Anda di halaman 1dari 18

KELOMPOK 3 B16 PAGI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Trauma mataadalahtindakansengajamaupuntidak yang
menimbulkanperlukaanmata.Trauma matamerupakankasusgawatdaruratmata.Perlukaan
yang
ditimbulkandapatringansampaiberatataumenimbulkankebutaanbahkankehilanganmata.Al
atrumahtanggaseringmenimbulkanperlukaanatau trauma mata (Ilyas, Sidarta, 2005).

2.2. Klasifikasi Trauma Mata


Trauma mata dapat terjadi secara mekanik dan non mekanik
1. Trauma Mekanik
a. Trauma tumpul yaitu trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang
relatif besar, tumpul, keras maupun tidak keras. Trauma tumpul dapat
menyebabkan cedera perforasi dan non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat
mengenai organ eksterna (orbita dan palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea,
iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina dan nervus optikus (N.II).
b. Trauma tajam yaitu trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang
masuk ke dalam bola mata (Mansjoer, Arif, 2002).
2. Non Mekanik
a. Trauma Kimia
 Trauma kimia asam yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.
 Trauma kimia basa yaitu trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.
b. Trauma Fisis
 Trauma termal misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
 Trauma bahan radioaktif misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.

2.3. Etiologi Trauma Mata


a. Mekanik, meliputi:
1. Trauma oleh benda tumpul, misalnya:
Terkena tonjokan tangan, terkena lemparan batu, terkena lemparan bola, terkena
jepretan ketapel, dan lain-lain.

2. Trauma oleh benda tajam, misalnya:


Terkena pecahan kaca, terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu,
terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
b. Non Mekanik, meliputi:
1. Trauma oleh bahan kimia:

1
KELOMPOK 3 B16 PAGI

Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras, coustic soda, kaporit, jodium tincture,
baygon, bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih.
2. Trauma fisis
 Trauma termik (hipermetik) misalnya terkena percikan api dan terkena air
panas.
 Trauma radiasi misalnya terkena sinar ultra violet, sinar infra merah, sinar
ionisasi dan sinar X.
(Ilyas, Sidarta, 2005).

2.4. Tanda dan Gejala Pada Trauma Mata


Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
a. Trauma Tumpul
1. Rongga Orbita
Suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk
dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan
zigomatikus.Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur
orbita, kebutaan (jika mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita,
gangguan gerakan bola mata.
2. Palpebra
Kelopakataupalpebramempunyaifungsimelindungi bola mata,
sertamengeluarkansekresikelenjarnya yang membentuk film air matadi
depankomea. Palpebramerupakanalatmenutupmata yang bergunauntukmelindungi
bola mataterhadap trauma, trauma sinardan pengeringan bola
mata.Kelopakmempunyai lapis kulit yangtipis padabagiandepansedang di
bagianbelakangditutupiselaputlendir tarsus yang disebutkonjungtiva
tarsal.Gangguanpenutupankelopak
(lagoftalmos)akanmengakibatkankeringnyapermukaanmatasehinggaterjadi
keratitis.Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom,
edema palpebra yang dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka
dengan sempurna (ptosis), kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat
menutup secara sempurna).
3. Konjungtiva
Konjungtivamerupakanmembran yang
menutupiskleradankelopakbagianbelakang.Konjungtivamengandungkelenjarmusin
yang dihasilkanolehsel Goblet.Musinbersifatmembasahi bola
mataterutamakornea.Edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (injeksi
konjunctiva) adalah tanda dan gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena
trauma.

2
KELOMPOK 3 B16 PAGI

4. Kornea
Kornea (Latin cornum = sepertitanduk) adalahselaputbeningmata,
bagianselaputmata yang tembuscahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola matasebelahdepan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak
saraf. Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea
tanpa disertai tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair,
fotofobi adalah tanda dan gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
5. Iris atau badan silier
Merupakan bagian dari uvea. Perdarahan uvea dibedakanantarabagian anterior
yang diperdarahioleh 2 buaharterisiliar posterior longus yang
masukmenembussklera di temporal dan nasal dekattempatmasuksarafoptikdan 7
buaharterisiliar anterior, yang terdapat 2 padasetiapotot superior, medial inferior,
satupadaototrektus lateral. Arterisiliar anterior dan posterior iniber-
gabungmenjadisatumembentukarterisirkularis mayor padabadansiliar.Uvea
posterior mendapatperdarahandari 15 - 20 buaharterisiliar posterior brevis yang
menembussklera di sekitartempatmasuksarafoptik.Hifema (perdarahan bilik mata
depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan tanda patologik jika
trauma mengenai iris.
6. Lensa
Lensamerupakanbadan yang bening.Secarafisiologiklensamempunyaisifattertentu,
yaitu:
Kenyalataulenturkarenamemegangperananterpentingdalamakomodasiuntukmenjadi
cembung, jernihatautransparankarenadiperlukansebagai media penglihatan, terletak
di tempatnya.Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi
lensa mata (perpindahan tempat).
7. Korpus vitreus: perdarahan korpus vitreus.

