngriki saged pikantuk sumber ingkang ageng, ingkang nyekapi sedaya
kabetahan toya warga ngriki. Kula nyuwun wekdal sawetawis, Bapa, mugi-mugi
gegayuhanipun para warga saged kasembadan. Nyuwun pangestunipun, ” ature Rara
Juminten. Para warga rumangsa lega krungu kasaguhane wanita kuwi.
Rara Juminten banjur semedi telung dina suwene. Jroning semedi mau dheweke oleh
wangsit saka Dewi Rantansari. Sabanjure dheweke nglumpukake para warga saperlu
ngrembug apa asile semedi mau.
“ Para sadherek ingkang kula tresnani, sasampunipun kula nglampahi semedi, kula
pikantuk wisik saking Dewi Rantansari. Isinipun, kita sedaya saged pikantuk sumber toya
ingkang ageng, nanging......... “ tembunge kandheg.
“ Nanging pripun..... ? “ sumaure para warga ora sabar.
“ Wonten pituwasipun, para sadherek... radi awrat. Kita kedah purun nglampahi
menawi kepengin kasil !” wangsulane Rara Juminten.
“ Wis, apa bae wis, sing penting bisa duwe sumber banyu. “ Para warga saut-sautan
sumaur.
“ Cobi, kula badhe njlentrehaken menapa ingkang dipunkersakaken Sang Dewi. Sedaya
kersaa midhangetaken !” Krungu tembunge Rara Juminten kabeh pada meneng, kepengin
ngerti apa sing arep diandharake.
“ Sang Dewi kagungan pamundhut tigang werni. Sepisan kita kedah ngurbanaken jaka
kumalajengking, inggih menika jejaka ingkang taksih mudha tumaruna........ “ ature alon.
Para warga padha njomblak krungu ature Rara Juminten.
“ Wadhuh.... lha kok nganggo kurban barang ? Ya ora bisa. Terus sapa sing didadekake
korban ! “ wong-wong padha pating klesik munggel omongane wanita iku..
“ Pripun niku, Den Rara, kok ngangge kados ngaten. Boten saged, melasi sing dados
korban. “ ujare sesepuh desa. Rara Juminten mesem ngujiwat.
“ Boten sisah kuwatos, Bapa. Kula wau dereng rampung matur. Kula ugi boten tegel
menawi kedah wonten korban. Mila kula lajeng nyuwun supados korbanipun dipun gantos
mawi maesa. Dipunparengaken, Bapa.”
“ Wah.... puji sokur amargi saged dipun gantos. Matur nuwun Den Rara...!”
“ Dereng rampung sadherek, kaping kalihipun, kedah nyawisaken rujak polo.....
Sekedhap, sampun dipunpunggel, menika ugi kula suwun dipun gantos ngangge bubur
sungsum dipunsukani juruh gendhis jawi kathahipun 40 takir. Lajeng pungkasan inggih
ingkang kaping tiganipun, ngurbanaken prawan sunthi, kula suwunaken saged dipun gantos
ngangge ayam kumadara ules pethak. Sedaya panyuwunan kula kangge nggantos sesaji
dipuntampi, Bapa, “ ature Rara Juminten kanthi praupan sing bungah.
“ Dhuh Gusti Allah.... gunging panuwun dene Panjenengan sampun paring pitulungan
kanthi lantaran wanita utami inggih menika Rara Juminten...... “ bapa tuwa iku mundhuk-
mundhuk ngaturake panuwun, nanging terus diaturi ngadeg dening Rara Juminten.
“ Boten sisah kados ngaten, tiyang gesang pancen kedah tulung- tinulung, Bapa. Kula
remen saged mbiyantu sadherek sedaya. Mangga, sampun kedangon, enggal kita ayahi
sesarengan !”
Upacara sesaji kanggo ngleksanakake pamundhute Dewi Rantansari diwiwiti ing
panggonan sing wis ditemtokake. Kebo dibeleh, daginge diirisi mbaka sethithik banjur digule
srana bumbu rujak wuni. Uga tumpeng damar murub, yaiku tumpeng sing ing pucuke
ditancepi brambang abang lan lombok abang 40 iji, jajan pasar arupa gedhang pitung warna,
gantal ( kinang ayu ) kanthi sisik kuning 40 iji, kecokbang, arang-arang kambang, bulus
angrem sarta sawenehe omben kayata: jembawuk, kopi bubuk, kopi polong, teh diyang,
godhong srep, jampang piyas, degan, rokok, lan dupa. Kabeh sesaji mau diwadhahi ing
tampah dilemeki kain putih. Dene para wong lanang gawe pring dilancipi utawa digranggang.
Kabeh warga rame-rame nggawa sesaji menyang panggonan sing dituduhake Rara
Juminten. Para wong lanang padha nggranggang lan ing panggonan kang dipendhemi endhas
kebo mau banjur metu tuke. Saya suwe tuk mau saya gedhe, banyu sing mili saya akeh kaya
kali. Saking bantere iline tuk nganti banyune mudhal-mudhal. Saka kedadean iku ing
panggonan metune banyu mau banjur kawentar minangka Desa BANYU MUDHAL, dene
panggonan iline banyu kang digranggang mau kawentar minangka Kali GRANGGRANG.

( Jarwan bebas saka Pemalang Post, Mei 2005 )

Anda mungkin juga menyukai