PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status
gizi yang baik. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemerintah melalui
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011- 2015 telah
merumuskan beberapa strategi untuk meningkatkan status gizi masyarakat,
terutama pada kelompok rawan gizi yaitu perbaikan status gizi ibu hamil, ibu
menyusui, dan (BALITA) anak berumur di bawah lima tahun (BAPPENAS,
2011 dalam Djola, 2011).
Masalah gizi di Indonesia masih dihadapkan dengan masalah gizi
kurang pada anak balita, hal ini dapat dilihat berdasarkan data Riskesdas tahun
2010 menunjukkan bahwa prevalensi berat kurang menurut indikator BB/U
sebesar 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 12,0% gizi kurang.
Prevalensi kependekan menurut indikator TB/U sebesar 35,6% yang terdiri
dari 18,5% sangat pendek dan 17,1% pendek. Prevalensi kekurusan menurut
indikator BB/TB sebesar 13,3% yang terdiri dari 6,0% sangat kurus dan 7,3%
kurus. Persoalan gizi kurang disadari sebagai masalah multikompleks dengan
penyebab mulai dari keterbatasan ekonomi, terkendalanya akses pangan,
sosial-budaya, hingga kurangnya pengetahuan gizi, salah satu faktor utama
yang mendasari adalah kemiskinan (Chusnul, 2012).
Berdasarkan laporan bulan Februari 2016 oleh tenaga pelaksana gizi di
Puskesmas Batua menyatakan bahwa kasus balita yang mengalami gizi
kurang masih cukup tinggi yaitu 111 orang dan kasus gizi buruk sebesar 10
orang. Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari
keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus
meningkatkan kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk penimbangan
dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal penyuluhan gizi dan kualitas
pemberian makanan tambahan, pemerintah harus dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat agar akses pangan tidak terganggu.
1
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk upaya
pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat,
untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna
memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak balita. Adapun kegiatan
pokok di posyandu, antara lain KIA, KB, imunisasi, gizi dan penanggulangan
diare. Tujuan dari posyandu adalah menghimpun potensi masyarakat untuk
berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu,
bayi,balita dan keluarga serta mempercepat penurunan angka kematian ibu,
bayi dan balita.
Penanggulangan gizi kurang memerlukan upaya yang menyeluruh,
meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Efektivitas
penanggulangan gizi kurang ditentukan oleh dua hal, yaitu ketepatan
melakukan identifikasi dini gangguan pertumbuhan serta kecepatan tindak
lanjut setiap gangguan pertumbuhan.
B. Analisis Situasi
1. Letak Geografi
Wilayah kerja Puskesmas Batua terdiri atas 3 kelurahan yaitu :
kelurahan Batua terdapat 11 RW dan 53 RT , kelurahan Borong terdapat 11
RW dan 58 RT, dan keluarahan Tello baru terdapat 11 RW dan 48 RT. Luas
Wilayah kerja Puskesmas Batua adalah 1017,01 km dengan batas-batas
adminsistrasi sebagai berikut :
1) Sebelah utara berbatasan dengan kelurahan panaikang.
2) Sebelah timur berbatasan dengan kelurahan antang.
3) Sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan tamalate.
4) Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan pandang dan kelurahan
karapuang.
2
2. Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Batua pada tahun 2015 memiliki jumlah
penduduk 51.654 jiwa dengan rincian sebagai berikut :
Tabel. 1
Distribusi Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Bataua Tahun 2015
No Kelurahan Jumlah Penduduk Laki laki Perempuan
1 Batua 22.592 10.942 11.650
2 Borong 17.958 7.314 10.644
2 Tello Baru 11.104 5.901 5203
Jumlah 51.654 24.157 26.864
Sumber Data : Profil Puskesmas Batua Tahun 2015
3. Pekerjaan
Penduduk wilayah kerja Puskesmas Batua mayoritas berlatar
belakang suku Makassar dan sebagian besar beragama islam. Perilaku
masyarakat Sangat dipengaruhi oleh adat istiadat setempat, seperti persatuan
yang diwujudkan dalam sikap kegotong royongan yang kokoh. Ini terlihat
pada acara-acara seperti selamatan, pernikahan dan masih banyak lagi acara-
acara lain yang sangat mencerminkan budaya atau adat istiadat setempat.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah pegawai dan pekerja
swasta. Sarana transportasi yang digunakan adalah angkutan umum (pete-
pete).
3
c. 30 Unit Posyandu :
d. 9 Unit Posyandu Lansia
e. 2 Unit Posbindu PTM
f. 1 Unit kendaraan roda empat sebagai Ambulance.
g. 1 Unit kendaraan roda empat sebagai Mobil Layanan Homecare.
h. 4 Unit kendaraan roda dua ( motor dinas )
i. Sarana Kesehatan Lainnya :
5. Data Ketenagaan
Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
baik yang sifatnya di dalam gedung maupun di luar gedung Puskesmas Batua,
tenaga yang ada berjumlah 58 orang terdiri dari 43 orang berstatus PNS, dan
15 orang tenaga magang.
Tabel. 4
Distribusi Data Ketenagaan Puskesmas Batua Tahun 2015
Jenis Tenaga Jumlah Jenis Tenaga Jumlah
Dokter Umum 3 Sanitarian 2
Tata Usaha 1 Gizi 3
Dokter Gigi 2 Perawat Gigi 1
Dokter Specialis 2 Laboran 2
Apoteker 2 Bidan 7
Perawat Umum 16 Promkes 1
Assisten Apoteker 1 Magang 15
Sumber Data : Profil Puskesmas Batua Tahun 2015
4
2) Pemeriksaan HB (dan BB) pada ibu hamil secara rutin. Kunjungan ibu
hamil ke Puskesmas untuk ANC dilakukan minimal 4 kali sepanjang
kehamilannya.
3) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita yang kurang gizi.
PMT penyuluhan (pemberian makanan tambahan) dilakukan melalui
demonstrasi pemilihan bahan makanan yang bergizi dan cara
memasaknya. PMT pemulihan dilakukan melalui pemberian makanan
yang sifatnya suplementasi (Vitamin A, Sulfas Ferrosus, Susu dan
sebagainya).
