Punya Indra
Punya Indra
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sebuah mesin terdapat sebuah komponen yang jumlah
didalamya dapat mencapai lebih dari seribu komponen. Semua bekerja saling
bekerja sama dan saling mendukung terpadu sesuai dengan fungsinya yang
akan menghasilkan sebuah gerakan. Dalam kasus ini banyak hal yang harus
diperhatikan oleh seorang mahasiswa terutama jurusan Teknik Mesin S1 dalam
merancang suatu komponen dari sebuah mesin antara lain yaitu menyesuaikan
suatu komponen dengan fungsi sebenarnya baik faktor keamanan dari
komponen tersebut,ataupun efisiensi serta cost factor (biaya).
Pada Tugas Elemen Mesin ini, saya akan menghitung dan menjelaskan
suatu poros input mobil Honda Brio Konfensional, namun saya akan
menjelaskan secara umum tentang apa itu poros?.
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya
berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear),
pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa
menerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang
bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya.
Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga melalui
putaran mesin. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakra tali, puli sabuk
mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan, dan roda gigi, dipasang
berputar terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap pada poros
dukung yang berputar.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan
Sasaran yang dicapai dalam mengambil tugas elemen mesin 1 ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Teknik (ST) di
Universitas Singaperbangsa Karawang.
2. Lebih menambah wawasan pengetahuan dalam bidang otomatif .
3. Mampu merencanakan elemen-elemen mesin yang berdasarkan
perhitunganperhitungan secara sistematis dan sekaligus
mengimplementasikan, mengaplikasikan teori yang dilihat secara
langsung dilapangan.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan dalam bagian poros yang terdiri dari beberapa jenis maka
permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Prinsip kerja Poros Transmisi pada mobil Honda Brio
2. Spesifikasi dan Perhitungan Poros Transmisi pada mobil Honda Brio.
3. Gambar komponen dan pengerjaan saat di lapang.
1
1.4 Metode Perancangan
Pada perencanaan poros transmisi ini akan dibahas secara sistematis yang
memuat data-data yang diperoleh dilapangan serta rumus-rumus yang
berkaitan dengan masalah yang diambil serta dilengkapi dengan studi
dilapangan.
1.5 Sistematis Penulisan
Sistematika penulisan yang diterapkan dalam tugas elemen mesin ini adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dipaparkan tentang latar belakang masalah, alasan pemilihan
objek, maksud dan tujuan, identifikasi atau perumusan masalah, metodologi
penulisan serta sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini Penulis mengemukakan tentang berbagai referensi atau
tinjauan pustaka yang mendukung kajian dan analisis yang penulis sampaikan.
BAB 3 METODOLOGI
Dalam bab ini akan membahas tentang flowchart ,Spesifikasi Kendaraan,
Spesifikasi Material,Metode Perencanaan, dan Gambar Skematis Susunan
Poros Transmisi.
BAB 4 ANALISA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini Penulis melakukan kajian atau analisis dengan sebuah
perhitungan yang berdasarkan data yang sudah penulis cari.
BAB 5 PENUTUP
berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penghitungan pada bab
sebelumnya.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Poros
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang
bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley,
flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa menerima
beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja
sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya. (Josep Edward
Shigley, 1983).
2.2 Fungsi Poros
Poros dalam sebuah mesin berfungsi untuk meneruskan tenaga melalui
putaran mesin. Setiap elemen mesin yang berputar, seperti cakra tali, puli sabuk
mesin, piringan kabel, tromol kabel, roda jalan, dan roda gigi, dipasang
berputar terhadap poros dukung yang tetap atau dipasang tetap pada poros
dukung yang berputar.
