Anda di halaman 1dari 31

I.

Latar Belakang
Kabupaten Kubu Raya merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Kalimantan Barat dengan luas wilayah 6.985,24 km2. Kabupaten Kubu Raya
meliputi Kecamatan Batu Ampar, Kecamatan Terentang, Kecamatan Kubu,
Kecamatan Teluk Pakedai, Kecamatan Sungai Kakap, Kecamatan Rasau Jaya,
Kecamatan Sungai Ambawang, Kecamatan Kuala Mandor, dan Kecamatan
Sungai Raya.

Kabupaten Kubu Raya sesuai dengan usianya yang masih muda perlu
dipersiapkan infrastruktur yang memadai baik itu sarana transportasi jalan,
penerangan listrik, telekomunikasi dan air bersih. Salah satu kebijakan
pemerintah saat ini yang mengacu kepada penjabaran Undang-Undang No. 7/2004
tentang Sumber Daya Air, bahwa pemanfaatan air baku diusahakan didekatkan
dengan unit-unit pengguna, artinya kebijakan yang dibuat dewasa ini mengarah
kepada masyarakat di kecamatan-kecamatan, dimana diharapkan disetiap
kecamatan yang ada dapat memanfaatkan sumber-sumber air bakunya menjadi
unit-unit pelayanan yang dapat melayani masyarakat sekitar. Kebijakan lain yaitu
PP No. 16/2005 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang mengamanatkan
pada tahun 2008 air produksi PDAM harus siap minum.

Penyebaran penduduk di Kubu Raya belum merata dimana kecamatan


memiliki kepadatan penduduk tertinggi yaitu Kecamatan Sungai Raya dengan
kepadatan penduduk sebesar 223 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan tertinggi yaitu
1,52 % (BPS Kabupaten Kubu Raya, 2008). Tingginya pertumbuhan penduduk
ini dilatarbelakangi oleh bahwa Kecamatan Sungai Raya merupakan ibukota
Kabupaten Kubu Raya dengan sendirinya berimplikasi perkembangan di
Kecamatan ini cukup pesat karena disamping sebagai pusat pemerintahan juga
sebagai pusat ekonomi disamping itu juga wilayah kecamatan Sungai Raya
berbatasan langsung dengan kota Pontianak.

Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kecamatan Sungai Raya akan


berdampak pada kebutuhan air bersihnya. Menurut pengamatan penulis yang juga

1
berdomisili di daerah ini, pelayanan air bersih di Kecamatan Sungai Raya masih
belum memuaskan. Kualitas air yang dihasilkan belum sesuai standar baku mutu
air minum dan kapasitas pengolahannya belum bisa melayani masyarakat secara
keseluruhan yaitu sekitar 13,18 % sehingga sering kali terjadi complain dan protes
masyarakat terhadap air bersih (PDAM Kubu Raya).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2007 tentang


Pembentukan Kabupaten Kubu Raya di Propinsi Kalimantan Barat, maka
kabupaten tersebut harus dapat mendorong peningkatan pelayanan di bidang
pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, serta memberikan kesempatan
untuk memanfaatkan dan mengembangkan potensi daerah.

Dalam upaya mendukung program pemenuhan kebutuhan air bersih


masyarakat ini diperlukan keterlibatan semua pihak dan juga instansi teknis terkait
serta pihak akademisi, maka penulis melakukan suatu kajian mengenai
pengembangan fasilitas penyediaan air bersih bagi penduduk di Kecamatan
Sungai Raya dengan membuat suatu prediksi mengenai laju kebutuhan air
penduduk, memperkirakan besarnya jumlah kebutuhan air yang akan diolah dan
jenis Instalasi Pengolahan Air Bersih, serta menganalisa jenis intake yang akan
digunakan untuk mendapatkan air baku.

II. Perumusan Permasalahan


Seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Kubu
Raya dan sesuai dengan visi misi Kabupaten Kubu Raya yaitu terwujudnya
Kabupaten Kubu Raya yang terdepan, maju dan sejahtera maka dipandang perlu
untuk menyempurnakan sarana dan prasarana dasar yang yang ada di kabupaten
Kubu Raya. Salah satu prasarana dasar yang sangat utama dan merupakan
kebutuhan pokok yang harus dipenuhi adalah air bersih, akibatnya sistem
pengolahan air bersih yang lama perlu disempurnakan sehingga dapat
meningkatkan kepuasan masyarakat akan air yang dihasilkan.

2
Sumber air baku yang dapat dimanfaatkan di Kecamatan Sungai Raya
yaitu air Sungai Kapuas. Untuk mengalirkan air baku tersebut dengan kualitas
yang baik, jumlah yang cukup dan berkelanjutan dibutuhkan Instalasi Pengolahan
Air Bersih yang memadai. Oleh karena itu dirasa perlu untuk melakukan suatu
kajian terhadap sistem penyediaan air bersih dengan merencanakan bangunan
intake dan Instalasi Pengolahan Air Minum agar mampu memenuhi kebutuhan
penduduk Kecamatan Sungai Raya dengan kualitas air yang memenuhi standar
baku mutu air minum. Dimana kajian berupa perencanaan teknis yang
menggunakan data sekunder.

III. Tujuan Perencanaan


Adapun tujuan perencanaan adalah membuat rancangan intake, IPA dan
reservoir agar dapat mengalirkan sumber air baku Sungai Kapuas dan
mengolahnya sehingga menghasilkan air bersih yang memenuhi standar baku
mutu air minum dan dapat memenuhi kebutuhan air bersih warga Kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.

IV. Pembatasan Masalah


Perencanaan ini dibatasi pada :
1. Rancangan Desain Intake
2. Rancangan Sistem Transmisi
3. Rancangan Instalasi Pengolahan Air (tidak termasuk rancangan sipilnya)
4. Rancangan Reservoir
5. Data yang digunakan adalah data sekunder
6. Umur perencanaan 25 tahun
7. Perencanaan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Sungai
Raya.

