Anda di halaman 1dari 7

BARA DAKWAH

Suasana istirahat itu tampak seperti fajar menyinari pagi hari. Seorang anak berlaku
selayaknya seorang ustadz, memberikan pencerahan kepada saudaranya sesama muslim.
Walaupun seorang muslim itu sudah beriman ataupun belum, baginya sama saja sebab
mereka semua berhak mendapatkan ilmu darinya.

Dialah Anton, seorang anak rohis di salah satu dari sekian SMA yang ada, tokoh yang
akan kita temui dalam setiap adegan cerita pendek ini. Anak ini punya wawasan yang luas
tentang agama mulai dari persoalan ibadah, sejarah, dan permasalahan seputar dunia islam.
Karena kelebihannya itu, ia sering jadi tempat bertanya teman-temannya. Hal itu ia
manfaatkan untuk ladang dakwah. Namun, siapakah yang akan menjamin perjalanan dakwah
senantiasa dalam lintasan lurus tanpa hambatan.

Hari itu tiba, hari di mana kerikil-kerikil mulai memasuki dan bertebaran di jalan
dakwah. Satu per satu temannya yang senantiasa berkumpul dan berdiskusi dengannya
berhenti dan membuang muka ketika bertemu. Dia belum tahu apa sebabnya dan kejadian itu
terus berlanjut hingga teman yang berkumpul bisa dihitung dengan satu tangan.

"Teman-teman, kalian tahu tidak apa sebab teman kita yang lain tidak berkumpul
bersama kita lagi?" tanya Anton penasaran pada ke-empat temannya.

"Maaf Anton,ane nggak tahu kenapa mereka seperti itu?" jawab seorang di antara
mereka.

"Mungkin begini. Aku pernah mendengar secara tak sengaja dari teman kita yang
sudah tidak mau kumpul lagi." jelas orang yang disebelahnya, ingin membuat penasaran yang
lain.

"Terus apa yang dikatakannya?" tanya Anton.

"Aku mendengarnya samar-samar. Sepertinya mereka merencanakan sebuah makar."

"Makar? Untuk apa?"

Orang yang ditanya menggeleng-gelengkan kepala, "Entahlah untuk apa."

Tanpa menghiraukan masalah tersebut dengan serius, mereka kembali melanjutkan


diskusinya seputar islam. Hanya tinggal mereka berlima.

Hari demi hari terlewati, tak disangka sebulan sudah berjalan. Perkumpulan mereka
masih sama dalam jumlahnya. Tak ada perubahan meskipun mereka sudah berusaha
mengajak kembali teman yang tidak ikut berkumpul bersama mereka lagi. Setiap kali mereka
ajak, dikatakan kepada mereka perkataan yang tidak pantas diucapkan dan tiada dimengerti
apa yang dimaksudkan, serta menjadi tanda tanya besar bagi mereka. Kenapa dengan Anton
dan kenapa dengan diskusinya. Selama ini mereka tidak mendapatkan pembicaraan yang
aneh dalam diskusi, apa yang dikeluarkan dari mulut Anton berisi, penuh banyak hikmah,
banyak membantu persoalan yang dihadapi mereka, serta relevan dengan zaman sekarang.

Suatu sore, Anton berkumpul dengan pengurus rohis lainnya. Membahas tentang
dakwah mereka di kelas, bagaimana perkembangannya, respon teman-teman, apakah mereka
tertarik dan antusias atau tidak, atau mulai berkurang pengaruh dakwah mereka Tiba giliran
Anton menyampaikan perkembangan dakwahnya, "Ini situasi dakwah di kelasku. Awalnya
banyak memang yang ingin berdiskusi denganku, bahkan waktu istirahat tak mencukupi.
Terkadang saat pulang dipakai juga untuk melanjutkan diskusi yang terpotong." Anggota
rohis selain Anton takjub mendengar ujarannya, yang sebelumnya bangga apa yang
disampaikan sekarang merasa tidak ada apa-apanya.

Anton melanjutkan, "Tapi, sekarang ini sedang mengalami kemunduran..."

"Kenapa Ton?" Nila memotong. "Entah aku tak tahu apa sebabnya. Perlahan-lahan teman-
teman yang berkumpul denganku berkurang hingga sekarang tersisa empat orang. Dan
kudengar dari mereka ada yang sengaja mempengaruhi teman-teman untuk tidak berkumpul
denganku lagi." jelas Anton dengan wajah murung.

