Anda di halaman 1dari 26

Contoh Kasus :

Bapak budi merupakan seorang “debitur” dari salah seorang “kreditur” atau bisa disebut
sebagai “rentenir desa” yang memang dikatakan sangat kaya. Bapak Budi adalah seorang
pedagang dan sangat membutuhkan uang guna menambah modal usaha warung yang ia miliki.
Namun, karena pekerjaannya yang tidak tetap, bisa dikatakan hanya dapat “uang pas-pasan”
akhirnya beliau nekat untuk meminjam uang (berhutang) pada seorang kreditur di desa. Dengan
jaminan motor “Honda Astrea” miliknya yang senilai dengan Rp. 2.000.000,-. Mereka melakukan
transaksi hutang piutang didasarkan atas rasa kepercayaan saja dan membuat kesepakatan yang
pada intinya “motor beliau dijadikan jaminan atas uang yang dipinjamnya senilai 2 jt , dan beliau
membuat kesepakatan bahwa hutang itu akan dipenuhi selama 3 tahun ditambah dengan bunga
sebesar Rp.500.000,- . Jika kemungkinan dalam pembayaran hutangnya melebihi batas waktu yang
telah ditentukan maka sepeda motor yang dijadikan barang jaminan akan menjadi milik kreditur”.
Setelah kesepakatan itu dibuat bapak budi berharap dapat kembali melunasi hutang dan mengambil
motor satu-satunya yang dimiliki yang digunakan sebagai jaminan atas hutangnya.
Selang 3 tahun berlalu, karena bapak budi mengalami kegagalan dalam berusaha maka
beliau tidak dapat melunasi hutangnya. Dan beliau berfikir untuk mendiskusikan masalah ini
dengan pihak kreditur. Namun, alangkah kagetnya beliau selang waktu sehari dari jatuh tempo
ketika beliau menemui kreditur, beliau mendapat pemaparan dari kreditur bahwasanya barang
yang dijaminkan atas hutangnya telah dijual tanpa pemberitahuan apapun dari pihak kreditur pada
bapak budi. Dari pihak bapak budi sendiri istilahnya tidak dapat menuntut kreditur karena tidak
ada perjanjian yang dibuat diantara mereka atau istilahnya“Hitam diatas putih”. Akhirnya dengan
rasa kecewa beliau tidak dapat berbuat apa-apa dan membiarkan itu terjadi sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat 3 tahun yang lalu.

ANALISIS KASUS :
Dari kasus yang terjadi diatas gadai itu diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan
jaminan atas utang piutang yang dilakukan oleh debitur kepada kreditur. Dalam rangka untuk
mengamankan piutang kreditor, maka debitur menyerahkan barang berupa benda bergerak
(bernilai) yang digunakan sebagai jaminan atas piutang tersebut sampai pelunasan hutang dari
debitur. Dan pemegang gadai itu adalah dari pihak kreditur. Persyaratan itu juga sudah di jelaskan
diatas pada pasal 1150 KUH Perdata dan selanjunya berdasarkan ketentuannya berada pada pasal
1152 ayat (1) dan (2) KUH Perdata.
Pada kasus di atas, kesepakatan ini dikatakan tidak resmi karena tidak melalui pencatatan
yang dihadapkan pada petugas pencatat akta perjanjian. Perjanjian ini hanya berdasarkan
kesepakatan bersama. Jadi, apabila terjadi wanprestasi seperti diatas karena debitur tidak bisa
melunasi hutang dan akhirnya benda yag dijadikan jaminan itu dijual maka dari pihak debitur tidak
bisa menuntut karena tidak memiliki kepastian hukum. Sebaiknya pada perjanjian ini harus ada /
dicatatkan melaui PPAT / notaris maka kepastian hukumnya jelas. Atau sebaiknya jika berhutang
piutang harus pada lembaga yang memiliki kejelasan baik dalam administrasinya, lembaga,
maupun pekerja yang berwenang. Misalnya di pegadaian, bank atau lembaga yang sudah resmi
untuk menghindari dari kesewenang-wenangan dari salah satu pihak.
Penjualan yang terjadi diatas terjadi atas kelalaian salah satu pihak , padahal penjualan
dibawah tangan ini hanya bisa dilakukan bila ada kesepakatan antara kedua belah pihak (pemberi
dan pemegang hak tanggungan). Karena ini dikhawatirkan merupakan tindakan / transaksi yang
melanggar hukum sehingga dapat terancam batal demi hukum atau dapat dibatalkan oleh hakim
(atas permintaan pihak-pihak tertentu). Menurut pasal 20 ayat (3) UUHT pelaksanaan penjualan
dibawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu dari 1 bulan sejak diberitahukan secara
tertulis oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sediki-dikitnya dalam 2 surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan atau
media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Maksud dari ketentuan
pasal tersebut adalah untuk melindungi pihak-pihak yag berkepentingan.
Pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilakukan melalui pelelangan umum, karena dengan
cara demikian diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk obyek jaminan yang
dijual. Dalam pelelangan tertentu apabila melalui pelelangan umum diperkirakan tidak
menghasilkan harga tertinggi atas kesepakatan antara pemberi dan pemegang dan dipenuhinya
syarat-syarat tertentu, dimungkinkan eksekusi dilakukan dengan cara penjualan dilakukan oleh
kreditor pemegang dibawah tangan, jika yang demikian itu diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak.
Menurut hukum, apabila debitor cidera janji, baik kreditor pemegang hak tanggungan
maupun kreditor yang biasa dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan melalui
gugatan perdata. Tetapi kita mengetahui penyelesaian utang piutang melalui acara tersebut
memakan waktu dan biaya .
Pengertian Jaminan Gadai