V. Tinjauan Pustaka
5.1 Umum
3
Pengertian air bersih menurut Permenkes RI No
416/Menkes/PER/IX/1990 adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari
dan dapat diminum setelah dimasak. Sedangkan pengertian air minum menurut
Kepmenkes RI No 907/MENKES/SK/VII/2002 adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
(bakteriologis, kimiawi, radioaktif, dan fisik) dan dapat langsung diminum.
Air baku adalah air yang digunakan sebagai sumber/bahan baku dalam
penyediaan air bersih. Sumber air baku yang dapat digunakan untuk penyediaan
air bersih yaitu air hujan, air permukaan (air sungai, airdanau/rawa), air tanah (air
tanah dangkal, airtanah dalam, mata air).
Kebutuhan air bersih bagi manusia semakin meningkat sesuai dengan
tingkat kehidupan manusia. Penyediaan air bersih yang cukup dapat menjamin
terpeliharanya kesehatan masyarakat terutama pencegahan terhadap penyakit yang
ditularkan melalui air seperti : Cholera, Typus dan Dysentri. Meskipun harus kita
akui bahwa penyediaan air yang ada sekarang ini belum seluruhnya menjangkau
kebutuhan masyarakat secara merata.

5.2 Kualitas Air


Dalam usaha pemenuhan kebutuhan dan peningkatan pelayanan air bersih
bagi penduduk maka diperlukan sumber air baku dengan kualitas yang memadai
dan kuantitasnya cukup untuk dapat diolah sebagai air bersih.
Standar kualitas air bersih yang ada di Indonesia saat ini menggunakan
Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat– Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air dan PP RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan standar kualitas air
minum menggunakan Kepmenkes RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang
Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Jenis air berdasarkan penyampaiannya dan pendistribusiannya menurut
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, meliputi :
a. Air yang didistribusikan melalui pipa
4
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air
c. Air dalam kemasan
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat.
Air-air tersebut harus memenuhi persyaratan kesehatan untuk air bersih
dan air minum. Kualitas air ini harus memenuhi persyaratan kesehatan sesuai
dengan kriteria kelas satu menurut Klasifikasi Mutu Air Berdasarkan PP No. 82
tahun 2001. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4
kelas:
1. Kelas Satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas Dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk sarana dan
prasarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan air,
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama untuk kegunaan tersebut.
3. Kelas Tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas Empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Kualitas air yang akan digunakan untuk air baku Kecamatan Sungai Raya
ini harus sesuai dengan kelas satu menurut klasifikasi di atas. Persyaratan
kualitatif menggambarkan mutu/kualitas dari air bersih. Air yang sehat harus
memenuhi standar air minum yang ditetapkan oleh salah satu departemen yang
berkepentingan dengan masalah kesehatan yaitu standar Kepmenkes RI

5
No.907/MENKES/SK/VII/2002. Parameter-parameter yang digunakan sebagai
standar kualitas air menurut Tri joko, 2010 antara lain :
1. Parameter Fisik
Air bersih/minum secara fisik harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau
dan tidak berasa. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah suhu.
a. Bau
Bau disebabkan oleh adanya senyawa lain yang terkandung dalam air
seperti gas H2S, NH3, senyawa fenol, klorofenol dan lain-lain.
b. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan oleh adanya kandungan Total Suspended Solid
baik yang bersifat organik maupun anorganik. Kekeruhan dalam air
minum/air bersih tidak boleh lebih dari 5 NTU.
c. Rasa
Syarat air bersih/minum adalah air tersebut tidak boleh berasa. Air
yang berasa dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat
membahayakan kesehatan.
d. Suhu
Suhu air sebaiknya sama dengan suhu udara (25°C), dengan batas
toleransi yang diperbolehkan yaitu 25°C ± 3°C.
e. Warna
Air minum sebaiknya tidak berwarna, bening dan jernih untuk alas an
estetika dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia
maupun organisme yang berwarna.
2. Parameter Kimia
Air bersih/minum tidak boleh mengandung bahan –bahan kimia dalam
jumlah tertentu yang melampaui batas. Bahan kimia yang dimaksud
tersebut adalah bahan kimia yang mempunyai pengaruh langsung pada
kesehatan. Beberapa persyaratan kimia tersebut antara lain :
a. pH