8. Retina
Retina adalahsuatumembran yang tipis danbening,
terdiriataspenyebarandaripadaserabut-
serabutsarafoptik.Letaknyaantarabadankacadan
koroid.Letaknyaantarabadankacadan koroid.1,2Bagian anterior
berakhirpadaoraserata. Dibagian retina yang
letaknyasesuaidengansumbupenglihatanterdapatmakulalutea (bintikkuning) kira-
kiraberdiameter 1 - 2 mm yang

3
KELOMPOK 3 B16 PAGI

berperanpentinguntuktajampenglihatan.Ditengahmakulaluteaterdapatbercakmengki
lat yang merupakanreflek fovea.Secara patologik jika retina terkena trauma akan
terjadi edema makula retina, ablasio retina, fotopsia, lapang pandang terganggu dan
penurunan tekanan bola mata.
9. Nervus optikus: Nervus II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan
kebutaan.

b. Trauma Tajam
1. Orbita: kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola
mata.
2. Palpebra: ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
3. Saluran lakrimal: gangguan sistem eksresi air mata.
4. Konjungtiva: robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
5. Sklera: pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap).
6. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus: laserasi kornea yang disertai
penetrasi kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea,
edema.
7. Koroid dan kornea: luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus
vitreus dan ablasi retina.

c. Trauma Kimia
1. Trauma Asam
 Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea.
2. Trauma Basa/Alkali
 Kebutaan

 Penggumpalan sel kornea atau keratosis

 Edema dan ulkus kornea

 Tekanan intra ocular akan meninggi

 Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar

 Membentuk jaringan parut pada kelopak

 Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada


kelenjar asesoris air mata

 Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva


bulbi yang akan menarik bola mata

4
KELOMPOK 3 B16 PAGI

 Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa

2.5. Patofisiologi/ WOC


Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata
yang diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu
atau berbagai akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan
berupa penglihatan kabur, perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata
berubah.
Trauma oleh bahan kimia basa menyebabkan proses penyabunan membrane sel
disertai dehidrasi sel. Terjaadi kerusakan jaringan yang menembus sampai ke lapisan
yang lebih dalam dengan cepat dan berlangsung terus hingga kerusakan terus terjadi
lama setelah trauma. Terbentuk koagulase yang akan menambah kerusakan kolagen
kornea. Bila menembus bola mata, akan merusak retina dan berakhir dengan kebutaan.
Bahan kaustik soda dapat menebus bilik mata depan dalam waktu 7 detik. (Mansjoer,
Arif, 2002).
Bahan kimia asam menyebabkan pengendapan atau pengumpalan protein
permukaan sel, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi tidak akan destruktif seperti alkali.
Asam membentuk suatu sawar prespitat pada jaringan yang terkena, sehingga membatasi
kerusakan lebih lanjut. Konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang
lebih dalam seperti trauma alkali.(Mansjoer, Arif, 2002).

5
KELOMPOK 3 B16 PAGI

6
Benturan benda tumpul pada mata

KELOMPOK 3 B16 PAGI

WOC Pukulan Langsung, Trauma Tarikan, (Shearing Injury), dan lain-lain


Trauma Tumpul
Benturan benda tumpul pada mata

Rongga Orbita Palpebra Konjungtiva Kornea Iris atau Lensa Korpus Retina Nervus
badan silier vitreus optikus

