Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PEREKONOMIAN NELAYAN PRIGI 1935 – 2018

HISTORIOGRAFI
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Lokal
yang dibina oleh Bapak Dr. Joko Sayono, M.Pd, M.Hum

oleh
Gedhe Ashari
160731614854

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
PENDIDIKAN SEJARAH
Desember 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Kajian Teori ................................................................................................. 2
E. Sistematika Penulisan .................................................................................. 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
LATAR PERISTIWA ............................................................................................. 4
A. Kondisi Geografis dan Demografis Kawasan Pantai Prigi Mulai tahun
1935-2018 ............................................................................................................ 4
BAB III ................................................................................................................... 6
PERISTIWA ........................................................................................................... 6
A. Kondisi Sosial Nelayan di Pantai Prigi ........................................................ 6
B. Perkembangan Teknologi Penunjang Penangkapan Ikan Nelayan Prigi ..... 8
C. Perkembangan Perekonomian Nelayan Di Pantai Prigi ............................. 12
BAB IV ................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ................................................................................................ 16
B. Saran ........................................................................................................... 16
SUMBER ARSIP .................................................................................................. 18
DESKRIPSI WAWANCARA .............................................................................. 18

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nelayan Prigi merupakan komuniatas Nelayan yang berada di wilayah
Teluk Prigi yang masih dalam wilayah kabupaten Trenggalek. Prigi pada masa
pendudukan Belanda yaitu tahun 1883 termasuk ke dalam distrik Kampak. Pada
tahun 1936 wilayah trenggalek dipisah menjadi dua, dan Prigi dalam distrik
Kampak bergabung dengan kabupaten Pacitan. Baru kemudian pada 1950 dibentuk
kembali kabupaten Trenggalek. Sejak pemerintahan Trenggalek terbentuk, potensi
Prigi sebagai basis perikanan mulai dikembangkan Bersama dengan Pemrov. Pada
tahun 2018 di teluk Prigi terdapat Pelabuhan Perikanan Nusantara yang sangat
potensial. PPN prigi yang menghimpun berbagai penunjang Nelayan tersebut
tentunya mengalami perjalanan sejarah yang panjang.
Sebenarnya keberadaan nelayan Prigi sudah sejak masa pendudukan
Belanda, hanya saja mereka menangkap hasil laut dalam jumlah kecil. Baru
kemudian alat tangkap modern yang sangat menunjang tangkapan ikan mulai
dikenalkan di Prigi yaitu purse seine. Nelayan semakin produktif dengan berbagai
kemajuan teknologi tangkap ikan. Teknologi penangkapan ikan bukan hanya
ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki proses
penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya (Arimoto et. al., 1999: 8).
Prigi kemudian mulai dilirik oleh Pemda untuk dikembangkan sektor hasil
lautnya. Upaya dari pemda tersebut juga bertujuan untuk memberdayakan
masyarakat sekitar dan juga untuk menyukupi kebutuhan perikanan Jawa Timur
khususnya sekitar wilayah Prigi. Prigi dipandang memiliki potensi, hanyasaja
masyarakatnya yang kurang bisa memanfaatkan secara maksimal juga turut
mempengaruhi produktifitas dan perekonomian di wilayah Prigi. Anonimous
(2002: 76) menyatakan bahwa fenomena kesejahteraan nelayan yang rendah
merupakan permasalahan yang sering terjadi, terutama pada nelayan tradisional
sehingga menghambat pembangunan subsektor perikanan khususnya perikanan
tangkap. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan merupakan tantangan dalam

1
mencapai tujuan pembangunan perikanan antara lain meningkatkan kesejahteraan
nelayan, petani ikan dan masyarakat pesisir lainnya.
Titik balik dari perkembangan perekonomian masyarakat pesisir Prigi
adalah ketika mulai dibangunya Pelabuhan Perikanan Pantai pada 1979 dan
diresmikan 1982. Sejak saat itu hasil Nelayan banyak diberikan kemudahan untuk
menangkap ikan, menjual, mengolah, hingga perawatan alat tangkapan. Meskipun
status Pelabuhan Perikanan Nusantara diperoleh pada tahun 2000, namun hasil
tangkapan ikan masyarakat sejak dibentuknya PPP ini sudah bisa dikatakan
memuaskan. Bahkan niali produksi di wilayah Prigi ini pada tahun 2018 menyentuh
angka 1 milyar rupiah lebih. Maka dari itu Prigi sebagai basis perekonomian
nelayan ini patut untuk dikaji lebih jauh tentang sejarahnya dan juga mengenai apa
sajak faktor-faktor yang menjadi sebab dari kemajuan perekonomian masyarakat
Prigi sampai pada tahun 2018.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kondisi sosial nelayan di pantai Prigi ?
2. Bagaimanakah perkembangan teknologi penunjang penangkapan ikan
nelayan Prigi?
3. Bagaimanakah perkembangan perekonomian nelayan di pantai Prigi

C. Tujuan
1. Mengetahui kondisi sosial nelayan di pantai Prigi.
2. Mengetahui perkembangan teknologi penunjang penangkapan ikan nelayan
Prigi
3. Mengetahui perkembangan perekonomian nelayan di pantai Prigi.

