Anda di halaman 1dari 7

Latar belakang

Pada akhir tahun 1999, Paul Krugman, seorang ahli ekonom yang berasal dari
Amerika Serikat, pernah mengemukakan pandangannya mengenai liquidity trap yang
terjadi di Jepang saat itu. Dia berpendapat, ”So far only Japan has actually found itself in
liquidity-trap conditions, but if it has happened once it can happen again, and if it can
happen here it presumably can happen elsewhere.” Yang berarti, sejauh ini Jepang telah
berada di dalam perangkap likuiditas, tapi jika hal ini telah terjadi sekali, maka hal itu
dapat terjadi lagi, barangkali dapat terjadi dimanapun.

Sepuluh tahun kemudian pendapat tersebut menjadi kenyataan. Jepang yang sempat
mengalami pemulihan dari kelesuan ekonomi selama lebih kurang satu dekade harus
kembali menghadapi masalah yang sama, deflasi, stagnasi ekonomi, serta pilihan
ekspansi fiskal dan moneter yang semakin sedikit. Selain Jepang, kondisi yang hampir
sama juga sedang dihadapi Amerika Serikat.

Kemunduran ekonomi Jepang dimulai sejak awal tahun 1990-an sebagai akibat
berantai dari penguatan tajam nilai tukar yen antara tahun 1985 dan 1988, relokasi basis
operasi korporasi Jepang akibat menurunnya daya saing ekspor, pecahnya bubble
properti, penurunan investasi, dan seterusnya.

Keadaan itu, sama seperti yang dilukiskan John Maynard Keynes ahli ekonomi
Inggris pada 1930-an. Menurut Keynes, meski likuiditas digenjot dan dana dialirkan
besar-besar ke dalam perekonomian, tapi ekonomi tidak bergerak. Ekonomi justru
terperangkap likuiditas.

Keynes menyatakan bahwa pasar tingkat bunga yang sangat rendah setiap orang
akan mengharap bahwa tingkat bunga akan naik kembali kenormal dimasa yang akan
datang. Dengan kata lain setiap orang akan berharap harga surat berharga akan turun
dimasa yang akan datang, sehingga tidak seorangpun yang akan membeli surat berharga
sekarang, semuanya mengkehendaki kas (permintaan uang dengan demikian menjadi
elastis tak terhingga, setiap ada penambahan jumlah uang ialah perubahan) akan selalu
disimpan dalam bentuk kas oleh masyarakat, tidak digunakan untuk membeli serat
berharga sekarang, karena harganya tinggi sekali. Mereka menanti karena harapanya
dikemudian hari harga surat berharga dikemudian hari turun (tingkat bunga naik). Inilah
yang disebut liquidity trap atau perangkap likuiditas bagian yang horizontal dari kurva
permintaan akan uang.

Rumusan Masalah

1. Apa itu perangkap likuiditas?


2. Mengapa perangkap likuiditas dapat terjadi?
3. Bagaimana cara mengatasi perangkap likuiditas?

Tujuan

1. Mengetahui dan memahami penyebab perangkap likuiditas.


2. Mengetahui dan mencari solusi yang tepat guna menyelesaikan
permasalahan perangkap likuiditas.
3. Mengetahui dan menerapkan cara untuk mengatasi perangkap likuiditas.

Pembahasan
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Likuiditas adalah posisi uang
ataupun kas suatu perusahaan dan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban yang
jatuh tempo tepat pada waktunya; kemampuan untuk memenuhi kewajiban membayar
hutang tepat waktu. Likuiditas juga dapat dijelaskan dalam artian tingkat dimana suatu
aktiva (asset) dapat diubah kedalam mata uang (currency) berupa uang kertas dan logam
untuk digunakan sebagai suatu alat pembayaran. Aktiva-aktiva moneter adalah aktiva
yang mempunyai masa pakai yang panjang seperti mesin; mesin merupakan aktiva yan
paling kecil tingkat likuiditasnya karena aktiva demikian hanya dapat diubah kedalam
bentuk uang setelah ada pembeli yang bersedia membeli aktiva tersebut dengan harga
yang telat ditetapkan.

Perangkap likuiditas adalah suatu keadaan dimana suku bunga dalam perekonomian
encapai tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan permintaan uang untuk tujuan
spekulasi menjadi elastis sempurna.
Sebuah perangkap likuiditas terjadi ketika suku bunga rendah atau nol, gagal untuk
mendorong pengeluaran konsumen dan kebijakan moneter menjadi tidak efektif. Hal ibi
menjadikan permintaan uang dalam perekonomian juga menjadi elastis sempurna.
suku 8
bunga
6

