Anda di halaman 1dari 13

Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia

sebagai
Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan

Shinta Julianti
Universitas Indonesia
juliantishinta@yahoo.com
Abstract
This research discusses about structural violence experienced by the elderly. This research sees
the social vulnerability experienced by the elderly as a result of the social construction degrading
on elderly which is formed in the society structure. In addition, the poverty experienced by the
elderly, also increasingly provides more risk of vulnerability for them thus experiencing various
treatments that are harmful and suff include, the social exclusion and elder abuse. This
matter results in some losses of their human rights which is interpreted as a structural violence.
The elderly residents of elderly nursing home in Bekasi experiencing structural violence are the
subject of this research, which their experience was obtained through in-depth unstructured
interviews and the observation of participation applied to analyze in this research. Critical
approach had been applied for viewing how the structural violence experienced by the elderly
residents of elderly nursing home in Bekasi as a result of the social construction degrading on
elderly.

Keyword: Structural Violence, Elderly, Social Construction, Poverty, Social Exclusion, Elder
Abuse.

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang kekerasan struktural yang dialami oleh lansia. Penelitian dilakukan
dengan melihat adanya kerentanan sosial yang dialami oleh lansia sebagai hasil dari konstruksi sosial
yang merendahkan tentang lansia yang terbentuk di dalam struktur masyarakat. Selain konstruksi
sosial yang merendahkan, kemiskinan yang dialami oleh lansia semakin memberikan resiko
kerentanan yang lebih untuk lansia mengalami berbagai perlakuan yang merugikan dan menderitakan
yaitu, eksklusi sosial dan perlakuan salah atau elder abuse. Hal ini mengakibatkan lansia kehilangan
beberapa hak dasar kemanusiannya yang dimaknai sebagai kekerasan struktural. Lansia penghuni
panti werdha di Bekasi yang mengalami kekerasan struktural menjadi subyek penelitian, yang
pengalamannya didapatkan melalui wawancara mendalam tidak terstruktur dan observasi partisipasi
digunakan sebagai data untuk dianalisis dalam penelitian ini. Pendekatan penelitian yang digunakan
adalah pendekatan kritis, melihat bagaimana kekerasan strukural yang dialami oleh lansia penghuni
panti werdha di Bekasi sebagai hasil dari konstruksi sosial yang merendahkan tentang lansia.

Kata Kunci: Kekerasan Struktural; Orang Lanjut Usia (Lansia); Konstruksi Sosial; Kemiskinan;
Eksklusi Sosial; Perlakuan Salah Terhadap Lansia

Pendahuluan

L
anjut usia (lansia) merupakan tahap dialami oleh setiap manusia. Secara universal
akhir siklus kehidupan dan tahap tidak ada definisi berdasarkan usia dimana
perkembangan normal yang akan seseorang termasuk kategori lansia. Defi

67
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

lansia sangat bervariasi tergantung program, terhadap lansia, sehingga lansia menjadi target
sistem, dan negara yang memberlakukan utama kemiskinan, pengucilan, marjinalisasi
(Brandl, et.al, 2007: 19). Di Indonesia ada dan menerima stereotipe. Tentunya hal
ketentuan yang mengatur bahwa seseorang ini akan menyebabkan tidak terciptanya
yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas kesejahteraan sosial lansia, sekaligus tidak
dapat dikategorikan sebagai lanjut usia. terpenuhinya hak-hak lansia.
Ketentuan tersebut adalah Undang-Undang Tidak terwujudnya pemenuhan hak-hak
No.13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan lansia salah satunya karena adanya pandangan
Lanjut Usia yang di dalam pasal 1 ayat dan sikap masyarakat yang merendahkan
2 dijelaskan bahwa Lanjut Usia adalah lansia itu sendiri, yang merupakan hasil dari
seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam sebuah konstruksi sosial di dalam masyarakat.
puluh) tahun ke atas. Konstruksi inilah yang menentukan
Jumlah lansia di dunia pada saat ini bagaimana masyarakat memandang dan
semakin meningkat. Menurut Pelaez & memperlakukan lansia. Menurut Kuyper
Kalache (2001) lansia adalah populasi yang & Bengston (1973) konstruksi sosial
paling cepat berkembang di seluruh dunia tentang lansia yang terbentuk di masyarakat
dan peningkatan ini menimbulkan suatu berdasarkan pada analisis kompetensi
permasalahan karena berkaitan dengan terkait usia yang menyebabkan lansia
kemampuan pengasuhan oleh keluarga untuk direndahkan dan mendapat citra diri yang
memberikan perawatan yang dibutuhkan negatif (Chima, 1998: 109). Namun, dalam
(Maeda, 2000:32). Hal ini akan berpengaruh perspektif kriminologi, pandangan dan
terhadap perwujudan kesejahteraan sosial sikap tersebut merupakan sebuah kejahatan
lansia. Padahal perwujudan kesejahteraan karena menyebabkan tidak terwujudnya
sosial berhubungan dengan pemenuhan Hak- kesejahteraan. Menurut Mustofa (2010)
Hak Asasi Manusia. secara umum konsep kejahatan dapat
Ada isu berbeda yang dapat mempengaruhi dikatakan berhubungan dengan keadaan tidak
upaya pemenuhan hak-hak lansia di dalam terwujudnya kesejahteraan sosial pada tingkat
mewujudkan kesejahteraannya, yaitu individu, kelompok, maupun bangsa.
menempatkan lansia sebagai kelompok Berdasarkan kondisi yang telah disebutkan,
yang kuat dalam masyarakat. Mereka tulisan ini fokus membahas berbagai
dapat diintegrasikan dengan baik dalam pandangan dan sikap yang merugikan
masyarakat dan bermanfaat di usia tuanya dan menderitakan lansia, yang berbentuk
dengan dukungan dari keturunannya yang stereotipe, praktek-praktek diskriminasi
menekankan rasa hormat. Akan tetapi, berdasarkan usia (ageism), eksklusi sosial,
dalam hal lain lansia juga dilihat sebagai dan perlakuan salah terhadap lansia (elder
segmen penduduk yang rentan. Usia tua telah abuse). Hal mana dapat dilihat sebagai bentuk
membuat mereka lebih rentan tidak hanya kekerasan struktural yang terwujud dari
terhadap penyakit, dan kematian, namun juga konstruksi sosial. Dengan melakukan studi
rentan terhadap berbagai bentuk pelecehan pada lansia penghuni salah satu panti werdha
dan eksploitasi, serta berbagai bentuk-bentuk di Bekasi, tulisan ini diharapkan mampu
kejahatan, termasuk penipuan terhadap aset mengkritisi konstruksi sosial tentang lansia
yang mereka miliki. Menurut Frederic Megret, yang ada pada saat ini, dengan membawa kita
di negara berkembang, migrasi kaum muda semua agar sadar bahwa berbagai kerugian
telah melemahkan keluarga sebagai struktur dan penderitaan yang dialami oleh lansia
tradisional yang memberikan dukungan merupakan suatu tindak kejahatan dan