"Tak usah bersedih kawanku. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama. Kau tidak
sendiri." Diki menasehati.

"Wis, tenang aja bro. Sing gini mah biasa. Namanya juga dakwah. Terus iki juga nih,
Diki, sok dramatis. Gak demen aku liatnya." kata Purwo menepuk pundak Anton lalu
menoleh ke Diki.

"Terserah aku donk, kan suasanana lagi begini. Cocokna ya begitu." balas Diki
dengan logat sundanya. "Eh, udah sih berantemnya. Keburu maghrib nih." cela Nila.

Mereka meneruskan untuk mencari problem solving dakwah di kelas Anton setelah
memekarkan hatinya yang pesimis.

***

"Eh, kalau dipikirkan lagi perkataan mereka itu benar juga tho." ujar Dimas, siswa
yang biasa berdiskusi dengan Anton saat istirahat.
"Kau itu ngomong apa? Udah jelas perkataannya itu benar bukan omong kosong."
bantah Rizal.

"Ya aku setuju dengan Dimas. Yang diomongin Anton tuh mengada-ngada saja.
Sumbernya dari mana kali." dukung Rozi terhadap ujaran Dimas.

"Jelas sumbernya dari Rasulullah saw. Masa kamu nggak tahu." bantah Rizal lagi, dia
mulai merasakan firasat buruk.

"Kan dia belum ada pas zamannya. Jadi gak mungkin dong, dia bisa tahu itu persis
dari Rasulullah saw." kata Dimas.

Tiga dari Empat anak itu seolah mengiyakan pendapat Dimas. Rizal yang mengetahui
keadaan itu cepat-cepat mengambil tindakan untuk mencengah pikiran mereka yang itu. "Ya,
kalian ini gimana tho. Dia tahu karena banyak baca buku."

"Alah, zaman sekarang kan harus hati-hati kalo baca buku. Kan ada pengarang buku
yang berniat menyesatkan manusia melalui tulisannya."

"Ya sudahlah kalau kamu mau ikuti Anton, ikuti aja situ. Cuma gak usah ceramahi
kita sama kata-katanya itu, nanti kita terpengaruh lagi." kata Dimas kepada Rizal, sinis.

Seberapapun hebatnya Rizal membujuk, mereka tak mau mendengar dan tetap kekeh
dengan pendapat Dimas, yang alih-alih ketua kelompok kecil-kecilan itu. Pergilah Rizal
meninggalkan teman-temannya yang ikut keracunan fitnah. Dia berfikir bagaimana dengan
Anton ketika dia mengetahui keadaan sudah sedemikian parah. Sudah ditebak yang yang
mendengarkan pembicaraan Anton hanya dia sendiri. Dan dia yang paling tahu watak
temannya itu. Jika terjadi yang seperti ini, bisa dipastikan kemurungan melanda jiwanya dan
bisa berefek buruk terhadap prestasinya. Tapi, walaupun pahit harus ia sampaikan juga hal
itu padanya.

Tibalah jatah istirahat hari esok. Rizal menceritakan yang terjadi dengan basa-basi di
awal kepadanya. Yang ditakutkan datang akhirnya datang juga. Rizal dengan cekatan
mengolah perbincangan sedemikian rupa hingga jiwa Anton terbebaskan dari rasa cemas.
Sahabatnya itu mengajak diskusi untuk memecahkan masalah ini. Masalah yang tak bisa
dilihat sebelah mata. Sebagian guru telah mengetahui berita palsu itu. Ada yang percaya dan
tidak percaya.

Ditambah lagi pembina rohis percaya akan hal itu, tapi hanya setengah sebab dia
masih menyelidiki lebih lanjut kabar tersebut. Pembina rohis yang mengajar pelajaran agama
itu selalu mencoba bertanya pada Anton atau memancingnya mengeluarkan suara guna
mencari tahu kebenaran kabar yang didengarnya.

Namun, yang namanya kejahatan tidak selalu dalam posisi kalah. Kadang ia mencapai
prestasi, meraih satu tingkat di atas kebenaran. Pembina rohis tidak menemukan tanda-tanda
kebenaran pada kabar angin itu, yang ia lihat Anton berbicara benar tak ada yang aneh
dengan pemikirannya. Tapi malang tak dapat dielak. Temannya yang menjadi musuh pandai
membolak-balikkan kata. Dituduhnya si Anton hanya menutupi kedok di depan guru, sedang
di luar dia keluarkan pemikiran anehnya. Alex, si musuh dalam selimut itu hanya
menambahkan perkataan-perkataan dusta ketika berbicara mengenai apa yang biasa
disampaikan Anton pada waktu istirahat.

