Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) atau biasa disebut infeksi pada kelamin adalah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Yang termasuk IMS adalah Syphillis, Gonorhoe,
jengger ayam, herpes genetalis, HIV/AIDS, dan lain-lain. Meskipun masih sedikit bukti-bukti
empiris tentang munculnya berbagai infeksi menular di negara berkembang seperti di Indonesia,
tetapi data faktual telah menunjukkan bahwa infeksi menular khususnya infeksi menular seksual
(IMS) semakin hari semakin bertambah jumlah pasien yang tidak tertolong. Penderita IMS
adalah penderita yang mempunyai gejala seperti gejala penyakit yang datangnya secara lambat/
menahun/ kronis.
Penyebab utama meningkatnya IMS di negara-negara berkembang seperti di Indonesia
antara lain adalah:
a. Kemiskinan dan kebodohan
b. Belum tumbuhnya kesadaran pentingnya kesehatan reproduksi di kalangan anak remaja
c. Masih dianggap tabunya pendidikan seksual sejak dini
d. Perubahan gaya hidup global dan desakan jumlah penduduk dan perubahan struktur
penduduk
Cakupan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang diobati di seluruh Kabupaten di Indonesia pada
tahun 2005-2007 adalah 68.64% padahal target SPM yaitu 100%. Dari hasil evaluasi tahun 2007
tersebut, ternyata masih diperlukan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan penularan
penyakit menular khususnya HIV-AIDS. Selain itu juga perlu dikonfirmasikan ke tiap-tiap
Puskesmas apakah pada tahun 2005-2007 tersebut, data kosong yang didapatkan memang karena
tidak ada penderita HIV-AIDS di semua Puskesmas di semua Kabupaten atau karena penjaringan
yang kurang memadai. Oleh karena itu kami mengambil judul mini project tentang pengetahuan
penyakit menular seksual tingkat sekolah menengah atas di Kelurahan Wajo.

1.2 TUJUAN
1. Meningkatkan pengetahuan siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau tentang Infeksi menular
seksual

1
2. Menjelaskan macam-macam penyakit penular seksual pada siswa/siswi SMA Negeri 4
BauBau tentang Infeksi menular seksual
3. Menjelaskan bahaya dan akibat penyakit penular seksual pada siswa/siswi SMA Negeri 4
BauBau tentang Infeksi menular seksual
4. Mencegah terjadinya penyakit menular seksual pada siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau
tentang Infeksi menular seksual

1.3 MANFAAT
1.3.1. Manfaat bagi penulis
Sebagai metode pembelajaran mengenai ilmu kesehatan masyarakat dan program yang
harus dilakukan terutama untuk pencegahan infeksi menular seksual di wilayah
Puskesmas Wajo.
1.3.2. Manfaat bagi Puskesmas
Membantu Puskesmas melaksanakan program Infeksi Menular Seksual dengan cara
meningkatkan pengetahuan masyarakat Kota Bau Bau, terutama di wilayah kerja
Puskesmas Wajo.
1.3.3. Manfaat bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat Kota BauBau, terutama di wilayah kerja
Puskesmas Wajo secara khusus mengenai Infeksi menular seksual. Dengan pengetahuan
ini, diharapkan siswa/siswi tidak melakukan tindakan seks bebas.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit yang termasuk dalam golongan IMS diantaranya adalah gonorhea, syphilis dan
HIV/AIDS. Di antara penyakit-penyakit tersebut, yang paling berbahaya adalah HIV/AIDS.
2.1. HIV/AIDS
2.1.1. Etiologi
Klien yang mendapatkan Penanganan HIV/AIDS adalah klien yangmendapat penanganan
HIV/AIDS sesuai standar di satu wilayah kerja Puskesmaspada kurun waktu tertentu.HIV
merupakan singkatan dari ’human immunodeficiency virus’. HIV merupakan retrovirus
yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4+ T-sel dan
macrophages) komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh (CD4+ <200/ml),
terjadi AIDS.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan
fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien
(Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar
jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan defisiensi kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik” karena
infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.