6
pH merupakan faktor penting bagi air minum, pada pH < 6,5 dan > 8,5
akan mempercepat terjadinya korosi pada pipa distribusi air bersih/
minum.
b. Zat padat total (Total Solid)
Total solid merupakan bahan yang tertinggal sebagai residu pada
penguapan dan pengeringan pada suhu 103-105 °C.
c. Zat Organik sebagai KMnO4
Zat organik dalam air berasal dari alam (tumbuh-tumbuhan, alkohol,
sellulosa, gula dan pati), sintesa (proses-proses produksi) dan
fermentasi. Zat organik yang berlebihan dalam air akan
mengakibatkan timbulnya bau tidak sedap.
d. CO2 agresif
CO2 yang terdapat dalam air berasal dari udara dan hasil dekomposisi
zat organik. CO2 agresif yaitu CO2 yang dapat merusak bangunan,
perpipaan dalam distribusi air bersih.
e. Kesadahan Total (Total Hardness)
Kesadahan adalah sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion
(kation) logam valensi, misalnya Mg2+, Ca2+, Fe2+, dan Mn+.
Kesadahan total adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya ion-
ion Mg2+ dan Ca2+ secara bersama-sama.
f. Besi
Keberadaan besi dalam air bersifat terlarut, menyebabkan air menjadi
merah kekuning-kuningan, menimbulkan bau amis dan membentuk
lapisan seperti minyak. Besi merupakan logam yang menghambat
proses desinfeksi.
g. Mangan
Mangan dalam air bersifat terlarut, biasanya membentuk MnO2.
Adanya mangan yang berlebihan dapat menyebabkan flek pada benda-
benda putih oleh deposit MnO2, menimbulkan rasa dan menyebabkan
warna (ungu/hitam) pada air minum, serta bersifat toksik.
7
h. Tembaga (Cu)
Pada kadar yang lebih besar dari 1 mg/L akan menyebabkan rasa tidak
enak pada lidah dan dapat menyebabkan gejala ginjal, muntaber,
pusing, lemah dan dapat menimbulkan kerusakan pada hati. Dalam
dosis rendah menimbulkan rasa kesat, warna dan korosi pada pipa.
i. Seng (Zn)
Pada air minum kelebihan kadar Zn > 3 mg/L dalam air minum
menyebabkan rasa kesat/pahit dan bila dimasak timbul endapan seperti
pasir dan menyebabkan muntaber.
j. Klorida
Klorida mempunyai tingkat toksisitas yang tergantung pada gugus
senyawanya. Klor biasanya digunakan sebagai desinfektan dalam
penyediaan air minum. Kadar klor yang melebihi 250 mg/L akan
menyebabkan rasa asin dan korosif pada logam.
k. Nitrit
Kelemahan nitrit dapat menyebabkan methamoglobinemia terutama
pada bayi yang mendapat konsumsi air minum yang mengandung
nitrit.
l. Flourida (F)
Kadar F < 2 mg/L menyebabkan kerusakan pada gigi, sebaliknya bila
terlalu banyak juga akan menyebabkan gigi berwarna kecoklatan.
m. Logam-logam berat (Pb, As, Se, Cd, Hg, CN)
Adanya logam-logam berat dalam air akan menyebabkan gangguan
pada jaringan syaraf, pencemaran, metabolism oksigen dan kank
3. Parameter Biologi
Air minum tidak boleh mengandung kuman-kuman pathogen dan parasit
seperti kuman-kuman thypus, kolera, dysentri, dan gastroenteritis. Untuk
menegtahui adanya bakteri patogen dapat dilakukan dengan pengamatan
terhadap ada tidaknya bakteri E.Coli yang merupakan bakteri indicator
pencemar air. Parameter ini terdapat pada air yang tercemar oleh tinja
8
manusia dan dapat menyebabkan gangguan pada manusia berupa penyakit
perut (diare) karena mengandung bakteri pathogen. Proses
penghilangannya dilakukan dengan desinfeksi.
5.3 Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air bersih suatu wilayah akan tergantung pada beberapa faktor
yang mempengaruhi dalam wilayah tersebut. Faktor tersebut antara lain, taraf
hidup masyarakat, kebiasaan sehari-hari dan kemudahan mendapatkan air.
Kebutuhan air untuk air bersih meliputi, kebutuhan air domestik dan non
domestik. Kebutuhan air domestik adalah kebutuhan air yang dialokasikan untuk
kebutuhan rumah tangga dan kran umum. Kebutuhan non domestik adalah
kebutuhan yang dialokasikan untuk kebutuhan sosial maupun kebutuhan komersil,
diantaranya :
- Industri
- Sarana peribadatan
- Sarana pendidikan
- Sarana kesehatan
- Sarana perdagangan
- Sarana perkantoran
- Pelayanan jasa umum dan lain-lain.
Besarnya kebutuhan air yang dipakai dalam perencanaan dihitung
berdasarkan standar Direktorat Air Bersih sebagaimana yang dikutip oleh Eka
Susanti,2006 sesuai dengan kategori kota sebagai berikut.

9
Tabel 5.1
Kriteria Perencanaan Kebutuhan Domestik
100.000-500.00 jiwa <100.000 jiwa
No. Uraian
(Kota Sedang) (Kota Kecil)
1 Konsumsi unit SR, L/org/hari 100 - 200 60-100
2 Konsumsi unit HU, L/org/hari 30 - 40 30
3 Konsumsi unit non domestik - -
4 Kehilangan air (%) 20 20
5 Faktor max - day 1,15 - 1,25 1,15-1,25
6 Faktor peak - hour 1,75 1,75
7 Jumlah jiwa/SR 6- 7 6- 7
8 Jumlah jiwa/HU 100-200 100-200
9 Volume Reservoir (% max - day) 20 20
10 SR : HU 90 : 10 90 : 10

Tabel 5.2
Kriteria Kebutuhan Air Non Domestik

No. Jenis Sarana Satuan Kebutuhan

1 Kesehatan L/hari/TT 300


2 Perkantoran L/hari/pegawai 15
3 Pendidikan L/hari/murid 5
4 Penginapan L/hari/TT 150
5 Pasar m3/hari/pasar 1
3
6 Komersil/perdagangan m /hari/bangunan 0,5-0,7
7 Peribadatan L/hari/bangunan 100-500
m3/hari/pabrik 1,5
8 Industri
L/org/hari 15
9 Pelabuhan antar pulau m3/hari/pelabuhan 2
10 Kebakaran dan umum % terhadap domestik 2- 4

10
5.4 Proyeksi Penduduk
Untuk memenuhi kebutuhan air di suatu daerah diperlukan proyeksi
penduduk. Rasio pertambahan penduduk di Kecamatan Sungai Raya umumnya
sekitar 1,5%. Data tentang kependudukan diperoleh dari Badan Pusat Statistik
yang mereka dapatkan dari hasil sensus penduduk, karena sensus adalah salah satu
sumber untuk menentukan data keendudukan yang dianggap paling tepat dan
akurat. Sensus penduduk biasanya dilakukan setiap 5 tahun sekali bahkan di
Negara berkembang dilakukan setiap 10 tahun sekali, sehingga tidak dapat
memenuhi permintaan data secara mendesak untuk suatu keperluan tertentu.
Untuk tujuan perencanaan pembangunan dan penilaian program oleh
pemerintah diperlukan data kependudukan tidak hanya kuantitas penduduk tetapi
juga komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, karakteristik sosial,
ekonomi, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Untuk tujuan tersebut maka diperlukan teknik estimasi atupun proyeksi
jumlah penduduk di masa yang akan datang beserta komposisi umur, jenis
kelamin dan status sosial ekonominya. Perhitungan proyeksi penduduk dapat
digunakan untuk beberapa macam perencanaan yaitu :
a. Perencanaan yang tujuannya untuk menyediakan jasa sebagai respon
terhadap penduduk yang sudah diproyeksikan.
b. Perencanaan yang tujuannya untuk merubah trend penduduk menuju
perkembangan demografi sosial dan ekonomi.
Jumlah penduduk merupakan faktor yang terpenting dalam menentukan
lingkup dari suatu perkembangan pembangunan yang salah satunya adalah
pengelolaan penyediaan kebutuhan air bersih, oleh karena itu perkiraan penduduk
tidak hanya diambil untuk beberapa tahun sesudahnya akan tetapi sampai
beberapa puluh tahun setelah pelaksanaan sensus.
Perkiraan jumlah penduduk pada tahun perencanaan dapat dilakukan
dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang digunakan harus
merupakan metode yang paling sesuai dengan kondisi daerah perencanaan.