Sayang sungguh disayang, guru agama itu percaya saja dengan kata-katanya. Konon
kata-kata yang dikeluarkan Alex bukan sembarang kata. Ia mrnjadi suatu seni yang dapat
mempengaruhi orang untuk percaya padanya. Mungkin itu bakat sejak lahir yang terus
terasah, pernah dia membohongi teman-temannya sewaktu SD dan anehnya temannya tak
merasa dibohongi.

Dibalik itu, Anton dan kawannya Rizal berusaha membujuk kembali teman mereka
agar tidak ikut terhasut kabar yang tak jelas asal-usulnya itu. Susah dan perlu perjuangan
dalam menghadapi kasus itu karena mereka sering menerima cuekan. Tapi berkat kesabaran,
perlahan-lahan membuahkan hasil. Satu per satu dari mereka lunak hatinya dan kembali
berdiskusi dengan Anton seperti biasanya.

Hingga Alex memulai rencananya…

"Bagaimana, apa yang dia ceritakan kepada kalian?" tanya Alex.

"Dia membicarakan tentang niat sholat yang harus tulus dan ikhlas semata-mata
karena Allah saat akan shalat."

"Baik.. Begini, kita akan balikkan perkataannya bahwa shalat hanya perlu niat yang ikhlas,
sehingga dengan niat saja kita sudah shalat. Kalian yang akan jadi saksiku di depan pembina
rohis. Oke,"

"Gampang bos.."

Keesokan harinya ia memberitahukan hal itu kepada pembina rohis, beberapa temannya juga
ikut. Alex menceritakan dengan kelincahan lidahnya, membuat berita-berita palsu dan
menyampaikannya seperti menyampaikan kebenaran. Pembina rohis itupun jadi percaya dan
membuat keputusan bersama, perlakuan apa yang harus diperbuat kepada Anton agar
menghentikan dikusi sesatnya.

Esoknya Anton dipanggil untuk masuk ke ruangan pembina rohis, saat itu waktu
istirahat. Anton menduduki kursi yang ada dihadapannya tanpa tahu maksud guru agamanya
memanggil dia. Ia hanya menunggu mulut guru itu membuka. "Anton, bapak mau minta
sama kamu..."

"Ya, pak?" Anton menyahut. "Coba kamu hentikan dulu kegiatan kamu saat istirahat."

Tentu kaget Anton mendengarnya. Lantas ia bertanya penuh keheranan, "Memangnya


kenapa Pak. Mereka itu senang jika saya berdiskusi dan juga pengetahuan mereka bertambah.
Lagipula ini kan program rohis kita Pak"

"Yah, bapak tahu. Tapi isi diskkusi kamu yang bapak tidak setujui. Selagi bapak
peringatkan dengan baik tolong laksanakan perintah ini."

"Memang di bagian mana yang tidak setuju Pak. Tunjukkan pada saya Pak selaku
orang yang mengemban amanah ini."

"Kamu nggak usah banyak tanya. Harusnya kamu sadar sendiri, dan bapak tahu apa
yang kamu sampaikan. Lebih baik kamu turuti perintah bapak."

"Tapi pak.." Anton mengotot.

"Kamu mau belajar di luar kelas atau di dalam?" ancam guru agama itu.

Setelah diberikan ancaman Anton tak bisa berbuat apa-apa selain tunduk saja pada
guru yang di depan meja. Kembalilah ia dengan murung. Dia merasa gagal menjalankan
tugasnya sebagai anak rohis. Juga hasrat berdiskusi akan hilang dari dirinya, hasrat yang
merupakan bawaan dari lahir. Yang sudah menjadi hobinya, kalau tak dipenuhi sekali saja
dunia terasa hampa baginya.

Ia masuk kelas, menuju tempat duduknya di tengah barisan meja ketiga dari pintu.
Dia duduk dan merenung sendirian di kelas. Sedang yang lainnya menghabiskan uang demi
perut. Sebelum bel berbunyi, sohibnya, Rizal, datang menghampiri dengan tangan berisi
makanan. Spontan Rizal menanyakan yang terjadi pada temannya setelah mengetahui putus
asa yang tergurat di wajahnya. Mengalirlah sebuah berita pahit dari mulutnya ke telinga
Rizal.
Rizal meresap informasi tersebut dengan kesal karena tak menyangka orang itu
melakukan perbuatan seperti ini. Saat itu pula timbul di hatinya keinginan masuk rohis dan
membantu sohibnya.