4 E0
E1 E2
2 MD

0
permintaan dan penawaran uang
Pada kurva diatas, dapat diasumsikan pada mulanya penawaran uang adalah MS0.
Pada tingkat penawaran ini, kurva permintaan uang MD menyilang MS 0 di titik E0 dan
ini menunjukkan bahwa suku bunga adalah empat persen. Asumsikan pemerintah
menambah penawaran yang sehingga menjadi MS1. Perubahan ini menyebabkan
keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang dicapai di E1 dan berarti suku
bunga adalah dua persen. Semenjak titik E1 kurva permintaan uang telah menjadi elastis
sepurna. Sebagai akibatnya, apabila penawaran uang terus ditambah, tingkat bunga tidak
akan turun lagi. Sebagai contoh, kenaikan penawaran uang dari MS1 ke MS2
menyebabkan keseimbangan berubah dari E1 menjadi E2. Pada keseimbangan yang baru
ini suku bunga tetap dalam keadaan dua persen.
Dalam situasi ini, bahkan peningkatan jumlah uang beredar bisa gagal untuk
meningkatkan pengeluaran karena suku bunga tidak dapat lagi berpengaruh lebih lanjut.
Pada tingkat bunga yang rendah, skedul permintaan uang (money demand schedule)
menjadi elastis tidak terbatas. Dalam keadaan ini setiap usaha yang dilakukan melalui
kebijakan moneter untuk menekan tingkat bunga ke tingkat yang lebih rendah dalam
rangka untuk mendorong investasi (investment) yang lebih besar akan sia-sia dan justru
akan mengakibatkan bertambahnya uang yang dipegang.
Sebuah perangkap likuiditas berarti preferensi konsumen untuk aset cair (tunai) lebih
besar dari tingkat di mana jumlah uang berkembang. Jadi setiap upaya oleh para pembuat
kebijakan untuk mendapatkan individu untuk memiliki aktiva yang non-cair dalam
bentuk konsumsi dengan meningkatkan jumlah uang beredar tidak akan bekerja. Atau
dalam artian sederhana preferensi masyarakat untuk memegang asset kekayaannya
dalam bentuk uang tunai lebih besar daripada menyimpannya dalam bentuk tabungan.
Sehingga seberapapun besarnya tingkat bunga dinaikkan dengan melakukan kebijakan
moneter kontraksi tidak akan berpengaruh terhadap perekonomian negara.
Berdasarkan kenyataan yang ada , ekonomi-makro telah lama dikelola dengan
mengubah tingkat suku bunga. Sehingga akan cukup menimbulkan masalah bagi para
pembuat kebijakan apabila mengalami situasi dimana alat kebijakan utama mereka tidak
lagi memadai.

Perangkap likuiditas telah dialami oleh negara Jepang sebanyak 2x. Di Jepang, suku
bunga rendah, tapi ekonomi tidak bergerak karena terjadi masalah boomingnya harga
aset pada 1980-1990. Kondisi ini, sama seperti yang terjadi di AS di mana terjadi
booming harga properti. Ekonomi tidak bergerak, karena masyarakat justru berharap dan
menunggu mendapatkan harga yang lebih rendah lagi. Dari bulan ke bulan, harga
bukannya naik malah turun. Selain dipicu oleh rendahnya daya beli, juga dipicu oleh
ekspektasi, bahwa ekonomi Jepang tidak pulih-pulih. Pada dekade 1990-an ekonomi
Jepang hanya tumbuh rata-rata 1,5 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan tertinggi tercatat
sebesar 5,6 persen (1990) dan terendah sebesar -2,1 (1998). Untuk mengatasi kondisi ini
Pemerintah Jepang mulai melakukan stimulus dengan menggunakan instrumen fiskal.
Sebagai dampaknya, defisit anggaran Jepang mulai mengalami peningkatan pada awal
tahun 1990-an.
Ekspansi fiskal yang dilakukan Jepang juga terlihat dari terus meningkatnya rasio
utang terhadap PDB. Tahun 1990 rasio ini masih berada di level 66,7 persen. Hanya
dalam tempo tujuh tahun angkanya sudah 107,5 persen. Semakin lama defisit anggaran
Jepang semakin membesar. Sebagai antisipasi krisis, Pemerintah Jepang melanjutkan
ekspansi fiskal dengan menaikkan defisit hingga mencapai level 11,2 persen dari PDB
pada 2008. Mengingat tingkat defisit anggaran tersebut sudah sangat tinggi, Pemerintah
Jepang kemudian memutuskan untuk tidak melanjutkan ekspansi fiskal secara lebih
agresif. Stimulus ekonomi kemudian dilanjutkan melalui jalur moneter. Kebijakan
moneter ini baru pertama kali diambil oleh BOJ. Oleh karena itu, muncul persepsi di
pasar keuangan Jepang bahwa kebijakan tersebut tidak akan dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama. Sebagai dampaknya, suku bunga di pasar keuangan sempat kembali
mengalami kenaikan pada bulan Maret 1999.
Dari masalah yang dihdapai Jepang dapat dilihat bahwa, apabila perekonomian itu
berada pada kondisi perangkap likuiditas, kebijakan moneter tidak efektif karena pada
tingkat bunga yang rendah tambahan uang yang beredar hanya akan diserap kedalam
permintaan uang untuk spekulasi (speculative balance) dan justru kebijakan fiskal sangat
efektif karena dengan sedikit perubahan tingkat bunga akan mendorong sejumlah uang
tunai dibebaskan dari permintaan uang untuk spekulasi guna menunjang peningkatan
dalam produksi atau pendapatan nasional.
Keynes juga menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian depresi yang mengalami
perangkap likuiditas, jalan satu-satunya untuk mendorong investasi adalah meningkatkan
pengeluaran pemerintah (government spending) atau mengurangi pajak (taxes)
untukmeningkatkan permintaan agregat (agregat demand) dan meningkatkan
kepercayaan usaaha tentang kemakmuran masa depan sehingga mendorong masyarakat
untuk melakukan investasi.