68
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. pengingkaran dan pencegahan seseorang


agar dia tidak dapat menjadi mahluk sosial
Tinjauan Teoritis yang sepenuhnya (Henry & Milovanovic,
Kriminologi Konstitutif 2000: 272). Constitutive Criminology juga
Menurut Henry dan Milovanovic (2000), menyebutkan bahwa kecenderungan manusia
Constitutive Criminology yang dipengaruhi dalamberinteraksisatusamalainmelaluirelasi
oleh postmodernisme mengkaji pembentukan dominasi dan subordinasi merupakan sebuah
kejahatan secara wacana oleh manusia di kejahatan. Baik yang melibatkan manusia
dalam inter-relasi mereka dengan produk- tunggal seperti pemerkosa, perampok, atau
produk budaya, lembaga-lembaga sosial, secara kolektif seperti kejahatan terorganisir,
dan struktur sosial yang luas. Constitutive penipuan oleh perusahaan, bahkan oleh
Criminology melihat wacana sosial dibangun pemerintah atau negara (Henry & Milovanovic,
sebagai dasar di dalam kegiatan organisasi, 2000: 273-274).
lembaga, dan struktur sosial (Henry &
Milovanovic, 2000: 270). Henry dan Kriminologi Marxist
Milovanovic juga menjelaskan bahwa manusia Perspektif Marxist Criminology yang
bertanggung jawab secara aktif bersama- menyebutkan bahwa kejahatan sebagai
sama menciptakan dunianya dengan cara hasil dari adanya pembagian kelas di dalam
mengubah keadaan melalui interaksi dengan masyarakat terkait dengan konsepsi Hak
manusia lain, salah satunya melalui wacana. Asasi Manusia. Fokus analisisnya ada pada
Melalui wacana, bahasa, dan representasi kekuasaan dan ketidaksetaraan, terutama
simbolik, manusia mengidentifikasi terkait erat dengan distribusi sumber daya
perbedaan-perbedaan, mengkonstruksi (White & Haines, 2000: 94-96). Aspek penting
kategori-kategori, dan berbagai kepercayaan dari perspektif ini adalah bahwa kekuasaan
terhadap kenyataan yang terkonstruksi. Henry terkosentrasi pada kelas yang berkuasa atau
dan Milovanovic meyakini bahwa di dalam kapitalis. Mereka yang mempunyai kekuasaan
keteraturan yang dikonstruksikan secara adalah orang-orang yang memiliki alat-alat
sosial sebagian atau beberapa subyek manusia produksi, pemilik pabrik, dan pemilik media,
yang terbentuk di dalamnya dapat dirugikan mereka itulah yang akan menentukan sifat
atau disakiti, dilemahkan, dan dihancurkan dan bentuk masyarakat. Marxist Criminology
oleh proses tersebut dan oleh hal-hal yang melihat bahwa kejahatan terjadi karena
terbentuk selama proses tersebut. adanya ketidaksetaraan dari pembagian kelas
Constitutive Criminology mendefinisikan di dalam struktur masyarakat. Termasuk
kejahatansebagaisesuatuyangdisebabkandari kejahatan yang terjadi terhadap lansia, di
manusia yang menginvestasikan energi karena mana dalam perspektif ini dilihat sebagai suatu
adanya relasi kekuasaan. Pembentukan relasi- bentuk kejahatan yang melibatkan kekuatan
relasi yang bersifat merugikan atau menyakiti struktural dalam masyarakat, dimana lansia
tersebut terjadi melalui struktur dan budaya menjadi pihak yang tersubordinasi karena
masyarakat yang bersumber salah satunya tidak memiliki kekuasaan sebagai sumber
dari karakteristik khas struktur kekuasaan daya. Kontribusi dari pespektif Marxist
yang tidak setara. Dengan kata lain, menurut Criminology terhadap tulisan ini terletak pada
Henry dan Milovanovic kejahatan adalah penjelasan mengenai adanya pandangan dan
kondisi dimana seseorang tidak dihargai. Ada tindakan yang merugikan dan menderitakan
banyak cara dimana seseorang tidak dihargai, lansia sebagai implikasi dari konstruksi
tetapi cara-cara tersebut berhubungan dengan sosial yang terbentuk di dalam struktur