2.3 Macam – Macam Poros
Poros sebagai penerus daya diklasifikasikan menurut pembebanannya
sebagai berikut :
1. Poros Transmisi
Poros Transmisi (transmission shaft) atau sering hanya disebut
dengan poros (shaft) digunakan pada mesin rotasi untuk
metransmisikan putaran dan rotasi dari satu lokasi kelokasi yang
lainnya. Poros mentransmisikan torsi dan driver (motor atau engine) ke
driven. Komponen mesin yang sering digunakan bersamaan dengan
poros adalah roda gigi, puli dan sprocket. Transmisi torsi antar poros
dilakukan dengan pasangan roda gigi, sabuk atau rantai. Poros bisa
menjadi satu dengan driver, seperti pada poros motor dan engine crank
5 shaft, bisa juga poros bebas yang dihubungakan ke poros lainnya
dengan kopling. Sebagai dudukan poros, digunakan bantalan.
3
2. Gandar
Gandar adalah poros yang tidak mendapatkan beban punter, bahkan
kadang kadang tidak boleh berputar. Poros ini dipasang diantara roda-
roda kereta barang,dimana tidak menerima beban puntir,bahkan tidak
boleh berputar,tapi hanya menerima beban lentur. Contohnya seperti
yang terpasang diantara roda-roda kereta barang dll.
3. Poros Spindle
Poros Spindle adalah poros tranmisi yang relative pendek, seperti
poros utama mesin perkakas, dimana beban utama berupa puntiran,
disebut spindle. Syarat yang harus dipenuhi poros ini adalah
4
4. Poros Engkol
Poros enkol merupakan suatu bagian dari mesin yang dipakai untuk
merubah gerakan naik turun dari torak menjadi gerakan berputar. Poros
engkol yang kecil sampai yang sedang biasanya dibuat dari satu bahan
yang ditempa kemudian dibubut, sedangkan yang besar-besar dibuat
dari beberapa bagian yang disambung-sambung dengan cara
pengingsutan.
5. Poros Lurus
Poros lurus merupakan poros yang berbentuk lurus biasanya
ditempatkan pada konstruksi mesin.
5
2.4 Perancangan Poros
Tegangan dan defleksi adalah parameter yang harus diperhatikan pada
perancangan poros. Defleksi sering menjadi parameter kritis, karena defleksi
yang besar akan mempercepat keausan bantalan dan mengakibatkan terjadinya
misalignment pada roda gigi, sabuk dan rantai. Tegangan pada poros bisa
dihitung hanya pada posisi tertentu yang ditinjau dengan mengetahui beban dan
penampang poros. Tetapi, untuk menghitung defleksi yang terjadi, harus
diketahui terlebih dahulu geometri seluruh bagian poros. Sehingga dalam
merancang poros, pertama kali yang dilakukan adalah berdasar tegangan yang
terjadi, baru kemudian menghitung defleksi berdasar geometri yang telah
ditentukan. Perancangan poros juga dipengaruhi hubungan frekuensi pribadi
poros (pada pembebanan bending dan torsi) terhadap frekuensi pembebanan
terhadap waktu. Jika frekuensi pembebanan mendekati frekuensi pribadi poros,
akan terjadi resonansi, sehingga timbul getaran, tegangan dan defleksi yang
besar.
a) Aturan umum perancangan poros :
1 Untuk meminimalisasi defleksi dan tegangan, poros diusahakan
sependek mungkin dan meminimalisasi keadaan ‘overhang’.
2 Sebisa mungkin menghindari susunan batang kantilever, dan
mengusahakan tumpuan sederhana, kecuali karena tuntutan
perancangan. Hal ini karena batang kantilever akan terdefleksi
lebih besar,
3 Poros berlubang mempunyai perbandingan kekakuan dengan
massa (kekakuan spesifik) lebih baik dan frekuensi pribadi lebih
besar dari pada poros pejal, tetapi harganya akan lebih mahal
dan diameter akan lebih besar,
4 Usahakan menghindarkan kenaikan tegangan pada lokasi
momen bending yang besar jika memungkinkan dan
meminimalisasi efeknya dengan cara menambahkan fillet dan
relief.
5 Jika tujuan utamanya adalah meminimalisasi defleksi, baja
karbon rendah baik untuk digunakan karena kekakuannya
setinggi baja dengan harga yang lebih murah dan pada poros
yang dirancang untuk defleksi, tegangan yang terjadi cenderung
kecil,
6 Defleksi pada roda gigi yang terpasang pada pada poros tidak
boleh melebihi 0.005 inch dan slope relatif antar sumbu roda
gigi harus kurang dari 0.03º.