4) Memberikan penyuluhan gizi kepada masyarakat. Kegiatan gizi
diintegrasikan ke dalam program KIA baik di gedung Puskesmas
maupun di Posyandu.
5) Pembagian vitamin A untuk Balita 2 x setahun, suplemen tablet besi
untuk ibu hamil yang datang ke puskesmas untuk ANC dan pemberian
obat cacing untuk anak yang kurang gizi.
2500 2118
2374
2000
1500
976 902
1000
0
BAYI BALITA IBU NIFAS
SASARAN PENCAPAIAN
Sumber Data : Profil Puskesmas Batua Tahun 2015
5
2. Cakupan Tablet Fe
Target pemberian tablet Fe1 dan Fe3 pada Bumil 80 %,
sedangkan pencapaian Puskesmas Batua Tahun 2015 adalah 100.29%
( Fe1) dan 98.73% (Fe3). Artinya pencapaian pemberian tablet Fe
pada bumil di atas target. Berikut adalah grafik cakupan tablet Fe pada
Bumil tahun 2015
Gambar 6
Capaian Pemberian Tablet FE1 dan FE3
Puskesmas Batua Tahun 2015
1025
1020
1022
1015 1022
SASARAN
1025
1010 PENCAPAIAN
1005 1009
1000
FE 1 FE 2
Sumber Data : Profil Puskesmas Batua Tahun 2015
6
Gambar 7
Capaian Status Gizi Puskesmas Batua Tahun 2015
7
c. Mengadakan pengawasan akan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kasus-kasus penyakit sehubungan dengan kondisi
kurang gizi.
D. IDENTIFIKASI MASALAH
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Maret s/d April 2016, bertempat
di Puskesmas Batua Jl. Abdullah Daeng Sirua no 338 Kota Makassar. Topik
kegiatan ini adalah penanganan ”Balita Gizi Kurang”. Permasalahan tersebut
diangkat untuk melihat perencanaan program intervensi yang diberikan oleh
petugas Puskesmas Batua dalam meningkatkan status gizi anak balita yang
mengalami gizi kurang, implementasinya, hasil serta hambatan-hambatan yang
dihadapi pihak Puskesmas dalam menjalani program intervensi tersebut.
1. Persiapan Observasi
Sebelum melakukan observasi kami mengajukan permohonan izin
ke Dinas kesehatan kota Makassar, selanjutnya ditindak lanjuti dengan
dikeluarkannya surat izin dengan nomor surat: 440/47/PSDK/II/2016
tertanggal 29 Februari 2016. Berdasarkan surat tersebut, dilakukan
pertemuan dengan pihak puskesmas (Kepala Puskesmas, KTU dan Petugas
Gizi) untuk memperoleh perizinan sekaligus mulai mengumpulkan data-data
sekunder yang terkait dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya.
2. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan pada tanggal 3 - 4 Maret 2016, observasi
di lakukan di Dinas kesehatan kota Makassar untuk mengetahui Puskesmas
mana yang terdapat balita gizi kurangnya di Kota Makassar, kemudian
setelah mendapat surat penunjukan Puskesmas dari Dinas kesehatan kota
Makassar, kami langsung menuju wilayah kerja Puskesmas Batua. Kegiatan
observasi ini dilakukan dalam bentuk pengumpulan data primer dan
sekunder. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas yang menyangkut
gambaran umum dan profil Puskesmas, serta masalah-masalah kesehatan
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Batua. Sedangkan data primer
diperoleh dengan melakukan observasi Posyandu dan wawancara dengan
ibu Balita yang gizi kurang untuk mengetahui keadaan dan masalah
8
kesehatan anaknya. Data primer yang diperoleh meliputi jumlah balita gizi
kurang datang pada saat Posyandu, jenis PMT yang diberikan, berapa lama
diberikan, kapan terakhir diberikan yang diperoleh dengan menggunakan
metode wawancara dan pengamatan langsung.
3. Analisis Data
Berdasarkan hasil dari analisa situasi dan observasi yang telah dilakukan,
ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu sebagai berikut :
a. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat tentang penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang berdampak pada
tingginya penyakit ISPA di wilayah Puskesmas Batua.
b. Terdapat balita kurang gizi sebanyak 111 orang dan balita gizi buruk
sebanyak 11 orang pada bulan Februari 2016 diwilayah Puskesmas
Batua.
E. PRIORITAS MASALAH
Dari beberapa masalah yang telah teridentifikasi di atas, ditentukan
prioritas masalah, yaitu tingginya kasus balita gizi kurang sebesar 111 orang di
Wilayah Puskesmas Batua.
9
BAB II
PERENCANAAN DAN PEMECAHAN MASALAH
10
C. RENCANA PROGRAM INTERVENSI
Berdasarkan informasi yang diperoleh oleh petugas gizi Puskesmas
Batua tentang rencana intervensi untuk kasus balita gizi kurang yaitu sebagai
berikut:
1. Pemberian PMT penyuluhan kepada balita yang gizi kurang di Posyandu..
2. Pemberian PMT biskuit kepada balita gizi kurang
3. Sosialisasi peningkatan perhatian pemerintah setempat, Puskesmas, tokoh
agama, tokoh masyarakat dan kader posyandu terhadap balita yang
mengalami gizi kurang melalui pendekatan yang komprehensif.
4. Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan intervensi pada balita gizi
kurang.
11
Dari hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas Batua menunjukkan
bahwa jumlah balita yang mengalami gizi kurang berturut-turut pada bulan
november dan desember 2015 serta bulan januari dan februari 2016 yaitu
sebesar 72 orang, 71 orang, 58 orang, dan 56 orang, mengalami penurunan
setiap bulannya. Meskipun mengalami penurunan setiap bulannya, namun
kasus balita gizi kurang tetap saja merupakan masalah yang harus ditangani
secara cepat dan tepat karena merekalah calon-calon penerus bangsa kita
selanjutnya.