D. Kajian Teori
Nelayan
Nelayan adalah mereka yang mata pencaharian pokoknya di bidang
penangkapan ikan dan penjualan ikan yang hidup di daerah pantai (Bintarto
1977:25) untuk menangkap ikan diperlukan alat yang memadai misalnya : perahu,
pancing, jala atau jaring. Secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat
yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan

2
transisi antara wilayah darat dan laut. Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat
yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara
melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal di
pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya (Imron, 2005: 7).
Ekonomi Nelayan
Ada beberapa ciri masyarakat nelayan menurut Hadi (2000:73) yaitu
kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, fasilitas sarana dan
prasarana yang masih kurang, hunian liar (squatters) dan kumuh (slum). Sedangkan
menurut Wahyuningsih dkk (1977:33) masyarakat nelayan dapat di bagi menjadi
tiga jika dilihat dari segi kepemilikan modal, yaitu nelayan juragan, nelayan
pekerja, dan nelayan pemilik.
Teknologi Penangkap Ikan
Gasperz (1998:67) yang menyatakan bahwa ada dua hal yang menjadi
pertimbangan dalam suatu alternatif usaha, yaitu aspek teknik dan aspek ekonomi.
Aspek teknik yang utama adalah proses produksi. Teknik dalam hal ini menyangkut
teknolo-teknologi yang dipergunakan. Dengan teknologi yang menunjang kegiatan,
maka akan berdampak pada hasil. Tentunya jika hasil produksi itu tinggi akan
mendongkrak perekonomian pelaku usaha.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang terdapat pada Sejarah Perekonomian Nelayan Prigi (1935-
2018) adalah sebagai berikut: (1) BAB I Pendahuluan berisi mengenai latar
belakang penulisan historiografi, rumusan masalah, tujuan, kajian pustaka, dan
sistematika. (2) BAB II mengenai latar peristiwa menjelaskan keadaan geografi dan
demografi masyarakat nelayan Prigi. BAB III berisi pembahasan mengenai Sejarah
Perekonomian Nelayan Prigi (1935-2018) yang didalamnya ada kondisi sosial
masyarakat Prigi, Alat penunjang nelayan, dan dampak ekonomi yang ditimbulkan.
(4) berisi kesimpulan dan saran. (5) daftar rujukan berupa sumber dan maupun lisan.

3
BAB II

LATAR PERISTIWA

A. Kondisi Geografis dan Demografis Kawasan Pantai Prigi Mulai tahun


1935-2018
Masyarakat nelayan Prigi merupakan masyarakat yang berada di wilayah
pesisir teluk Prigi yang masih merupakan wilayah administrasi kecamatan
Watulimo kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. sebagian besar tinggal di
desa Tasikmadu dan juga desa Prigi. Namun tidak hanya di wilayah itu saja, ada
juga nelayan yang tinggal di desa sekitar seperti Sawahan, Margomulyo, dan
Karanggandu. Untuk para nelayan atau buruh kapal yang berasal tidak dari daerah
pesisir disebut dengan sebutan Andon (Swastika, 2017: 264). Kabupaten
Trenggalek Dalam Angka (2014) menyatakan bahwa embangunan di bidang
kelautan menjadi salah satu fokus kajian bagi pemerintah Kabupaten Trenggalek.
Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Kabupaten Trenggalek tahun 2010-2015. Kabupaten Trenggalek mempunyai luas
Zona Eksklusif (ZEE) adalah 35.558 dan panjang pantai selatan Kabupaten
Trenggalek sepanjang 96 km yang sebagian besar pantainya berbentuk teluk dengan
salah satunya yaitu Kawasan Prigi yang merupakan kawasan pesisir terbesar.
Masyarakat nelayan Prigi berasal dari kultur agraris. Sejak sekitar tahun
1935 an di sekitar pantai Prigi sudah ada aktifitas mengambil hasil laut meskipun
dengan peralatan yang cukup sederhana (lihat gambar 2). Pengambilan sumber daya
yang ada di sekita pantai seperti ikan dengan alat yang masih sederhana itu hanya
sebatas sebagai upaya untuk memenuhi konsumsi sendiri dan belum sampai pada
tahap penjualan. Karena masyarakatnya pada masa itu banyak diantaranya yang
mengandalkan sektor agraris, terbukti dalam sebuah foto yang dimuat dalam
KITLV.nl yang diambil tahun 1935 (lihat gambar 1) tampak seseorang yang
mengembala beberapa kerbau di tepi pantai. Kerbau yang sangat identik dengan
hewan pertanian atau yang sering digunakan sebagai hewan pembajak sawah
mengindikasikan bahwa sebagian masyarakatnya atau bahkan mayoritas masih
berprofesi dalam bidang agraris dan bukan sebagai nelayan.