7 Jika digunakan plain bearing, defleksi poros pada arah
sepanjang bantalan harus kurang dari tebal lapisan oli pada
bantalan,
6
8 Jika digunakan non-self-alligning rolling element bearing,
defleksi sudut poros pada bantalan harus dijaga kurang dari
0.04º,
9 Jika terjadi gaya aksial, harus digunakan paling tidak sebuah
thrust bearing untuk setiap arah gayanya. Jangan membagi gaya
aksial pada beberapa thrust bearing karena ekspansi termal
pada poros akan mengakibatkan overload pada bantalan.
10 Frekuensi pribadi pertama poros minimal tiga kali frekuensi
tertinggi ketika gaya terbesar yang diharapkan terjadi pada saat
operasi. Semakin besar akan semakin baik, tetapi akan semakin
sulit untuk dicapai.
2. Kekakuan Poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup
aman dalam menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau
defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidak telitian
(pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration) dan suara
(noise). Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan
poros, kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan
dengan jenis mesin yang akan ditransmisikan dayanya dengan
poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikkan maka akan menimbulkan
getaran (vibration) pada mesin tersebut. Batas antara putaran
mesin yang mempunyai jumlah putaran normal dengan putaran
mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi disebut putaran
kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar ,motor
listrik , dll. Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian
lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu
7
mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut agar lebih
rendah dari putaran kritisnya.
4. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida
korosif maka dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut,
misalnya propeller shaft pada pompa air. Oleh karena itu
pemilihan bahan-bahan poros (plastik) dari bahan yang tahan
korosi perlu mendapat prioritas utama.
5. Material Poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban
yang berat pada umumnya dibuat dari baja paduan (Alloy Steel)
dengan proses pengerasan kulit (Case Hardening) sehingga
tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja
khrom, baja khrom nikel, baja khrommolibden, baja khrom
nikel molebdenum, dll. Sekalipun demikian, baja paduan
khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya karena
putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja. Dengan
demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses
heat treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan
yang sesuai.
c) Perhitungan Diameter Poros
Dalam perhitungan diameter poros ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan yakni faktor koreksi yang dianjurkan ASME dan juga
dipakai disini. Faktor koreksi akibat terjadinya tumbukan yang
dinyatakan dengan Kt, jika beban dikenakan beban secara halus, maka
dipilih sebesar 1,0. Jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, maka
dipilih sebesar 1,0-1,5. Jika beban dikenakan dengan kejutan atau
tumbukan besar, maka dipilih sebesar 1,5-3,0.Dalam hal ini harga Kt
diambil sebesar 3 karena cangkang terhisap langsung kedalam mesin
fan sehingga mendapatkan beban kejut atau tumbukan yang besar
secara tiba-tiba. Meskipun dalam perkiraan sementara ditetapkan
bahwa beban hanya terdiri atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula
apakah ada kemungkinan pemakaian dengan beban lentur. Dimana
untuk perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban hanya terjadi
karena momen puntir saja dengan harga diantara 1,2-2,3 (jika
diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil
1,0), dalam perencanaan diambil faktor koreksinya sebesar 1,2. Maka
rumus untuk merencanakan diameter poros ds diperoleh:
8
Dimana :
ds = diameter poros yang direncanakan (mm)
𝜎a = kekuatan tarik bahan (kg/mm2) aτ
Kt = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya tumbukan
Cb = faktor koreksi untuk kemungkinan terjadinya beban lentur.
𝑇 𝑟
=
𝐽 𝜏
Dimana :
T = Momen puntir pada poros
r = Jari-jari poros
J = Momen Inersia Polar
𝑃 𝑥 60
𝑇=
2𝑥𝜋𝑥𝑛
Buk penggerak (belt drive) :
𝑇 = (𝑇1 – 𝑇2) 𝑥 𝑅
Dimana :
T1 = tarikan yang terjadi pada sisi kencang
T2 = tarikan yang terjadi pada sisi kendor
R = jari-jari pulley
9
Poros yang hanya terdapat momen lentur saja.