Penyebab kurang gizi yang diperkenalkan oleh UNICEF meliputi
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab lansung asupan
makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling berkaitan. Anak balita yang
tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang
rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya
penyakit infeksi seperti diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik
sehingga berakibat gizi buruk (Supariasa, 2001).
Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota
keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan anak, pola makan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan
pelayanan yang ada (Waryana, 2010).
Semakin bertambah pengetahuan ibu maka seorang ibu akan semakin
mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota
keluarganya termasuk pada anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan
kesejahteraan anggota keluarga, sehingga dapat mengurangi atau mencegah
gangguan gizi pada keluarga (Suhardjo, 1986 dalam Andarwati, 2007).
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan adalah umum dijumpai setiap Negara di dunia. Kemiskinan dan
kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah
12
kurangnya pengetahuan tentang dan mengetahui kemampuan untuk menerapkan
informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2003 dalam
Andarwati, 2007).
2. Tujuan
1) Pemberian PMT penyuluhan kepada balita yang gizi kurang yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Batua.
2) Pemberian PMT biskuit kepada balita gizi kurang
3) Sosialisasi peningkatan perhatian pemerintah setempat, Puskesmas, tokoh
agama, tokoh masyarakat dan kader posyandu terhadap balita yang
mengalami gizi kurang melalui pendekatan yang komprehensif.
4) Monitoring dan Evaluasi terhadap pelaksanaan intervensi pada balita gizi
kurang.
3. Langkah-langkah
1) Persiapan Intervensi
a. Pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara
dengan tenaga pelaksana gizi di Puskesmas, kader-kader di Posyandu
dan ibu balita yang mengalami gizi kurang.
b. Analisis Data dan Penentuan Sasaran Intervensi
Analisis data dilakukan setelah pengumpulan data primer selesai,
sedangkan penentuan sasaran intervensi adalah berdasarkan penentuan
status gizi yang dinyatakan kurang yang lebih mendekati kasus gizi
buruk yang lebih diutamakan.
c. Upaya Penanganan
Upaya penanganan masalah balita gizi kurang oleh petugas
Puskesmas batua yaitu:
1. Pemberian PMT penyuluhan kepada balita gizi kurang di Posyandu..
2) Memberikan PMT biskuit kepada balita gizi kurang untuk
memenuhi asupan gizi serta kebutuhan gizinya.
13
3) Mengupayakan peningkatan perhatian pemerintah setempat,
Puskesmas, tokoh agama, tokoh masyarakat dan kader posyandu
terhadap balita yang mengalami gizi kurang melalui pendekatan
yang komprehensif.
2) Pelaksanaan Intervensi
Kegiatan intervensi dilaksanakan oleh petugas gizi di Puskesmas
Batua yaitu pemberian PMT biskuit dan PMT penyuluhan. Pelaksanaan
intervensi PMT penyuluhan yaitu 4 kali dalam setahun, jadi
pelaksanaannya yaitu setiap 3 bulan sekali, yaitu bulan Maret 2016 tidak
terlaksana karena bertepatan dengan Pekan Imunisasi Nasional (PIN),
sedangkan pada bulan April 2016 dari 3 Posyandu yang dikunjungi yaitu
kelurahan Tello Baru RW 3, RW 7 dan RW 10, hanya Posyandu yang di
RW 3 saja yang melaksanakan PMT penyuluhan yaitu dengan membuat
bubur kacang hijau.
Sedangkan intervensi berupa PMT diberikan pada balita yang
mengalami gizi kurang berupa biskuit PMT sebanyak 5 bungkus/anak
balita gizi kurang yang diberikan secara bertahap yaitu setiap 1 minggu
sekali, adapun cara pemberiannya yaitu ibu balita diinformasikan untuk
datang ke Puskesmas untuk mengambil biskuit PMT tersebut atau dengan
dititipkan kepada kader posyandu yang berdekatan rumah dengan balita
gizi kurang tersebut. Alasan TPG memberian biskuitnya secara bertahap
yaitu agar biskuit tersebut tidak dimakan oleh anggota keluarga lainnya,
dan biskuit tersebut betul-betul dikonsumsi oleh balita yang bersangkutan.
14
5. Bagan Gant-Chart
Tabel 16
Gant-Chart Intervensi Balita Gizi Kurang
Bulan
Maret April Mei
No Kegiatan
(Minggu) (Minggu) (Minggu)
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
5 Pembuatan Laporan
6 Persentase Laporan
15
BAB III
PELAKSANAAN DAN HASIL INTERVENSI
1. Pelaksanaan
Mekanisme kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap yaitu: pengambilan
data dasar di tingkat Puskesmas, pengambilan data dasar pada ibu balita gizi
kurang di Posyandu atau pada saat kunjungan rumah, memantau intervensi
yang diberikan oleh petugas Puskesmas, melakukan monitoring serta evaluasi
pelaksanaan intervensi.
Posyandu yang dikunjungi adalah Posyandu yang berada di wilayah
Kelurahan Tello Baru yaitu RW 3, RW 7 dan RW 10. Adapun nama-nama
balita gizi kurang yang mendapat PMT dari petugas gizi di Puskesmas Batua
bulan Februari 2016 untuk Kelurahan Tello Baru yaitu :
Tabel 17
Identitas Balita Gizi Kurang Yang Mendapat Intervensi Dan Dikunjungi
Di Kelurahan Tello Baru Puskesmas Batua
Orang Tua
Nama BB TB
No U Sex Ayah Ibu
Anak (Kg) (cm)
Nama Pekerjaan Nama Pekerjaan
1 Afika 49 P 10,2 92,6 Hasanuddin Sopir Arfiah IRT
2 Sifa 41 P 11 86 Panca Wiraswasta Nina Pedagang
3 Fitra 50 L 9,5 95,7 Ilyas Wiraswasta Nina IRT
Ld.M. La Ode Instruktur St.
