Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIP NASI
DI KAMAR OPERASI RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Oleh:

RIZKY NUR EVINDA


NIM. 1401460032

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN MALANG
2018
1. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip
berwarna putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan
(polip edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau
kemerah – merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa). Polip kebanyakan berasal dari
mukosa sinus etmoid, biasanya multipel dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila
sering tunggal dan tumbuh ke arah belakang, muncul di nasofaring dan disebut polip koanal
(Soepardi, dkk., 2000).
Polip antrokoanal merupakan pertumbuhan jinak unilateral yang berasal dari mukosa sinus
maksilaris dengan pertumbuhannya kedalam ostium sinus maksilaris sehingga mencapai koana
posterior dan polip terlihat di nasofaring (Soepardi, dkk., 2000).

Jenis Polip Hidung


Polip Hidung terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
 Polip hidung Tunggal. Jumlah polip hanya sebuah. Berasal dari sel-sel permukaan dinding
sinus tulang pipi (maxilla).
 Polip Hidung Multiple. Jumlah polip lebih dari satu. Dapat timbul di kedua sisi rongga
hidung. Pada umumnya berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas
(etmoid).

Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:


 Eosinofilik edematous. Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi
kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel
goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma,
dan penebalan membran basement.
 Polip inflamasi kronik. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini
ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet.
Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat
ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.
 Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5%
dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam
jumlah yang banyak.
 Polip dengan atipia stromal. Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat
mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan
gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.

Pembagian polip nasi polip/ hidung


 Grade 0 : Tidak ada polip
 Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media
 Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum
menyebabkan obstruksi total
 Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


 Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung (bridge)
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung (nares anterior)

 Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat
dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Batas
atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks
(puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang
dibatasi oleh :
- Superior : os frontal, os nasal, os maksila
- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago
alaris minor

 Perdarahan :
1. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang
dari a. Karotis interna).
2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna, cabang
dari A. Karotis interna)
3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)

 Persarafan :
1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)
2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)

 Kavum Nasi
1. Posterior : berhubungan dengan nasofaring
2. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os
vomer
3. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf
dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum
oris oleh palatum durum.
4. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra),
pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan
kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai
septum pars membranosa = kolumna = kolumela.
5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka
nasalis inferior, palatum dan os sfenoid..

 Mukosa Hidung
 Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas
mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar
rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai
silia dan diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara
mukosanya lebih tebal dan kadang – kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa.
Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh
palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
 Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia
(pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel,
yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna
coklat kekuningan.
3. PATOFISIOLOGI

pasca bedah :
Pra bedah : - Nyeri
Ansietas - Resiko infeksi

intra bedah :
potensial
Persiapan kekurangan cairan
bedah
4. ETIOLOGI
Penyebab Polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan
dalam terjadinya polip nasi, yaitu :
1. Peradangan. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang.
2. Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.
3. Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung.
Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.
Fenomena Bernoulli yang dimaksud yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang
sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang
lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema
mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung. Ada juga bentuk
variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum koana). Polip Hidung Polip
hidung biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan
cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung.

5. TANDA GEJALA
Gejala Polip Hidung Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika
telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Penderita
biasanya mengeluhkan hidung tersumbat, penurunan indra penciuman, dan gangguan
pernafasan. Akibatnya penderita bersuara sengau. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal,
maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.
Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Rinoskopi anterior. Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung.
Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang
masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar.
 Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks
osteomeatal.
 Foto polos rontgen & CT-scan . Untuk mendeteksi sinusitis.
 Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan
ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat
untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan
anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama
diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.
 Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut,
menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang
pada foto polos rontgen.

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
 Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga hidung..
Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara
empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan
dengan 15 mg per hari selama seminggu.Menurut van Camp dan Clement dikutip dari
Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg
yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan
tapering off 5 mg per hari. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis
sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.
 Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan
bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun
belum memadati rongga hidung.
 Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan
pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip
yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal.
 Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan
sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis
pasca operasi.
8. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
 Nama Pasien :
 Umur :
 Ruang Rawat :
 Diagnosa Medis :
 Tindakan :
 No Register :
 Dokter Operator :
 Asisten Operasi :
 Perawat Instrument :
 Perawat Sirkuler :
 Dokter Anestesi :
 Asisten Anestesi :
 Tanggal Operasi :
 Pasien datang di OK :
 Jam Mulai Operasi :
 Jam Selesai Operasi :
 Pengkajian Pre Operasi :
 Pengkajian Intra Operasi :

B. DIAGNOSA PERIOPERATIF
Pre operatif Intra operatif Post operatif
1. Resiko terjadi injuri 1. Potensial nyeri bd. tindakan Diagnose keperawatan
berhubungan dengan general Anestesi , penurunan 1. pola jalan napas tidak
transfer dan transport obat anestesi efektif b.d akumulasi skret
(perpindahan dan Intervensi : skunder terhadap efek anestesi
pengangkutan) ( ) Jelaskan kepada pasien / pemasangan tampon untuk
Intervensi : tentang prosedur tindakan mengentikan perdarahan
( ) Bantu pasien untuk ( ) Pilih penbuluh darah yang Intervensi :
berpindah dari Branchart / sesuai dengan macam operasi. ( ) Pantau frekuensi
kursi roda dari ruangan ke ( ) Lakukan pemasangan pernapasan, kedalaman dan
Branchart OK infuse sesuai prosedur. kerja otot bantu
( ) Dorong pasien ke ruang ( ) Kolaborasi dengan medis ( ) Kaji adanya dispneu,
tindakan ( R.OK ) dengan pemasangan lumbal anestesi ronchi dan cyanosis
hati-hati dan pastikan ( ) Tambah obat analgetik ( ) Lakukan suction skret
pengaman brancart pasien pada mulut dan trachea
sudah terpasang ( ) Berikan KIE tentang batuk
( ) Pindahkan pasien dari efektifif
Branchart ke meja operasi
minimal dengan 3 orang .
2. Cemas berhubungan 2. Potensial Kekurangan cairan 2. Resiko injuri (
dengan kurang bd. perdarahan jatuh,terlepasnya alat infuse )
pengetahuan dan stress Intervensi : b.d kesadaran yang menurun ,
pembedahan ( ) Monitor tanda vital. gelisah dan berontak.
Intervensi : ( ) Observasi kelancaran Intervensi :
( ) Beri penjelasan tentang infuse ( ) Jaga pasien dari jatuh dan
prosedur operasi yang akan ( ) Transfusi darah sesuai bila perlu lakukan strain
dilakukan kebutuhan. ( ) Observasi TTV dan tetesan
( ) Perkenalkan semua ( ) Monitor produksi urine ( infuse
anggota tim operasi kepada 0.5 cc / kg BB / jam) ( ) Pasang pelindung pada
pasien tempat tidur supaya pasien
( ) Jelaskan bahwa operasi tidak jatuh
ini sudah sering dilakukan
dan ditangani secara
profesional
3. Bersihan jalan napas atas 3. Potensial Injury ( 3.Gangguan rasa nyaman nyeri
tidak efektif bd massa ketinggalan instrumen , kasa b.d diskontinuitas kulit dan
Intervensi : dan injury kulit ) bd tindakan masa kerja obat bius habis
( ) berikan O2 untuk operasi, pemasangan pedal / Intervensi :
melancarkan jalan napas arde yang tidak adekuat. ( ) Kaji tingkat nyeri dan
( ) ajarkan pasien relaksasi Intervensi : kharakteristik
distraksi ( ) Atur posisi pasien sesuai ( ) Ajarkan melakukan
( ) posisikan pasien dengan jenis operasinya. distraksi dan relaksasi
senyaman mungkin ( ) Pasang arde dan ikat bila ( ) Kolaborasi pemberian obat
perlu analgetik
( ) Hitung instrumen dan kasa
sebelum dan sesudah operasi
Evaluasi Hasil : 4. Resiko pola nafas tidak 4.resiko infeksi bd luka
( ) Pasien tidak terjadi efektif (Apnea ) bd tertariknya pembedahan
Injuri saat perpindahan dan ,penekanan endotracheal tube ( ) ajarkan napas dalam
pengangkutan. atau secret yang banyak ( ) ajarkan teknik relaksasi
( ) Pasien mengatakan Intervensi : distraksi
cemas berkurang dan ( ) Monitor TTV ( ) monitor TTV
memahami prosedur yang ( ) Monitor saturasi O2 ( ) jaga kesterilan luka
akan dilakukan ( ) Monitor EKG pembedahan
( ) Pasien merasa nyaman ( ) Monitor tetesan infus

Evaluasi Evaluasi
( ) Rasa nyeri tidak terjadi ( ) Napas lancar, tidak ada
( ) Tidak terjadi dehidrasi, sesak dan tidak ada ronchi
cairan masuk sesuai dengan ( ) Pasien aman dan tidak
program yang diberikan jatuh
( ) Tidak terjadi injuri pada ( ) Rasa nyeri berkurang.
pasien ( ) tidak terjadi infeksi
( ) Tidak terjadi gangguan
pola napas

DAFTAR PUSTAKA

Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 – 114. Penerbit Media Aesculapius FK-UI
2000

Nuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad
Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga
Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 2000

Anda mungkin juga menyukai