4
Menurut (Nurjayanti, 2012: 23) Nelayan pantai prigi baru kemudian
dijelaskan pada tahun 1970an sudah mulai mengenal perahu yang sederhana.
Perahu tersebut dikenal dengan perahu Kunthing atau dalam bahasa masyarakat
Trenggalek diartikan sebagai kecil. Karena ukuranya yang tidak besar, cara
pengoperasianya dengan didayung dan mengandalkan tenaga manusia. Selain itu
mengenai alat penangkap ikan yang digunakan di kalangan masyarakat nelayan
Prigi tergolong juga masih cukup sederhana sepertihalnya pancing, bagan dan juga
prawe. Pada sekitar tahun ini nelayan pantai Prigi melakukan upaya penangkapan
ikan hanya diperuntukan dalam hal penjualan sekala kecil saja. Penjualanya untuk
masyarakat lokal di sekitaran pantai Prigi. Bahkan dalam tataran yang lebih kecil
juga untuk konsumsi sendiri. Hal ini karena alat tangkapnya yang masih sederhana.
Perkembangan Nelayan di pantai Prigi ini semakin pesat setelah Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) berkembang atau naik tingkat dari menjadi Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN). Status ini berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor: KEP.261/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelabuhan Perikanan tanggal 1 Mei 2001. Pada tanggal 22 Agustus tahun 2004
kantor baru Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi diresmikan langsung oleh
Presiden Megawati Soekarno Putri. Pelabuhan perikanan bertugas melaksanakan
fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, pengawasan
pemanfaatan sumber daya ikan untuk pelestariannya, dan kelancaran kegiatan kapal
perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan, selain itu juga
turut menyediakan fasilitas bagi nelayan.Otomatis kapasitas tangkapan ikan di
wilayah pantai Prigi mengalami peningkatan, begitu juga dengan perekonomian
nelayan (PIPP, 2018).

5
BAB III

PERISTIWA

A. Kondisi Sosial Nelayan di Pantai Prigi


Sejak sekitar tahun 1935 an di sekitar pantai Prigi sudah ada aktifitas
mengambil hasil laut meskipun dengan peralatan yang cukup sederhana.
Pengambilan sumber daya yang ada di sekita pantai seperti ikan dengan alat yang
masih sederhana itu hanya sebatas sebagai upaya untuk memenuhi konsumsi sendiri
dan belum sampai pada tahap penjualan. Karena masyarakatnya pada masa itu
banyak diantaranya yang mengandalkan sektor agraris, terbukti dalam sebuah foto
yang dimuat dalam KITLV.nl yang diambil tahun 1935 (lihat gambar 1) tampak
seseorang yang mengembala beberapa kerbau di tepi pantai. Kerbau yang sangat
identik dengan hewan pertanian atau yang sering digunakan sebagai hewan
pembajak sawah mengindikasikan bahwa sebagian masyarakatnya atau bahkan
mayoritas masih berprofesi dalam bidang agraris dan bukan sebagai nelayan. Selain
itu bidang agraris dirasa lebih berprospek daripada maritime, mengingat juga
teknologi-teknologi pelayaran dan penangkapan ikan juga masih kurang begitu
mendukung di kalangan masyarakat Prigi masa itu.
Masyarakat nelayan di sekitar teluk Prigi kecamatan Watulimo kabupaten
Trenggalek ini sebagian besar tinggal di desa Tasikmadu dan juga desa Prigi.
Namun tidak hanya di wilayah itu saja, ada juga nelayan yang tinggal di desa sekitar
seperti Sawahan, Margomulyo, dan Karanggandu. Untuk para nelayan atau buruh
kapal yang berasal tidak dari daerah pesisir disebut dengan sebutan Andon. Tercatat
dalam tahun 1990 jumalah nelayan di pantai Prigi adalah sejumlah 2778, pada tahun
1996 meningkat sekitar 4002 orang, pada tahun 2000 mengalami penurunan yaitu
3624, tahun 2005 sejumlah 6235 dan pada 2010 ada sekitar 6724 nelayan. Sebagian
besar nelayan-nelayan tersebut berasal dari desa Tasikmadu yang notabene
mempunyai jarak yang cukup dekat dengan bibir pantai. Pada tahun 2010 tercatat
sekitar 2250 masyarakatnya melakukan kegiatan tangkap ikan. Kemudian sejumlah
2369 berkecimpung dalam sektor pertanian. Komoditasnya seperti Padi, Manggis,
Durian, Pisang, Salak, Kakao, Cengkeh, dan juga Kelapa. Bahkan Cengkeh,
Manggis dan Durian dari wilayah Prigi ini berperan cukup penting dalam

6
perekonomian Trenggalek. Ini membuktikan bahwa sebenarnya kultur masyarakat
Prigi adalah masih kental dengan kultur Matraman atau berkecimpung dalam
bidang agraris (Swastika, 2017: 264).
Perkembangan Nelayan di pantai Prigi ini semakin pesat setelah Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) berkembang atau naik tingkat dari menjadi Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN). Status ini berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor: KEP.261/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelabuhan Perikanan tanggal 1 Mei 2001. Pada tanggal 22 Agustus tahun 2004
kantor baru Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi diresmikan langsung oleh
Presiden Megawati Soekarno Putri. Pelabuhan perikanan bertugas melaksanakan
fasilitasi produksi dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, pengawasan
pemanfaatan sumber daya ikan untuk pelestariannya, dan kelancaran kegiatan kapal
perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan.Otomatis
kapasitas tangkapan ikan di wilayah pantai Prigi mengalami peningkatan, begitu
juga dengan perekonomian nelayan (PIPP, 2018).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Desi Wira Swastika (2017: 5) bahwa
populasi nelayan di pantai Prigi Kabupaten Trenggalek khususnya di desa
Tasikmadu sejumlah 2.606 orang yang. Untuk para pemilik kapal atau pemodal ini
tercatat hanya sekitar 30 orang saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa mayoritas
nelayan yang tercatat pada 2017 di sekitaran pantai prigi adalah berprofesi sebagai
buruh nelayan saja. Namun profesi tersebut juga merupakan salah satu profesi
utama yang dilakoni para nelayan di sekitaran pantai Prigi. Pada perkembangan
sampai pada saat ini tahun 2018, Nelayan di Pantai Prigi sudah mulai merambah
tidak hanya pada sektor penangkapan ikan, namun juga pada sektor pengelolaan
hasil laut.
Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil
laut dan tinggal di desa-desa atau pesisir (Sastrawidjaya, 2002: 17). Masyarakat
nelayan di pantai Prigi pada tahun 2018 dibagi atas dua kelompok yaitu nelayan
kecil dan juga nelayan besar. Penggolongan tersebut berdasarkan modal, hasil,
teknologi yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan penangkapan ikan. Seperti
yang diungkapkan oleh (Satria, 2001: 42) dalam realitas nelayan kecil, mereka
melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam sekala kecil. Selain dipergunakan