11
Beberapa metode proyeksi yang dianjurkan dalam memperkirakan jumlah
penduduk antara lain :
1. Metode Aritmatik
2. Metode Geometrik
3. Metode Least Square

5.4.1 Metode Aritmatik


Pertumbuhan penduduk secara aritmatik adalah pertumbuhan penduduk
dengan jumlah (absolute number) adalah sama untuk setiap tahun. Rumus yang
digunakan :
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜 ( 1 + 𝑟 ) (5.1)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Angka pertumbuhan penduduk
n = Periode waktu dalam tahun

5.4.2 Metode Geometrik


Pertumbuhan penduduk secara geometrik adalah pertumbuhan penduduk
yang menggunakan dasar berbunga-bunga (bunga majemuk). Jadi pertumbuhan
penduduk dimana angka pertumbuhan (rate of growth) adalah sama untuk setiap
tahun. Rumus yang digunakan :
𝑃𝑛 = 𝑃𝑜 ( 1 + 𝑟 )𝑛 (5.2)
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun n
Po = Jumlah penduduk pada tahun awal
r = Angka pertumbuhan penduduk
n = Periode waktu dalam tahun

5.4.3 Metode Least Square


12
Pertumbuhan penduduk secara terus menerus setiap hari dengan angka
pertumbuhan yang konstan. Rumus yang digunakan :
𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑥 (5.3)
∑ 𝑌. ∑ 𝑋 2 − ∑ 𝑋. ∑ 𝑋𝑌 𝑛 ∑ 𝑋. 𝑌 − ∑ 𝑋. ∑ 𝑌
𝑎= , 𝑏 = (5.4)
𝑛. ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 𝑛. ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2
Dimana :
Y = Jumlah penduduk pada tahun x
a & b = Konstanta
n = Jumlah data
x = Selisih tahun perkiraan dengan tahun dasar perhitungan

5.5 Intake
Intake merupakan bangunan/alat untuk mengambil air dari sumbernya.
Intake yang dibangun harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain
kehandalan dalam menyediakan air secara kontinu, keamanan dalam beroperasi
dan pembiayaan yang minimum. Kapasitas intake harus mampu melayani
kebutuhan maksimum harian. Dalam pembangunan intake hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain adalah: lokasi harus aman dari arus deras, terletak di hulu
sungai sehingga aman dari pencemaran, posisi intake yang benar agar air baku
dapat disadap secara konstan sesuai dengan kebutuhan baik pada musim kemarau
maupun pada musim hujan. Beberapa lokasi intake pada sumber air yaitu intake
sungai, intake danau dan waduk, dan intake air tanah.
5.5.1 Jenis-Jenis Intake
Jenis-jenis intake, yaitu intake tower, shore intake, intake crib, intake pipe
atau conduit, infiltration gallery, sumur dangkal dan sumur dalam (Kawamura,
1991). Jenis-jenis intake menurut sumber air adalah brouncaptering untuk mata
air, sumur dangkal, sumur dalam, sumur artesis dan desinfiltrasion gallery atau
pipa untuk air tanah, serta bermacam-macam jenis intake untuk air permukaan
seperti yang akan diuraikan di bawah ini.
a) Intake Tower

13
Dibangun sedekat mungkin ke pinggiran sungai, tetapi dengan kedalaman
minimum 3 meter. Puncak intake (ruangan pompa) berada 1,5 meter di
atas muka air tertinggi.

b) Shore Intake
Shore intake memiliki variasi bentuk yang tergantung kepada situasi
lapangan, tetapi yang pasti terletak di pinggiran sungai. Jenis-jenis shore
intake yang umum digunakan antara lain adalah:
i.Siphone Well Intake
Ciri khas dari intake ini adalah memiliki saluran air masuk ke
bangunan intake berupa pipa, sehingga tekanan air yang
berfluktuasi tidak memberi pengaruh pada interior intake.
ii.Floating Intake
Struktur intake yang ringkas diletakkan di atas sebuah pelampung
yang terapung dan bergerak naik turun mengikuti fluktuasi muka
air.

Sumber : www.google.co.id
Gambar 5.2 Floating Intake

iii.Suspended Intake
Memiliki karakteristik dimana pipa hisap dibenamkan ke dalam
sumber air tanpa menggunakan bangunan pelindung dan langsung
tercampur dengan aliran sumber air.
c) Intake crib

14
Struktur intake dibuat terbenam di dasar sungai dengan kedalaman besar
dari 3 m dari permukaan air. Lokasi dipilih dengan resiko terkecil terhadap
kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
d) Intake pipe/conduit
Pengambilan air dari mata air dilakukan dengan pipa/saluran, dengan
kecepatan maksimun 1,2-1,9 m/s untuk mencegah akumulasi sedimen
pada saluran.
e) Infiltration gallery
Sistem ini memiliki galeri pipa dengan lubang yang banyak (perforated
pipe) yang dibungkus dengan kerikil. Biasanya dibangun di bawah dasar
sungai sejajar dengan tepi sungai.
5.5.2 Bagian-Bagian Intake
Bagian-bagian dari suatu intake pada umumnya tergantung pada
kebutuhan dan kondisi dimana intake tersebut didirikan, umumnya elemen-lemen
intake terdiri atas:
1. Bangunan intake
Adalah bangunan utama tempat berbagai kelengkapan intake dipasang.
2. Inlet intake
Inlet intake adalah saluran berbentuk segi empat atau bundar yang
digunakan untuk mengalirkan air dan dilengkapi dengan bar screen untuk
menyaring material kasar.
3. Saringan halus (Strainer)
Adalah saringan yang berfungsi untuk menyaring material yang
mengapung dan ikan-ikan kecil sehingga tidak masuk ke dalam pipa.
4. Suction well (intake well)
Adalah bangunan penampung air baku yang akan dihisap oleh pompa atau
dialiri secara gravitasi.
5. Pipa backwash

15
Adalah pipa yang digunakan untuk melakukan pengurasan intake well saat
endapan pasir dan material lain sudah menumpuk, biasanya dilengkapi
dengan valve penguras.
6. Pompa hisap dan ruangan pompa
Berada diatas sumur intake dengan jarak minimal 1,5 m dari muka air.
Ruangan pompa harus cukup lebar dan nyaman untuk dimasuki oleh
operator saat melakukan pengontrolan dan pembersihan.