Di dalam Jaminan Gadai terdapat beberapa pengertian mengenai Gadai antara lain di dalam
hukum positif maupun pendapat para ahli, antara lain:
1. Menurut pasal 1150 KUH perdata, Gadai adalah: “Suatu hak yang diperoleh kreditur atau suatu
barang bergerak yang diserahkan ke padanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan
atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil plunasan piutang
dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan
sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai kepemilikan atau penguasaan dan biaya
penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang
harus didahulukan”.[1]
2. Dalam artikel 1196 vv, titel 19 buku 111 NBW[2] yang berbunyi bahwa Gadai adalah:“Hak
kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan”.
3. Menuru Sigit Triandaru, Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang resmi
memiliki izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk
penyaluran dana pada masyarakat dengan dasar hukum gadai.
4. Menurut Susilo, Pegadaian adalah salah satu lembaga keuangan non-bank yang kegiatan utamanya
menyediakan pembiayaan bagi masyarakat luas untuk tujuan konsumsi, produksi, dan berbagai
tujuan lainnya.
5. Menurut Siamat, Pegadaian adalah salah satu lembaga yang menyediakan pelayanan bagi
kemanfaatan umum dan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan.
6. Menurut Arthesa dan Handiman, Pegadaian adalah salah satu lembaga keuangan bukan bank di
Indonesia yang membiayai kebutuhan masyarakat, baik yang produktif maupun konsumtif, dengan
menerapkan sistem hukum gadai.
7. Menurut Subagyo, pegadaian adalah suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan kredit
kepada masyarakat dengan corak khusus, yakni hukum gadai.[3]

Dasar Hukum Gadai

Dasar Hukum Gadai dapat kita temui di dalam peraturan perundang-undangan baik
KUHPerdata, Peraturan Pemerintah, maupun Keputusan Presiden. Antara lain sebagai berikut:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150-1160.[4]
2. Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.[5]
3. Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Tata Kerja
Perusahaan Jawatan Pegadaian.[6]

Unsur-Unsur dan Sifat Gadai

Unsur-Unsur Gadai[7]
Sesuatu dapat dikatakan sebagai Gadai jika:
1. gadai diberikan hanya atas benda bergerak;
2. jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan
benda gadai secara fisik (lavering);
3. gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang
kreditur (droit de preference);
4. gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara
mendahului.

Sifat Gadai
1. Gadai merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap perikatan pokok, yang
tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang digadaikan tidak pernah
ada. Gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok;
2. Bersifat memaksa, berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari
Debitur/Pemberi Gadai kepada Kreditur/Penerima Gadai;
3. Dapat beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh Penerima Gadai
kepada Kreditur lain namun dengan persetujuan dari Pemberi Gadai;
4. Bersifat individualiteit, sesuai Pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat secara utuh
pada utangnya meskipun karena meninggalnya debitur atau kreditur diwariskan secara terbagi-
bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga
seluruh utang telah dilunasi;
5. Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas gadai mengikuti segala ikutannya yang
melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;
6. Tidak dapat dipisah-pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat diberikan
untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;
7. Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak gadai dilindungi hak kebendaannya, ke tangan
siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih, pemilik berhak untuk
menuntut kembali dengan atau tanpa disertai ganti rugi;
8. Bersifat mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Gadai mempunyai hak yang
didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
benda gadai;
9. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan utang.
Gadai tidaklah memberikan hak kepada Pemegang Gadai/Penerima Gadai untuk memanfaatkan
benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang
digadaikan tanpa izin dari Pemberi gadai.[8]

Subjek dan Objek dalam Jaminan Gadai

Subyek Gadai[9]
a. Dari segi individu (person), yangmenjadi subyek gadai adalah setiap orang sebagaimana dimaksud
Pasal 1329 KUH Perdata.
b. Para Pihak, yang menjadi subyek gadai adalah:
- Pemberi Gadai atau Debitur.
- Penerima Gadai atau Kreditur.
- Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang
benda gadai sehingga disebut Pemegang gadai.

Obyek Gadai[10]
Benda bergerak baik bertubuh maupuntidak bertubuh.