Maka sepulang sekolah mereka berdua berkumpul dengan anak-anak rohis lainnya
dan memberitakan apa yang terjadi. Timbullah perbincangan sengit dalam pertemuan itu
sebab sudah berhubungan ke pembina rohis mereka. Setengah jam berlalu, akan tetapi
mereka belum menemukan keputusan. Sesaat kemudian salah satu dari mereka berpendapat.

"Ikhwan dan Akhwat sekalian, ini masalah besar sedangkan dakwah harus terus berjalan
apapun yang terjadi. Walaupun harus belajar di luar kelas kita harus tetap berdakwah, ini
sebuah ujian. Ingat, Allah bersama kita dan Dia pasti akan membantu kita, serta menyediakan
akhir perjalanan dakwah yang indah jika kita terus konsisten. Dan tentu kalian ingat
perjuangan para rasul bukan?"

Semua teringat akan rasul-rasul yang berjuang dengan peluh darah dan keringat dan
berakhir kemenangan di tangan mereka. Semua sepakat agar Anton meneruskan dakwahnya
saat istirahat. Juga timbul kembali semangat dakwah dalam jiwanya.

Keesokan harinya, Anton tetap melanjutkan diskusi kecil-kecilannya. Yang


mengikutinya pun makin bertambah. Dia serasa tak peduli terhadap ancaman pembina rohis,
Yang terdapat di otaknya sekarang hanya sebuah pemikiran jikalau yang dilakukan adalah
kebenaran kenapa harus berhenti melakukannya. Diskusi yang tetap berjalan itu membuat
Alex menjadi kesal kenapa dia tetap melakukannya padahal sudah dilarang.

Alex langsung mengadukan hal itu ke pembina rohis. Merencanakan sesuatu yang
buruk bagi Anton. Akhirnya muncul kesepakatan di antara mereka yaitu mengeluarkan Anton
pada saat belajar agar dia belajar dari luar kelas.

Dimulai ketika pelajaran agama, guru itu meminta agar Anton keluar dan memberikan
pilihan apakah dia mau belajar dari luar kelas atau terserah melakukan apa saja di luar yang
penting tidak mengganggu suasana belajar. Spontan yang lain bertanya kenapa Anton
dikeluarkan dari kelas. Guru itu hanya memberikan penjelasan bahwa yang dilakukannya
pada saat istirahat tidak baik. Setiap ada yang protes, tidak dihiraukan dan menyuruh diam.
Guru agama itu hanya berpikir, sebuah keputusan harus tetap berjalan walau ada pertentangan
di dalamnya.
Semakin hari berjalan , Anton belajar diluar tidak hanya pada saat pelajaran agama
tetapi juga pelajaran lainnya, sehingga hampir setiap pelajaran dia belajar melalui jendela
kaca.

Sebagai seorang sudah memegang kata-katanya pada rapat rohis yang lalu, Anton
bersikap tegar menghadapi cobaan yang dihadapinya. Ia meyakinkan dirinya bahwa ini
adalah ujian dari Allah. Ia yakin Allah akan menolong orang yang menolong agamanya.
Dakwah pada teman-temannya terus ia jalankan, kali ini ia mengganti jadwalnya menjadi
selepas sekolah di tempat dan hari tertentu. Hal ini ia lakukan karena melihat kondisi yang
ada. Temannya, Rizal, juga membantunya tanpa kenal lelah.

Hari-hari penuh ujian terus mereka lewati dengan tegar. Dan Allah pun selalu bersama
orang yang berjuang di jalan-Nya. Teman-teman Anton satu kelas makin tersadar akan
kebenaran yang disampaikan dari mulutnya hingga mereka semua mengikuti majlis ilmu
yang dibuat Anton kecuali para pembuat makar.

Mengetahui hal itu Alex menggaruk-garuk kepalanya sendiri, dia tidak percaya
dengan apa yang terjadi. Ia merasa sebuah kekalahan mendatanginya.

BIODATA

Nama : Victor Suryaman


Alamat : Kp. Sabi No.9 RT 05/02 Kel Bencongan/Kelapa Dua Kab. Tangerang
Status : Mahasiswa Mahad Aly An-Nuaimy Jakarta Selatan
No HP : 083812377617
Alamat Surel : firzenus@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai