Stomatitis
Stomatitis
PENDAHULUAN
1. Akut :
Onset yang cepatdan diawali dengan deman-deman (3-5 hari) panas atau
suhu tubuh tinggi sekali sehingga dapat menurun darahnya.
Rasa nyeri terbakar yang hebat.
Hipersalivasi.
Metalic taste ( rasa logam )
Tepi bebas gusi muda berdarah.
Nafsu merokok berkurang (bagi yang merokok)
Rasa pengecap terganggu
Merasa giginya extruded
Nyeri tekan pada giginya
Gigi terasa agak goyang.
Kelenjar regloner agak membesar
2. Kronis :
Adanya erosi dari gingiva dan interdental papil
Ada perdarahan sedikit
Hiperplasi dari jaringan gingiva
Bil gusi ditekan keras merasa sedikit sakit
b. Diagnosa
1. Sel darah putih (WBC) biasanya menurun
2. Pemeriksaan kultur bakteri dan virus.
3. Pemeriksaan fisik:
Inflamasi
Perdarahan
Retraksi
Perubahan warna
4. Pemeriksaan penunjang tidak terlalu dibutuhkan, jika pasien mengalami
batuk, demam dan nyeri otot
5. Biopsy dari lesi kulit.
c. Terapi
1. Antibiotik dosis tinggi.
2. Kumur-kumur H2O2 1,5% .
3. Kumur-kumur Na-bicarbonat 10%.
4. Jaringan di atas marginal gingival dan interdental papil harus di angkat
dengan hati-hati memekai kapas yang dibasahi dengan H2O2 3%.
d. Pencegahan
1. Istirahat total
2. Menghentikan minuman alkohol/ menghisap rokok
3. Jangan menggosok gigi dulu, sampai keadaan mereda, jadi cukup dengan
kumur-kumur saja
4. Makan yang lunak-lunak
5. Menghindari makanan yang pedas-pedas.
2.3. Denture stomatitis atauChronic stomatitis
a. Etiologi
Denture stomatitis adalahsuatu proses inflamasi pada mukosa mulut dengan
bentuk utama atropik dengan lesi erythematous dan hiperplastik. Suatu istilah
yang digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan patologik pada
mukosa penyangga gigi tiruan di dalam rongga mulut. Perubahan-perubahan
tersebut ditandai dengan adanya eritema di bawah gigi tiruan lengkapatau
sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah. Budtz-Jorgensen
mengemukakan bahwa denture stomatitis dapat disebabkan oleh bermacam-
macam faktor yaitu: trauma, infeksi, pemakaian gigi tiruan yang terus-menerus,
oral hygiene jelek, alergi, dangan gangguan faktor sistemik. Oleh karena itu,
gambaran klinis maupun gambaran histopatologis juga bervariasi, sehingga
perawatannya pun perlu dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan
kemungkinan penyebabnya.
b. Diagnosis
b. Klasifikasi
Stomatitis aphthosa berdasarkan klasifikasinya dibagi menjadi 3:
1. Stomatitis aphtosa minor
Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai
dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser
berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan
dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous.
Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-
keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa
tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan
sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut.
2. Stomatitis aphtosa mayor
Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah
dari tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter
sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi
pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah
berkeratin.
Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya
terbentuk dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan
mengkilat, yang menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan
jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena
keparahan dan lamanya ulser.
3. Ulserasi Herpetiformis
Ulserasi Herpetiformis adalah suatu ulkus yang memiliki vesikel yang
berkelompok. Istilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk
klinisnya (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu)
mirip dengan gingivostomatitis herpetic primer, tetapi dalam hal ini virus
herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR tipe herpetiformis. SAR
tipe herpetiformis ini jarang terjadi yaitu sekitar 5% - 10% dari kasus SAR.