Untuk menghitung diameter poros yang hanya terdapat
momen lentur saja (Bending Moment Only), dapat diperoleh dari
persamaan berikut :
𝑀 𝜎
=
𝐼 𝑦
dimana :
M = Momen lentur pada poros
I = Momen Inersia y = jari-jari poros
𝜎 = Bending stress
𝜋
𝐼 𝑥𝑑4
64
10
𝑇
𝜏𝑚𝑎𝑥
𝐼𝑝
𝜋𝑑 4
𝜏𝑚𝑎𝑥 =𝑇
32
11
Tabel 2.1. Jenis Pembebanan pada Poros Tetap dan Poros yang
Berputa
Jenis pembebanan Km Kt
1. Poros Tetap
a. Beban perlahan 1,0 1,0
b. Beban tiba-tiba 1,5-2,0 1,5-2,0
2. Poros yang berputar
a. Beban perlahan ataupun tetap 1,5 1,5
b. Beban tiba-tiba kejutan ringan 1,5-2,0 1,5-2,0
c. Beban tiba-tiba kejutan berat 2,o-3,0 2,0-3,0
3. Daya Poros
Di stasiun Kernel pada Pabrik Kelapa Sawit, poros
Depericarper Fan akan mendapatkan daya dari boiler. Daya
tersebut akan ditransmisikan dari turbin ke poros melalui V-
Belt. Daya merupakan daya nominal output dari motor
penggerak dalam hal ini turbin uap. Daya yang besar mungkin
diperlukan pada saat mulai (start), atau mungkin beban yang
besar terusbekerja setelah start. Dengan demikian sering
diperlukan koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan
menggunakan faktor koreksi pada perencanaan. Ada beberapa
jenis faktor koreksi sesuai dengan daya yang akan
ditransmisikan sesuai dengan tabel 2.
Pd = N . f c
12
Dimana :
Pd = daya rencana (kW)
fc = faktor koreksi
N = daya normal keluaran motor penggerak (kW)
13
𝜎𝑏
𝜏𝑎 =
𝑆𝑓1 . 𝑆𝑓2
Dimana :
τa = tegangan geser izin (kg/mm2)
σb = kekuatan tarik bahan (kg/mm2)
Sf1 = faktor keamanan yang bergantung kepada jenis bahan.
Sf2 = faktor keamanan yang bergantung pada bentuk poros
(harga 1,3-3,0)
16𝑇
𝜏𝑝 =
𝜋𝑑 3𝑠
dimana:
τp = tegangan geser akibat momen puntir ( kg/mm2 )
T = momen puntir yang terjadi (direncanakan) ( kg.mm )
ds = diameter poros ( mm )
14
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Flowchart
MULAI
Tidak
Proses Pengolahan
Data
4 32 . 𝑇
𝑑4 = ඨ
𝜋 𝜏𝑚𝑎𝑥
Ya
Hasil SELESAI
15
3.2 Spesifikasi Kendaraan
Tabel 3.1 Spesifikasi Mobil Brio 1199 cc
1. Performa
Kapasitas Mesin 1199 CC
Tenaga 89 hp
Konsumsi BBM Tol 22,5
Konsumsi BBM dalam Kota 14,2
Jenis Bahan Bakar Bensin
Torsi 11o Nm
2. Dimensi & Kapasitas
Kapasitas Tempat Duduk 5 kursi
Kapasitas Bagasi 258 L
Kapasitas Tangki Bahan Bakar (liter) 35 Liter
Panjang 3800 mm
Lebar 1680 mm
Tinggi 1485 mm
Jarak Sumbu Roda 2405 mm
Jarak Pijak Roda Depan 1480 mm
Jarak Pijak Roda Belakang 1465 mm
Jumlah Pintu 5
3. Suspensi & Rem
Suspensi Depan MacPherson Strut
Suspensi Belakang Torsion Beam
4. Transmisi
Girboks 5 - Speed
Jenis Transmisi Manual
5. Detil Mesin
Jumlah Silinder 4
Katup Per Sillinder 4
Sistem Suplai Bahan Bakar PGM-FI
Rasio Kompresi 10.1:1
6. Velg & Ban
Ukuran Ban 175/65 R14
Jenis Ban Radial
Ukuran Velg R14
7. Kemudi
Jenis Kemudi Electric Power
Kolom Kemudi Tilt
Steering Gear Type Rack & Pinion
Pengaturan Posisi Stir Ya
16
3.3 Spesifikasi Material
1. Spesifikasi Material S35C
Tabel 3.3 Chemical Composition Material S35C
Standard Grade C Mn P S Si
0.15-
JIS G4051 S35C 0.32-0.38 0.60-0.90 0.030 0.030