69
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

masyarakat, yang salah satunya dipengaruhi posisi dalam hierarki kekuasaan. Berdasarkan
oleh adanya pembagian kelas berdasarkan perspektif zemiology dalam kriminologi kritis,
pada kepemilikan modal dan produktifitas. kekerasan struktural terhadap lansia menjadi
Konstruksi sosial tersebut dibentuk oleh salah satu aspek penting yang harus dikaji
manusia dalam interaksinya di masyarakat dalam pemikiran kriminologi. Hal tersebut
yang memperlihatkan adanya ketidaksetaraan karena berbagai pandangan dan perlakuan
dan ketimpangan. Lansia dipandang sebagai yang dialami lansia merupakan hal yang
subyek yang tidak produktif, tidak dapat sangat merugikan dan menderitakan sebagai
mengasilkan suatu barang, sehingga tidak hasil dari konstruksi sosial yang merendahkan
dianggap sebagai subyek manusia seutuhnya. tentang lansia yang terbentuk di dalam
struktur masyarakat. Berbagai tindakan yang
Kriminologi Kritis merugikan dan menderitakan lansia tersebut
Analisis Critical Criminology lebih terjadi di dalam relasi kepercayaan yang
cenderung merupakan analisis kritis terhadap tidak setara antara pelaku dan lansia sebagai
struktur sosial (hukum, politik, ekonomi, korban, sehingga berbagai tindakan tersebut
budaya) yang dianggap telah menghasilkan tidak dilihat sebagai sebuah kejahatan.
ketidakadilan sosial (Mustofa, 2010: 142).
Secara umum kriminologi kritis dapat dilihat Kekerasan Struktural
sebagai perspektif yang mendefinisikan Teori kekerasan struktural menyediakan
kejahatan sebagai suatu penindasan. Beberapa kerangkakerjayangbergunauntukmemahami
kelompok dalam masyarakat seperti kelas tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia
pekerja (khususnya orang-orang miskin), melalui pemeriksaan bagaimana struktur
perempuan (terutama mereka yang miskin, membatasi individu atau lembaga, sehingga
lansia yang hidup sendiri dan terisolasi secara menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
sosial), dan etnis minoritas (terutama orang- dasar manusia. Seperti halnya Galtung (1993)
orang yang tidak bisa berbahasa Inggris mendefinisikan kekerasan sebagai suatu
dan berstatus sebagai pengungsi) adalah gangguan yang menghindari tercapainya
yang paling mungkin menjadi pihak yang kebutuhan dasar manusia (Kathleen Ho,
mengalami relasi sosial yang tertindas karena 2007: 3-4). Galtung (1969) juga menyatakan
adanya pembagian kelas, seksisme, dan bahwa kekerasan struktural yaitu, kekerasan
rasisme (Burke, 2009: 206). yang dibangun ke dalam struktur yang
Ada sebuah perspektif baru dari kriminologi mengakibatkan munculnya kekuasaan yang
kritis yaitu, studi zemiology atau tentang tidak setara, sehingga adanya kesempatan
bahaya sosial. Tujuan dari perspektif ini adalah hidup yang tidak merata (Kathleen Ho, 2007:
memperluas parameter studi kriminologi yang 4). Paul Farmer (2005) menegaskan bahwa
terbatas pada tindakan-tindakan merugikan kekerasan struktural bukanlah hasil dari
yang hanya didefinisikan oleh hukum. Akan pemaksaan, tetapi konsekuensi langsung
tetapi, studi zemiology menetapkan berbagai atau tidak langsung dari lembaga manusia.
macam bahaya seperti seksisme, rasisme, Secara khusus, lembaga manusia ini terlibat
imperialisme, dan eksploitasi ekonomi harus melalui struktur yang mencerminkan
dimasukan sebagai perhatian dan fokus distribusi kekuasaan yang tidak merata.
penyelidikan kriminologi (Burke, 2009: 212). Menurut Galtung (1969) ketidaksetaraan
Kriminologi kritis berpendapat bahwa defi yang ada dalam hal kesempatan hidup yang
kejahatan sering ditempatkan pada kehidupan tidak proporsional karena kemiskinan secara
manusia tergantung pada status sosial dan langsung disebabkan oleh ketimpangan

70
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

distribusi sumber daya, dan masalah para pegawai panti dan masyarakat lainnya
mendasar adalah adanya sebuah kekuatan dari yang berhubungan atau berinteraksi dengan
satu pihak atas pihak lain yang menyebabkan lansia di dalam panti werdha, seperti para
distribusi sumber daya menjadi tidak merata. mahasiswa/mahasiswi dan siswa/siswi yang
Galtung (1990) juga menyebutkan distribusi sedang melakukan praktek kerja lapangan,
yang tidak merata secara sistematis tersebut penelitian, atau kegiatan lainnya menjadi
merugikan orang-orang yang sama sekali tidak narasumber yang datanya didapatkan
mempunyai kekuatan, sehingga timbulnya melalui observasi partisipasi dan wawancara
kekerasan struktural (Kathleen Ho, 2007). mendalam.

Metode Penelitian Hasil Penelitian dan


Penelitian yang dilakukan untuk tulisan Pembahasan
ini menggunakan pendekatan kritis yaitu, Konstruksi Sosial Yang Mer-
penelitian sosial yang mempunyai tujuan endahkan
menciptakan pengetahuan untuk memajukan Henry dan Milovanovic (2000) dalam
tujuan isu-isu moral politik, termasuk Constitutive Criminology menjelaskan bahwa
membantu memajukan keadilan sosial yang manusia bertanggung jawab secara aktif
berpihak membela orang-orang yang tidak bersama-sama menciptakan dunianya dengan
berdaya (Neuman, 2007: 44). Penelitian ini cara mengubah keadaan melalui interaksi
membuktikan bahwa realitas sosial lansia dengan manusia lain. Melalui wacana,
yang terlihat pada saat ini sebagai hal yang bahasa, dan representasi simbolik, manusia
dianggap biasa, tetapi jika dilihat secara kritis, mengidentifikasi perbedaan - perbedaan,
realitas tersebut merupakan sebuah realitas mengkonstruksi kategori-kategori, dan
yang dibentuk oleh konstruksi sosial yang berbagai kepercayaan terhadap kenyataan
merendahkan tentang lansia. Hal tersebut yang terkonstruksi. Henry dan Milovanovic
menimbulkan kerugian dan penderitaan juga meyakini bahwa di dalam keteraturan
lansia, sebagai bentuk kekerasan struktural. yang dikonstruksi secara sosial sebagian atau
Penelitian ini menggunakan studi kasus karena beberapa subyek manusia yang terbentuk
membahas suatu fenomena yang khusus yaitu, di dalamnya dapat dirugikan atau disakiti,
mengenai pengalaman lansia yang mengalami dilemahkan, dan dihancurkan oleh proses
berbagai kerugian dan penderitaan sebagai tersebut dan oleh hal-hal yang terbentuk
bagian dari kekerasan struktural. Subyek selama proses tersebut. Llod Bonfield (dalam
penelitian dalam penelitian ini yaitu, lansia Pelling & Smith, 2001) menyebutkan adanya
penghuni panti werdha di Bekasi. konstruksi sosial tentang lansia mengenai
Teknik pengumpulan data yang digunakan usia akan memberikan dukungan pengakuan
yaitu, melalui studi kepustakaan, observasi masyarakat terhadap kelompok tertentu
partisipasi, dan wawancara mendalam tidak terkait dengan adanya pembentukan hak
terstruktur. Dalam teknik ini peneliti dengan bantuan pelayanan yang buruk, hukum
subyek penelitian melakukan interaksi yang dana pensiun, dan pelayanan kesehatan
bebas dan mendalam ketika mengeksplorasi yang buruk. Disampaikan juga oleh Kuyper
padangan subyek penelitian mengenai & Bengston (1973) bahwa konstruksi sosial
realitas atau pengalaman yang dialaminya tentang lansia didasarkan pada analisis
(Reinharz, 1992: 18). Data yang didapatkan kompetensi sebagai hasil dari konstruksi
selain dari lansia penghuni panti werdha sosial akan menyebabkan lansia direndahkan
sebagai subjek penelitian, juga bersumber dari dan mendapat citra diri yang negatif (Chima,

