Anda di halaman 1dari 8

Pemanfaatan Daun Krokot (Portulaca oleraceae) Sebagai

Bahan Pangan Alternatif


Dwi Agustin Nurul Hidayah
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang. Jl.
Semarang, No. 5, Malang.

Email: dwiaenha6@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui anatomi dan morfologi krokot serta mengetahui
kandungan yang ada didalam daun krokot, dan memanfaatkannya sebagai bahan pangan alternatif.
enis penelitian ini adalah eksperimental laboratories. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif. Variabel dalam pengamatan in adalah tanaman krokot (variabel bebas), daun
krokot (variabel terikat), dan struktur anatomi daun krokot (variabel kontrol). Teknik pengumpulan
data adalah dengan mengamati struktur anatomi dan morfologi tanaman krokot. Teknik analisis data
adalah dengan membandingkan hasil pengamatan dengan literatur. Krokot juga dilaporkan
mengandung senyawa kimia lain, termasuk urea, kalsium, besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak
terutama asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 merupakan suatu komponen kimia penting yang
tidak dapat diproduksi di dalam tubuh. Di antara jenis sayuran yang ada, krokot mempunyai
konsentrasi asam lemak omega-3 tertinggi. Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.), dilihat dari
struktur anatominya dan morfologinya, merupakan tanaman monokotil. Tanaman krokot mengandung
banyak manfaat dan zat yang diperlukan oleh tubuh.

Kata kunci : Portulaca oleracea,daun,kandungan.

PENDAHULUAN

Indonesia, adalah negara yang kaya akan keanekaragaman flora dan faunanya.
Flora di Indonesia juga sudah sangat dimanfaatkan kegunaannya oleh masyarakat sekitar.
Namun, ada beberapa tanaman, yang mana masyarakat belum mengerti dann memahami
kegunaan dari tanaman tersebut, salah satunya adalah tanaman krokot (Portulaca
oleraceae). Tanaman ini sangat banyak tersebar di dataran rendah hingga ketinggian
mencapai 1800 mdpl, dan diperkirakan berasal dari daratan brasil (Suryati, 2013). Di
Indonesia, tanaman ini dikenal dengan berbagai sebutan.

Tanaman krokot (Portulaca oleraceae) ini belum banyak diketahui manfaatnya


oleh masyarakat, karena umumnya tanaman in dikenal hanya sebagai gulma saja. Tanaman
krokot, terutama bagian daun dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif karena
kandungannya yang sangat baik bagi tubuh. Hal ini sebagai inovasi baru untuk memajukan
bahan pangan yang bernilai gizi tinggi di Indonesia. Krokot tidak hanya dapat digunakan
sebagi obat tradisional tetapi uga sebagai bahan pangan yang memiliki nilai gizi, sehingga
diharapkan mampu meingkatkan kualitas pangan Indonesia.

Krokot dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif dengan cara menjadikan
krokot tersebut sebagai tepung. Krokot merupakan salah satu tanaman gulma yang dapat
dijadikan sebagai sumber antioksidan alami. Fungsi antioksidan ini terkait dengan asam
lemak omega-3 yang dikandungnya (Rahardjo, 2007). Salah satu keunikan krokot adalah
herba ini mengandung komponen asam lemak omega-3 tertinggi di antara sayuran lainnya
(Rashed et al., 2004). Tumbuhan krokot ini mengandung alkaloid, saponin, tannin,
glikosida, steroid, dan flavonoid (Dhole et al, 2011). Secara tradisional tanaman krokot
digunakan sebagai obat alternatif untuk mengobati penyakit kulit (borok, bisul, radang
kulit, dan kudis) (Dalimartha, 2009) dan diare yang diakibatkan bakteri E. coli (Suwito,
2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui anatomi dan morfologi krokot serta
mengetahui kandungan yang ada didalam daun krokot, dan memanfaatkannya sebagai
bahan pangan alternatif.

METODE

Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratories untuk melihat struktur


anatomi daun, sehingga dari anatomi tersebut dapat diketahui bagaimana struktur anatomi
daun krokot dan memanfaatkan kandungan yang ada sebagai bahan pangan alternatif.
Pengamatan ini dilakukan pada Rabu, 8 Mei 2018 di Laboratorium Fisiologi dan Anatomi
Tumbuhan, Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif. Variabel dalam pengamatan in adalah tanaman
krokot (variabel bebas), daun krokot (variabel terikat), dan struktur anatomi daun krokot
(variabel kontrol). Alat dan bahan yang dibutuhkan adalah mikroskop, kaca benda, kaca
penutup, pipet tetes, baskom dan silet, serta daun krokot.