7
untuk dikonsumsi sendiri, mereka juga menjualnya. Hanya saja dalam penjualan
tersebut mereka tidak mengambil keuntungan berlebih dan tidak berorientasi
kepada hasil yang banyak.

B. Perkembangan Teknologi Penunjang Penangkapan Ikan Nelayan Prigi


Menurut (Nurjayanti, 2012: 23) Nelayan pantai prigi baru kemudian
dijelaskan pada tahun 1970an sudah mulai mengenal perahu yang sederhana.
Perahu tersebut dikenal dengan perahu Kunthing atau dalam bahasa masyarakat
Trenggalek diartikan sebagai kecil. Karena ukuranya yang tidak besar, cara
pengoperasianya dengan didayung dan mengandalkan tenaga manusia. Selain itu
mengenai alat penangkap ikan yang digunakan di kalangan masyarakat nelayan
Prigi tergolong juga masih cukup sederhana sepertihalnya pancing, bagan dan juga
prawe. Pada sekitar tahun ini nelayan pantai Prigi melakukan upaya penangkapan
ikan hanya diperuntukan dalam hal penjualan sekala kecil saja, dijual untuk
masyarakat lokal di sekitaran pantai Prigi. Bahkan dalam tataran yang lebih kecil
juga untuk konsumsi sendiri.
Menurut hasil wawancara bersama mbah Sukinah (2018) memberikan
gambaran bahwa sebenarnya sejak tahun 70an Pantai Prigi sudah diekplorasi
kekayaan lautnya. Hanya saja masih mengunakan peralatan yang sderhana. Baru
kemudian pada tahun 1976 di kalangan nelayan Prigi yang sudah menyadari potensi
daripada sektor perikanan tersebut mulai dikenalkan alat tangkap Purse Seine atau
pukat cincin oleh Bapak Mading yang berasal dari Sulawesi. Hal itu sontak
kemudian banyak diikuti oleh nelayan pantai Prigi. Dengan Teknik ini maka
kemajuan dalam upaya tangkap ikan di Prigi mengalami perkembangan dari setiap
tahunya.
Nelayan di Kawasan teluk Prigi sebenarnya sudah mengenal berbagai
teknologi penagkapan ikan sejak dulu, hanya saja masih tradisional dan belum
cukup efektif untuk menghasilkan tangkapan yang banyak dan beragam. Perahu
Kunthing merupakan teknologi penangkap ikan yang banyak diminati nelayan
sebelum tahun 1976. Dalam perahu Kunthing itu dibekali dengan alat tangkap
berupa pancing dan juga jaring. Pancingnya juga masih sederhana karena hanya
berisikan 5-20 mata pancing saja. Kemudian baru pada tahun 1976 diperkenalkan
teknologi Slerek atau yang dikenal dengan teknologi Purse Seine digerakan dengan

8
kapal yang berukuran cukup besar dan sudah digerakan dengan mesin. Terobosan
dalam bidang penangkapan ikan ini dibawa oleh Haji Mading yang datang dari
Sulawesi. Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan, ada delapan usaha
perikanan tangkap yang berkembang di Prigi, yakni : usaha penangkapan jaring
purse seine, jaring payang, jaring dogol, gill-net, jaring klitik, jaring gondrong,
pancing dan bagan. Usaha perikanan tangkap menggunakan jaring purse seine
(slerek) di Prigi termasuk usaha perikanan yang mampu bertahan lama, bahkan
jumlah kepemilikannya semakin meningkat. Usaha perikanan ini mampu menyedot
tenaga kerja yang cukup besar dibandingkan usaha penangkapan lainnya. Satu unit
penangkapan purse seine dapat memperkerjakan sekitar 20 orang. Usaha perikanan
purse seine diperkirakan mampu menampung sekitar 2000 tenaga kerja. Purse seine
di Prigi sudah berkembang sejak tahun 1976, dan sampai sekarang telah menjadi
tumpuan ekonomi masyarakat. Setiap kali melaut, kelompok nelayan purse seine
memberikan kesempatan kerja tambahan bagi penduduk yang bukan ABK tetap,
yang disebut andim (Wahyono, 2003).
Mulai tahun 1979 ketika dibangunya Pelabuhan Perikanan Pantai di Prigi
semakin mendukung dalam perkembangan teknologi tangkap ikan. Tercatat pada
tahun 1980 di pantai Prigi terdapat tiga jenis kapal penangkap ikan yaitu kapal
motor biasa, motor tempel, dan kapal tradisional. Untuk kapal motor yaitu jenis
kapal yang memang dalamnya sudah ditanami mesin. Kapal motor tempel yaitu
kapala yang mesinya dapat dilepas dan dipasang ulang sesuai kebutuhan, dan jenis
kapal tradisional yang tidak mengunakan mesin. Pada tahun 1986 pengunaan kapal
motor tempel yang mesinya pada masa itu banyak mengunakan mesin dari
Myanmar karena harganya lebih murah, mengalami pengurangan jumlah. Hal ini
dikarenakan kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat nelayan Prigi pada masa
itu. Dalam mengunakan alat tangkap Purse Seine ini tentunya harus mengunakan
kapal yang cukup besar dengan tenaga mesin. Hal ini dikarenakan ukuran alat
tangkap Slerek yang memiliki ukuran yang besar dan berat dan juga dalam
pengoperasianya membutuhkan sekitar 20 tenaga kerja yang memiliki tugasnya
masing-asing. Dalam usaha mengunakan alat tangkap Purse Seine ini juga turut
menjadi lading pekerjaan bagi mereka yang tidak mempunyai skil dalam mencari
ikan dan hanya mempunyai tenaga seperti kuli angkut, ada juga dari kalangan