71
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

1998: 109). Adanya beberapa mitos usia yaitu, mengenai pandangan dan sikap yang
kekakuan, kepikunan, dan tidak produktif merendahkan dari keluarga lansia bersumber
semakin menyebabkan lansia direndahkan dari salah satu pegawai panti werdha, Ibu UM
dan menerima stereotip. Padahal menurut yang bertindak sebagai pembimbing psikologi
penelitian gerontological yang dilakukan lansia. Menurutnya permasalahan umumnya
oleh Schaie (1996) (dalam Schroots, 2003) dari lansia yang tinggal di panti adalah merasa
bahwa stereotipe tersebut palsu yang hanya kesepian, ingin bertemu keluarganya yang
didasarkan pada mitos yang bertentangan dianggap menelantarkannya.
dengan fakta empiris.
Konstruksi sosial terhadap lansia Kerentanan Lansia
tersebut disebut ageism. Schroots (2004) Davies, Francis & Greer (2007) menyatakan
menjelaskan, mirip dengan seksisme, konsep kerentanan(vulnerability) dapat
ageism dapat didefinisikan sebagai diterapkan kepada individu yang tidak mampu
stereotipe dan diskriminasi terhadap melindungi diri mereka sendiri secara fi
orang semata-mata karena usia. Menurut sosial, dan/atau resistensi ekonomi. Lansia
Palmore (1999, 1998) stereotipe terhadap pada umumnya akan mengalami kerentanan
lansia ini ditunjukkan dengan banyaknya fisik karena adanya penurunan kondisi
lansia yang tinggal di panti werdha, hidup fisik sejalan dengan bertambahnya usia.
sendiri, kesepian, hidup dalam kemiskinan, Selain mengalami kerentanan fisik, lansia
seringkali dianggap menjengkelkan dan juga mengalami kerentanan sosial sebagai
menjadi alasan kemarahan. Hal ini terjadi akibat dari konstruksi yang merendahkan.
terhadap lansia penghuni panti werdha yang Kemiskinan juga beresiko menempatkan
menjadi subyek penelitian, di mana mereka lansia menjadi korban yang mengalami
menerima stereotipe dan diskriminasi sebagai kerugian dan penderitaan.
sebuah ageism. Ageism tersebut bermula Relasi lansia penghuni panti dengan
dari stereotipe dan diskriminasi keluarga, keluarga pada umumnya menunjukkan
masyarakat umum, termasuk dari pegawai adanya kerentanan sosial. Seperti yang
panti sebagai representasi negara yang dialami oleh Ibu DR. Ia bercerita bahwa
memberikan pelayanan terhadap lansia. kondisi relasinya dengan anaknya tidak baik.
Beberapa pandangan dan sikap keluarga Semenjak Ibu DR tinggal di panti, anaknya
yang menunjukkan stereotipe dan sikap baru satu kali menjenguk. Tidak hanya ageism,
merendahkan dialami oleh beberapa lansia stereotipe dan diskriminasi, kemiskinan yang
baik sebelum maupun sesudah tinggal di diamali oleh lansia penghuni panti juga turut
panti werdha. Mereka merasa tidak dihargai berdampak pada kerentanan sosial. Menurut
setelah memasuki usia yang dikategorikan Kathleen Ho (2007) kemiskinan adalah suatu
sebagai lansia, tidak mempunyai apa-apa, kondisi di mana kemampuan seseorang untuk
dalam kondisi sakit, dan mempunyai status memenuhi kebutuhan dasarnya terhalang.
sebagai penghuni panti werdha. Di antaranya Kemiskinan yang parah juga menyebabkan
dialami oleh Ibu DR. Ia merasa ketika beliau adanya suatu pelanggaran terhadap Hak
sudah lansia, dalam kondisi sakit, dan Asasi Manusia yaitu, tidak terpenuhinya hak
tidak mempunyai apa-apa, beliau merasa sosial dan ekonomi seperti hak atas standar
keluarganya tidak memperdulikanya. Hal kehidupan yang memadai terkait kesehatan
serupa juga dialami oleh beberapa subyek dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarga,
penelitian lainnya. Selain dari lansia sebagai termasuk makanan, perumahan, pakaian, dan
subyek penelitian, data yang penulis dapatkan perawatan medis.