Prosedur pengamatan adalah dengan menggunakan preparat melintang dan


membujur daun krokot. Daun krokot diamati dibawah mikroskop binokuler, sehingga
terlihat struktur anatomi daun krokot. Teknik pengumpulan data adalah dengan mengamati
struktur anatomi dan morfologi tanaman krokot. Teknik analisis data adalah dengan
membandingkan hasil pengamatan dengan literatur yang ada dan menghubungkannya
dengan pemanfaatan daun krokot sebagai bahan pangan alternatif.

HASIL DAN ANALISIS DATA

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan data berupa


struktur anatomi dan morfologi tumbuhan krokot.
Gambar 1. Morfologi Krokot (Sumber: Dokumen Pribadi)
Gambar 1 menunjukkan morfologi dari tanaman krokot. Dari gambar 1, dapat
dilihat bagaimana morfologi tanaman krokot. Tanaman krokot memiliki bentuk daun yang
bulat telur, tebal berdaging, dan berwarna hijau. Daun tanaman krokot merupakan daun
tunggal, dengan filotaksis berhadapan tersebar. Daun krokot berukuran kecil dan dapat
tumbuh melebar hingga sekitar 0.5 cm, dan merupakan daun duduk. Batang krokot
berbentuk bulat, berwarna merah. Bentuk daun yang bulat telur, ujungnya melekuk
kedalam, dan permukaan daun datar dan tepinya rata. Digolongkan ke dalam daun
bertangkai karena hanya terdiri atas helaian dan tangkai daun saja. Memiliki panjang 1-3
cm dan lebar 1-2 cm. Batangnya merupakan batang basah, berbentuk silinder dan panjang,
berwarna hijau dan ada sedikit warna merah, arah tumbuh batang tegak lurus (erectus).
model arsitektur holtum, permukaan batang licin, memiliki tipe percabangan simpodial,
perawakan herba.

(a) (b)
(c) (d)

(e) (f)
Gambar 2. (a) irisan melintang daun krokot, (b) stomata, (c) irisan melintang tangkai daun krokot, (d)
irisan membujur setelah ditetesi sudan III, (e) irisan melintang setelah ditetesi sudan III, (f) irisan
membujur daun krokot (Sumber: Dokumen Pribadi)