9
wanita yang mengambil ikan kecil untuk dijual ke usaha pemindangan ikan.
Dibanding alat tangkap lain, purse seine merupakan alat tangkap yang selain
mampu menangkap ikan dalam volume yang lebih besar, juga mampu menangkap
jenis ikan yang lebih bervariasi. Dari total hasil tangkapan ikan di perairan Prigi,
sebesar 74% adalah hasil tangkapan menggunakan alat tangkap purse seine. Untuk
jenis ikan tertentu, ikan yang paling sering ditangkap nelayan Prigi, seperti
Tongkol, Layang, Lemuru, Ekor merah, sebagian besar dijaring oleh alat tangkap
purse seine. (Nurjayanti, 2012: 64-65)
Pada tahun 1986 di wilayah pantai Prigi dilakukan uji coba alat tangkap
ikan. Pelakunya adalah dari Balai penelitian maupun UPT (Unit Pelaksanaan
Teknis) seperti UPPI (Unit Penyuluhan Penangkapan Ikan). Targetnya adalah
kepada para nelayan pantai Prigi. Jenis alat yang diujicobakan seperti Set net,
Bottom Long Line, Vertikal Long Line, Tramel Net, dan juga Payaus (semacam
rumpon di laut). Namun alat-alat ini tidak begitu efektif karena pembuatanya yang
membutuhkan biaya yangcukup besar. Sebenarnya efektif untuk memberikan
tangkapan ikan yang cukup banyak, namun kerap kali pencurian dari orang-orang
yang tidak bertanggungjawab seringkali terjadi (Manan, 2014: 7).
Pembuatan kapal secara borongan sudah ada di wilayah prigi sejak tahun
2003. Dalam pembuatan kapal Nelayan di Prigi, sistem yang dipakai adalah sistem
borongan. Dimana pemborong berasal dari luar kota Trenggalek seperti
Probolinggo. Untuk ukuran kapal yang berukuran kecil, pengerjaanya sekitar 12
hari. Sistem seperti ini sudah ada pada tahun 2003. Kayu yang dipakai umumnya
adalah kayu Balau, namun juga dipilih alternatif lain seperti kayu suren, jati dan
kayu-kayu lain yang kuat didalam air laut. Dalam jenis kapal yang mengoperasikan
purse seine di Prigi ini terdiri atas dua macam kapal yaitu kapal yang berukuran
kecil yaitu kapal jongson dan kapal Induk yang memiliki ukuran lebih besar yaitu
tinting. Tujuan dari adanya dua kapal ini supaya mempermudah mengoperasikan
jaring ikan yang berukuran sangat besar dan lebar. Karena tujuan dari system purse
seine ini adalah untuk menjebak gerombolan ikan. Jaring-jaring tersebut atasnya
akan diberikan pelampung supaya mengambang. Kemudian setelah dirasa sudah
menjebak ikan dengan jumlah yang banyak akan ditarik ke daratan. Dalam
penarikan ini juga nantinya akan dikerjakan oleh tenaga kerja non ABK kapal.