Gadai Saham

Dalam Gadai kita juga mengenal istilah Gadai Saham[11], Undang-Undang No. 40 tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, hanya mengenal klasifikasi saham atas nama. Walaupun
demikian pasal 53 ayat (1), (2), dan (3) UUPT menyatakan bahwa, Anggaran Dasar PT dapat
menetapkan lebih dari satu diantaranya sebagai saham biasa. Saham biasa adalah saham yang
memberikan hak kepada pemiliknya seperti yang tercantum pada pasal 52 ayat (1) UUPT untuk:
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi; dan
3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang.

Menurut pasal 60 ayat (1) UUPT, saham merupakan benda bergerak. Oleh karena saham
dikategorikan benda sebagai benda bergerak, maka saham dapat dijadikan sebagai jaminan hutang.
Gadai saham diatur dalam pasal 60 ayat (2) dan (3) UUPT. Saham dapat diagunkan dengan Gadai
atau Jaminan Fidusia sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar suatu Perseroan.
Artinya, ketentuan tersebut memberikan kemungkinan pemegang saham untuk mengagunkan
saham yang ia miliki dengan Gadai atau Fidusia, namun Anggaran Dasar Perseroan dapat
melarang Gadai atau Fidusia atas saham.
Setelah akta Gadai atas saham atau akta Jaminan Fidusia ditandatangani, Gadai tersebut
wajib dicatatkan dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus. Hal ini dimaksudkan agar
Perseroan atau pihak lain yang berkepentingan dapat mengetahui mengenai status saham tersebut.
Kemudian yang harus diperhatikan sekali oleh pemegang Gadai adalah bunyi pasal 60 ayat(4)
UUPT yaitu: “Hak suara atas saham yang diagunkan dengan Gadai atau Jaminan Fidusia tetap
berada pada pemegang saham” sesuai dengan penjelasan pasal tersebut, dikatakan bahwa
ketentuan ini menegaskan kembali asas hukum yang tidak memungkinkan pengalihan hak suara
terlepas dari kepemilikan atas saham. Sedangkan hak lain di luar hak suara dapat diperjanjikan
sesuai dengan kesepakatan di antara pemegang saham dan pemegang agunan. Maka untuk
menghindari itikad tidak baik dari pemberi Gadai yang menyalahgunakan hak-hak sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) UUPT, sebaiknya, dalam perjanjian Gadai diberikan kuasa
kepada pemegang Gadai, untuk dan atas nama pemberi Gadai saham, melakukan hak-hak
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) UUPT selama utang belum dibayar lunas.
Eksekusi dalam Gadai

Eksekusi dalam gadai bilamana Debitur wanprestasi atau tidak sanggup membayar
Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi
obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan :
1. Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum
kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu
mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai;
2. Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib
segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai.

Hapusnya Gadai[12]

Hapusnya Gadai antara lain:


1. Apabila benda gadai dikeluarkan dari kekuasaan Penerima Gadai dan kembali ke tangan Pemberi
Gadai;
2. Manakala perikatan pokok telah dilunasi atau jika utang pokok telah dilunasi semuanya atau telah
hapus;
3. Hilangnya atau dicurinya benda gadai dari penguasaan Pemegang Gadai/Penerima Gadai
(musnahnya benda gadai);
4. Dilepaskannya benda gadai secara sukarela oleh Pemegang/Penerima Gadai.

[1] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Burgerlijk Wetboek. Psl 1150.


[2] Artikel 1196 vv, titel 19 buku 111 NBW
[3] Sumber: http://dilihatya.com/2530/pengertian-pegadaian-menurut-para-ahli. Diunduh: 13 Desember
2014. Penulis: Dilihatya.
[4] Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Psl 1150-1160.
[5] Peraturan Pemerintah No. 103 Tahun 2000 Tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
[6] Keputusan Presiden No. 56 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Organisasi dan Tata Kerja
Perusahaan Jawatan Pegadaian.
[7] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh: 8 Dsember 2014.
Penulis: Acien Harahap.
[8] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh: 8 Dsember 2014.
Penulis: Acien Harahap.
[9] Sumber: http://surya-muamalah.blogspot.com/2012/04/hukum-jaminan-perbandingan-gadai-
dengan.html. diunduh: 8 Desember 2014. Penulis: Muhlis Suryansyah.
[10] Sumber: http://surya-muamalah.blogspot.com/2012/04/hukum-jaminan-perbandingan-gadai-
dengan.html. diunduh: 8 Desember 2014. Penulis: Muhlis Suryansyah.
[11] Sumber: http://www.hukumperseroanterbatas.com/2011/11/03/gadai-saham/. Diunduh: 8 Desember
2014. Penulis: Sofie W Widyana P.
[12] Sumber: http://acienharahap.blogspot.com/2009/06/hukum-gadai.html. Diunduh: 8 Dsember 2014.
Penulis: Acien Harahap.

Anda mungkin juga menyukai