72
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

Kemiskinan yang dialami oleh lansia dalam mana individu atau kelompok terpinggirkan
perspektif Marxist Criminology adalah sebuah dalam masyarakat. Hrast, Hlebec, & Kavcic
kejahatan, hasil dari adanya pembagian (2012) juga menekankan berbagai masalah
kelas di dalam masyarakat. Kejahatan dalam utama menyangkut eksklusi sosial seperti
hal ini terkait dengan konsepsi Hak Asasi kesehatan yang buruk, jaringan sosial yang
Manusia dan kepentingan kelas. Mereka buruk, akses ke kesehatan yang buruk, hidup
yang mempunyai kekuasaan adalah yang di lingkungan miskin, dan memiliki akses
memiliki alat-alat produksi, pemilik pabrik, ke pelayanan yang buruk. Hal ini terjadi
dan pemilik media, dan merekalah yang akan terhadap subyek penelitian lansia penghuni
menentukan sifat dan bentuk masyarakat panti werdha. Belum terpenuhinya standar
(White & Haines, 2000: 94-96). Di dalam hidup diakibatkan oleh terbatasinya akses
hal ini lansia penghuni panti werdha adalah dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
subyek yang tidak memiliki sumber daya seperti terhambat dalam mengakses layanan
karena kemiskinan yang dialaminya, sehingga kesehatan. Disampaikan oleh salah satu
menjadi dipinggirkan. Kondisi kemiskinan lansia, Ibu DW, yang mengeluh bahwa para
yang dialami oleh lansia penghuni panti lansia penghuni panti werdha banyak yang
werdha mencakup kemiskinan primer dan matanya sudah katarak, tetapi pihak panti
sekunder. Hal tersebut juga menjadi salah satu belum memfasilitasi untuk melakukan operasi
faktor yang melatarbelakangi mereka tinggal katarak.
di panti werdha. Subyek penelitian tidak Selain terhambatnya akses layanan
mempunyai sumber daya dalam memenuhi kesehatan, kebutuhan dasar lansia penghuni
kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, panti werdha yang menjadi standar hidup
dan perumahan sebagai tempat tinggal. Seperti juga belum tercukupi. Seperti yang dialami
yang dialami oleh Ibu DR yang bercerita tidak oleh Ibu DR, di mana ia menilai panti belum
mempunyai rumah. Kemiskinan yang dialami memenuhi kebutuhannya seperti obat yang
oleh lansia penghuni panti werdha juga tidak cocok, pemberian minyak kayu putih yang
hanya sebatas kemiskinan absolut dimana dibatasi, belum terpenuhi kebutuhan pakaian,
mereka tidak mempunyai sumber daya dan perlengkapan tempat tidur juga tidak
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, akan layak pakai. Subyek penelitian lainnya seperti
tetapi mencakup juga kemiskinan sekunder. Ibu DW dan Ibu AR merasa terhambat dalam
Sekalipun mereka berstatus penghuni panti mobilisasi, sehingga tidak tercapainya hak
werdha, mereka tidak mendapatkan liburan korespondensi atau komunikasi dengan pihak
dalam jangka waktu satu tahun terakhir serta di luar panti. Ibu DW bercerita di pavillionnya,
tidak ada kunjungan ke atau dari teman atau semua pintu gerbang panti digembok dari jam
keluarga dalam jangka waktu satu bulan 4 sore, sehingga terbatasi aksesnya.
terakhir. Seperti yang dialami oleh Ibu DR Menurut Schulte (2002) meskipun
di mana ia sudah lama tidak dikunjungi oleh diakui bahwa setiap orang memiliki hak atas
anak dan adiknya. Selama 6 bulan tinggal di kesehatan, hak jaminan sosial, tetapi dalam
panti anaknya baru sekali menjenguknya. prakteknya ada hambatan yang membatasi
pelaksanaan dari hak-hak tersebut. Hambatan
Lansia dan Eksklusi Sosial tersebut menunjukkan ketidakefektifan
Menurut Millar (2007) eksklusi sosial penyedia layanan dalam memenuhi hak-
bukan hanya tentang kemiskinan yang diukur hak manusia dan adanya kesenjangan sosial
dengan materi atau kekurangan sumber ekonomi. Penyedia layanan dalam hal ini
daya materi, tetapi juga tentang proses di termasuk lembaga panti werdha sebagai

73
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

representasi negara. Bila dikaitkan dengan usia. Bapak OMR, seorang lansia, bercerita
pemikiran Henry & Milovanovic (2000) kepada penulis bahwa dirinya masih potensial
dalam Criminology Constitutive, kejahatan dan masih ingin bekerja. Akan tetapi, karena
adalah tindakan terhadap orang lain, sehingga faktor usia, kesempatan untuk bekerjanya
subyek sebagai korban kehilangan beberapa menjadi terhambat karena hampir semua
hak kemanusiaannya. Penghuni panti werdha perusahaan di Indonesia tidak membuka
yang tidak terpenuhi hak dasarnya akibat peluang bekerja untuk lansia.
eksklusi sosial merupakan sebuah tindak
kejahatan. Perlakuan Salah terhadap Lansia
Eksklusi sosial juga terjadi ketika lansia (Elder Abuse) dan Kekerasan
terbatasi untuk berpartisipasi secara Struktural
ekonomi, dalam hal ini terhambat dalam Menurut Davis, Herman & Susan et.al,
mengakses kepekerjaan dan kegiatan (2007) elder abuse pada umumnya dipahami
produtif lainnya. Mengacu pada definisi sebagai suatu tindakan atau kegagalan dalam
dari Sheppard (2006) bahwa eksklusi sosial bertindak yang menyebabkan bahaya dalam
merupakan proses dinamis yang menutup hal fisik, ekonomi, psikologis, dan merupakan
secara penuh atau sebagian dari aspek sistem pelanggaran Hak Asasi Manusia. Menurut
politik, budaya, sosial, dan ekonomi yang Brandl et.al (2007) pelaku dan korban dalam
menentukan integrasi sosial seseorang dalam tindakan elder abuse melibatkan relasi
masyarakat. Dalam hal ini lansia sudah kepercayaan. Relasi kepercayaan yang ada
dianggap tidak dapat berpartisipasi penuh antara korban dan pelaku dari tindakan
dalam masyarakat, salah satunya dalam elder abuse yaitu, mencakup keluarga seperti
partisipasi ekonomi. Pemahaman seperti pasangan, anggota keluarga, dan beberapa
ini juga terkait dengan ageism, dimana P. pengasuh yang menjadi seperti keluarga.
Towsend (1986) berpendapat bahwa ageism Kategori lain dari relasi kepercayaan termasuk
diperlihatkan oleh masyarakat individualis orang yang bertanggung jawab secara hukum
dan konsumeris yang ditandai sikap dan untuk membuat keputusan mengenai
pandangan yang merendahkan individu kesehatan, keuangan, dan keputusan lainnya
yang lebih tua, sehingga membuat kelompok yang berkaitan dengan korban. Dalam banyak
tertentu karena usianya merasakan status kasus, korban tidak menyadari tindakan
mereka non-produktif (Megret, 2011:14). Di penyalahgunaan dan eksploitasi yang terjadi
dalam artikel Megret (2014) juga disebutkan terhadap dirinya karena dipengaruhi oleh
bahwa beberapa pandangan utilitarian adanya relasi kepercayaan. Relasi kepercayaan
ekonomi tampaknya menghalangi dengan yang terjadi antara lansia sebagai korban dan
keras upaya penghormatan hak-hak lansia. pelaku bisa dikaitkan dengan pemikiran Henry
Misalnya Christopher Callahan berpendapat dan Milovanovic (2000) yang menyatakan
bahwa lansia harus dikeluarkan dari bahwa relasi-relasi yang bersifat merugikan
kewarganegaraan secara sosial, dan sumber atau menyakiti bersumber salah satunya dari
daya masyarakat harus ditargetkan untuk karakteristik khas struktur kekuasaan yang
kaum muda yang relatif bisa menghasilkan tidak setara. Artinya, manusia yang menderita
keuntungan yang lebih banyak. Subyek kejahatan tersebut berada dalam relasi yang
penelitian penghuni panti werdha juga tidak setara dengan pelakunya.
merasakan status mereka non produktif Seperti yang terjadi terhadap beberapa
karena adanya pengurangan nilai individu subyek penelitian lansia penghuni panti
berdasarkan kegunaan ekonomi atas dasar werdha dimana mereka mengalami