10
Biasanya ABK kapal yang bekerja dalam purse seine ini berjumlah 35-40 orang.
Untuk para penarik jarig atau masyarakat lokal menyebutnya dengan dedel jareng
ini dikerjakan oleh pria dan juga wanita. Biasanya para pekerja dedel jareng ini
berasal dari luar wilayah daerah pantai Prigi (Wahyono, 2003: 84-85)
Berdasarkan laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Pantai Prigi tahun 1995
dan juga Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi tahun 2010
disebutkan bahwa teknologi tangkap ikan semakin berkembang seperti terlihat
dalam tabel,
Tabel 1.1 Perkembangan Alat Tangkap Ikan di Pantai Prigi dari tahun 1990-
2010
No Jenis Alat Tangkap 1990 1996 2000 2005 2010
1 Purse Seine 74 69 105 240 157
2 Gillnet 54 35 13 34 43
3 Payang 31 37 42 20 38
4 Bagan Apung 20 20 2 0 0
5 Pukat Pantai 23 20 27 42 41
6 Pancing Prawe 25 36 278 36 0
7 Pancing Ulur 120 259 150 1.298 542
8 Pancing Tonda 0 0 0 51 86
9 Jaring Klitik 0 0 0 36 53
Jumlah 347 476 617 1721 960
Sumber: Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Pantai Prigi (1995) dan
Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi tahun (2010).
Sebelum teknologi mengalami perkembangan, nelayan ketika melaut
menggunakan oncor atau obor. Kemudian menggunakan lampu Petromak.
Sekarang sudah beralih ke taraf yang lebih maju yaitu dengan menggunakan jenset.
Pada tahun 2011 pemerintah mulai memberikan bantuan alat kepada para nelayan
yaitu fishfinder dan GPS. Fungsi daripada fishfinder ini adalah untuk mengetahui
posisi ikan. Sedangkan GPS adalah alat navigasi kapal yang sedang berlayar di
tengah laut. Untuk menunjang hal itu maka pemerintah telah mengupayakan untuk
bantuan berupa alat fishfinder dan juga GPS (Antara, 2012).

11
Tahun 2018, Kapal yang digunakan di perairan Prigi adalah kapal motor
dengan bahan kayu yang memiliki ukuran 30 GT. Kapal yang memiliki ukuran 10
GT merupakan kapal yang digunakan untuk mengoperasikan pancing ulur,
sedangkan kapal dengan ukuran 10 hingga 30 GT kebanyakan digunakan untuk
mengoperasikan alat tangkap tonda, gillnet, dan payang. Kapal dengan ukuran 20
hingga 30 GT digunakan untuk mengoperasikan purse seine, dimana untuk
mengoperasikan satu unit purse seine dibutuhkan 2 kapal (PIPP. 2018:2)

C. Perkembangan Perekonomian Nelayan Di Pantai Prigi


Diketahui bahwa penjualan hasil laut berupa ikan dari nelayan pantai Prigi
ekitaran tahun 1970an sudah merambah ke wilayah kecamatan Kampak. Bahkan
Menurut penuturan dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti, mbah Sukinah
salah satu pedagang ikan dari kecamatan Kampak yang sudah 40 tahun melakoni
transaksi dari nelayan Prigi ini secara langsung mengungkapkan,
Aku bien iku mulai ngolek iwak ning Prigi sekitar tahun 80an
(1980an), mulai cilikane anakku sing keri dewe iku. Awale yowis suwe
lek keluargaku iku goleke iwak. Awale bien iku Bojoku mbah Raji ket
tahun 73an. Terus bojoku ninggal tak terusne sampek sak iki. Awale
bien iku yo mlaku metu ngerit kono (Wisata goa Ngerit sekarang)
(Sukinah, 2018)
Dalam suatu wilayah nelayan seperti di daerah teluk Prigi ini, untuk
menampung tangkapan ikan para nelayan dan berfungsi sebagai tempat penjualan
ikan tentunya dibutuhkan suatu Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Tercatat bahwa TPI
pertama di Prigi didirikan pada tahun 1976 yang didasarkan atas Peraturan Daerah
no. 5 tahun 1975 tentang etribusi pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan di
Jawa Timur. Setelah TPI yang berlokasi di daerah pantai Prigi ini didirikan, maka
pengelolahannya diserahkan kepada Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Tani
Sempurna. Namun pengoptimalan TPI ini masih belum bisa maksimal dikarenakan
oleh beberapa faktor seperti dalam sistim lelang yang dilaksanakan, para pembeli
masih banyak yang ngutang, kurangnya tenaga professional TPI, dan juga
kurangnya sarana-prasarana TPI. Pada perkembangan selanjutnya TPI ini beroprasi
sampai pada tahun 1998. Pada tahun ini sedang terjadi krisi moneter dan
mengakibatkan TPI mangkrak sampai tahun 2003. Setelah itu mulai difungsikan