Sekitar sepertiga penderita dengan stomatitis aftosa kambuhan memiliki
riwayat keluarga dengan penyakit ini.
d. Terapi
Terapi stomatitis aftosa rekuren tidak memuaskan dan tidak ada yang
pasti. Terapi dilakukan secara siptomatik. Telah banyak obat yang dicoba
menanggulangi stomatitis namun tidak ada yang efektif. Penatalaksanaan
stomatitis aftosa rekuren ditujukan untuk mengurangi rasa sakit, atau
mencegah timbulnya lesi baru. Rasa sakit dapat dikurangi dengan cara
menghindari makanan yang berbumbu, asam, atau minuman beralkohol.
Anastetikum topikal merupakan obat yang umumnya digunakan dalam
pengobatan stomatitis. Pengolesan anastetikum sebelum makan dapat
mengurangi rasa sakit.
Faktor predisposisi yang berperan perlu ditelusuri agar dapat
meringankan penderitaan pasien. Tujuan dari pengobatan adalah untuk
meringankan penderitaan pasien yang harus berdampingan engan ulserasi
sepanjang hidupnya. Pasien perlu diyakinkan bahwa stomatitis aftosa rekuren
bukan suatu penyakit yang berbahaya walaupun merepotkan. Dengan adanya
keyakinan tersebut kemungkinan tidak diperlukan pengobatan sistemik,
covering agent atau kumur antiseptik.
Masa perjalanan dapat dipersingkat dengan pemberian kortikosteroid
topikal, seperti triamcinolone acetonide 0,1% dalam orabase yang bersifat
adesif. Contoh lain adalah fluocinonide gel yang lebih kuat dan rasanya lebih
enak. Obat dioleskan pada ulserasi 4–8 kali sehari. Untuk lesi yang parah dapat
diberikan kortikosteroid sistemik. Lesi akan segera sembuh sehingga
memperpendek perjalanan lesi selama obat digunakan. Penggunaan secara
sistemik perlu berhati–hati karena apabila terlalu lama digunakan dapat
menimbulkan efek samping. Beberapa ahli ada yang mencoba tetrasiklin yang
dipakai secara topikal atau sistemik. Penggunaan secara topikal dilakukan
dengan melarutkan obat dalam 30 mL air dan digunakan sebagai obat kumur.
Obat–obat sistemik seperti levamisole, inhibitor monoamine oksidase,
thalidomide atau dapsone digunakan untuk penderita yang sering mengalami
ulserasi oral yang serius. Tetapi, penggunaan obat–obat ini harus
dipertimbangkan efektifitas serta efek sampingnya.
Untuk pasien dengan gangguan hematologi maka terapi yang diberikan
kepada pasien anemia karena kekurangan zat besi adalah tablet zat besi yang
berisi ferrous sulfate, ferrous gluconate, dan ferrous fumarate yang diberikan
peroral. Respon tubuh pada terapi biasanya cepat, sel darah merah akan
kembali normal setelah 1-2 bulan. Oleh sebab itu pasien diberikan sulemen
yang berisi zat besi 2x1 sehari yang diminum selama dua minggu.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa lidah buaya memiliki khasiat
bagi kesehatan terutama untuk mukosa mulut antara lain sebagai analgesik,
antiseptik, dan antiinflamasi karena bahan yang terkandung antara lain aloktin
A dan asam salisilat.
BAB III
KESIMPULAN
Stomatitis adalah inflamasi lapisan mukosa dari struktur apapun pada mulut,
seperti pipi, gusi, lidah, bibir, dan atap dasar mulut.Peradangan dapat disebabkan oleh
kondisi mulut itu sendiri, seperti kebersihan mulut yang buruk, kekurangan protein,
penggunaan gigi palsu, atau karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang
terlalu panas, tanaman beracun atau kondisi yang mempengaruhi seluruh tubuh seperti
penggunaan obat, reaksi alergi, terapi radiasi atau gangguan faktor sistemik.
Stomatitis dibagi menjadi 4 tipe :
e. Mycotic stomatitis.
f. Gingivo stomatitis.
g. Denture stomatitis.
h. Apthous stomatitis, dibagi menjadi 3 sub tipe, diantaranya :
Stomatitis aphtosa minor (MiRAS).
Stomatitis aphtosa major (MaRAS).
Ulserasi herpetiformis (HU).
DAFTAR PUSTAKA