Frakturor Mengenai Hematom, robekan Edema, Hifema iridodialisis perdarahan Edema Terlepas
bita saraf edema pembuluh keruh, makula atau putus
darah erosi/abrasi, (avulsio)
Perdarahan Kebutaan Ptosis laserasi Subluksasi Ablasio retina,
lensa mata fotopsia
Edemadan (perpindahan Kebutaan
perdarahan Penglihatan tempat).
Lagoftalmos/tidak
Gangguanger subkonjungtiv kabur,
dapat menutup lapang pandang
akan bola a fotofobia
secara sempurna terganggu dan
mata.
tekanan bola mata
menurun

G3 rasa nyaman: nyeri G3 persepsi sensori: Visual Resiko Cedera

7
KELOMPOK 3 B16 PAGI

Trauma Tajam
Tusukan langsung, pecahan kaca, dan lain-lain

Orbita Palpebra Saluran lakrimal Konjungtiva Sklera Kornea, Koroid dan


iris, badan kornea
silier, lensa,
korpus
Proptosis (akibat Ptosis yang Gangguan sistem Robekan Iris, badan vitreus Robekan
perdarahan permanen eksresi air mata konjungtiva silier dan
konjungtiva
intraorbital) koroid yang
berwarna
Perdarahan gelap
Perubahan posisi Edema,
subkonjungtiva
bola mata Laserasi

Penetrasi kornea,
Kebutaan prolaps jaringan iris

Penurunan TIO

G3 rasa nyaman: nyeri Resiko Infeksi Ansietas G3 persepsi sensori: Visual Resiko Cedera

8
KELOMPOK 3 B16 PAGI

Trauma Kimia
Trauma bahan kimia

Trauma Asam Trauma Basa/ Alkali

Pengendapan/ pengumpalan Proses penyabunan sel dan dehidrasi


protein permukaan sel sel

Hiperemi Terjadi koagulasi Bila konsentrasi Kerusakan jaringan menembus sampai dalam
protein epitel kornea tinggi

Perdarahan Kekeruhan Terbentuk koagulase Perdarahan

G3 rasa nyaman: Membentuk Merusak retina Peningkatan TIO


nyeri sawar presipitat

G3 persepsi Kebutaan G3 rasa nyaman:


Resiko cedera
Sembuh sensori: visual nyeri

Ansietas

9
KELOMPOK 3 B16 PAGI

2.6. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Fisik: dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan.
b. Slit lamp: untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c. Tes fluoresin: digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
d. Tonometri: untuk mengetahui tekakan bola mata.
e. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk
mengetahui adanya benda asing intraokuler.
f. Tes Seidel: untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada
strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru,
sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada
pengeluaran cairan mata.
g. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan: digunakan untuk mengetahui posisi benda
asing.
h. Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
i. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai
untuk retina.
j. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola
mata (normal 12-25 mmHg).
k. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
l. Pemeriksaan Radiologi: pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu
dalam menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas Lakmus: pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
trauma asam atau basa.

2.7. Penatalaksanaan
a. Trauma Mata Benda Tumpul
1. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna
membantu keluarnya hifema dari mata.
2. Berikan kompres es.
3. Pemnatauan ketajam penglihatan.

10
KELOMPOK 3 B16 PAGI

4. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan


perdarahan ulang.
5. Batasi membaca dan melihat Televisi.
6. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
7. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
8. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
9. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
10. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
11. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi
perdarahan ulang.
12. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema). Indikasi Parasentesis:
 Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam.
 Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional
selama 5 hari.
 Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat
diatasi/diturunkan dengan obat-obatan glaukoma.
 Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.

b. Trauma Mata Benda Tajam


1. Penatalaksanaan sebelum tiba di Rumah Sakit
 Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
 Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
 Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
 Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
2. Penatalaksanaan setelah tiba di Rumah Sakit
 Pemberian antibiotik spektrum luas.
 Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
 Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
 Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata
intak).
 Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.

c. Trauma mata bahan kimia


1. Trauma alkali
 Irigasi secepatnya dengan air keran. Bila tersedia, sebaiknya dengan lrutan

garam fisiologis yang isotonis minimal selama 15 menit. Lebih lama lebih baik.

Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks dengan swab kapas.


 EDTA diberikan segera setelah trauma, 1 tetes tiap 5 menit selama 2 jam

selanjutnya beberapa kali ssehari.


 Antibiotik lokal untuk mencegah infeksi.
 Sikoplegik (sulfas atropin 1%) 3x1 tetes perhari.

11
KELOMPOK 3 B16 PAGI

 Steroid secara lokal atau sistemik diberikanbila peradangan sangat hebat dengan

pemantauan ketat. Pemberian setelah 2 minggu dapat menghambat epitilisasi.