12
kembali dengan menunjuk Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek
sebagai penyelenggara TPI kecamatan Watulimo dan Munjungan. Pemerintah
pusat, dalam hal ini adalah Kementrian Pertanian Rebuplik Indonesia mulai melirik
potensi yang sangat kaya dari wilayah teluk Prigi ini khususnya dalam ekploitasi
perikanan. Maka dari itu Prigi sebagai basis perikanan di Trenggalek dicanangkan
untuk diterapkan pembangunan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Prigi yang
dimulai pembangunannya pada tahun anggaran 1978/1979. Hanya saja mulai
dioperasikan dan diresmikan sejak tahun 1982. (Nurjayanti, 2012: 25-26)
Tolak ukur daripada perkembangan perekonomian mayarakat nelayan di
pantai Prigi adalah sejak dibangunya Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) yaitu mulai
digagas sejak 1978 dan diresmikan pada 1980. Seiring dengan perkembangan
zaman Pelabuhan Perikanan Pantai ini berkembang atau naik tingkat dari
PPP menjadi PPN. Status ini berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor: KEP.261/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Pelabuhan Perikanan tanggal 1 Mei 2001. Pada tanggal 22 Agustus tahun 2004
kantor baru Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi diresmikan langsung oleh
Presiden Megawati Soekarno Putri. Pada umunya tugas PPN ini terbatas dalam
melakukan pembinaan-pembinaan, pengaturan, serta pelayaran barang dan jasa
yang bersifat umum. Namun juga diharapkan untuk dapat berkontribusi dalam
menciptakan lapangan pekerjaan (PIPP, 2018: 1).
Tercatat dalam tahun 2008, fasilitas fungsional yang terdapat di PPN Prigi
yaitu dua buah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terdapat di tiap dermaga,
instalasi PDAM, instalasi bahan bakar, instalasi listrik, bengkel, pagar keliling,
tempat pengolahan hasil perikanan, pabrik es dan dua buah cold storage. Bangunan
TPI merupakan milik PPN Prigi namun dikelola oleh petugas TPI dibawah Dinas
Kelautan dan Perikanan Trenggalek. PPN Prigi juga membangun bengkel untuk
pelayanan kapal serta pagar keliling untuk keamanan. Tempat pengolahan yang
telah tersedia di area PPN Prigi adalah bangsal pengolahan yang merupakan hasil
Kelompok Usaha bersama (KUB) dibawah Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Perikanan (Ditjen P2HP). Tempat pemindangan ikan di Bengkorok merupakan
milik Dinas Kelautan dan Perikanan Trenggalek, namun belum berfungsi secara
maksimal (Sulandari 2011: 90).

13
Dampak dari adanya komplek PPN tahun 2018 yang berada di Prigi ini,
selain menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar, juga turut
berkontribusi dalam mengatasi permasalahan terkait hasil tangkapan nelayan yang
berlimpah dan tidak laku terjual. Selain itu pabrik-pabrik dalam kompleks PPN ini
juga turut menangani seputar pengawetan dan pengemasan ikan mentah dengan es.
Pabrik-pabrik milik PPN Prigi yang berkecimpung dalam golongan cold storage
seperti PT Prima Indo Bahari dan juga PT Sumber Pangan Nasional. Ada juga yang
beroprasi sebagai penghasil tepung ikan yaitu PT Bumi Mina Saya yang
menampung ikan-ikan yang tidak habis dijual oleh pengepul dan juga menampung
hasil tangkapan sekala kecil yang dilakukan oleh nelayan yang memang hanya
memiliki kapasitas hasil tangkapan yang kecil. Terdapat juga pabrik pemindangan
ikan yang juga turut menampung hasil-hasil tangkapan. Ikan-ikan yang
dipindangkan seperti teropong, tongkol, rengis, dll. Ikan-ikan yang dipindang akan
dikirim ke wilayah Tulungagung, Surabaya, Jombang, Malang, Nganjuk, Kediri
untuk konsumsi. Sedangkan untuk distribusi lokal biasanya adalah ikan segar.
Pembeli dari kecamatan sekitar seperti Kampak, Gandusari, Pogalan, Durenan
biasanya membeli dalam jumlah yang besar langsung di TPI dengan sistim lelang.
Untuk selanjutnya mereka akan menjual kembali dalam keadaan mentah dan ada
juga yang diasap terlebih dahulu. Hal ini yag kemudian juga turut memiliki dampak
perekonomian bagi masyarakat luar wilayah pantai Prigi (Sulandari, 2011: 86).

Perkembangan nelayan dari tahun ke tahun setelah dibangunya PPN di Prigi


sampai 2018 cukup signifikan. Dengan berkembangnya PPN di Prigi ini juga turut
memfasilitasi nelayan dalam membeli BBM. Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi
memberikan subsidi terhadap nelayan didalam pembelian BBM melalui SPDN
(Solar Paket Dealer Nelayan) yang telah disediakan oleh pihak pelabuhan. Melalui
system SPDN ini maka nelayan dapat membeli BBM dengan harga yang cukup
murah. Syarat untuk melakukan transaksi ini adalah dengan cara menunjukkan surat
yang telah dikeluarkan oleh Syahbandar yang sebelumnya telah diurus oleh nelayan
yang menunjukan surat kepemilikan kapal. Hal ini tentunya sangat mempermudah
nelayan dalam memperoleh BBM untuk menunjang hasil tangkapan yang
diinginkan (Nurjayanti, 2012: 83).

14
Berkat berdirinya PPN beserta sarana-sarana dan juga perkembangan
teknologi dari masa-ke masa. Menurut Laporan Statistik PPN Prigi (2008), hasil
tangkapan Nelayan Prigi pengalami peningkatan dari tahun ke tahun meskipun
tidak setabil. Pada tahun 2003 mengahasilkan 46.756 ton dengan keuntungan Rp
54.467.454,00. Sedangkan pada 2008 sejumlah 26.355 ton dengan nilai produksi
sebesar Rp 131.017.625,00. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Desi Wira Swastika (2017) jumlah produksi
PPN pantai prigi melesat jauh hingga menyentuh angka 92.483 ton dengan nilai
produksi sebesar Rp 1.025.337.000,00. Tingginya hasil tangkapan ikan nelayan
juga turut dipengaruhi oleh cuaca. Untuk puncak musim ikan bulan Juli, Agustus,
dan September. Dan biasanya pada saat padang bulan atau bulan purnama, hasil
tangkapan ikan juga akan menyusut (PIPP, 2018).

