Laporan Kasus - GBS
Laporan Kasus - GBS
o Tujuan:
1. Menegakkan diagnosis Gullian Barre Syndrome
2. Manajemen dan tatalaksana awal Gullian Barre Syndrome
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan E-mail 244
Diskusi
Data Pasien Nama : Sdra. L No Registrasi : 233907
1
Nama fasilitas kesehatan: RS PTPN X Jember Klinik Telp : 0852xx Terdaftar sejak : 28/06/18
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Keluhan Utama : Lemas dan lesu di ker dua kaki
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSJK dengan keluhan lemes dan lesu di ke 2 kaki sejak 1 minggu ini lemes dan lesu bertambah
berat,keluhan awalnya di sertai diare sejak 2 minggu yang lalu,diare berlangsung selama 4 hari,diare encer tanpa ampas
disertai demam selama 4 hari naik turun sudah minum obat.
3. Riwayat Pengobatan: Obat demam tablet dan obat diare
Riwayat Kesehatan/Penyakit Dahulu: Tidak ada
4. Riwayat Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang punya keluhan sama seperti pasien
5. Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap
6. Riwayat Tumbuh Kembang : Pasien berkembang sesuai dengan usianya
7. Riwayat Psikososial : Pasien merupakan anakyang aktif dan berinteraksi baik dengan lingkungan sekitarnya
8. Pemeriksaan Fisik (dilakukan tanggal 28/06/2018 di IGD)
Status Generalis
vital sign GCS CM, napas 30x/menit, nadi 134x/menit, suhu 39,4C,berat badan 57 kg
kepala anemis - / icterus - / cyanosis - / dyspneu -, mata cowong +
thorax simetris, retraksi - , vesikuler/vesikuler, ronkhi -, wheezing -, S1S2 tunggal, murmur -, gallop -
2
abdomen soepel, hepar-lien tidak teraba. nyeri -, bising usus + meningkat
extremitas akral hangat kering pucat, capillary refill time<2, edema -,
9. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (28/06/18)
Darah lengkap
Hb 16.9 g/dl
WBC 9.600
PLT 390.000
PCV 47,2%
Diff
Segmen 57
Monosit 5
Lymfosit 38
FAAL HATI
SGPT (ALT) 15 U/L
SEROLOGI
Tubex TF =2: Negatif
3
ELEKTROLIT
KALIUM 3.65 MEq/l
NATRIUM 139.1 MEq/l
CLORIDE 103.9 mol/l
CALSIUM 9.6 mg/dl
DAFTAR PUSTAKA
1. Evil Science. 2008. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net
2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers, Editor. University Medical Center Rotterdam.
Netherlands; 2004
3. Evidence Center. 2011. Available from: http://bestprice.bmj.com/bestpractice/monograph/176/basics/epidemiology.html
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005
5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis.
Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.
6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment
7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27
8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from : http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre
syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from : http://www.netterimages.com/image/63612.htm
10. PDSSI, Editor : Harsono, Buku Ajar Neurologi Klinis, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005
4
11. Mack, KJ, Sindrom Guillain-Barre, http://www.emedicine.com, 2013
12. Howard, L. Werner, Lowrence P. Levitt, Buku Saku Neurologi, Edisi ke V, EGC, Jakarta, 2001
13. Asnawi C. Margono, Neuropati, Kapita Selekta, Edisi TI, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1996
14. Mardjono M, Sidharta P, Neurologi Klinis Dasar, Edisi VIII, Dian Rakyat, Jakarta, 2000
15. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome, http://www.americanfamilyphysician.com, May 2004
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Pengetahuan tentang penegakan diagnosis dari Gullian Barre Syndrome (GBS)
2. Patogenesis Gullian Barre Syndrome (GBS)
3. Pengetahuan tentang tatalaksana awal Gullian Barre Syndrome (GBS)
4. Edukasi tentang epidemiologi,komplikasi dan prognosa Gullian Barre Syndrome (GBS)
5
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pendahuluan
Gullian Barre Syndrome ialah polyneuropathy yang dapat berlangsung
akut maupun sub-akut, dapat terjadi spontan atau sesudah terjadi infeksi.
Pada pemeriksaan patologis, belum pernah ditemukan di dalam penderita
mikroorganisme penyebab.
Gullian Barre Syndrome (GBS) merupakan penyebab kelumpuhan yang
cukup sering terjadi pada usia dewasa muda. GBS sering mencemaskan
penderita dan keluarga karena terjadi pada usia produktif , terkadang
dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian,meskipun pada
umumnya mempunyai prognosa yang baik.
Gullian Barre Syndrome (GBS) mulanya mempengaruhi sistem saraf
perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan akut di daerah
tubuh bagian bawah yang bergerak kearah ekstremitas atas dan wajah.
Secara bertahap pasien kehilangan semua reflex lalu mengalami
kelumpuhan tubuh lengkap.
2. Epidemiologi
Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum
banyak.Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di
Indonesia adalah decade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah
penderita laki - laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di
Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki – laki dan wanita 3 : 1
dengan usia rata – rata 23,5 tahun. Insiden Tertinggi pada bulan April
s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau.