0.35
Properties Metric
Tensile strength 510-568 MPa
Yield strength 304-392 MPa
Shear Stress 290-340 Mpa
Bulk modulus (typical for steel) 140 Gpa
Shear modulus (typical for steel) 80.0 Gpa
Elastic modulus 190-210 Gpa
Poisson’s ratio 0.27-0.30
Standard Grade C Mn P S Si
0.15-
JIS G4051 S45C 0.42-0.48 0.60-0.90 0.035 0.035
0.35
Properties Metric
Tensile strength ≥630 MPa
Yield strength ≥375 MPa
Shear Stress 350-390 Mpa
Bulk modulus (typical for steel) 140 GPa
Shear modulus (typical for steel) 80.0GPa
Standard Grade C Mn P S Si
0.15-
JIS G4051 S50C 0.47-0.53 0.60-0.90 0.030 0.035
0.35
17
Tabel 3.8 Steel Mechanical Properties Material S50C
Properties Metric
Tensile strength 517 MPa
Yield strength 365 MPa
Shear Stress 420-460 Mpa
Bulk modulus (typical for steel) 140 GPa
Shear modulus (typical for steel) 80.0 GPa
Elastic modulus 190-210 GPa
Poisson’s ratio 0.27-0.30
Elongation at break (in 50 mm) 33.00%
Reduction of area 63.70%
Hardness, Brinell 137
Hardness, Knoop (converted from
156
Brinell hardness)
Hardness, Rockwell B (converted
75
from Brinell hardness)
Hardness, Vickers (converted from
143
Brinell hardness)
Machinability (hot rolled and cold
drawn, based on 100 machinability 60
for AISI 1212 steel)
Standard Grade C Mn P S Si Cr Mo
ASTM 0.18- 0.70- 0.15- 0.4- 0.08-
4118 0.35 0.35
A29 0.23 0.90 0.35 0.6 0.15
EN 0.15- 0.60- 0.9- 0.15-
18CrMo4/1.7243 0.025 0.035 0.4
10084 0.21 0.90 1.2 0.25
JIS 0.18- 0.60- 0.15- 0.9- 0.15-
SCM420 0.03 0.03
G4105 0.23 0.85 0.35 1.2 0.30
Properties Metric
Tensile strength 517 MPa
Yield strength 365 MPa
Shear Stress 560-600 Mpa
Bulk modulus (typical for steel) 140 GPa
Shear modulus (typical for steel) 80.0 GPa
Elastic modulus 190-210 GPa
18
Poisson’s ratio 0.27-0.30
Elongation at break (in 50 mm) 33.00%
Reduction of area 63.70%
Hardness, Brinell 137
Hardness, Knoop (converted from
156
Brinell hardness)
Hardness, Rockwell B (converted
75
from Brinell hardness)
Hardness, Vickers (converted from
143
Brinell hardness)
Machinability (hot rolled and cold
drawn, based on 100 machinability 60
for AISI 1212 steel)
Standa
Grade C Mn P S Si Cr Mo
rd
ASTM 0.28- 0.40- 0.15- 0.80-
4130 0.035 0.040 0.15-0.25
A29 0.33 0.60 0.35 1.10
EN1025
0 25CrMo4/ 0.22- 0.60-
0.025 0.035 ≦0.40 0.90-1.2 0.15-0.30
/EN100 1.7218 0.29 0.90
83
JIS SCM430/ 0.28- 0.60- 0.15-
0.030 0.030 0.90-1.2 0.15-0.30
G4105 SCM2 0.33 0.85 0.35
Properties Metric
Tensile strength, ultimate 560 MPa
Tensile strength, yield 460 MPa
Shear Stress 580-640 Mpa
Modulus of elasticity 190-210 GPa
Bulk modulus (Typical for steel) 140 GPa
Shear modulus (Typical for steel) 80 GPa
Poissons ratio 0.27-0.30
Elongation at break (in 50 mm) 21.50%
Reduction of area 59.6
Hardness, Brinell 217
Hardness, Knoop (Converted from
240
Brinell hardness)
19
Hardness, Rockwell B (Converted
95
from Brinell hardness)
Hardness, Rockwell C (Converted
from Brinell hardness, value below
17
normal HRC range, for comparison
purposes only.)