 Analgesik dan anatetik topikal dapat diberikan.
 Rawat.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

2. Trauma Asam
 Irigasi secepatnya dengan air keran atau larutan garam fisiologis minimal 15

menit. Lebih lama lebih bik. Irigasi sebersih mungkin termasuk daerah forniks

dengan menggunakan swab kapas.


 Antibiotik topikal untuk mencegah infeksi.
 Sikloplegik (sulfa atropin 1%) bila trjadi ulkus kornea atau kerusakan lebih

dalam.
 EDTA diberikan 1 minggu etelah trauma.

(Mansjoer, arif, dkk, 2002).

12
KELOMPOK 3 B16 PAGI

3. Prognosis trauma kimia


Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka
panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan oleh bahan alkali
penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk
menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.
Klasifikasi Huges
Ringan Sedang Berat
 Prognosis baik.  Prognosis baik  Prognosis buruk
 Terdapat erosi epitel  Terdapat  Akibat kekeruhan
kornea. kekeruhan kornea kornea upil tidak dapat
 Pada kornea terdapat sehingga sulit melihat dilihat
kekeruhan yang iris dan pupil secara  Konjungtiva dan
ringan. terperinci sklera pucat
 Tidak terdapat  Terdapat iskemia
iskemia dan nekrosis dan nekrosis enteng
kornea ataupun pada kornea dan
konjungtiva. konjungtiva

Klasifikasi Thof
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
 terjadi hiperemi  terjadi  terjadi hiperemi  konjun
konjungtiva hiperemi disertai dengan gtiva
disertai dengan konjungtiva nekrosis perilimal
keratitis pungtata disertai konjungtiva dan nekrosis
hilangnya epitel lepasnya epitel sebanyak
kornea kornea 50%

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa
terdapatnya neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4
membutuhkan waktu sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.

13
KELOMPOK 3 B16 PAGI

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

2.1. Pengkajian
a. Data biografi (meliputi identitas pasien seperti : Nama, Jenis kelamin, pekerjaan,

agama)
b. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien

seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mata basah,

pandangan ganda, bercak dibelakang mata dan lain-lain.


c. Riwayat penyakit apa yang terakhir di derita oleh pasien

Masa anak : Strabismus, ambliopia, cedera

Dewasa : Glaukoma, katarak, cidera / trauma mata.

Penyakit keluarga : Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga

d. Riwayat penyakit sekarang


Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik,
tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
e. Riwayatpsikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan
ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau
mungkin kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
f. Pemeriksaanfisik
1. B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tidak ada gangguan pada sistem
pernapasan.
2. B2 (Blood)
Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/ tekanan darah dikarenakan
pasien takut dan cemas.

3. B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.
4. B4 (Bladder)
Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
5. B5 (Bowel)
Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
6. B6 (Bone)
Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
g. Pemeriksaan khusus pada mata:
1. Pemeriksaan bagian luar mata
 Posisi mata: dikaji simetris / tidak, apakah exaptalamus.

14
KELOMPOK 3 B16 PAGI

 Alis mata bulu mata dan kelopak mata.


 Respon tutup mata dan berkedip.
 Visus (menurun atau tidak ada).
 Gerakan bola mata (terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan
bolam mata).
2. Inspeksi area antara kelopak mata bawah dan atas apakah bebas edema.
3. Inspeksi sclera dan konjugtiva: melihat warna, perubahan tekstur dan konjungtiva

bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis).


4. Iris dan pupil diinspeksi normalnya saat diberikan cahaya iris kontraksi dan nervus

optikus terstimulasi.
5. Kornea (adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea).
h. Tes Diagnostik
Untuk menilai ketajaman serta fungsi penglihatan, pemeriksaan keadaan organ mata,

dan penggolongan keadaan trauma.

2.2. Diagnosa
Trauma Tumpul
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri
sekunder terhadap trauma tumpul.
2. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan
Trauma Tajam
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri
sekunder terhadap trauma tajam.
2. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman
penglihatan.
3. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan dengan kerusakan penglihatan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Trauma Kimia
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri
sekunder terhadap trauma kimia.
2. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan dengan kerusakan
penglihatan.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman
penglihatan.