4 24 L 8,1 78 IRT
Maulana Untung Fitness Juliani
Status gizi anak sering dinyatakan dalam ukuran berat badan menurut umur
yang kemudian dibandingkan dengan nilai standar WHO/NCHS. Ukuran
16
status gizi secara interasional disebut Z-score, dengan klasifikasi sebagai
berikut:
Tabel. 18
Klasifikasi Staus Gizi Anak (BB/U)
No Klasifikasi Batas Ambang
1. Normal -2 SD s/d +2 SD
2. Kurang -3 SD s/d <-2 SD
3. Buruk <-3 SD
Tabel. 19
Klasifikasi Staus Gizi Anak (TB/U)
No Klasifikasi Batas Ambang
1. Normal -2 SD s/d +2 SD
2. Pendek -3 SD s/d <-2 SD
3. Sangat Pendek <-3 SD
2. Intervensi
Berdasarkan laporan bulanan kegiatan program gizi diperoleh jumlah
balita yang mengalami gizi kurang pada bulan Februari 2016 yaitu sebesar
111 orang (Kelurahan Batua 34 orang, Kelurahan Borong 35 orang dan
Kelurahan Tello Baru 42 orang). Adapun hal-hal yang dilakukan oleh
petugas gizi di Puskesmas Batua dalam menyelesaikan masalah tersebut yaitu
sebagai berikut :
1) Menentukan Perencanaan
Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) di Puskesmas Batua sebanyak 3
orang dengan jumlah posyandu sebanyak 30 buah dan wilayah kerja
mereka dibagi menurut Kelurahan, 1 TPG memegang 1 wilayah
Kelurahan sehingga memudahkan mereka untuk memantau masalah yang
terjadi di wilayah kerjanya. TPG di Kelurahan Batua dipegang oleh ibu
Hj Rosdiana, SST dengan jumlah posyandu sebanyak 11 buah, kelurahan
Borong dipegang oleh ibu Nurhaeah, BSC dengan jumlah posyandu
sebanyak 12 buah, dan Kelurahan Tello Baru dipegang oleh ibu Rani
Kusumawaty, SKM dengan jumlah posyandu sebanyak 7 buah. Setelah
ditemukan masalah (balita gizi kurang) di Posyandu, maka TPG
melakukan wawancara dengan orang tua balita mengenai kenapa BB
17
anak kurang, bagaimana nafsu makan anak, berapa BB anak pada saat
dilahirkan, apakah anak tersebut sedang sakit atau sering sakit, dan sakit
apa yang paling sering terjadi, berapa jumlah saudara anak, pekerjaan
dan pendidikan orang tua, dan lain-lain. Setelah itu TPG melakukan
konseling pribadi pada saat itu juga kepada ibu balita yang mengalami
gizi kurang tersebut lalu melaporkan ke Dinas kota. Sumber anggaran
dana bantuan tersebut adalah dari BOK dan dari dinas kesehatan.
2) Pemberian Intervensi
Intervensi yang diberikan pada balita yang mengalami gizi kurang
adalah sebagai berikut :
a) PMT Penyuluhan.
Anak balita sedang melakukan proses pertumbuhan yang
sangat giat, sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih
banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan setelah
menjadi manusia dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan
kesehatan sewaktu masa balita. Pertumbuhan otak yang menentukan
tingkat kecerdasan setelah menjadi dewasa, sangat ditentukan oleh
pertumbuhan waktu balita. Kekurangan gizi pada fase pertumbuhan
akan menghasilkan manusia dewasa dengan sifat-sifat berkualitas
inferior. Jadi anak balita haruslah diberi jatah utama dalam distribusi
makanan keluarga, bukan mendapat sisa-sisa konsumsi keluarga
(Achmad Djaeni Sedioetama, 2000). Gagal tumbuh yang terjadi
akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk
pada kehidupan berikutnya yang sulit diperbaiki (Hamam Hadi,
2005).
Anak balita belum mampu mengurus dirinya sendiri dengan
baik, terutama dalam hal makanan (Soegeng Santoso dan Anne Lies
Ranti, 1999). Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (balita)
mendapat makanannya secara dijatah oleh ibunya dan tidak memilih
18
serta mengambil sendiri mana yang disukainya (Achmad Djaeni
Sediaoetama, 2000).
TPG Puskesmas Batua memberikan intervensi berupa PMT
Penyuluhan sebanyak 4 kali dalam setahun, dimana pelaksanaannya
yaitu di Posyandu, yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. PMT
penyuluhan yang diberikan dari pihak Puskesmas yaitu bubur kacang
hijau yang dimasak oleh kader Posyandu, setiap Posyandu diberikan
2 kg kacang hijau dan uang Rp 20.000 untuk pembelian gas, gula
merah dan kelapa. Tidak semua Posyandu yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Batua mendapat PMT Penyuluhan karena
keterbatasan dana yang diberikan dari BOK. Adapun Posyandu
yang mendapat PMT Penyuluhan khususnya yang berada di
Kelurahan Tello Baru yaitu RW 3, RW 5, RW 6, RW 7 dan RW 10.
b) Pemberian PMT Biskuit
Tubuh manusia memerlukan sejumlah pangan dan gizi secara
tetap, sesuai dengan standar kecukupan gizi, namun kebutuhan
tersebut tidak selalu dapat terpenuhi. Penduduk yang miskin tidak
mendapatkan pangan dan gizi dalam jumlah yang cukup. Mereka
menderita lapar pangan dan gizi, mereka menderita gizi kurang.
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang
dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila
kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang
nyata, tetapi akan timbul konsekwensi fungsional yang lebih ringan
dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena factor
gizi. Untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tubuh
melakukan pemeliharaan dengan mengganti jaringan yang sudah
aus, melakukan kegiatan, dan pertumbuhan sebelum usia dewasa.
Agar tubuh dapat menjalankan ketiga fungsi tersebut diperlukan
sejumlah gizi setiap hari, yang didapat melalui makanan.
Akibat yang terjadi apabila seseorang mengalami gizi
kurang, antara lain terganggunya proses pertumbuhan dan
19
perkembangan (terutama pada anak-anak), kekurangan energi yang
berfungsi untuk memproduksi tenaga, menurunnya daya tahan tubuh,
menurunnya produktivitas kerja (malas bekerja dan lebih lambat
dalam melakukan pekerjaan), dan menimbulkan perilaku yang tidak
tenang.
Kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada
tahap awal menimbulkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu
berat badan menurun yang disertai dengan kemampuan
(produktivitas) kerja. Kekurangan yang berlanjut akan
mengakibatkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Bila tidak ada
perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi akhirnya
akan mudah terserang infeksi (penyakit) (Drajat Martianto, 1992).
Adapun balita gizi kurang yang mendapat PMT pada bulan
November 2015 sampai Februari 2016 di Puskesmas Batua dapat
dilihat pada gambar dibawah ini :
L P L P L P L P
November 2015 Desember 2015 Januari 2016 Februari 2016
20
yaitu hanya sebesar 56 orang (laki-laki 30 orang dan perempuan 26
orang), dimana 11 orang dari Kelurahan Batua, 32 orang dari
Kelurahan Borong dan 13 orang dari Kelurahan Tello Baru.
Pemberian PMT biskuit tidak semua diberikan kepada balita yang
mengalami gizi kurang (hanya sekitar 50%) karena PMT biskuit
yang diberikan adalah sisa pembagian dari balita gizi buruk dan juga
karena terbatasnya jumlah PMT yang dibagikan kepada TPG
sehingga mereka memilih balita gizi kurang yang tergolong lebih
prioritas(mendekati gizi buruk).
Tenaga pelaksana gizi di Puskesmas Batua memberikan
intervensi berupa PMT kepada balita yang mengalami gizi kurang
berupa PMT biskuit sebanyak 5 bungkus/anak balita gizi kurang
yang diberikan secara bertahap yaitu setiap 1 minggu sekali, adapun
cara pemberiannya yaitu ibu balita diinformasikan untuk datang ke
Puskesmas untuk mengambil biskuit PMT tersebut atau dengan
dititipkan kepada kader posyandu yang berdekatan rumah dengan
balita gizi kurang tersebut. Alasan TPG memberikan biskuitnya
secara bertahap yaitu agar biskuit tersebut tidak dimakan oleh
anggota keluarga lainnya, dan biskuit tersebut betul-betul
dikonsumsi oleh balita yang bersangkutan. Berikut adalah nama-
nama balita yang gizi kurang dan mendapatkan intervensi.
Tabel 17.
Balita Gizi Kurang di Kelurahan Tello Baru
21
Isran L 27/5/2014 Syarifuddin Ririn K
7
Baharuddin L 28/8/2011 Paharuddin Kamariah K
8
M. Rifan L 23/3/2013 M Tahir Titik K
9
Afika P 12/12/2011 Hasanuddin Arfiah K
10
Sifa P 5/8/2012 Panca Nina K
11
Fitra L 13/10/2011 Ilyas Amelia K
12
Ld M Maulana L 23/12/2013 Ld Untung St Juliani K
13
Sumber : Data Primer 2016
B. HASIL INTERVENSI
Pelaksanaan kegiatan berlangsung selama 2 bulan yaitu mulai bulan
Maret sampai April 2016. Posyandu yang di kunjungi yaitu posyandu di
Kelurahan Tello Baru RW 3, RW 7 dan RW 10. Jumlah balita yang
mengalami gizi kurang di Kelurahan Tello Baru yaitu berjumlah 42 orang.
Ada beberapa posyandu di kelurahan Tello Baru yang kadernya aktif yaitu
RW 3, RW 5, RW 10 dan RW 11, sedangkan Posyandu yang mendapat PMT
penyuluhan yaitu Posyandu di RW 3, RW 5, RW 6 dan RW 10. Adapun
Posyandu yang dikunjungi selama kegiatan ini :
1. Posyandu RW 3
Posyandu RW 3 dilaksanakan setiap tanggal 12, posyandu ini
belum memiliki tempat sendiri, setiap bulan kegiatan posyandu
dilaksanakan dengan menumpang di lokasi mesjid. Jumlah kader yang
aktif yaitu sebanyak 5 orang, 4 orang kader posyandu balita dan 1 orang
kader posyandu lansia. Setiap Posyandu dilaksanakan pak RT selalu
aktif datang untuk membantu kegiatan posyandu, beliau selalu membantu
memasang dacin, dan mengangkat meja posyanndu.
Pada saat pelaksanaan Posyandu, 1 orang kader menimbang bayi
dan balita yang hadir, 1 orang kader menimbang Lansia yang hadir, 1
orang kader mencatat hasil penimbangan, 1 orang kader membagikan
PMT Penyuluhan, dan 1 orang kader mengurus arisan dan door prise.
22
Pelaksanaan posyandu balita bersamaan dengan posyandu lansia.
Posyandu ini memiliki uang swadaya sendiri yang dipungut dari dana
arisan bulanan ibu-ibu balita, dimana setiap bulan kader selalu
menyisipkan Rp 5.000,00 dari uang arisan untuk dijadikan door prise dan
uang kas posyandu. Door prise tersebut sengaja dibentuk agar ibu-ibu
balita rajin datang ke posyandu, sistemnya setiap ibu balita namanya di
lot dan setiap bulannya 1 orang yang akan jatuh namanya. Isi dari paket
door prise tersebut yaitu minyak kelapa 2 liter, gula pasir 2 kg, dan telur
ayam 1 rak.
Posyandu pada tanggal 12 April 2016, kader posyandu membuat
PMT (bubur kacang hijau) sedangkan pada bulan Maret tidak
dilaksanakan dengan alasan karena bersamaan dengan pekan imunisasi
nasional (PIN). Pemberian PMT bubur kacang hijau yaitu setiap 3 bulan
sekali, dimana TPG memeberikan kacang hijau sebanyak 2 kg dan uang
Rp 20.000,00 kepada kader posyandu untuk dibuatkan bubur kacang
hijau, uang tersebut digunakan untuk membeli gas dan kelapa.