5.6 Pipa Transmisi


Setelah sumber air, komponen sistem penyediaan air bersih berikutnya
adalah pipa transmisi. Pipa transmisi adalah salah satu komponen sistem
penyediaan air bersih yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air ke
reservoir air dan instalasi pengolahan air, serta dari reservoir air ke reservoir air
lainnya. Perpipaan transmisi sebaiknya dipasang dibawah tanah. Kedalaman pipa
transmisi tergantung dari kondisi lapangan, biasanya minimum 50 cm dihitung
dari permukaan tanah sampai bagian atas pipa transmisi. Apabila pipa transmisi
berada dibawah jalan raya, minimum sekitar 100 s/d 120 cm.
Bila kondisi lapangan tidak memungkinkan untuk memasang pipa
transmisi dibawah tanah, pipa transmisi dapat dipasang di atas permukaan tanah.
Untuk pipa transmisi yang dipasang di atas tanah digunakan pipa besi/Steel/GIP,
sedangkan pipa trasmisi yang dipasang didalam tanah bisa menggunakan pipa
PVC. Faktor lain yang menentukan jenis pipa yang akan dipakai adalah
kemudahan untuk memdapatkan pipa, diameter pipa yang digunakan, ketahanan
pipa dan juga faktor harga pipa.
Panjang pipa transmisi tergantung dari jarak antara sumber air dan
reservoir air. Bisa 50 m s/d 50 km. Tekanan pada pipa transmisi dibatasi sampai
100 m. Kalau beda tinggi antara sumber air dan reservoir terlalu besar (diatas 100
m), maka harus dibuat bak pelepas tekan. Dalam satu jalur pipa transmisi bisa saja
ada beberapa bak pelepas tekan kalau beda tinggi terlalu besar.
5.6.1 Kehilangan Energi
16
Secara umum, tinggi kehilangan energi dapat dikelompokkan menjadi
kehilangan energi utama atau mayor losses akibat gesekan dengan dinding pipa
dan minor losses akibat sambungan-sambungan, belokan-belokan, valve dan
aksesoris lainnya.
5.6.1.1 Kehilangan Energi akibat Gesekan (Mayor Losses)
Kehilangan energi akibat gesekan dengan dinding pipa di aliran seragam
dapat dihitung dengan persamaan Darcy-Weisbach sebagai berikut :
𝐿𝑣 2
𝐻𝑓 = 𝑓 (5.5)
𝐷 2𝑔
Dimana : Hf = tinggi hilang akibat gesekan (m)
f = faktor gesekan
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
v = kecepatan aliran (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Di antara faktor-faktor di atas, faktor gesekan (f) merupakan salah satu
faktor yang sulit penentuannya. Kesulitan ini karena faktor gesekan (f) juga
sangat tergantung pada kondisi aliran di dalam pipa tersebut. Secara umum faktor
gesekan (f) dapat dihitung dengan persamaan Colebrook-White sebagai berikut :
1 𝑘 2,51
= −2 log [ + ] (5.6)
√𝑓 3,7 𝐷 𝑅𝑒 √𝑓

Dimana : k = kekasaran efektif dinding dalam pipa


D = diameter pipa (m)
𝑣𝐷
Re = bilangan Reynolds (= )
𝑉

V = kekentalan kinematik cairan

5.6.1.2 Kehilangan Energi Minor (Minor Losses)


Kehilangan energi minor adalah kehilangan energi akibat perubahan
tampang saluran, sambungan-sambungan, belokan, valve dan aksesoris lainnya.
17
a. Kehilangan energi akibat penyempitan (Contraction)
𝑣2 2
𝐻𝑐 = 𝐾𝑐 (5.7)
2𝑔
Dimana : Hc = tinggi hilang akibat penyempitan (m)
Kc = koefiien kehilangan energi akibat penyempitan
v2 = kecepatan rata-rata aliran dengan diameter D2 (yaitu di
hilir dari penyempitan)
Nilai Kc untuk berbagai nilai D2/D1 tercantum pada tabel berikut.
Tabel 5.3 Nilai Kc untuk Berbagai Nilai D2/D1
D2/D1 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
Kc 0,5 0,45 0,38 0,28 0,14 0,00

b. Tinggi energi akibat pembesaran tampang (Expansion)


𝑣2 2
𝐻𝑐 = 𝐾𝑐 (5.8)
2𝑔
𝐴 2
Dimana: Kc = (𝐴2 − 1)
1

c. Tinggi energy akibat valve

𝑣2 2
𝐻𝑣 = 𝐾𝑣 (5.9)
2𝑔
Dimana : Kv = koefisien tinggi hilang di valve, tergantung jenis valve
dan bukaannya