74
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

tindakan elder abuse di dalam sebuah relasi konsep yang dapat digunakan untuk
kepercayaan yang tidak setara dan dari adanya memahami tindakan pelanggaran Hak Asasi
ketergantungan lansia dengan pengasuh Manusia melalui pemeriksaan bagaimana
sebagai pelaku. Penulis melihat secara struktur membatasi individu atau lembaga,
langsung bagaimana perlakuan salah dari sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya
pengasuh rawat inap terhadap para lansia yang kebutuhan dasar manusia. Galtung (dalam
sudah tidak mampu memenuhi kebutuhannya Kathleen Ho, 2007) mendefinisikan kekerasan
sendiri. Pada saat penulis mengunjungi ruang sebagai suatu gangguan yang menghindari
rawat inap, penulis sangat terkejut melihat tercapainya kebutuhan dasar manusia.
disalah satu kamar ada seorang lansia yang Berbagai kerugian dan penderitaan yang
sedang tertidur dengan tangannya diikat ke dialami oleh lansia penghuni panti werdha
ranjang. sebagai akibat adanya konstruksi sosial yang
Henry & Milovanovic (2000) dalam merendahkan semakin menempatkan lansia
Constitutif Criminology menjelaskan, berada pada posisi yang tidak berdaya, tidak
pengingkaran dan pencegahan kemampuan memiliki kekuatan karena tidak mempunyai
manusia dalam mencapai kesejahteraannya sumber daya. Konstruksi sosial yang
dibagi ke dalam dua jenis yaitu, kejahatan merendahkan tentang lansia dan kemiskinan
‘reduksi’ dan kejahatan ‘represi’. Kejahatan yang dialaminya disebabkan karena distribusi
‘reduksi’ terjadi ketika pihak yang dirugikan sumber daya yang tidak merata, dimana
mengalami kehilangan beberapa hak-haknya. sumber daya tersebut dikuasai oleh orang-
Mereka bisa kehilangan properti yang dicuri orang yang memiliki kekuasaan dalam
dari mereka, bisa juga kehilangan harga diri struktur masyarakat, dan mereka jugalah
seperti dalam kejahatan bermotif kebencian. yang memiliki kekuasaan membentuk
Kejahatan ‘represi’ terjadi ketika seseorang struktur masyarakat. Keberadaan lansia
mengalami pembatasan, dengan mencegah di panti werdha yang di dalamnya masih
mereka untuk mencapai posisi yang terjadi berbagai tindakan yang merugian
diinginkan. Misalnya mereka dibatasi dalam dan menderitakan juga dapat dilihat sebagai
mencapai tujuan karir atas dasar seksisme sebuah kekerasan struktural.
atau rasisme. Kejahatan tersebut terjadi pada Henry dan Milovanovic (2000) di
tindakan elder abuse, di mana terjadinya dalam evaluasi perkembangan Constitutive
kegagalan memenuhi hak lansia dan tindakan Criminology yang dipengaruhi oleh
pengabaian, sehingga menyebabkan lansia postmodernisme menjelaskan bahwa
penghuni panti werdha kehilangan beberapa pembentukan sebuah kejahatan dapat
hak-haknya dan terbatasi untuk mencapai dilakukan melalui wacana oleh manusia di
sesuatu yang diinginkan. Seperti yang dialami dalam inter-relasi mereka dengan produk-
oleh Ibu DW pernah megalami perlakuan produk budaya, lembaga-lembaga sosial,
salah tidak terpenuhi haknya dari pegawai dan struktur sosial yang luas. Panti werdha
di antaranya yaitu, dari pegawai dapur yang adalah salah satu lembaga sosial yang
tidak memberikan susu bubuk mentahnya membentuk wacana. Konstruksi sosial yang
karena biasanya para lansia diberi susu yang merendahkan lansia tercermin di dalam
sudah diseduh dengan ditambahkan gula. kebijakan yang dibentuk oleh negara, yang
diaktualisasikan salah satunya melalui
Elder Abuse sebagai Kekerasan panti werdha beserta program dan praktek-
Struktural dan Tersembunyi praktek yang terjadi di dalamnya. Salah satu
Kekerasan struktural merupakan sebuah kebijakan negara sebagai konstruksi sosial