Sedangkan untuk gelas plastik dan sendok plastik yang digunakan pada
saat pendistribusian bubur kacang hijau diambil dari dana kas posyandu.
Setiap bulan pada saat pelaksanaan posyandu di RW 3, tenaga
kesehatan yang turun posyandu berjumlah 7 orang yaitu 1 orang bagian
promkes, 1 orang bagian sanitasi, 1 orang bagian posyandu lansia, 1
orang bagian PTM, 1 orang bagian Puskel, 1 orang bagian gizi dan 1
orang bagian bidan. Pada saat posyandu di bulan april, petugas
kesehatan di bagian promosi kesehatan dan sanitasi mengadakan
sosialisasi tentang cuci tangan yang baik dengan 6 langkah, dan ibu balita
juga sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut.
2. Posyandu RW 7
Posyandu RW 7 dilaksanakan setiap tanggal 18, posyandu ini juga
belum memiliki tempat sendiri, setiap bulan kegiatan posyandu
dilaksanakan di halaman rumah/teras pak RW . Jumlah kader yang aktif
yaitu sebanyak 4 orang, 3 orang kader posyandu balita dan 1 orang kader
23
posyandu lansia. Pelaksanaan posyandu balita bersamaan dengan
posyandu lansia. Posyandu ini tidak seperti posyandu di RW 3 karena
tidak membentuk arisan sehingga tidak memiliki dana kas sendiri.
Pada saat pelaksanaan Posyandu, 1 orang kader menimbang bayi
dan balita yang hadir, 1 orang kader menimbang Lansia yang hadir, 1
orang kader mencatat hasil penimbangan, 1 orang kader membantu
memanggil balita hadir ke Posyandu.
Setiap bulan pada saat pelaksanaan posyandu di RW 7, tenaga
kesehatan yang turun posyandu berjumlah 7 orang yaitu 1 orang bagian
promkes, 1 orang bagian sanitasi, 1 orang bagian posyandu lansia, 1
orang bagian PTM, 1 orang bagian Puskel, 1 orang bagian gizi dan 1
orang bagian bidan.
3. Posyandu RW 10
Posyandu RW 10 dilaksanakan setiap tanggal 26, posyandu ini
sudah memiliki tempat Posyandu sendiri. Jumlah kader posyandu yang
aktif yaitu sebanyak 4 orang. Pada saat pelaksanaan Posyandu, 2 orang
kader menimbang bayi dan balita yang hadir (ada yang menggunakan
dacin dan ada yang menggunakan timbangan injak), 1 orang kader
mencatat hasil penimbangan, dan 1 orang kader memanggil balita
hadirke Posyandu.
Setiap bulan pada saat pelaksanaan posyandu di RW 7, tenaga
kesehatan yang turun posyandu berjumlah 7 orang yaitu 1 orang bagian
promkes, 1 orang bagian sanitasi, 1 orang bagian posyandu lansia, 1
orang bagian PTM, 1 orang bagian Puskel, 1 orang bagian gizi dan 1
orang bagian bidan. Pada saat posyandu di bulan april, petugas
kesehatan di bagian promosi kesehatan dan sanitasi tidak mengadakan
sosialisasi seperti di RW 7 tentang cuci tangan yang baik dengan 6
langkah, dengan alasan karena terlambat datang.
Posyandu pada tanggal 26 April 2016, kader posyandu membuat
PMT (bubur kacang hijau) sedangkan pada bulan Maret tidak
dilaksanakan dengan alasan karena bersamaan dengan pekan imunisasi
24
nasional (PIN). Pemberian PMT bubur kacang hijau yaitu setiap 3 bulan
sekali, dimana TPG memeberikan kacang hijau sebanyak 2 kg dan uang
Rp 20.000,00 kepada kader posyandu untuk dibuatkan bubur kacang
hijau, uang tersebut digunakan untuk membeli gas, gula dan kelapa.
25
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
26
nilai z-score BB/TB yaitu -2,58 (kurang). Afika tidak hadir pada bulan
April sehingga tidak dapat dipantau status gizi akhir nya.
2. Sifa
Sifa adalah anak ketiga dari pasangan suami isteri bernama Panca
dan Nina, ayahnya adalah wiraswasta dan ibunya adalah pedagang
sembako kecil-kecilan di rumah. Sifa lahir pada tanggal 05 Agustus 2012,
dan pada bulan Maret Afika berumur 42 bulan. Tinggi badan Sifa yang
diperoleh berdasarkan data pada bulan Februari yaitu 86,5 cm, dan pada
saat bulan April tinggi badannya adalah 87,5 cm. Pada saat penimbangan
di bulan Maret BB nya adalah 11,5 kg dan pada bulan April BB Afika
tidak bertambah/turun yaitu hanya 11,3 kg.
Berdasarkan perhitungan z-score untuk menghitung status gizi
anak balita dengan mengacu pada nilai standar WHO/NCHS diperoleh
hasil sebagai berikut, pada bulan Februari untuk nilai z-score BB/U yaitu
-2,1 (kurang), untuk nilai z-score TB/U yaitu -2,97 (pendek), dan untuk
nilai z-score BB/TB yaitu 0,77 (normal). Sedangkan pada bulan April
untuk nilai z-score BB/U yaitu -2,05 (kurang), untuk nilai z-score TB/U
yaitu -2,97 (pendek), dan untuk nilai z-score BB/TB yaitu 0,7 (normal).
Status gizi an. Sifa tetap gizi kurang, karena berat badan nya naik turun,
bulan Februari 11 kg, bulan Maret 11,5 kg, dan bulan April 11,3 kg.
3. Fitra
Fitra adalah anak pertama dari pasangan suami isteri bernama Ilyas
dan Amelia, ayahnya adalah wiraswasta dan ibunya adalah IRT. Fitra
lahir pada tanggal 13 Oktober 2011, dan pada bulan Maret Fitra berumur
51 bulan. Tinggi badan Sifa yang diperoleh berdasarkan data pada bulan
Februari yaitu 95,7 cm, dan pada saat bulan April tinggi badannya adalah
96,3 cm. Pada saat penimbangan di bulan Maret BB nya adalah 11,5 kg
dan pada bulan April BB Afika yaitu 11,8 kg.
