Teori Koagulasi-Flokulasi Sedimentasi Da
Teori Koagulasi-Flokulasi Sedimentasi Da
BAB II
TEORI DASAR PERENCANAAN
dispersi London ini termasuk gaya yang relatif lemah, karena interaksi
yang terjadi adalah antar molekul nonpolar. Contoh molekul yang
mengalami gaya london diantaranya: gas hidrogen, gas nitrogen,
metana dan gas-gas mulia.
Gambar 2.4. Gaya London pada Molekul H2, N2, CH4, dan Gas mulia
Dua buah molekul nonpolar berinteraksi, kemudian salah satu molekul
mulai terkutubkan karena pergerakan elektron yang bebas membentuk
dipol sesaat. Disebut dipol sesaat karena dipol molekul tersebut dapat
berpindah milyaran ribu kali dalam satu detik. Pada saat berikutnya dipol
itu hilang atau bahkan sudah berbalik arahnya. Molekul tersebut
kemudian menginduksi molekul non polar yang lainnya. Sehingga terjadi
gaya dipol terinduksi. Oleh karena itu, gaya antar molekul ini disebut
gaya dipol sesaat-dipol terinduksi (gaya dispersi
London).
Gaya van der Waals dan gaya elektrostatik saling meniadakan. Kedua gaya
tersebut nilainya makin mendekati nol dengan makin bertambahnya jarak
antar koloid. Resultan kedua gaya tersebut umumnya menghasilkan gaya
tolak yang lebih besar (Gambar 2.7). Hal ini menyebabkan partikel dan
koloid dalam keadaan stabil.
2.1.3. Koagulasi
Koagulasi merupakan proses dimana bahan kimia (koagulan) ditambahkan
ke sistem pengolahan air (minum atau limbah) untuk membentuk partikel/ materi
halus menjadi partikel yang berukuran lebih besar sehingga dapat mengendap
dengan cepat. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan
terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang
diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan
sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat
mudah larut dalam air (soluble)dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut
dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi
antara lain:
Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik
dimana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan
partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok;
Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup
reaktif pada koloid;
Derajat pH yang optimum untuk alum berkisar 4,5 hingga 8, karena aluminium
hidroksida relatif tidak terlarut.
Ferro sulfat membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida agar
menghasilkan reaksi yang cepat. Untuk itu, Ca(OH)2 ditambahkan untuk
mendapatkan pH pada level di mana ion besi diendapkan sebagi Fe(OH)3. Reaksi
ini adalah reaksi oksidasi-reduksi yang membutuhkan oksigen terlarut dalam air.
Dalam reaksi koagulasi, oksigen direduksi dan ion besi dioksidasi menjadi ferri,
di mana akan mengendap sebagai Fe(OH)3.
2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + 1/2 O2 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
Untuk berlangsungnya reaksi ini, pH harus sekitar 9,5 dan kadang-kadang
stabilisasi membutuhkan kapur berlebih.
Penggunaan ferri sulfat sebagai koagulan berlangsung mengikuti reaksi:
Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2
Reaksi ini biasanya menghasilkan flok yang padat dan cepat mengendap.
Jika alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, diperlukan penambahan kapur.
Rentang pH optimum adalah sekitar 4 hingga 12, karena ferri hidroksida relatif
tidak larut dalam rentang pH ini.
Reaksi ferri klorida sebagai koagulan berlangsung sebagai berikut:
2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2 + 6CO2
Penambahan kapur diperlukan bila alkalinitas alami tidak mencukupi.
2FeCl3 + 3Ca(OH)2 2Fe(OH)3 + 3CaCl2
Reaksi ferri klorida berlangsung pada pH optimum 4 sampai 12. Flok yang
terbentuk umumnya padat dan cepat mengendap.
𝑃
G = (µ .𝑉)^0,5
Gambar 2.10. Tipe paddle (a) tampak atas, (b) tampak samping
Gambar 2.11. Tipe turbine dan propeller. (a) turbine blade lurus, (b) turbine
blade dengan piringan, (c) turbin dengan blade menyerong, (d) propeller 2
blade, (e) propeller 3 blade (Qasim, dkk., 2000)
Gambar 2.13. Paddle wheel dengan blade tegak lurus aliran air (tipe
horizontal shaft)
2.1.4. Flokulasi
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk
mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses
koagulasi.Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan
serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin
lamamakin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan
faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka
gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai
gradient terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat
tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan.
Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak
flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama
terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi
proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok.
2.2. SEDIMENTASI
2.2.1. Definisi Unit Sedimentasi
Unit sedimentasi merupakan peralatan yang berfungsi untuk memisahkan
solid dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan
konsentrasi lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.
Lingkaran (circular)
Zona Inlet, zona ini mendistribusikan aliran air secara merata pada bak
sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua
fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih
mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik.
Zona inlet didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular.
Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun
menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding
memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi.