75
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

tentang lansia yang menjadi sesuatu yang di dalam Unit Pelaksana Teknis yaitu, panti
diyakini bersama oleh masyarakat sebagai werdha. Di dalam prakteknya program-
ideologi keyakinan yaitu, pendefinisian program tersebut masih mencerimkan
lansia sebagai Penyandang Masalah terjadinya perlakuan salah yang merugikan
Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang termuat di dan menderitakan lansia sebagai hasil dari
dalam kebijakan Rancangan Pembangunan konstruksi sosial yang merendahkan.
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Hal ini bisa diidentifikasi salah satunya
di dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dari pandangan dan sikap para pegawai
oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia. panti sebagai tenaga yang memberikan
Pendefinisian tersebut dibuat oleh negara pelayanan terhadap lansia, dengan masih
berdasarkan atas permasalahan sosial yang adanya stereotipe dan diskriminasi terhadap
dihadapi oleh lansia, termasuk di dalamnya lansia. Pandangan dan sikap dari pegawai
permasalahan kemiskinan yang dialami oleh panti sebagai representasi negara masih
lansia. Sebuah artikel dari Mason, Carlisle, merendahkan. Salah seorang pegawai yaitu
Watkins, & Whitehead (2005) menyebutkan Ibu UM menyebutkan bahwa beberapa
bahwa pendefinisian terkait dengan masalah pegawai terkadang bersifat arogan dalam
yang diberikan terhadap lansia tidak terlepas memperlakukan lansia karena merasa
dari kenyataan bahwa lansia mempunyai statusnya lebih tinggi. Ibu UM sendiri
berbagai masalah yang dianggap sebagai menyampaikan kepada penulis bahwa lansia
beban bagi masyarakat. Permasalahan lansia yang berada di panti werdha merupakan
sering dianggap sebagai masalah kegagalan lansia yang bermasalah, sehingga beberapa
individu lansia itu sendiri dalam mengatasi pegawai tidak menghargai lansia. Kondisi
permasalahan yang ada, tanpa melibatkan seperti ini merupakan bentuk stereotipe yang
adanya kewajiban keluarga, masyarakat, merendahkan. Oleh karena sikap pegawai
dan negara. panti yang masih memiliki stereotipe dan
Henry & Milovanovic (2000) menjelaskan diskriminasi yang merendahkan, maka
bahwa kecenderungan manusia untuk program rehabilitasi yang dilakukan oleh
berinteraksi satu sama lain melalui relasi lembaga belum dapat dikatakan sukses.
dominasi dan subordinasi merupakan Lembaga panti werdha bahkan menjadi
sebuah kejahatan. Program yang dibentuk pihak yang berperan di dalam menciptakan
oleh institusi negara salah satunya melalui kekerasan struktural terhadap lansia.
kebijakan terkait dengan isu lansia yang Henry & Lanier (2004) menjelaskan
diaktualisasikan di dalam lembaga panti adanya berbagai tindak kejahatan
werdha lebih merupakan upaya untuk tersembunyi yang tidak dianggap atau tidak
mengatur orang lain, dalam hal ini lansia, disadari yang merugikan dan menderitakan
yang disubordinasi di dalamnya dan beresiko seperti berbagai pelanggaran yang sedikit
mengalami kerugian dan penderitaan. ditanggapi oleh penegak hukum. Kejahatan
Lansia penghuni panti werdha yang yang relatif tidak terlihat atau kejahatan
didefinisikan sebagai Penyandang Masalah tersembunyi tersebut merupakan berbagai
Kesejahteraan Sosial (PMKS) tersubordinasi kejahatan yang biasanya dilakukan oleh
di dalamnya. Program rehabilitasi yang orang yang mempunyai kekuasaan.
dibentuk oleh Kementerian Sosial Republik Kejahatan ini biasanya dilakukan dalam
Indonesia dimaksudkan sebagai upaya untuk konteks pribadi seperti dalam organisasi
merehabilitasi lansia yang dikategorikan dan di lingkungan tempat kerja yang
sebagai PMKS salah satunya dilaksanakan melibatkan relasi yang terpercaya. Bila

76
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

mengacu pada Burke (2009) berdasarkan dan perlakuan salah terhadap lansia atau
pemikiran zemiology di dalam Critical elder abuse. Eksklusi sosial yang dialami
Criminology, sebenarnya bahaya sosial oleh lansia bukan hanya sebatas diukur
yang dialami oleh lansia penghuni panti dari kemiskinan dan pendapatan, akan
werdha merupakan sebuah kejahatan yang tetapi lansia terbatasi dalam mengakses
memiliki dampak yang lebih serius dan luas layanan untuk memenuhi hak-hak dasar
daripada sebagian besar perilaku kejahatan kemanusiannya. Seperti terbatasi dalam
lainnya. Akan tetapi, bahaya sosial yang mengakses layanan kesehatan, layanan kerja
diterima lansia tidak didefinisikan sebagai dan kegiatan produktif, dan korespondensi
sebuah kejahatan atau tindak pidana dan atau komunikasi dengan pihak keluarga atau
keseriusan dari tindakan kejahatan yang masyarakat umum yang berada diluar panti
dialami oleh lansia tidak dihiraukan dan werdha. Sementara, tindakan elder abuse
tidak diperhitungkan. Hal ini terjadi juga yang dialami oleh lansia penghuni panti
terhadap lansia penghuni panti werdha werdha meliputi kekerasan fisik, kekerasan
yang menerima berbagai tindakan elder psikologis, kekerasan ekonomi, kegagalan
abuse baik dari keluarga maupun pegawai memenuhi hak lansia, pengabaian, dan
panti. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu AR pengabaian diri.
yang menanggapi perlakuan salah yang Berbagai kerugian dan penderitaan
diterimanya sebagai sesuatu yang dapat sebagai kekerasan struktural yang dialami
diterima karena tidak enak mau melawan oleh lansia dihasilkan dari adanya relasi
pegawai dan tidak mau disangka membuat kepercayaan yang tidak setara antara
keributan. pelaku dan lansia. Di mana pelaku berada di
dalam posisi superordinat yang dominatif,
Kesimpulan sementara lansia berada di dalam posisi
Kekerasan struktural dialami oleh lansia subordinat karena tidak mempunyai
sebagai hasil dari konstruksi sosial yang sumber daya sebagai kekuatan, dan juga
merendahkan, dan ini tergambar dengan karena adanya ketergantungan dengan
jelas dalam penelitian yang dilakukan pelaku. Pelaku adalah mereka yang meliputi
untuk tulisan ini. Kekerasan struktural yang keluarga, masyarakat umum, dan pegawai
dialami oleh lansia penghuni panti werdha panti werdha sebagai representasi negara.
tersebut dialami baik sebelum maupun Kekerasan struktural yang dialami
sesudah lansia tinggal di panti werdha. oleh lansia merupakan sebuah kejahatan
Kekerasan struktural tersebut tidak terlepas tersembunyi karena sering kali diabaikan
dari kemiskinan yang dialami oleh lansia dan dan dianggap sebagai sesuatu yang wajar
keluarganya yang semakin menempatkan atau normal sebagai hasil dari konstruksi
lansia lebih beresiko menjadi korban dari sosial yang meredahkan tentang lansia.
berbagai pandangan dan perlakuan yang Selain itu, karena ketidakberdayaan lansia
merugikan dan menderitakan baik yang sebagai subyek yang berada pada posisi
dilakukan oleh pihak keluarga, masyarakat, subordinat dan mempunyai ketergantungan
dan juga oleh pegawai panti sebagai dengan pelaku, menyebabkan lansia tidak
representasi negara. memberikan reaksi dengan melakukan
Berbagai pandangan dan perlakuan pelaporan atas berbagai tindakan yang
yang menjadi kekerasan struktural diterimanya, sekalipun hal tersebut
terhadap lansia penghuni panti werdha merugikan dan menderitakannya, sehingga
tergambar dari adanya eksklusi sosial menjadi sebuah kejahatan tersembunyi.

77
Jurnal Kriminologi Indonesia
Volume 9 Nomer 1, Desember 2013
67-79

Saran yang dapat disampaikan oleh sosial lainnya. Kebijakan dan program
penulis terkait dengan fenomena kekerasan yang dibentuk oleh negara baik terhadap
struktural terhadap lansia sebagai hasil lansia secara umum maupun khusus bagi
dari konstruksi sosial yang merendahkan lansia penghuni panti werdha harus lebih
tentang lansia adalah perlunya perubahan mensejahterakan lansia dengan memenuhi
cara pandang dan bersikap dari keluarga, dan memperhatikan berbagai standar hidup
masyarakat, dan negara terhadap lansia dari segi fisik, psikologis, dan sosial karena
menjadi lebih positif. Kebijakan dan ada beberapa lansia penghuni panti werdha
program yang dibentuk oleh negara terkait masih potensial untuk diberdayakan melalui
dengan isu lansia juga lebih direalisasikan kegiatan yang produktif. Khusus bagi
dengan menempatkan lansia tetap menjadi lansia yang berada di dalam panti werdha
subyek manusia seutuhnya, sekalipun diperlukan pengawasan dan peningkatan
lansia mengalami berbagai perubahan pelayanan, termasuk meningkatkan kualitas
penurunan kondisi fisik karena usia, sumber daya manusia agar lebih profesional.
ataupun mengalami berbagai permasalahan

Daftar Referensi

Buku Lanier, Mark M., Henry, Stuart. (2004).


Brandl, Bonnie., et.al. (2007). Elder abuse Essential criminology second edition.
detection and intervention a collaborative Library of Congress Catalogness in
approach. New York: Springer Publishing Publication Data.
Company. Maeda, Daisaku. (2000). The socioeconomic
Burke, Roger Hopkins. (2009). An context of japanese social policy for aging.
introduction to criminological theory In Long, Susan Orpet (Ed.). Caring for
third edition. Willan Publishing. the elderly in japan and the u.s practicies
Davies, Pamela., Francis, Peter., & Greer, and policies (pp. 28-51). London and New
Crish. (2007). Victim, crime, and society. York : Routledge.
London: SAGE Publications, Inc. Millar, Jane. (2007). Exclusion and social
Davis, Robert C. Herman, Susan et.al. (2007). policy research: defining exclusion. In
Victim of crime third edition. London: Abrams, Dominic., Christian, Julie &
SAGE Publications, Inc. Gordon, David (Ed.). Multidiciplinary
Henry, Stuart. (2009). Social construction hand book of sosial exclusion research
of crime. In Miller, J.Mitchell (Ed.). (pp. 1-15). England: John & Sons, Ltd.
21st Century Criminology: A Reference Mustofa, Muhammad. (2010). Kriminologi
Handbook (pp. 296-401). California: edisi kedua kajian sosiologi terhadap
SAGE Publications, Inc. kriminalitas, perilaku menyimpnag dan
Herring, Jonathan. (2012). Elder abuse: a pelanggaran hukum. Depok: Sari Ilmu
human rights agenda for the future. In Pratama.
Doron, Israel., & Soden, Ann M (Ed.). Nueman, W.L (2007). Basic social research:
Beyond elder law new direction in law qualitative and quantitative approach.
and aging (pp. 175-195). London, New Boston: Allyn & Bacon.
York: Springer Publishing Company. Palmore, Erdman B. (1999). Ageism negative

78
Kekerasan Struktural terhadap Orang Lanjut Usia sebagai Hasil dari Konstruksi Sosial yang Merendahkan
tentang Lansia (Studi Pada Penghuni Panti Werdha Di Bekasi)
Shinta Julianti

and positive. New York: Springer Henry, Stuart., & Milovanovic, Dragan.
Publishing Company, Inc. (2000). Constitutive criminology: origins,
Pelling, Margaret., & Smith, Richard M. core concepts, and evaluation. Social
(2001). Life, death, and the elderly Justice; Wilson Social Sciences Abstract,
historical perspective. London: Routledge. 268-290.
Reinharz, Shulamit. (1992). Feminist Hrast, Masa Filipovic., Hlebec, Valentina., &
methods in social research. New York: Kavcic, Matic. (2012). The social exclusion
Oxford University Press. of the elderly a mixed methods study in
Schulte, Bernd. (2002). A european definition slovenia. Sociological Review, Vol. 48,
of poverty: the fight against poverty and No. 6, 1051-1074.
social excluxion in the member states of Kathleen Ho. (2007). Structural violence as
the european union. In Townsend, Peter., a human rights violation. Essex Human
& Gordon, David (Ed.). World Poverty Right Review Vol. 4 No. 2 September
new policies to defeat an old enemy (pp. 2007.
119-145). British: The Policy Press. Megret, Frederic. The human rights of the
Sheppard, Michael. (2006). Social work elderly: an emerging challenge. Canada
and social exclusion the idea of practice. In The Law of Human Right and Legal
England: Ashgate Publishing Limited. Pluralism.
White, Robert., & Haines, Fiona. (2000). Schroots, Johannes J.F. (2003). Ageism in
Crime and criminology an introduction science: fair play between generation.
second edition. (pp. 94-112). Oxford Science and Engineering Ethnics, Vol. 9,
University Press. 445-451.
Jurnal Sumber referensi lain
Chima, Felix O. (1998). Familial, Berita Kriminal terkini
institutional, and societal sources of elder http://www.harianregional.com
abuse perspective on empowerment.
International Review of Modern Sociology
Vol. 28 No. 1, 103-116.

79

Anda mungkin juga menyukai