5.7 Instalasi Pengolahan Air Bersih


Yang dimaksud dengan pengolahan air adalah usaha-usaha teknis yang
dilakukan untuk merubah sifat-sifat air tersebut. Berikut tiga hal penting yang
dapat diambil dalam pertimbangan merakit proses pengolahan yang ekonomis dan
berkesinambungan, yaitu :
1. Menghilangkan zat melayang (fraksi lebih besar) dari zat-zat pengotor
harus diberikan prioritas.
18
2. Menghilangkan fraksi konsentrasi tinggi dari zat-zat pengotor harus juga
diberikan prioritas.
3. Dalam kasus di mana tidak mungkin (1) dan (2) untuk diselesaikan pada
saat yang sama, (sebagai contoh kehadiran fraksi-fraksi terlarut dari zat-zat
pengotor pada konsentrasi tinggi), pengolahan pendahuluan untuk
penyesuaian kondisi air harus diperhatikan agar sesuai dengan tujuan kita
(presipitasi/pengendapan logam-logam atau koagulasi dari fraksi koloid).
Hal ini penting sekali dalam air minum, karena dengan adanya proses
pengolahan ini, maka akan diperoleh mutu air minum yang memenuhi standar
yang telah ditentukan.
Ada 2 macam pengolahan air yang sudah dikenal, yaitu :
1. Pengolahan lengkap, di sini air baku mengalami pengolahan lengkap yaitu
pengolahan fisik, kimiawi dan bakteriologis. Pengolahan ini biasanya
dilakukan terhadap air sungai yang keruh/kotor.
2. Proses pengolahan sebagian, di sini air baku hanya mengalami proses
pengolahan kimia dan/atau pengolahan bakteriologis.
Pada proses pengolahan lengkap terdapat 3 tingkat pengolahan, yaitu :
a. Pengolahan fisik bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran-
kotoran kasar, penyisihan lumpur dan pasir, mengurangi zat-zat organik
yang ada pada air yang akan diolah. Proses pengolahan secara fisik
diakukan tanpa tambahan zat kimia.
b. Pengolahan kimia bertujuan membantu proses pengolahan selanjutnya,
misalnya pembubuhan tawas supaya mengurangi kekeruhan yang ada.
c. Pengolahan biologi bertujuan membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri
terutama bakteri penyebab penyakit yang terkandung dalam air misalnya
bakteri collie yang antara lain penyebab penyakit perut. Salah satu proses
pengolahan adalah dengan penambahan desinfektan missal kaporit.
Unit operasi yang umum dipergunakan dalam sistem pengolahan air
minum secara berurutan dijelaskan pada uraian berikut.

19
5.7.1 Koagulasi
Koagulasi adalah penambahan koagulan ke dalam air baku diikuti dengan
pengadukan cepat yang bertujuan untuk mencampur antara koagulan dengan
koloid. Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama
beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi
koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau
terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk
membentuk gumpalan yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan
suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan
koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia (Sutrisno, 2002). Pengadukan cepat
dapat dilakukan dengan cara: pengadukan secara hidrolis (terjunan dan
pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik.

5.7.2 Flokulasi
Flokulasi secara umum disebut juga pengadukan lambat, di mana dalam
flokulasi ini berlangsung proses terbentuknya penggumpalan flok-flok yang lebih
besar dan akibat adanya perbedaan berat jenis terhadap air, maka flok-flok
tersebut dapat dengan mudah mengendap di bak sedimentasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi bentuk flok yaitu kekeruhan pada air baku, tipe dari suspended
solids, pH, alkalinitas, bahan koagulan yang dipakai, dan lamanya pengadukan
(Sutrisno, 2002).
Beberapa tipe flokulator adalah channel floculator (buffle channel
horizontal, buffle channel vertikal, buffle channel vertikal dengan diputar, melalui
plat berlubang, dalam Cone, dan dengan pulsator), pengadukan secara mekanik,
pengadukan melalui media, pengadukan secara pneumatik (dengan udara).
5.7.3 Aerasi
Aerasi adalah suatu proses untuk menyisihkan methana (CH4),
menyisihkan karbon dioksida (CO2), menyisihkan H2S, menyisihkan bau dan
rasa, menyisihkan gas-gas lain (Fair, 1968). Aerasi digunakan untuk

20
menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau untuk menambah oksigen ke
air untuk mengubah substansi yang di permukaan menjadi suatu oksida.
Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk
senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi +2, yaitu
Fe+2 dan Mn+2. Ketika kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan
mangan akan teroksidasi menjadi valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks
baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan
besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi. Reaksinya dapat ditulis
sebagai berikut (Peavy, 1985):
4 Fe+2 + O2 + 10 H2O → 4Fe(OH)3 ¯ + 8 H+
2 Mn+2 + O2 + 2 H2O 2MnO2 ¯ → 2 MnO2 + 4 H+
Ada empat tipe aerator yang sering digunakan, yaitu gravity aerator, spray
aerator, air diffuser, dan mechanical aerator.

5.7.4 Sedimentasi
Proses sedimentasi secara umum diartikan sebagai proses pengendapan, di
mana akibat gaya gravitasi, partikel yang mempunyai berat jenis lebih besar dari
berat jenis air akan mengendap ke bawah dan yang lebih kecil berat jenisnya akan
mengapung. Kecepatan pengendapan partikel akan bertambah sesuai dengan
pertambahan ukuran partikel dan berat jenisnya. Prinsip yang digunakan adalah
menyaring flok-flok yang telah mengendap.
Pengendapan kandungan zat padat di dalam air dapat digolongkan menjadi
pengendapan diskrit (kelas 1), pengendapan flokulen (kelas 2), pengendapan zone,
pengendapan kompresi/tertekan (Peavy, 1985; Reynolds, 1977). Jenis bak
pengendap adalah bak pengendap aliran batch dan bak pengendap dengan aliran
kontinu. Uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang pengendap sangat
berpengaruh. Oleh sebab itu, bilangan Fraude yang menggambarkan tingkat
uniformitas aliran dan turbulensi aliran yang digambarkan oleh bilangan Reynold
harus memenuhi kriteria yaitu: bilangan Fraude Fr >10-5 dan bilangan Reynold
Re < 500.
21
5.7.5 Filtrasi
Proses filtrasi adalah mengalirkan air hasil sedimentasi atau air baku
melalui media pasir. Proses yang terjadi selama penyaringan adalah pengayakan
(straining), flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir, dan proses biologis.
Dilihat dari segi desain kecepatan, filtrasi dapat digolongkan menjadi saringan
pasir cepat (filter bertekanan dan filter terbuka) dan saringan pasir lambat. Setelah
filter digunakan beberapa saat, filter akan mengalami penyumbatan. Untuk itu
perlu pembersihan, yang dapat dilakukan dengan pencucian dengan udara dan
pencucian dengan air (pencucian permukaan filter dengan penyemprotan dan
pencucian dengan backwash). Sedangkan tenaga untuk pencucian dapat
dilakukan dengan cara pompa (memompa air yang ada di reservoir penampung ke
dasar filter), menggelontor air yang ada di reservoir atas (elevated tank) secara
gravitasi ke dasar filter, dan menggelontor air yang ada di filter sebelahnya ke
filter yang sudah jenuh (interfilter). Hal yang dipertimbangkan dalam mendesain
proses filtrasi adalah media filter dan hidrolika filtrasi.