Berdasarkan perhitungan z-score untuk menghitung status gizi
anak balita dengan mengacu pada nilai standar WHO/NCHS diperoleh
hasil sebagai berikut, pada bulan Februari untuk nilai z-score BB/U yaitu
27
-2,85 (kurang), untuk nilai z-score TB/U yaitu -2,07 (pendek), dan untuk
nilai z-score BB/TB yaitu -2,9 (kurang). Sedangkan pada bulan April
untuk nilai z-score BB/U yaitu -2,6 (kurang), untuk nilai z-score TB/U
yaitu -2,11 (pendek), dan untuk nilai z-score BB/TB yaitu -2,3 (kurang).
Status gizi an. Fitra tetap gizi kurang, namun berat badan nya naik
meskipun hanya sedikit, bulan Februari 11 kg, bulan Maret 11,5 kg, dan
bulan April 11,8 kg.
28
TB/U yaitu -2,12 (pendek), dan untuk nilai z-score BB/TB yaitu -1,25
(normal). Status gizi an. LaOde Muh Maulana tetap gizi kurang, namun
berat badan nya naik meskipun sedikit, bulan Februari 8,1 kg, bulan Maret
9,5 kg, dan bulan April 9,8 kg.
Analisis hasil pemantauan status gizi anak balita gizi kurang yang ada di
Kelurahan Tello Baru yang dikunjungi dan mendapat intervensi dari
Puskesmas Batua yaitu :
Tabel. 21
Hasil Pemantauan Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Yang Mendapat
Intervensi Di Kelurahan Tello Baru Yang Dikunjungi Saat Posyandu
Bulan
Februari Maret April
No Nama Anak Sex
St. Gizi St. Gizi St. Gizi
BB TB BB TB BB TB
(BB/TB) (BB/TB) (BB/TB)
1 Afika P 10,2 92,6 K 11 - - - - -
2 Sifa P 11 86,5 K 11,5 - - 11,3 87,5 K
3 Fitra L 11 95,7 K 11,5 - - 11,8 96,3 K
4 Ld. Muh Maulana L 8,1 78 K 9,5 - - 9,8 82 K
Sumber : Data Primer , 2016
Keterangan :
L = Laki-laki P = Perempuan K = Kurang
29
BAB V
PEMBAHASAN
30
b. Pemanfaatan indikator pertumbuhan balita sebagai entry point intervensi
lintas sektor yang mencakup pemberdayaan keluarga, masyarakat, dan
pelayanan gizi keluarga.
c. Penanggulangan masalah gizi makro akan dilakukan secara terkoordinir dan
terpadu baik lintas program maupun lintas sektor serta pemanfaatan
kelembagaan yang ada.
d. Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan gizi melalui pengembangan dan
penerapan standar tatalaksana gizi diberbagai unit pelayanan kesehatan,
pelayanan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta.
e. Pengembangan jaring kemitraan dengan berbagai LSM, pemerintah daerah,
perguruan tinggi, media massa, tokoh masyarakat untuk mendorong upaya
pemberdayaan ekonomi keluarga dengan memanfaatkan teknologi tetap
guna.
f. Pemantapan komitmen pemerintah daerah terhadap penanganan masalah
gizi makro melalui serangkaian kegiatan advokasi, sosialisasi dan capacity
building.
Adapun strategi penanggulangan gizi makro digambarkan dalam diagram
berikut (Wijono, D . 2011) :
Gambar. 16
Strategi Operasional perbaikan Gizi makro di Tingkat Keluarga
- Pemantauan
TATALAKSANA
Pertumbuhan - Gangguan - Rumah sakit
- Balita Balita Pertumbuhan - Puskesmas
- Bumil - Pemantauan - KEK Bumil - Rumah Tangga
Bumil
PEMBERDAYAAN EKONOMI
(KUB. Industri kecil,dll)
31
Adapun pokok kegiatan perbaikan gizi di masyarakat (Wijono, D . 2011) :
1. Pemantauan Dan Promosi Pertumbuhan Balita
a. Tujuan :
Identifikasi secara dini gangguan pertumbuhan pada balita melalui
penimbangan bulanan dan melakukan tindak lanjut secara cepat dan
tepat.
b. Kegiatan :
1) Mengembangkan prosedur pemantauan dan tindak lanjut hasil
pemantauan.
2) Pelatihan pemantauan pertumbuhan balita bagi petugas dan kader.
3) Penyuluhan bulanan di Posyandu.
4) Pengadaan bahan-bahan untuk mendukung terlaksananya
pemantauan pertumbuhan terutama KMS, alat timbang dan
tinggi/panjang badan.
5) Melakukan kajian, pemanfaatan dan promosi hasil pemantauan
pertumbuhan secara berskala.
2. Konseling Gizi
a. Tujuan :
Keluarga mampu untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah gangguan pertumbuhan di keluarga.
b. Kegiatan :
1) Mengembangkan prosedur konseling bagi petugas kesehatan dan
sektor terkait.
2) Melatih petugas dalam melaksanakan konseling pemantauan
pertumbuhan balita.
3) Konseling petugas kesehatan melalui kunjungan rumah pada
keluarga dengan yang mengalami gangguan pertumbuhan.
4) Pengembangan dan pengadaan materi KIE spesifik daerah.
32
3. Peningkatan Cakupan Dan Mutu Pelayanan Gizi Dan Kesehatan
a. Tujuan :
Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dan gizi yang
bermutu untuk mencegah dan menanggulangi masalah gizi.
b. Kegiatan :
1) Mengembangkan prosedur tata laksana pelayanan gizi, mulai dari
pelayanan di tingkat masyarakat sampai melakukan rujukan ke
Puskesmas dan rumah Sakit.
2) Pelatihan pelaksanaan tata laksana pelayanan gizi di tingkat
kabupaten, Puskesmas dan rumah tangga.
3) Mengembangkan dan menerapkan mutu pelayanan gizi-kesehatan.
4. Pemberdayaan Ekonomi Dan Ketahanan Pangan Keluarga
a. Tujuan :
Meningkatkan kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah
dalam meningkatkan keberdayaan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan pangan.
b. Kegiatan :
1) Memanfaatkan/mengembangkan meningkatkan jaringan kemitraan
dengan lintas sektor, LSM, pemerintah daerah dan masyarakat
untuk mobilisasi dukungan teknis, kebijakan dan sumber daya
untuk menanggulangi masalah gizi.
2) Capacity building untuk meningkatkan kemampuan individu,
institusi dan masyarakat dalam penanggulangan masalah gizi.
3) Advokasi dan sosialisasi serta kampanye dengan memanfaatkan
media komunikasi efektif.
33
Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkesinambungan untuk
menegathui keberhasilan pelaksanaan kegiatan. Adapun kegiatan monitoring
dan evaluasi mencakup (Wijono, D . 2011) :
1. Memantau pelaksanaan kegiatan melalui hasil kajian pemanfaatan data
pelaporan rutin terkait
2. Melakukan pengamatan intensif terhadap pelaksanaan kegiatan melalui
kunjungan lapangan para pakar terkait.
3. Memberikan umpan balik secara rutin.
4. Melakukan review secara nasional untuk merumuskan strategi dan langkah
tindak lanjut.
- Sifat kegiatan Tidak berat pada usaha Komprehensif, titik berat pada
kuratif dan promotif dan preventif.
rehabilitatif.
34
- Masalah gizi Khususnya kurang gizi, Gizi kurang, gizi lebih, penyakit
yang disasar mikro dan makro degeneratif dan keamanan pangan.
35
PMT Biskuit adalah PMT yang diberikan kepada balita yang
memiliki status gizi kurang atau buruk. Untuk balita yang memiliki status
gizi kurang pemberian PMT biskuit nya diberikan sebanyak 5 bungkus per
anak, karena mengingat banyaknya kasus gizi kurang yang ada di
Puskesmas Batua.
Ada 4 orang balita yang mendapat PMT dari Puskesmas yang ada di
Kelurahan Tello Baru dan sempat diwawancarai orang tuanya pada saat
Posyandu mengatakan bahwa mereka menerima biskuit tersebut sebanyak 2
bungkus (Balita pertama dan keempat ) dan 3 bungkus ( Balita kedua dan
ketiga), pemberian biskuit tersebut biasanya diberikan oleh kader Posyandu
dan menurut pengakuan mereka terakhir kali mereka mendapatkan biskuit
tersebut adalah bulan januari kemarin.
36
7. Belum ada koordinasi yang baik antara petugas Puskesmas dan pemerintah
setempat khususnya tentang pengadaan Posyandu disetiap RW.
37
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Terdapat 4 orang balita yang memiliki status gizi kurang dan mendapat
PMT dari Puskesmas di Kelurahan Tello Baru, tapi hanya 3 orang anak
yang rutin setiap bulan datang menimbang berat badannya.
2. Intervensi yang diberikan oleh TPG kepada 4 orang anak balita yang
mengalami gizi kurang, belum meningkatkan status gizi keempat anak
tersebut menjadi normal, namun ada 2 orang balita yang memiliki
timbangan berat badan naik.
3. Dari 3 Posyandu yang dikunjungi di Kelurahan Tello Baru, hanya 1
Posyandu yang memiliki dana sehat dan door prise untuk memotivasi ibu
balita rajin datang ke Posyandu dengan cara membuat arisan bulanan
(RW 3).
B. SARAN
1. Untuk ibu balita gizi kurang.
a. Sikap dan perilaku pengasuhan anak harus lebih ditingkatkan lagi.
b. Mempertahankan asupan gizi anak sesuai kebutuhan yang dianjurkan
dengan konsumsi beraneka ragam makanan bergizi dan berimbang.
c. Rutin membawa anak ke Posyandu untuk memantau pertumbuhan
dan perkembangan anak sehingga gangguan gizi maupun gangguan
kesehatan anak dapat terdeteksi lebih dini sehingga dapat segera
diatasi dengan cepat dan tepat.
2. Untuk petugas gizi Puskesmas
38
c. Diharapkan petugas gizi Puskesmas Batua setiap bulan/3 kali
sebulan mengadakan kegiatan penyuluhan tentang pengasuhan yang
baik dan makanan bagi anak balita.
d. Diharapkan petugas gizi Puskesmas Batua lebih banyak membeina
keluarga sadar gizi yang ada di wilayah kerjanya.
3. Untuk Kader Posyandu
Diharapkan lebih memprioritaskan balita yang mengalami gizi
buruk/kurang dan tidak naik/tetap timbangannya untuk diberikan PMT
penyuluhan.
4. Untuk Pemerintah Setempat
Agar dapat menyediakan tempat dan fasilitas yang layak sebagai
sarana yang digunakan untuk kegiatan Posyandu.
39
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni Sediaoetama. 2000. Ilmu Gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I.
Chusnul, 2012. Hubungan Asupan Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah
Dasar (Studi Kasus Siswa Sd Kelas V Kecamatan Dekai Suku Momuna
Kabupaten Yahukimo) Propinsi Papua. Skripsi Program Studi Ilmu
Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya.
Depkes RI. 2003. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta : Depkes RI
Djola, 2011. Hubungan Antara Tingkat Pendapatan Keluarga dan Pola Asuh
Dengan Status Gizi Anak Balita di Desa Bongkudai Kecamatan
Modayag Barat. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sam Ratulangi.
Hamman Hadi. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Makalah disajikan
dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada FK UGM.
Soegeng Santoso dan Anne Lies Ranti. 1999. Kesehatan Dan Gizi. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku kedokteran EGC.
Jakarta.
40
GAMBARAN BALITA GIZI KURANG
PADA PUSKESMAS BATUA
TAHUN 2016
PRODI GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
41