15
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Nelayan Prigi merupakan nelayan yang berada di dalam Kawasan teluk
Prigi. Pada dasarnya nelayan Prigi adalah nelayan yang mempunyai kultur sebagai
masyarakat agraris. Nenek moyang mereka berasal dari daerah mataram dan sering
disebut sebagai Mataraman. Meski begitu Nelayan prigi sudah menjalankan
kegiatan sebagai Nelayan sejak masa kolonial. Hanya saja hasil tangkapan ikan
tidak begitu besar karena masalah teknologi.

Teknologi yang dipergunakan untuk penangkapan ikan mulai masuk sekitar


tahun 1976 yang dibawa oleh bapak Mading dari Sulawesi. Sebelumnya nelayan
menggunakan perahu kecil yaitu perahu kunthing dengan peralatan yang juga masih
sederhana. Purse seine merupakan sebuah metode penangkapan ikan yang
fenomenal yang masih dipergunakan sampai saat ini. Alat tersebut menjadi
primadona Nelayan Prigi untuk menghasilkan tangkapan yang besar, hanya saja
harga dan biaya operasionalnya yang mahal menjadikanya sebagai alat yang hanya
dimiliki oleh segelintir orang saja. Bahkan orang yang mempunyai alat tersebut
mempunyai status sosial yang tinggi dalam ranah masyarakat nelayan Prigi.

Tolak ukur dari perkembangan perekonomian masyarakat Prigi adalah


disaat didirikanya PPP. PPP mengalami peningkatan menjadi PPN pada tahun
2004. Dengan adanya PPN nelayan menjadi sangatterbantu perekonomianya.
Karena PPN menunjang kebutuhan nelayan seperti penjualan dan pengolahan hasil
tangkapan.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang artikel di atas
dengan sumber –sumber yang lebih banyak yang tentunyaa dapat di pertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan.

16
DAFTAR RUJUKAN

Anonoymous. (2002). Konsumsi Penduduk Jawa Timur. Surabaya: Badan Pusat


Statistik Provinsi Jawa Timur.
Arimoto, T. S. (1999). Trends and Perspectives for Fishing Technology Research
Towards the Sustainable Development. In Proceeding of 5 th International
Symposium on Efficient Apllication and Preservation of Marine Biological
Resources. OSU National University:: 135-144.
Bintarto. (1977). Pengantar Geografi Kota. Yogyakarta: U. Spring.
Gaspersz, V. (1998). Production Planning and Inventory Control. PT Sun: Jakarta.
Imron. (2005). Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Yogyakarta: Media Presindo.
Manan, F. N. (2014). MONITORING HASIL PERIKANAN DENGAN ALAT
TANGKAP PANCING TONDA DI PELABUHAN PERIKANAN
NUSANTARA PRIGI, KABUPATEN TRENGGALEK, PROPINSI
JAWA TIMUR . Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No.1, 1-19.
News, A. (2012, Desember 13). Bantuan fishfinder kepada nelayan. Retrieved from
https://www.antaranews.com/
Nurjayanti, M. C. (2012). Perkembangan Teknologi Penangkapan Ikan Dan
Dampak Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Tahun 1980-2010.
Malang: Skripsi. Universitas Negeri Malang.
Perikanan, D. K. (1995). Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Trenggalek. Trenggalek: Dinas Kelautan dan Perikanan.
Perikanan, D. K. (2010). Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan
Trenggalek. Trenggalek: Dinas Kelautan dan Perikanan.
PIPP. (2018, November 1). Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan. Retrieved from
http://pipp.djpt.kkp.go.id/profil_pelabuhan/1178/informasi
Sastrawidjaya. (2002). Nelayan Nusantara. Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan: Jakarta.
Satria. (2001). Dinamika Modernisasi Perikanan: Formasi Sosial dan Mobilitas
Nelayan. Bandung: Humaiora Utama Press.
Sukinah. (2018, November 10). Pengalaman Sebagai Pedagang Ikan dari Prigi. (G.
Ashari, Interviewer)
Sulandari, A. (2011). Strategi Peningkatan Produksi Pada Nelayan Pancing Tonda
di Perairan Teluk Prigi (Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi). TESIS.
Depok: FMIPA Universitas Indonesia.
Swastika, D. W. (2017). Analisis Pendapatan Nelayan Pantai Prigi Desa Tasikmadu
Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Jurnal Ilmu Ekonomi UMM,
Vol 1 Jilid 2 / 2017 Hal. 255 – 269 .

17
Wahyono, A. (2003). KONFLIK BAGI HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE DI
PRIGI, TRENGGALEK, JAWA TIMUR. Jurnal Masyarakat dan Budaya
Volume 5 No.1, 83-96.

SUMBER ARSIP
Gambar 1

Sumber: KITLV.nl (pengembala kerbau di pantai prigi tahun 1935)


Gambar 2

Sumber: KITLV.nl (nelayan di pantai Prigi tahun 1935)

DESKRIPSI WAWANCARA
Wawancara 1
Tanggal Pelaksanaan : 10 November 2018.
Waktu Pelaksanaan : 10.00 WIB – Selesai.
Tempat Pelaksanaan : Rumah mbah Sukinah.
Narasumber : Sukinah (penjual ikan)
Pewawancara : Gedhe Ashari
Tema wawancara : Awal mula perdagangan ikan di pantai Prigi

18

Anda mungkin juga menyukai