2.3. Intervensi
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri akut behubungan dengan terpajannya reseptor nyeri
sekunder terhadap trauma tumpul
Tujuan: Rasa nyeri berkurang

15
KELOMPOK 3 B16 PAGI

Kriteria hasil:
 Pasien mendemonstrasikan pengetahuan pengontrolan nyeri.
 Pasien mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang tidak terganggu.
 Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri ringan (1-3).
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri (P, Q, R, S, T)
R/ Mengidentifikasi intervensi yang tepat dari menganalisa tingkat nyeri pasien.
2. Pantau tanda-tanda vital
R/ Rasa nyeri dapat meningkatkan tekanan darah, nadi, dan lainnya.
3. Pertahankan tirah baring dengan posisi tegak atau posisi kepala 60º
R/ Untuk menimbulkan gravitasi guna membantu keluarnya hifema pada mata.
4. Berikan tindakan nyaman seperti kompres pada daerah edema atau teknik relaksasi
lainnya
R/ Mengurangi rasa ketidaknyamanan, dengan memberikan kompres dingin dapat
menghambat perdarahan.
5. Bantu ajarkan teknik relaksasi
R/ Teknik relaksasi dapat mengurangi nyeri.
6. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ Mengurangi nyeri.

b. Gangguan persepsi sensori: visual berhubungan dengan kerusakan penglihatan


Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil:
 Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan penglihatan.
 Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara adekuat
Intervensi:
1. Perkenalkan pasien dengan lingkungan sekitarnya
R/ Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan serta menurunkan
cemas.
2. Bantu pasien untuk beradaptasi menggunakan indera lainnya yang tidak mengalami
trauma
R/ Memberiakan rangsangan sensori.
3. Kunjungi pasien dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan menghilangkan
ansietas
R/ Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius dan pemenuhan
kebutuhan ADL dapat terlaksana.
4. Libatkan orang terdekat pasien dalam perawatan dan aktivitas sehari-hari
R/ Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya.

16
KELOMPOK 3 B16 PAGI

c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman

penglihatan
Tujuan: Ansietas dapat teratasi
Kriteria hasil:
 Pasien mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi
ansietas.
 Pasien mendemonstrasikan pemahaman proses penyakit.
Intervensi:
1. Kaji tingkat ansietas pasien
R/ Guna mengetahui tingkat ansietas.
2. Diskusikan metode penanganan ansietas
R/ Pemilihan pemecahan masalah yang tepat dapat mengurangi kecemasan klien.
3. Dorong pasien mengungkapkan ansietas
R/ Pengungkapan pokok masalah membantu meringankan beban pikiran.
4. Pertahankan limgkungan yang tenang
R/ Lingkungan yang tenang dapat mengurangi stress.
5. Berikan dukungan emosional
R/ Dukungan dari orang tua dan teman sangatlah penting guna penyembuhan lebih
awal.
6. Tempatkan seluruh barang-barang yang dibutuhkan dalam jarak yang dapat
dijangkau
R/ Mempermudah jangkauan klien terhadap barang –barang kebutuhannya.
7. Pastikan bahwa bantuan terhadap aktivitas sehari-hari akan ada
R/ Memberikan penjelasan tentang prosedur fungsi perawat dalam therapy
penyembuhan sehingga tidak menimbulkan anxietas berlebih terhadap klien.
8. Bantu atau ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam, meditasi
R/ Merupakan teknik untuk mengurangi anxietas berkelanjutan.penyembuhan
sehingga tidak menimbulkan anxietas berlebih terhadap klien.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Tujuan: tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
 Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat akibat dalam kemungkinan cidera
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema,
dan demam.

17
KELOMPOK 3 B16 PAGI

 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi diri dari


cidera.
Intervensi:
1. Kaji tanda-tanda infeksi
R/ diatasi agar tidak menimbulkan infeksi sekunder.
2. Berikan therapi sesuai program dokter
R/ Tindakan kolaborasi untuk membantu penyembuhan infeksi.
3. Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata
R/ Gerakan mata berlebihan dapat mencegah infekssi lebih lanjut.
4. Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan
R/ Makanan 4 sehat 5 sempurna dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat.

4.1. Implementasi
Disesuaikan dengan intervensi dan kondisi pasien.

4.2. Evaluasi
a. Rasa nyeri berkurang/ hilang
b. Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
c. Ansietas dapat teratasi
d. Tidak ada tanda-tanda infeksi

18

Anda mungkin juga menyukai