5.7.6 Desinfeksi
Desinfeksi air minum bertujuan membunuh bakteri patogen yang ada
dalam air. Desinfektan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:
pemanasan, penyinaran antara lain dengan sinar UV, ion-ion logam antara lain
dengan copper dan silver, asam atau basa, senyawa-senyawa kimia, dan chlorinasi
(Sutrisno, 2002). Proses desinfeksi dengan klorinasi diawali dengan penyiapan
larutan kaporit dengan konsentrasi tertentu serta penetapan dosis klor yang tepat.
Metode pembubuhan dengan kaporit yang dapat diterapkan sederhana dan tidak
membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat pembubuhannya secara kontinu
adalah: metoda gravitasi dan metode dosing proporsional.

5.8 Reservoir

22
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum
sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat
ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada
ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh
daerah konsumen. Reservoir digunakan pada sistem distribusi untuk meratakan
aliran, untuk mengatur tekanan, dan sebagai cadangan air pada keadaan darurat.
Reservoir yang digunakan pada instalasi pengolahan air bersih berfungsi
untuk menampung air hasil pengolahan sebelum didistribusikan, serta melindungi
air hasil pengolahan dari kontaminasi oleh air hujan, debu, algae maupun sinar
matahari langsung. Kedalaman efektif reservoar umumnya berkisar antara 3
hingga 6 meter. Reservoir diletakkan pada akhir instalasi dengan muka level air
lebih rendah dari muka air unit filter, dan diusahakan tidak ada fluktuasi
(Noerbambang, 2000).
Kebutuhan air biasanya akan bervariasi antara pagi dan malam hari.
Apabila penampungan air bersih tidak tersedia, maka instalasi pengolah air harus
mampu memasok kebutuhan yang sangat besar terutama pada saat puncak. Untuk
itu kemungkinan bahwa instalasi pengolah air harus mempunyai kapasitas sekitar
2 kalinya dari kebutuhan rata-rata harian, jika tidak tersedia reservoir. Dengan
tempat penampungan air (reservoir) yang memadai, maka air yang diolah dan
didistribusikan ke jaringan distribusi hanya dengan besaran sesuai dengan
kebutuhan rata-rata harian. Volume reservoir dirancang sebesar 15-20% dari
kebutuhan air per hari (Tri joko, 2010).

VI. Metodologi Perencanaan


6.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan
Perencanaan ini akan dilakukan di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Kubu Raya yang meliputi kawasan permukiman, pusat perdagangan dan komersil,
perkantoran, sekolah, industri, jalan dan taman, dan fasilitas umum. Perencanaan

23
ini akan dilaksanakan selama lebih kurang 4 bulan yang akan dimulai pada bulan
Januari 2011 dan berakhir pada bulan April 2011.

6.2 Jenis Data


1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil observasi lapangan,
kegiatan survey dan pengukuran di lapangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dalam bentuk dokumen-
dokumen atau dapat juga dalam bentuk hasil penelitian/perencanaan orang
lain. Pada penulisan skripsi ini data sekunder didapat dari instansi-instansi
antara lain :
i. Data penduduk dan perkembangan perekonomian warga kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dari Badan Pusat Statistik.
ii. Data penampang sungai
iii. Data debit
iv. Data kualitas air dari BLHD
v. Data elevasi dan jarak dari intake ke pengolahan air bersih

6.3 Tahap Perencanaan


Tahap-tahap perencanaan perlu sekali dilaksanakan untuk memudahkan
dalam proses penyusunan hasil perancangan. Adapun tahap-tahap perencanaan
tersebut antara lain :

6.3.1 Identifikasi Masalah


Sebelum melakukan perencanaan, terlebih dahulu dilakukan identifikasi
masalah terhadap objek. Objek dalam perencanaan ini adalah intake dan instalasi
pengolahan air baku Sungai Kapuas menjadi air bersih yang berada di Kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Masalah diidentifikasi melalui studi
pustaka, observasi dan wawancara. Identifikasi masalah bertujuan untuk
24
menemukan permasalahan yang harus dicarikan pemecahannya. Identifikasi
masalah harus sesuai dengan masalah yang telah dipillih. Identifikasi masalah
dalam skripsi ini adalah mengetahui kapasitas instalasi pengolahan air dalam
melayani kebutuhan air masyarakat serta kualitas yang dihasilkan di Kecamatan
Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya.
6.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada perencanaan ini dilakukan dengan
cara observasi dan dokumentasi.
1. Observasi
Observasi dimaksudkan untuk melihat secara langsung fenomena empirik
yang ada secara faktual mengenai objek dan subyek penelitian. Masalah
pengolahan, pendistribusian. Observasi dilakukan di lokasi penelitian, yaitu
sumber air baku Sungai Kapuas di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu
Raya.
2. Dokumentasi
Dokumentasi yang dimaksud disini adalah melakukan pengumpulan data
berdasarkan dokumen-dokumen yang ada, baik berupa laporan catatan, berkas,
atau bahan-bahan tertulis lainnya dari pihak yang berkompeten yang
merupakan dokumen resmi yang relevan dengan ruang lingkup penelitian dan
dapat dijadikan referensi.