3. Definisi
6
4. Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan
pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya
dengan terjadinya GBS, antara lain :
Infeksi :
o Chlamydia
o Campylobacter jejuni
o Hepatitis B
o Micoplasma pneumoniae
o Cytomegalovirus
o Epstein – barr virus
o Human immunodeficiency virus (HIV)
Vaksinasi
o Group A streptococci
o Rabies
o Influenza
Penyakit sistemik
o Keganasan
o Systemic lupus erythematosus
o Tiroiditis
o Penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
7
5. Patogenesa
Kebanyakan pasien Gullian Barre Syndrome (GBS) menunjukkan
ketidakadaan atau dalam kondisi perlambatan aksi serat saraf. Konduksi
ini merupakan hasil dari demyelinisasi akson. Saraf perifer dan radiks
saraf merupakan bagian terbesar yang mengalami demyelinisasi,
namun saraf cranial juga dapat terserang.
8
Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari GBS
9
4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :
10
6. Patofisiologi
Terjadi reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema pada saraf yang
terganggu. Infiltrat terdiri dari atas sel mononuclear. Pada permulaan
penyakit,sel-sel infiltrate didominasi oleh sel limfosit,makrofag dan sel-
sel PMN.setelah perkembangan penyakit infiltrate di donimasi oleh sel
plasma dan sel mast. Serabut saraf mengalami degenerasi segmental
dan aksonal.
11
7. Klasifikasi
12
degenerasi aksonal sensoris, sehingga pada kasus ini sering ditemukan
gangguan pada sensoris.
13
8. Gambaran Klinis
Kelemahan
o Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang
ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh
bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai
atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal
daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot
pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan,
berkembang secara akut dan berlangsung selama
beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar
dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan
kegagalan ventilasi.
14
Nyeri
o Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan
GBS, 89% pasien melaporkan nyeri yang disebabkan GBS
pada beberapa waktu selama perjalanannya.
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu,
punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan
sebagai sakit atau berdenyut.
o Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari
pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias
sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,
atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di
ekstremitas bawah daripada di ekstremitas
atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu
pada 5-10% pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa
dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai
berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait
dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).
Perubahan Otonom
o Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam
sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada
pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing,
Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan
/ atau diaphoresis
o Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis
lambung dan dismotilitas usus dapat
ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien
dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang
parah.
15
Pernafasan
o Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki
kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang
khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;
Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan,
Bicara cadel
o Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan
pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari
pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit
mereka.
16
Gambar 5 Gejala Klinis GBS
17
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
18
kecepatan konduksi motor (84%). Manifestasi elektrofisiologis yang
khas tersebut, yakni, prolongasi atau absennya respon gelombang F
yang menandakan keterlibatan bagian proksimal saraf, blok hantar saraf
motoric, serta berkurangnya KHS. Degenerasi aksonal dengan potensial
fibrilasi yang dapat dijumpai 2 – 4 minggu setelah awitan gejala telah
terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta
disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan
yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan
penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan
yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan
denervasi EMG.
19
diagnostic tambahan, terutama bila temuan klinis dan elektrodiagnostik
memberikan hasil yang sama.
5. Pemerikasaan lain
20
10. Diagnosa
Diagnosis GBS terutama ditegakkan dari temuan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase, yakni :
Fase Progresif
Pada umumnya, fase progresif berlangusng selama dia sampai 3
minggu sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap yang
dikenal sebagai “titik nadir”. Pada fase ini timbul nyeri, kelemahan
bersifat progresif dan gangguan sensorik. Derajat keparahan gejala
bervariasi dan tergantung seberapa berat serangan yang muncul
pada penderita. Penatalaksaan secepatnya akan mempersingkat
transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko
kerusakan fisik yang permanen.
Fase Plateau
Fase progresif akan diikuti oleh fase yang stabil dimana tidak
didapati baik perburuan ataupun perbaikan gejala serangan telah
berhenti namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase
berikutnya, yaitu fase penyembuhan. Pada pasien biasanya didapati
nyeri hebat akibat peradangan saraf serta kekakuan otot dan sendi.
Keadaan umum penderita sangat lemah dan membutuhkan
istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi. Terapi ditujukan
terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau
mempertahankan fungsi yang masih ada. Pengawasan terhadap
21
tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan
cairan, serta status generalis perlu dilakukan dengan nutrisi,
imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Lama fase ini tidak dapat di
prediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase
penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin
bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum
dimulainya fase penyembuhan.
Fase penyembuhan
Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan dimana terjadi
perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti
memproduksi antibody yang menghancurkan mielin dan gejala
berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi.
Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk
membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan
otot yang normal dan optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang
berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu
bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap
menunjukkan gejala ringan sampai waktu yang lama setelah
penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat
kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
23
Miastenia Gravis akut : Tidak muncul sebagai paralisis asendens,
meskipun terdapat ptosis dan kelemahan oculomotor. Otot
mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia,
otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas serta tidak
didapati deficit sensorik ataupun arefleksia.