Gambar 2 diatas, menunjukkan hasil penelitian anatomi dari daun krokot. Dalam
penelitian ini hanya difokuskn ke daun, karena daun krokot ini akan dimanfaatkan menjadi
bahan pangan alternatif. Gambar 2 (a) dan (c) menunjukkan irisan melintang daun krokot.
Dari hasil pengamatan yang didapat, ditemukan bahwa dalam daun krokot tersusun dari
epidermis bawah dan epidermis atas yang serupa. Stomata feneropor, yang ada di bagian
adaksial dan abaksial. Mesofilnya berupa jaringan bunga karang atau jaringan palisade.
Berkas pembuluh tipe kolateral dikelilingi seludang parenkim. Gambar 2 (b) menunjukkan
stomata dari daun krokot yang bertipe anomositik. Gambar 2 (d) dan (e) menunjukkan
irisan melintang dan membujur daun krokot yang sudah ditetesi dengan sudan III, pada
hasil pengamatan ditemukan warna merah pada preparat daun krokot setelah penetessan
sudan III. Gambar 2 (f) menunjukkan irisan membujur daun krokot, sehingga dapat dilihat
bentuk epidermis yang berbentuk poligonal tak beraturan.
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah didapatkan, maka struktur anatomi dan morfologi
dibandingkan dengan literatur yang ada. Tanaman krokot merupakan herba yang banyak
mengandung air, tumbuh tegak atau merayap di permukaan tanah tanpa keluar akar dari
bagian tanaman yang merayap tersebut. Batangnya bulat dan warnanya coklat keunguan,
panjangnya dapat mencapai 50 cm, serta tidak berambut. Tanaman ini memiliki daun
tunggal, berdaging tebal, permukaannya datar, tata letaknya duduk tersebar atau
berhadapan. Bentuk daunnya bulat telur, ujung bulat melekuk ke dalam, tepi rata,
panjangnya 1-4 cm, lebarnya 5-14 mm, ketiak daun tidak berambut (Rahardjo, 2007). Hail
pengamatan struktur morfologi yang telah dilakukan, memiliki kesamaan dengan literatur
yang ada. Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.) adalah tanaman yang tumbuh liar di
lapangan dan dapat tumbuh di daerah yang berpasir dan tanah liat. Krokot ini dapat
tumbuh meski kekurangan air dan memiliki sifat adaptasi yang baik terhadap lingkungan.
Krokot termasuk salah satu gulma pada budidaya tanaman semusim (Dalimartha, 2009).
Struktur anatomi krokot yang terlihat yakni, tipe stomata parasitik/rubiaceous yaitu
tiap sel penjaga bergabung dengan satu atau lebih sel tetangga, sumbu membujurnya
sejajar dengan sumbu sel tetangga dan apertur terdapat pada Rubiaceae dan Magnoliaceae
(Haryanti, 2010). Sedangkan krokot (Portulaca oleracea L) di klasifikasikan dalam Divisi:
Magnoliophyta, Kelas: Magnoliopsida, Subkelas: Caryophylidae, Ordo: Caryophyllales,
Famili: Portulacaceae, Genus: Portulaca L, Species: Portulaca sp. (Fasyah, J, 2017).
Struktur anatomi yang telah disebutkan diatas, memiliki kesamaan dengan literatur yang
ada. Epidermis atas terdiri dari selapis sel bentuk segi empat persegi panjang. Pada
pengamatan tangensial berbentuk polygonal. Epidermis bawah serupa dengan epidermis
atas. Mesofilnya biasanya hanya berupa jaringan bunga karang, beberapa sel berisi kristal
kalium oksalat bentuk roset. Berkas pembuluh tipe kolateral dikelilingi oleh seludang
parenkim. Memiliki stomata anomocytic atau paracytic. Kultikula yang menutup trikoma
merupakan modifikasi. Kutikula pada Portulaca oleracea menunjukan menunjukan suatu
relief berbentuk ombak dengan puncak dan lembah. Stomata terletak pada tempat yang
bertekanan sehingga sedikit melorot. Ini ditemani oleh dua sel cabang,yang satu lebih besar
dari yang lain dan ditempatkan paralel ke sel kultikula. Ketika diamati dengan Elektron
Transmisi Microscopi (TEM) menunjukan suatu kultikula memiliki ketebalan 0.2-0.5 µm
tergantung analisa tumbuhan. Epikultikular tidak diamati dengan TEM (Haryanti, 2010).
Gambar 3. Struktur Anatomi Daun Krokot (Sumber: Haryanti, 2010).

Setelah mengetahui struktur anatomi dan morfologi maka dapat dihubungkan


dengan tema yang diusung, yakni mengenai pangan. Beberapa ahli, menemukan bahwa
didalam daun krokot ditemukan kristal kalsum oksalat berbentuk roset dan terdapat minyak
atsiri. Sehingga, dari pernyataan tersebut, dapat dihubungkan dengan bahan pangan, seperti
yang diketahui oleh masyarakat bahwa minyak atsiri adalah salah satu ciri khas atau rasa
tersendiri dalam pangan. Oleh karena itu, daun krokot ini dapat digunakan sebagai bahan
pangan.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa krokot mengandung banyak komponen


senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah dilaporkan mencakup asam organik (asam
oksalat, asam kafein, asam malat, dan asam sitrat), alkaloids, komarin, flavonoid, cardiac
glycosides, anthraquinone glycosides, alanin, katekolamin, saponin, dan tannin
(Mohammad et al., 2004 ; Xin et al., 2008). Flavonoid yang terkandung dalam krokot
terdiri dari 5 jenis, yakni kaempferol, apigenin, myricetin, quercetin, dan luteolin (Xu et
al., 2005).

Krokot juga dilaporkan mengandung senyawa kimia lain, termasuk urea, kalsium,
besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak terutama asam lemak omega-3. Asam lemak
omega-3 merupakan suatu komponen kimia penting yang tidak dapat diproduksi di dalam
tubuh. Di antara jenis sayuran yang ada, krokot mempunyai konsentrasi asam lemak
omega-3 tertinggi. Bijinya mengandung β-sitosterol. Seluruh bagian tanaman ini
mengandung l-norepinefrin, karbohidrat, fruktosa, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan
kaya akan asam askorbat (Rashed et al., 2004). Krokot juga kaya akan beta karoten
(Barbosa-Filho et al., 2008).