Mengapa perangkap likuiditas dapat terjadi?


 Harapan deflasi. Jika masyarakat di suatu Negara mengharapkan akan terjadi deflasi
pada masa mendatang ada (penurunan harga) tingkat bunga riil maka bisa cukup
tinggi bahkan jika tingkat bunga nominal adalah nol. - Jika harga jatuh 2% per tahun,
maka dengan tetap memegang uang tunai di tangan Anda berarti nilai uang Anda akan
meningkat . Kesulitan dalam memiliki tingkat bunga nominal negatif (bank akan
membayar Anda untuk meminjam uang). Telah ada upaya untuk menciptakan suku
bunga negatif (misalnya menghancurkan uang yang beredar tetapi dalam prakteknya
jarang dilaksanakan.
 Preferensi untuk Tabungan. Perangkap Likuiditas terjadi selama periode resesi dan
prospek ekonomi suram. Konsumen, perusahaan dan bank yang pesimis tentang masa
depan, sehingga mereka lebih berhati-hati untuk meningkatkan tabungan dan sulit
untuk mengeluarkan pendapatan untuk dibelanjakan. Kenaikan rasio tabungan berarti
pengeluaran jatuh. Selain itu, dalam resesi bank jauh lebih enggan untuk
meminjamkan. Selain itu, pemotongan tingkat dasar untuk 0% tidak mungkin
diterjemahkan ke dalam menurunkan suku bunga pinjaman bank umum sebagai bank
hanya tidak ingin meminjamkan.
 Credit Crunch. Bank kehilangan sejumlah besar uang dalam membeli utang
subprime yang gagal. Oleh karena itu, mereka berusaha untuk memperbaiki neraca
mereka. Mereka enggan untuk meminjamkan sehingga bahkan jika perusahaan dan
konsumen ingin mengambil keuntungan dari tingkat suku bunga rendah, bank tidak
akan meminjamkan mereka uang.
 Keengganan untuk memiliki obligasi. Jika suku bunga adalah nol, investor akan
mengharapkan suku bunga naik kapan. Jika suku bunga naik, harga obligasi jatuh.
Oleh karena itu, investor lebih suka menyimpan tabungan kas dari obligasi terus.

Ketika penurunan suku bunga kebijakan tampaknya memiliki atau tidak berdampak
kecil terhadap permintaan agregat, maka ekonomi dapat mengalami perangkap
likuiditas. Ketika suku bunga mendekati nol seperti yang di Inggris, Amerika Serikat
dan di Zona Euro, orang mungkin mengharapkan sedikit atau tidak ada tingkat riil hasil
investasi keuangan mereka, mereka dapat memilih bukan hanya untuk menimbun uang
mereka daripada menginvestasikannya. Hal ini menyebabkan penurunan kecepatan
peredaran uang dan berarti bahwa kebijakan moneter yang ekspansif tampaknya menjadi
tidak berdaya. Jika kebijakan moneter tidak efektif dalam menstimulasi permintaan,
solusi mungkin untuk menggunakan kebijakan fiskal atau tindakan tidak konvensional
seperti pelonggaran kuantitatif sebagai alat kick-permintaan awal dan output dalam
perekonomian terperosok dalam kemerosotan.

· Kenaikan inflasi juga bisa membantu! Karena inflasi lebih tinggi dapat
menghasilkan tingkat bunga riil menjadi negatif dan akhirnya merangsang perluasan
rumah tangga dan pengeluaran perusahaan.

· Dalam sebuah perangkap likuiditas, kebijakan fiskal bisa menjadi lebih


penting sebagai alat misalnya permintaan-manajemen menjalankan defisit anggaran yang
lebih besar untuk meningkatkan permintaan dan meningkatkan pasokan uang.

· Ada juga tekanan pada bank sentral untuk memasok pasar keuangan dengan
likuiditas ekstra untuk mendorong mereka untuk memberikan pinjaman kepada satu
sama lain lagi dan meningkatkan aliran dana yang tersedia bagi peminjam.

Anda mungkin juga menyukai