Didesain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak
sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
Zona Pengendapan, dalam zona ini air mengalir pelan secara horizontal ke
arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel
tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
Zona Lumpur:
-Lumpur terakumulasi
-Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scapper
Zona Outlet, seperti zona inlet, zona outlet atau struktur effluent
mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan
FD = CD AC ρ (vs2/2)
Dimana:
FD = gaya drag, N
CD = koefisien drag
AC = luas potongan melintang partikel, m2
vs = kecepatan pengendapan, m/detik
atau
2𝑔 (ρ𝑠 – ρ) 𝑉
vs = √ CD ρ AC
4𝑔 (ρ𝑠 – ρ)
vs = √ 𝑑
3CD ρ
atau
4𝑔
vs = √3𝐶 (𝑆𝑔 − 1)𝑑
𝐷
ρ𝑠
dimana Sg adalah spesific gravity ( ρ ). Besarnya nilai CD tergantung
Atau
𝑔
Vs = 18 𝑣 (ρ𝑠 – ρ)𝑑 2
4. Sedimentasi Tipe IV
Merupakan unit lanjutan dari sedimentasi tipe III, dimana terjadi
pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi
lumpur yang tinggi.
Gambar 2.26. Contoh Pengendapan pada final clarifier untuk proses lumpur aktif
2.3.FILTRASI
2.3.1. Umum
Filtrasi adalah suatu proses pemisahan zat padat dari fluida (cair maupun
gas) yang membawanya menggunakan suatu medium berpori atau bahan berpori
lain untuk menghilangkan sebanyak mungkin zat padat halus yang tersuspensi dan
koloid. Pada pengolahan air minum, Filtrasi digunakan untuk menyaring air hasil
dari proses koagulasi – flokulasi – sedimentasi sehingga dihasilkan air minum
dengan kualitas tinggi. Di samping mereduksi kandungan zat padat filtrasi dapat
pula mereduksi kandungan bakteri, menghilangkan warna, rasa bau, besi dan
mangan.
Pada filtrasi dengan media berbutir, terdapat tiga phenomena proses, yaitu:
1. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi, dan gaya tarik
antar partikel
2. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining, adsorpsi
(fisik - kimia), biologis
3. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak
menolak
V. Pretreatment :
1. Kogulasi – flokulasi – sedimentasi
2. Direct filtration
Gambar 2.27. menjelaskan keadaan filter saat beroperasi dan pada saat pencucian
(back washing).
Gambar 2.28. Potongan filter saat operasi dan pencucian balik (back wash)
Media
Media filter dapat tersusun dari pasir silika alami, anthrasit, atau
pasir garnet. Media ini umumnya memiliki variasi dalam ukuran,
bentuk, dan komposisi kimia.
Secara umum, filter pasir lambat hampir sama dengan filter pasir
cepat. Filter lambat tersusun oleh bak filter, media pasir, dan sistem
Tabel 2.6. Kriteria untuk Filter Pasir Cepat dan Filter Pasir Lambat
Kriteria Filter Pasir Cepat Filter Pasir Lambat
Kecepatan filtrasi 4 – 21 m/jam 0,1 – 0,4 m/jam
Ukuran bed Kecil 40 – 400 m2 Besar, 2000 m2
Kedalaman bed 30 – 45 cm kerikil, 60 – 70 30 cm kerikil, 90 – 110 cm
cm pasir, tidak berkurang pasir, berkurang 50 – 80 cm
saat pencucian saat pencucian
Ukuran pasir Effective size >0,55 mm, Effective size
uniformity coefficient <1,5 0,25-0,3 mm, uniformity
coefficient 2-3
Effective Size (ES) atau ukuran efektif media filter adalah ukuran media filter
bagian atas yang dianggap paling efektif dalam memisahkan kotoran yang
besarnya 10 % dari total kedalaman lapisan media filter atau 10 % dari fraksi berat,
ini sering dinyatakan sebagai P10 (persentil 10). P10 yang dapat dihitung dari
ratio ukuran rata- rata dan standar deviasinya.
dibutuhkan, dan ada kemungkinan media filter dapat terbawa keluar sampai ke
dalam gutter-gutter air pencuci.
Pada umunya durasi pencucian menggunakan sistem backwash
berlangsung antara 10 – 15 menit. Proses pencucian filter akan membersihkan
media filter dari kotoran yang menempel akan tetapi proses pembersihan tersebut
dapat meningkatkan terbentuknya “mud ball”. Mud ball merupakan
penggumpalan dari kekeruhan yang terkoagulasi, flok, pasir, dan bahan pengikat
lainnya. Mud ball menyerupai agar-agar pada permukaan media filter akibat
proses pencucian filter yang kurang sempurna.
Filter yang bersih merupakan awal yang baik untuk menyaring air dari
sedimentasi. Tindakan lain yang digunakan agar media tidak cepat kotor sehingga
harus melakukan backwash lebih sering adalah dengan penggunaan polimer
sebagai langkah awal. Selain itu pencucian filter juga harus melihat dari segi
ekonomisnya karena air yang digunakan untuk proses pencucian merupakan air
bersih yang siap untuk didistribusikan pada masyarakat. Pada umumnya air yang
digunakan untuk pencucian filter antara 10-15% dari air bersih yang dihasilkan