Thrombosis arteri basilaris : Dapat dibedakan dari GBS dimana
pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas
gelombang F, sedangkan pada infark batang otak terdapat
hiperefleks serta reflex patologis Babinski.
Paralisis periodic : Ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa
keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hyperkalemia. Pada
GBS, terdapat paralisis umum yang mendadak dan boleh
menyebabakan paralisis otot respirasi
Botulisme : didapati pada penderita dengan riwayat paparan
makanan kaleng yang terinfeksi, dimana gejala dimulai dengan
diplopia, disertai dengan pupil yang non-reaktif pada fase awal, serta
adanya bradikardia, yang jarang terjadi pada pasien GBS
Tick paralysis : Terjadi paralisis flasid tanpa keterlibatan otot
pernafasan, umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya
kutu yang menempel pada kulit.
Porfiria intermiten akut : terdapat paralitik respiratorik akut dan
mendadak, namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen
dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta. Pada GBS,
terdapat keterlibatan paralisis otot respirasi, namun hasil
pemeriksaan urin dalam batas normal.
Neuropati akibat logam berat : Umumnya terjadi pada pekerja
industry dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala
lebih lambat dari pada GBS.
Cedera medulla spinalis : Ditandai oleh paralisis sensorimotor
dibawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hamper sama
yakni pada fase syok spinal, dimana reflex tendon akan menghilang.
Poliomielitis : Didapati demam pada fase awal, myalgia hebat, gejala
meningeal,yang di ikuti oleh paralisis flasid asimetrik.
24
Mielopati servikalis : Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan
pernafasan jika muncul paralisis, deficit sensorik pada tangan atau
kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta reflex tendon akan
hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam
melawan gaya gravitasi.
25
GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien
dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah
onset penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat
berlangsung bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus
diberitahu tentang keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah
ekspektasi yang berlebihan atau pesimistik. Kesembuhan pasien
berlangsung selama tahun – tahun pertama, terutama enam bulan
pertama, tetapi pada sebagian besar pasien dapat sembuh sempurna pada
tahun kedua atau setelahnya.
Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa
tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa
lebih umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada
pasien dengan ventilator.
Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia
dan hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien
dengan GBS gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik,
hiponatremia, dan defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.
Belum ada drug of choice yan tepat untuk GBS. Yang diperlukan
adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan memburuknya situasi
sebagai akibat perjalanan klinik yang memberat sehingga mengancam
otot-otot pernafasan.
26
Gambar 7 Indikasi Ventilator
Terapi farmakologis
Kortikosteroid
27
Plasmaparesis
Imunoglobulin Intravena
28
efikasi IVIg dana plasmaparesis dalam 147 pasien dan tidak ada kelompok
control. Hasil studi ini menunjukkan bahwa IVIg tidak hanya efektif dalam GBS
tetapi juga jauh lebih efektif dibandingkan plasmaparesis. Pada penelitian
tentang terapi IVIg pada kasus GBS pada anak yang dilakukan oleh
Korinthenberg et al ditemukan bahwa pengobatan dengan IVIg pada kasus
GBS ringan tidak mengubah tingkat keparahan penyakit tetapi dapat
mempercepat perbaikan klinis penderita. Dosis optimal yang dapat diberikan
pada penderita GBS adalah 400 mg/kg yang diberikan selama 6 hari. Efek
samping yang muncul dalam penggunaan IVIg dikatakan ringan dan jarang
terjadi. Meskipun efek samping dikatakan ringan dan jarang terjadi, pemberian
pertama biasanya dimulai dengan kecepatan rendah yaitu 25 – 50 cc/jam
selama 30 menit dan ditingkatkan secara progresif 50cc/jam setiap 15-20 menit
hingga 150-200cc/jam. Efek samping ringan berupa nyeri
kepala,mual,menggigil, rasa tidak nyaman pada dada, dan nyeri punggung
muncul pada 10% kasus dan mengalami perbaikan dan penurunan kecepatan
infus serta dapat dicegah dengan premedikasi berupa acetaminophen,
Benadryl dan bila perlu methylprednisone intravena. Reaksi moderate yang
jarang terjadi meliputi meningitis neutropenia. Macular hiperemis pada telapak
tangan, telapak kaki, dan badan dengan adanya deskuaminasi. Sementara itu,
reaksi berat dan jarang sekali muncul berupa anafilaksis, stroke, infark
miokardial akibat sindrom hiperviskositas.
14. PROGNOSIS
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat
bertahan dengan penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita
dapat bertahan dengan gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa
gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain pada
pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi plasmaparesis
dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan
pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.
Faktor yang mempengaruhi buruknya prognosis :
29
2. Umur tua
3. Kebutuhan dukungan ventilator
4. Perjalanan penyakit progresif & berat
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik
tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau
mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa
dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:
a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal
b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat
onset
c. progresifitas penyakit lambat dan pendek
d. pada penderita berusia 30-60 tahun
30
31