6.3.3 Tahap Analisa Data


Tahapan untuk menganalisa data adalah sebagai berikut :
6.3.3.1 Menganalisa Kebutuhan air
1. Proyeksi Jumlah Penduduk
Analisa data kependudukan diperlukan untuk menentukan metode
yang akan digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk.
Proyeksi penduduk merupakan parameter penting, karena berkaitan erat
dengan perkiraan jumlah kebutuhan air. Dasar utama dalam menentukan
proyeksi penduduk adalah jumlah penduduk beberapa tahun terakhir dan
25
jumlah penduduk saat ini. Secara teoritis metode proyeksi ada beberapa
macam, diantaranya metode Aritmatik, Geometrik serta Exponential.
Penentuan metode proyeksi yang digunakan berdasarkan pada
pendekatan matematis dengan mempertimbangkan nilai korelasi (R) dan
standar deviasi (S). Dari pertimbangan tersebut, maka metode proyeksi
yang paling mendekati untuk memprediksi jumlah penduduk dapat
ditentukan. Tapi apabila data jumlah penduduk beberapa tahun terakhir
tidak ada atau tidak lengkap maka dapat digunakan angka pertumbuhan
penduduk yang digunakan oleh BPS Kabupaten Kubu Raya. Karena
angka pertumbuhan penduduk sama untuk setiap tahunnya maka untuk
perencanaan menggunakan metode Geometri.
2. Perhitungan Kebutuhan Air
Kebutuhan air untuk air bersih terbagi atas :
a. Kebutuhan air untuk domestik yaitu kebutuhan air untuk rumah
tangga.
b. Kebutuhan air untuk non domestik (industri, sosial, pendidikan,
perkantoran, peribadatan, dll).
Untuk menentukan besarnya kebutuhan air di Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Kubu Raya yaitu dengan cara : jumlah pemakaian air x jumlah
penduduk.
6.3.3.2 Menganalisa ketersediaan air
Untuk mengetahui banyaknya air yang tersedia di sungai dibutuhkan
data debit sungai Kapuas. Untuk mengetahui data debit sungai tersebut dapat
dihitung secara analitis, diukur secara langsung dengan menggunakan alat
ukur Current Meter dan didapatkan dari hasil perencanaan sebelumnya.
Dalam perencanaan ini, hasil pengukuran debit didapakan dari hasil
perencanaan sebelumnya.
6.3.3.3 Menganalisa kualitas air
Untuk mengetahui kualitas air di sungai dibutuhkan data kualitas air
Sungai Kapuas di Kabupaten Kubu Raya. Data ini didapatkan dari
26
pengamatan dan data sekunder yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup.
Analisa kualitas air ini digunakan untuk mengetahui jenis pengolahan yang
tepat sehingga menghasilkan air bersih yang sesuai dengan standar baku mutu
air minum.
6.3.3.4 Menganalisa letak dan jenis intake
Informasi yang harus dimiliki dalam menganalisa jenis intake yaitu
keadaan elevasi dasar sungai rata-rata, keadaan dan jenis batuan dasar sungai,
kebutuhan penyadapan aliran ke intake, keadaan debit banjir sungai tahunan
yang terjadi dan sebagainya.

6.3.4 Tahap Perencanaan


Tahapan untuk perencanaan adalah sebagai berikut :
6.3.4.1 Perencanaan bangunan intake
Proses perencanaan bangunan intake terdiri dari menentukan elevasi
dasar intake, elevasi pipa, menentukan jenis bahan bangunan intake serta
menggambarkan trase pipa.
6.3.4.2 Perencanaan IPA dan reservoir
Proses perencanaan IPA dan reservoir terdiri dari menentukan letak
IPA dan reservoir, menentukan layout bangunan, menentukan urutan sistem
pengolahan, menentukan jenis bangunan pengolahan, melakukan perhitungan
hidroulik serta membuat gambar rancangan.
6.3.4.3 Perhitungan biaya kerja
Proses perhitungan biaya kerja terdiri dari :
● Biaya alat untuk memproduksi air bersih
● Kuantitas masing-masing bahan dasar sesuai spesifikasi
● Biaya tenaga kerja untuk memproduksi bangunan pengolahan air
bersih.

VII. Sistematika Penulisan Skripsi

27
Untuk mempermudah pemahaman dan pembahasan yang dilakukan lebih
sistematis, maka penulisan tugas akhir ini disusun menurut sistematika sebagai
berikut :

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
INTI SARI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Pembatasan Masalah
1.4. Maksud dan Tujuan
1.5. Sistematika Penulisan

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI


2.1. Batas Administrasi
2.2. Iklim
2.3. Penduduk
2.4. Tata Guna Lahan
2.5. Perekonomian
2.6. Pendidikan
2.7. Agama
2.8. Kesehatan
2.9.2.9 Kebutuhan air
2.10. Ketersediaan Air

28
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Kualitas Air
3.2. Kebutuhan Air Bersih
3.3. Proyeksi Penduduk
3.4. Intake
3.5 Pipa Transmisi
3.6 Instalasi Pengolahan Air
3.7 Reservoir

BAB IV. PERANCANGAN INTAKE, IPA DAN RESERVOIR


4.1. Intake
4.2. IPA dan Reservoir
4.3. Struktur Bangunan IPA dan Reservoir

BAB V. RANCANGAN ANGGARAN BIAYA


5.1. Rancangan Anggaran Biaya Bangunan Intake
5.2. Rancangan Anggaran Biaya Pipa Transmisi
5.3. Rancangan Anggaran Biaya IPA dan Reservoir

BAB VI. PENUTUP


6.1. Kesimpulan.
6.2. Saran

VIII. Jadwal Perencanaan


Berikut ini ditampilkan tabel yang berisi jadwal penelitian.

29
Waktu (Minggu)
No. Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan
2 Observasi lapangan
3 Pengumpulan Data Sekunder
4 Analisa Data
5 Perancangan Intake dan IPA
6 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya
7 Penyusunan Hasil Perancangan

IX. Daftar Pustaka

Eka Susanti, 2006, Studi Penyediaan Air Baku di kota Ledo Kabupaten
Bengkayang, Skripsi Penelitian, Pontianak: Fakultas Teknik
Fair, 1968, Water and Wastewater Engineering Vol 2. Water Purification and
Wastewater Treatment and Disposal, New York:John Wiley & Sons, Inc
Kawamura, 1991, Integrated Design of Water Treatment Facilities, New York:
John Wiley & Sons, Inc
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907 /MENKES /SK/VII /
2002
Linsley, Kohler dan Paulhus,1989, Hidrologi untuk Insinyur, Jakarta: Erlangga
Noerbambang, 2000, Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, Jakarta:
PT Pradnya Paramita
Peavy, Rowe dan Tchobanoglous, 1985, Environmental Engineering, Singapore:
McGraw-Hill, Inc
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 416 /MENKES /PER/IX
/1990
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001
Reynolds, 1982, Unit Operations and Processes In Environmental Engineering,
California: Wadsworth,Inc
Sutrisno, 2002, Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta: PT Rineka Cipta
Tri Joko, 2010, Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum, Yogyakarta:
Graha Ilmu
30
31

Anda mungkin juga menyukai