Adanya senyawa-senyawa pada daun krokot membuktikan bahwa dalam daun


krokot terdapat substansi ergastik. Substansi ergastik adalah produk metabolisme yang
dapat muncul dan hilang pada waktu yang berbeda dalam hdup suatu sel. Substansi
ergastik dapat berupa produk cadangan atau sisa yang merupakan hasil dari kegiatan
seluler. Metabolisme merupakan kegiatan hidup yang mencakup tiga fungsi pokok yaitu
nutrisi, respirasi dan sintesis. Pada tanaman krokot ditemukan substansi ergastik produk
tak bernitrogen adanya amilum dan produk sisa tak bernitrogen adalah tanin, adanya tanin
pada daun krokot ini membuat rasa daun menjadi getir. Kemudian adanya saponin dapat
bekerja sebagai antimikroba dan jika dihidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin dan
karbohidrat. Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalahsteroid umum
pada tumbuhan, penelitian yang efektif telah dilakukan pada membran permeabel sebagai
pertahanan tubuh (sistem imun), anti kanker (Yoshiki, 1998).

SIMPULAN

Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.), dilihat dari struktur anatominya dan
morfologinya, merupakan tanaman monokotil. Tanaman krokot mengandung banyak
manfaat dan zat yang diperlukan oleh tubuh. Krokot mengandung senyawa kimia,
termasuk urea, kalsium, besi, fosfor, mangan, tembaga, asam lemak terutama asam lemak
omega-3.

Penjelasan mengenai tanaman krokot pada masyarakat lebih dikembangkan lagi,


karena masyarakat masih menganggap bahwa tanaman ini adalah tanaman gulma, padahal
didalamnya mengandung banyak sekali manfaat bagi tubuh.

DAFTAR RUJUKAN

Barbosa-Filho J.M., Alencar A.A., Nunes X.P., Tomaz A.C.A., Sena-Filho J.G., Athayde-
Filho P.F., Silva M.S., Souza M.F.V., da-Cunha E.V.L. 2008. Sources of alpha,
beta, gamma, delta and epsilon-carotenes: A twentieth century review. Rev Bras
Farmacogn. 18:135-54.
Dalimartha S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6.Jakarta: Pustaka Bunda.
Dhole, JA., Dhole, NA., Lone, KD., and Bodke. 2011. Preliminary Phytochemical
Analysis and Antimicrobial Activity of Some Weeds Collected from Marathwada
Region. Journal of Research in Biology. Vol.1 : 19-23.
Fasyah, J.H. 2017. Mutasi Induksi untuk Meningkatkan Keragaman Krokot (portulaca
spp.) dengan Teknik Iradiasi Berulang. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies Tanaman
Dikotil dan Monokotil. Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XVIII No.2
Hal 21-28.
Mohammad T.B., Mohammad H.B., Farhad M. 2004. Antitussive effect of Portulaca
oleracea L. in Guinea Pigs. Iran. J. Pharmaceut. Res. 3:187-90.
Rahardjo, M. 2007. Krokot (Portulaca Oleracea) Gulma Berkhasiat Obat Mengandung
Omega 3. Warta Penelitian dan Pengembangan. Vol.1 : 1-4.
Rashed A.N., Afifi F.U., Shaedah.M., Taha M. 2004. Investigation of the active
constituents of Portulaca oleracea L. (Portulacaceae) growing in Jordan. Pakistan
Journal of Pharmaceutical Sciences. 17:37-45.
Suryati, E & Tenriulo, A. 2013. Pemanfaatan Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.)
untuk Menginduksi Molting Pada Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) di
Hatchery. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros:
Konferensi Akuakultur Indonesia.
Suwito W. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu:Deteksi, Patogenesis,
Epidemiologi, Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. 29 (3).
Xin H.L., Xu Y.F., Yue X.Q., Hou Y.H., Li M., Ling C.Q. 2008. Analysis of chemical
constituents in extract from Portulaca oleracea L. with GC-MS method (in
Chinese). Pharmaceut. J. Chin. People's Liberat. Army. 24:133-6.
Xu, X., Yu, L., Chen, G. 2005. Determination of flavonoids in Portulaca oleracea L. by
capillary electrophoresis with electrochemical detection.
Yoshiki, Y. Kudo & Okobo, K. 1998. Relationship Between Cemical Structure and
Biologica Activities of Triterpenoid Saponin. Soybean Biosince Biotechnology and
Biochemistry. 62.2292-2292

Anda mungkin juga menyukai