2.1.2. Gejala-Gejala HIV


Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menyadarinya karena tidak ada gejala yang
tampak segera setelah terjadi infeksi awal. Beberapa orang mengalami gangguan kelenjar yang
menimbulkan efek seperti deman (disertai panas tinggi, gatal-gatal, nyeri sendi, dan
pembengkakan pada limpa), yang dapat terjadi pada saat seroconversion. Seroconversion adalah
pembentukan antibodi akibat HIV yang biasanya terjadi antara enam minggu dan tiga bulan
setelah terjadinya infeksi.
Kendatipun infeksi HIV tidak disertai gejala awal, seseorang yang terinfeksiHIV sangat
mudah menularkan virus tersebut kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk menentukan

3
apakah HIV ada di dalam tubuh seseorang adalah melalui tes HIV. Infeksi HIV menyebabkan
penurunan dan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Hal ini menyebabkan tubuh rentan terhadap
infeksi penyakit dan dapat menyebabkan berkembangnya AIDS.

2.1.3. Definisi AIDS


AIDS adalah kumpulan gejala yang disebabkan karena menurunnya sistem kekebalan
tubuh. HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang lama kelamaan akan
mengakibatkan AIDS. AIDS adalah singkatan dari ‘acquired immunodeficiency syndrome’
dan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem
kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah dipastikan sebagai penyebab AIDS. Tahap HIV dalam tubuh
dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah
berkembang menjadi AIDS.

2.1.4. Tahap AIDS


Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap- tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian
besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan, akan menunjukkan tanda-tanda
AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang
dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai berikut:
 Tahap I penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak dikategorikan
sebagai AIDS
 Tahap II (meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi
saluranpernafasan bagian atas yang tak sembuh- sembuh)
 Tahap III (meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang berlangsung lebih
dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC paru-paru), atau
 Tahap IV (meliputi Toksoplasmosis pada otak, Kandidiasis pada salurantenggorokan
(oesophagus), saluran pernafasan (trachea), batang saluran paruparu(bronchi) atau
paru-paru dan Sarkoma Kaposi. Penyakit-penyakit penyerta pada orang dengan HIV +
digunakan sebagai indikator AIDS.
Sebagian besar keadaan ini merupakan infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh
orang yang sehat, dapat diobati.

4
2.1.5. Cara Penularan
Cara Penularan virus HIV AIDS
1. Melalui darah. misalnya ; Transfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulityang
terluka, jarum suntik, dsb.
2. Melalui cairan semen, air mani (sperma atau peju Pria). misalnya ; seorangPria
berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondomatau
pengaman lainnya, oral sex, dsb
3. Melalui cairan vagina pada Wanita. misalnya ; Wanita yang berhubungan badan
tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dsb.
4. Melalui Air Susu Ibu (ASI). misalnya ; Bayi meminum ASI dari
wanitaHIV+.Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung Virus HIV pada
penderita HIV+ antara lain Saliva (air liur atau air ludah), Feses (kotoran atau
tinja),Air mata, Air keringat serta Urine (Air seni atau air kencing).

2.1.6. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS


Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidakmemberikan
tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demamselama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virusHIV tersebut. Setelah kondisi membaik,
orang yang terkena virus HIV akan tetapsehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan
tubuhnya menurun/lemahhingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara
untukmendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jikaseseorang
merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranyaadalah
seperti dibawah ini :
1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,batuk, nyeri
dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya(Pneumonia). Tidak jarang
diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDSdiduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejalaseperti
hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakitjamur pada rongga
mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yangkronik.

5
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu
kehilangan berat badan hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem
protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenalsebagai Malnutrisi termasuk juga
karena gangguan absorbsi/penyerapanmakanan pada sistem pencernaan yang
mengakibatkan diarhea kronik, kondisiletih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yangmengakibatkan
kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, seringtampak kebingungan dan respon
anggota gerak melambat. Pada systempersyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan
nyeri dan kesemutan padatelapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu
mengalami tekanan darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacarair (herpes
simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macampenyakit kulit yang
menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnyaadalah mengalami infeksi jaringan
rambut pada kulit (Folliculities), kulitkering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak)
serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalamipenyakit
jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV.Luka pada saluran
kemih, menderita penyakit syphilis. Dibandingkan Priamaka wanita lebih banyak
jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnyaadalah penderita AIDS wanita banyak
yang mengalami peradangan rongga(tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic
inflammatory disease (PID)' danmengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

2.1.7. Diagnosis
Curiga AIDS secara klinis :
o Batuk lebih dari 2 – 3 minggu
o Penurunan berat badan menyolok > 10 %
o Panas > 1 bulan
o Diare > 1 bulan
o Perhatikan : kandidiasis oral
o Herpes zooster yang luas, kambuhan
o Sariawan rekuren dan berat

6
Curiga AIDS secara klinis :
 Penyakit kulit :
o Dermatitis seborroik kambuhan, psoriasis prurigo noduler, dermatitis
generalisata
 Limfadenopati generalisata
 Infeksi jamur kambuhan (kandidiasis vagina/ keputihan) pada alat kelamin wanita
 Pneumonia berat berulang
 Pasien TBC terutama :
o TB ekstrapulmonal : limfadenitis TB, efusi pleura TB, TB intestinal,
TBperitoneal, TB kulit
o TB paru + kandida oral
o TB – MDR , TB-XDR

Curiga HIV secara klinis :


 Riwayat perilaku seksual
 Riwayat penggunaan narkoba
 Riwayat pekerjaan : pelaut, sopir truk, dll
 Riwayat bekerja di daerah endemis dengan perilaku risiko tinggi
 Riwayat transfusi
 Perhatikan ciri khas / tanda kelompok risiko(misal : tato , perilaku tertentu)
 Sekarang HIV sudah berkembang pada bukan kelompok risti misal ibu rumahtangga

Diagnosis Laboratorium :
 Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot (untuk konfirmasi)
 Deteksi virus : RT- PCR, antigen p24
Indikasi :
o Pasien secara klinis curiga AIDS
o Orang dengan risiko tinggi
o Pasien infeksi menular seksual
o Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT )
o Pasangan seks atau anak dari pasien positip HIV
7
Perhatikan negatif palsu karena periode jendela. Pada risiko tinggi , tes perludiulang 3
bulan kemudian, dan seterusnya tiap 3 bulan.
o Hati-hati positif palsu terutama pada pasien yang asimptomatik.
Pemeriksaan serologi harus dikonfirmasi dengan western blot, atau setidaknya harus dengan
strategi 3 test dengan metode berbeda yang melibatkan ELISA.

2.1.8. Tatalaksana HIV/AIDS :


Penderita bisa memahami tentang penyakitnya sehingga dia berobat pada stadium awal
karena kebanyakan kasus di lapangan terjadi akibat terlambatnya penanganan penderita
HIV/AIDS. Hal ini disebabkan penderita datang sudah stadium lanjut dan kebanyakan penderita
datang dengan penyakit setelah bekerja di rantau. Oleh karena itu diperlukan peningkatan
sosialisasi yang intensif. Bentuk sosialisasi sebaiknya langsung pada suspek penderita dan
keluarga penderita serta masyarakat umum. Adapun tatalaksana HIV/AIDS di Indonesia
umumnya adalah:
 Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah kegiatan konseling dan Test HIV
secara sukarela
 Perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS
 Pengobatan infeksi Opurtunistik
 Sistem pelaporan kasus HIV/AIDS
Untuk penanggulangan HIV/AIDS ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Puskesmas,
yaitu :
1. Penyuluhan KRR, PMS, NAPZA pada kelompok sasaran (siswa
SMP/SMA,Karangtaruna, PSK, Pengguna jarum suntik/IDUs) dll
2. Meningkatkan pelaksanaan PMTCT (Prevention Mother to Child Transmision)
3. Mengembangkan klinik VCT
4. Peningkatan gaya hidup sehat

8
2.2. Gonorhea
2.2.1. Etiologi
Pada laki – laki dikenal sebagai “kencing nanah”. Penyebabnya bakteri yang disebut
Neisseria gonorrrheae. Gejala muncul antara 2 hinga 10 hari setelah terjadi hubungan
seksual.
2.2.2. Cara Penularan
Melalui hubungan seksual
2.2.3. Gejala
a. Pada Perempuan
- keluar cairan kental berwarna kekuningan
- nyeri perut bagian bawah
- dapat muncul tanpa gejala
b. Pada Laki-laki (Morning Drop)
- keluar nanah dari kemaluan
- sakit saat kencing
2.2.4. Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:
a. Sediaan langsung dengan perwarnaan Gram akan ditemukkan gonokokus gram negatif
b. Kultur untuk identifikasi
c. Tes definitif antara lain;
Tes oksidasi yaitu reagen yang mengandung larutan tetrametil-pfenilendiamin dimana
akan memberi reaksi positif dengan perubahan warna koloni yang semula bening berubah
menjadi merah muda.
Tes fermentasi menggunakan reagen glukosa, maltosa dan sukrosa, dimana gonococcus
meragikan glukosa.
2.2.5. Tatalaksana
Pengobatan untuk penyakit Gonorhea antara lain; penicilin, amoksisilin, sefalosporin,
spektinomisin, kanamisin, dan tiamfenikol.

9
2.3. Syphilis
2.3.1. Etiologi
Disebut juga dengan “raja singa”. Disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Gejala-
gejala muncul antara 2-6 minggu (kadang- kadang 3 bulan) setelah terjadi hubungan seksual.
2.3.2. Cara Penularan
- melalui kontak seksual
- melalui kontak langsung dengan lesi
- penularan dari ibu ke anak
2.3.3. Gejala
Primer : tampak luka tunggal, menonjol dan tidak nyeri.
Sekunder : bintil / bercak merah di tubuh yang hilang sendiri atau tanpa gejala.
Tersier : kelainan jantung, kulit, pembuluh darah dan gangguan syaraf.
2.3.4. Diagnosis
a. Pemeriksaan Treponema Pallidum dengan mengambil serum dari lesi kulit, kemudian
dilihat bentuk dan pergerakkannya. Treponema akan tampak berwarna putih latar belakang
gelap dan pergerakkannya memutar terhadap sumbunya.
b. T.S.S. atau serologic Tests for Syphilis sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi
ialah sensitivitas dan spesifitas.
2.3.5. Tatalaksana
Pengobatannya juga harus dilakukan pada mitra seksualnya serta sebelum sembuh penderita
dilarang bersenggama. Obat-obat yang digunakan yaitu penisilin dan antibiotik lain.

10
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1. Desain Kegiatan


Rangkaian kegiatan ini merupakan upaya untuk peningkatan pengetahuan siswa/siswi
tingkat SMA tentang infeksi menular seksual. Siswa/siswi yang mengikuti penyuluhan di
wilayah kerja Puskesmas Wajo terutama Kelurahan Wajo menjadi peserta dari kegiatan ini.
Kegiatan ini mengambil data berupa data deskriptif dengan metode survei. Survei pertama
dilakukan sebelum dilakukan penyuluhan mengenai infeksi menular seksual. Setelah
selesai penyuluhan akan dilakukan sesi tanya jawab dan diakhiri dengan pengisian survei
kembali yang diharapkan pengetahuan siswa/siswi dapat meningkat setelah diberikan
penyuluhan.

3.2. Waktu dan Tempat Kegiatan


Kegiatan ini dilakukan pada hari Senin, tanggal 29 Agustus 2016 bertempat di SMA
Negeri 4 BauBau

3.3. Sasaran Kegiatan


Sasaran dari kegiatan ini adalah Siswa/Siswi SMA Negeri 4 BauBau, Kelurahan Wajo,
Kota Bau Bau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia.

3.4. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang dipergunakan selama kegiatan ini adalah layar proyektor, LCD,
file power point, kuisioner pre dan post test mengenai pengetahuan siswa/siswi tentang
Infeksi Menular Seksual dan alat tulis selama kegiatan berlangsung.

3.5. Rencana Manajemen dan Analisa Data


Rencana manajemen data pada kegiatan ini adalah deskriptif dengan narasi dan
pengambilan kesimpulan berdasarkan penemuan dari hasil kuisioner.

11
3.6. Masalah Etika
Peserta kegiatan diberikan penjelasan lisan mengenai rangkaian kegiatan upaya
pengendalian penyakit Infeksi Menular Seksual yang terdiri dari pre-test, penyuluhan, sesi
tanya jawab singkat, dan diakhiri dengan post-test. Peserta diberikan jaminan kerahasiaan
bahwa data yang diperoleh termasuk data sosiodemografi tidak akan disebarluaskan.

12
BAB IV
PROFIL PUSKESMAS

4.1. Geografi
Luas Wilayah kerja Puskesmas Perawatan Wajo adalah 3,5 km¬2 dengan batas-batas
adminsistrasi sebagai berikut :
Sebelah Utara :Berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Meo - Meo
Sebelah Timur :Berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Bataraguru
Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Katobengke
Sebelah Barat :Berbatasan dengan Wilayah kerja Puskesmas Betoambari

Wilayah kerja puskesmas Wajo terdiri atas 3 kelurahan yaitu :


 Kelurahan Wajo
 Kelurahan Lamangga
 Kelurahan Tanganapada

4.2. Demografi
Wilayah kerjaPuskesmasWajoberdasarkan data demografi adalah:
Total jumlah penduduk : 17.070 jiwa
Jumlah penduduk laki-laki : 8.420jiwa
Jumlah penduduk perempuan : 8.650 jiwa
Jumlah Rumah Tangga :2.242 KK

4.3. Keadaan Sosial Budaya dan Ekonomi


Penduduk wilayah kerja Puskesmas Perawatan Wajo yang terdiri dari tiga kelurahan
mempunyai penduduk 16.674 jiwa dengan berlatar belakang suku Muna, Jawa, Bugis /
Makassar,Bali dan Toraja. Dari jumlah penduduk tersebut menganut agama Islam,
Kristen, Hindu dan Budha. Perilaku masyarakat Sangat dipengaruhi oleh adat istiadat
setempat, seperti persatuan yang diwujudkan dalam sikap kegotong royongan yang
kokoh. Ini terlihat pada acara-acara seperti selamatan, pernikahan dan masih banyak lagi
acara-acara lain yang sangat mencerminkan budaya atau adat istiadat setempat. Mata

13
pencaharian penduduk pada umumnya adalah pedagang dan penyedia jasa serta pegawai
kantor. Sarana transportasi yang digunakan adalah angkutan umum (pete-pete) dan ojek.

4.4. Keadaan Fasilitas Pendidikan


Tingkat pendidikan/Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh terhadap kesehatan, baik
kesehatan secara personal maupun kesehatan lingkungan. Untuk menunjang sumber daya
manusia maka diperlukan sarana pendidikan sebagai sarana pengembangan sumber daya
manusia secara formal. Fasilitas pendidikan pada tingkat SD, SMP, SMA dan perguruan
tinggi telah tersedia di wilayah kerja Puskesmas Wajo.

Berikut adalah tabel distribusi sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Perawatan Wajo.
TABEL DISTRIBUSI SARANA PENDIDIKAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN WAJO
TAHUN 2016

NO KELURAHAN TK SD SMP SMA PT

1. Wajo 2 2 1 1 0
2. Lamangga 6 4 1 2 1
3. Tanganapada 2 0 2 3 2
JUMLAH 10 6 4 7 3

Kondisi wilayah kerja puskesmas Wajo pada umumnya tingkat pendidikan cukup tinggi
sehingga ini dapat menjadi nilai positif bagi petugas kesehatan dalam penyampaian
informasi-informasi ataupun inovasi-inovasi kesehatan.

4.5. Keadaan Fasilitas Kesehatan


Untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka sangat
dibutuhkan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Perawatan
Wajo terdiri atas :

14
Sarana Kesehatan
Puskesmas Perawatan Wajo berlokasi di Jl. DR. Wahidin No 137, Kel. Lamangga ,
Kecamatan Murhum Kota Baubau. Terbagi atas ruang rawat jalan dan ruang rawat inap,
dengan luas bangunan 1.370,96 m²
 Ruang rawat jalan, terdiri dari :
o Ruang Ka. UPT.
o Ruang Tata Usaha
o Ruang Pendaftaran
o Ruang Poli Umum
o Ruang Anak dan PKPR
o Ruang Poli Gigi
o Ruang Farmasi
o Ruang Kesling, Promkes, Imunisasi dan P2 Diare, ISPA
o Ruang P2 Kusta,TB dan PHN,Lansia,Surveilens
o Ruang KIA / KB
o Ruang Laboratorium
 Ruang Rawat Inap, Terdiri dari :
o Kamar 3, Bangsal dewasa dan Bangsal Anak
o Kapasitas tempat tidur sebanyak 11 buah
o Kamar mandi/ WC 7 buah
o Ruang Jaga
o Kamar tidur Perawat Jaga
o Ruang IMS
o Dapur
 1 Unit Pustu:
o Pustu Wajo di kelurahan Wajo
 3 Unit Poskedes masing-masing :
o PoskesdesWajo yang berlokasi di kelurahan Wajo
o PoskesdesLamangga yang berlokasi di kelurahan Lamangga
o PoskesdesTanganapada yang berlokasi di kelurahan Tanganapada
 15 Posyandu masing-masing :

15
o 5 Posyandu di kelurahan Wajo
o 5 Posyandu di kelurahan Lamangga
o 5 Posyandu di kelurahan Tanganapada
 1 Unit kendaraan roda empat sebagai Puskesmas Keliling.
 18 Unit kendaraan roda dua (motor dinas)

Tenaga Kesehatan
TABEL DISTRIBUSI TENAGA KESEHATAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN WAJO
TAHUN 2016
No Jenis Tenaga Jumlah
1 Dokter Umum 2 orang
2 Dokter Gigi 1 orang
3 Perawat Gigi 2 orang
4 Perawat Umum 20 orang
5 Bidan 5 orang
6 Analis / Laboran 4 orang
7 Sanitarian 3 orang
8 Gizi 5 orang
9 Asisten apoteker 2 orang
10 Farmasi 1 orang
11 Tenaga Kesehatan masyarakat 2 orang
12 Tenaga Lainnya 5 orang
JUMLAH 52 Orang

 Tenaga bidan dengan pendidikan kebidanan ada 5 orang tapi masih tetap
sebagai fungsional perawat
 Dukun Terlatih 9, semua dukun sudah terlatih
 75 Kader Kesehatan Posyandu

16
BAB V
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisa Data


Kegiatan penyuluhan yang diadakan pada tanggal 29 Agustus 2016 di SMA Negeri 4
BauBau dihadiri oleh 30 peserta. Berikut adalah sebaran data peserta yang tercatat:

 Jenis kelamin
Dari total keseluruhan 30 peserta yang terdiri atas 19 laki-laki dan 11 perempuan.

 Usia
Peserta yang hadir dalam penyuluhan memiliki rentang usia antara 14 hingga 17 tahun.

5.2. Pembahasan Hasil dan Diskusi


Berdasarkan hasil perbandingan data yang diperoleh, maka didapatkan bahwa rata-
rata pengetahuan tentang Infeksi Menular Seksual pada siswa/siswi SMA Negeri 4
BauBau mengalami peningkatan. Hal ini diperoleh berdasarkan data hasil dari kuisioner
pre- dan post- dilakukannya penyuluhan.

5.2.1. Klasifikasi Tingkat PengetahuanTentang Infeksi Menular Seksual Pada Siswa/Siswi


SMA Negeri 4 BauBau
Berdasarkan penyuluhan yang telah dilakukan didapatkan jumlah responden
berdasarkan klasifikasi tingkat pengetahuan tentang infeksi menular seksual pada
siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau ditunjukkan pada Tabel 5.2.1 dan Grafik 5.2.1
Tabel 5.2.1. Klasifikasi Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual

NILAI PRE POST


KURANG <60 14 2
CUKUP 60-80 16 18
BAIK >80 0 10

17
Grafik 5.2.1. Klasifikasi Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual

Klasifikasi Tingkat Pengetahuan


Infeksi Menular Seksual
20

15

10 PRE
POST
5

0
KURANG <60 CUKUP 60-80 BAIK >80

Berdasarkan tabel dan grafik 5.2.1 menunjukkan bahwa pengetahuan siswa/siswi


berdasarkan klasifikasi skor menunjukkan peningkat setelah pemberian penyuluhan.
Dimana, nilai yang lebih banyak pada klasifikasi cukup dan baik.

5.2.2. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual Pada Siswa/Siswi
SMA Negeri 4 BauBau
Berdasarkan penyuluhan yang telah dilakukan didapatkan rata-rata tingkat
pengetahuan pre-test dan post-test tentang infeksi menular seksual pada siswa/siswi SMA
Negeri 4 BauBau ditunjukkan pada Tabel 5.2.2 dan Grafik 5.2.2.

Tabel 5.2.2. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual Pada Siswa/Siswi SMA
Negeri 4 BauBau

Nilai Pre-Test Post-Test


Peningkatan 56.67 77.83

Tabel : Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

nilai pretest 30 56.6667 18.76963 .00 80.00

nilai posttest 30 77.8333 11.19447 55.00 95.00

18
Grafik 5.2.2. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Tentang Infeksi Menular Seksual Pada Siswa/Siswi SMA
Negeri 4 BauBau

Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Tentang


Infeksi Menular Seksual
100
80
Nilai Rata-Rata

60
40
20
0
Pre-Test Post-Test
Peningkatan

Berdasarkan tabel dan grafik 5.2.2 menunjukkan bahwa pengetahuan siswa/siswi


setelah pemberian penyuluhan meningkat dengan rata-rata selisih nilai sebesar 21.
Dimana, rata-rata pretest dari 56,67 menjadi 77,83. Disamping itu, pada table deskripsi
statistic menunjukkan nilai pretest tertinggi sebesar 80 sedangan setelah penyuluhan nilai
posttest sebesar 95.

Untuk mengetahui data yang didapatkan dengan lebih lanjut maka penulis menganalisa
data dengan membandingkan hasil yang didapat dengan berbagai faktor. Berikut analisa
yang diperoleh :

5.2.2.1.Perubahan Nilai Pre-test dan Post-test Berdasarkan Usia


Berdasarkan penyuluhan yang telah dilakukan didapatkan perubahan nilai pre-test
dan post-test berdasarkan usia ditunjukkan padaTabel 5.2.2.1 dan Grafik 5.2.2.1
Tabel 5.2.2.1. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Usia

Usia Pre Post


14 67,5 85
15 49,5 74,5
16 61,33 81,3
17 50 66,7

19
Grafik 5.2.2.1. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Usia

Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi


Menular Seksual Berdasarkan Usia
Pre Post

85 81.3
74.5
67.5 66.7
61.33
49.5 50

14 15 16 17

Apabila peserta dikelompokkan berdasarkan kelompok umur dan dibandingkan apakah


terjadi peningkatan pengetahuan post-test dibandingkan dengan pre-test, maka
jawabannya adalah ya. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap kelompok
kategori usia. Terlihat dari data diatas menunjukkan pada usia 14, 15, 16, dan 17 tahun
penangkapan hasil penyuluhan lebih baik. Akan tetapi, rerata pada usia 17 tahun lebih
rendah dibandingkan kelompok usia lain, hal ini disebabkan peserta penyuluhan pada usia
17 tahun hanya 3 siswa/siswi.

5.2.2.2.Perubahan Rata-Rata Nilai Pre-test dan Post-test Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan penyuluhan yang telah dilakukan didapatkan perubahan nilai pre-test
dan post-test berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada Tabel 5.2.2.2 dan Grafik
5.2.2.2.
Tabel 5.2.2.2. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin

JenisKelamin Jumlah Pre-Test Post-Test


Laki-Laki 19 54.5 75.3
Perempuan 11 60.5 82.3

20
Grafik 5.2.2.2. Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin

Rata-Rata Tingkat Pengetahuan Infeksi


Menular Seksual Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan

82.3
75.3
60.5
54.5

Pre Post

Berdasarkan tabel dan grafik 5.2.2.2 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat


pengetahuan siswa/siswi berdasarkan jenis kelamin setelah pemberian penyuluhan
meningkat dengan rata-rata peningkatan pada laki-laki sebesar 75,3 dan perempuan 82,3.

5.3. Tingkat Pengetahuan Setelah Penyuluhan Infeksi Menular Seksual Pada


Siswa/Siswi SMA Negeri 4 BauBau
Untuk mengetahui apakah peranan penyuluhan ini bermanfaat dalam meningkatkan
pengetahuan, penulis melakukan analisis data lebih lanjut. Hasil analisis data sebagai
berikut :
Tabel 5.3. Hasil analisis bivariat menggunakan Wilcoxon

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

nilai posttest - nilai pretest Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 29b 15.00 435.00

Ties 1c

Total 30

a. nilai posttest < nilai pretest

b. nilai posttest > nilai pretest

c. nilai posttest = nilai pretest

21
Dari tabel 5.3. menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden memiliki nilai
posttest yang lebih besar dibandingkan nila pretest dan terdapat 1 orang yang memiliki
nilai pretest yang sama dengan nilai posttest. Selain itu, penulis juga melakukan uji
analisis bivariat mengenai hubungan penyuluhan infeksi menular seksual terhadap nilai
pretest dan posttest siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau.
Tabel 5.3.1. Hasil analisis bivariat menggunakan wilcoxon

Test Statisticsb

nilai posttest - nilai pretest

Z -4.718a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on negative ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Tabel diatas menyatakan bahwa terdapat peningkatan bermakna tentang


penyuluhan infeksi menular seksual pada siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau terhadap
nilai pretest dan posttest dengan nilai signifikan p<0.00 (p<0,05).

22
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data diatas, didapatkan bahwa tingkat pengetahuan siswa/siswi SMA Negeri
4 BauBau di wilayah kerja Puskesmas Wajo menunjukkan peningkatan setelah pemberian
penyuluhan. Pengetahuan siswa/siswi sudah cukup baik, walaupun masih terdapat 1
siswa yang memiliki pengetahuan yang minimal mengenai infeksi menular seksual.
Setelah dilakukan penyuluhan mengenai infeksi menular seksual terlihat melalui data
bahwa pengetahuan pada siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau meningkat secara garis
besar. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan mencapai hasil yang
diharapkan yaitu pengetahuan siswa/siswi SMA Negeri 4 BauBau dapat menjadi lebih
baik lagi.

6.2. Saran
Berdasarkan keseluruhan data yang penulis dapatkan dari penyuluhan ini maka penulis
merasa perlu agar siswa/siswi terus berikan pengetahuan dan informasi mengenai Infeksi
Menular Seksual baik itu dari sosialisasi tim kesehatan maupun dari tingkat dinas
pendidikan. Mungkin tidak harus dalam bentuk suatu acara penyuluhan yang formal,
namun dalam perbincangan sehari-hari maupun interaksi di sekaloh. Selain itu, perlu
dihimbau siswa/siswi untuk membagikan informasi kepada keluarga maupun teman dan
tetangga di sekitarnya sehingga dapat menurunkan angka kejadian infeksi menular
seksual di Wilayah Kerja Puskesmas Wajo, terutama Kelurahan Wajo secara khusus.
Keseluruhan peserta merasa bahwa penyuluhan yang dilakukan bermanfaat bagi mereka
dan juga meningkatkan pengetahuan mereka lebih luas terhadap Infeksi Menular Seksual.

23

Anda mungkin juga menyukai