Hardness, Vickers (Converted from
228
Brinell hardness)
Machinability (Annealed and cold
drawn. Based on 100% 70
machinability for AISI 1212 steel.)
Stand
Grade C Mn P S Si Ni Cr Mo
ard
AST
0.38- 0.75- 0.15- 0.8- 0.15-
M 4140 0.035 0.040 –
0.43 1.00 0.35 1.10 0.25
A29
EN 42CrMo4/ 0.38- 0.6- 0.9- 0.15-
0.035 0.035 0.4 –
10250 1.7224 0.45 0.9 1.2 0.30
JIS 0.38- 0.60- 0.15- 0.9- 0.15-
SCM440 0.03 0.03 –
G4105 0.43 0.85 0.35 1.2 0.30
20
normal HRC range, for comparison
purposes only)
Hardness, Vickers (converted from
207 207
Brinell hardness)
Machinability (based on AISI 1212
65 65
as 100 machinability)
21
BAB 4
ANALISA PERHITUNGAN
4.1.Perhitungan
Dari rumus inersia polar dari penampang luas
𝜋𝑑 4
Ip =
32
dan rumus tegangan geser
𝑇𝑐
τmac =
𝐼𝑝
didapatkan rumus diameter poros sebagai berikut :
𝜋𝑑 4
τmax. =𝑇
32
𝜋𝑑 4 𝑇
=
32 𝜏𝑚𝑎𝑥
32.𝑇
𝜋𝑑 4 =
𝜏𝑚𝑎𝑥
32.𝑇 4 32.𝑇
𝑑4 = => 𝑑 4 = √
𝜋.𝜏𝑚𝑎𝑥 𝜋.𝜏 𝑚𝑎𝑥
22
4.1.3 Diagram Benda Bebas
214
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 340.000.000
𝑑 = 4√5,46 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0483 m
𝑑 = 48,3 mm
4.1.5 Perhitungan Material S45C
Diketahui :
T = 18,6 kgm
T = 18,6 x 9,81
T = 182,4 Nm
τmax = 390 Mpa = 390.000.000 Pa
Ditanyakan : d ... ?
Penyelesaian :
4 32.𝑇
𝑑=√
𝜋.𝜏 𝑚𝑎𝑥
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 390.000.000
𝑑 = 4√4,76 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0467 m
23
𝑑 = 46,7 mm
4.1.6 Perhitungan Material S50C
Diketahui :
T = 18,6 kgm
T = 18,6 x 9,81
T = 182,4 Nm
τmax = 460 Mpa = 460.000.000 Pa
Ditanyakan : d ... ?
Penyelesaian :
4 32.𝑇
𝑑=√
𝜋.𝜏 𝑚𝑎𝑥
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 460.000.000
𝑑 = 4√4,04 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0448 m
𝑑 = 44,8 mm
4.1.7 Perhitungan Material SCM 420
Diketahui :
T = 18,6 kgm
T = 18,6 x 9,81
T = 182,4 Nm
τmax = 600 Mpa = 600.000.000 Pa
Ditanyakan : d ... ?
Penyelesaian :
4 32.𝑇
𝑑=√
𝜋.𝜏 𝑚𝑎𝑥
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 600.000.000
𝑑 = 4√3,09 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0419 m
𝑑 = 41,9 mm
4.1.8 Perhitungan Material SCM 430
Diketahui :
T = 18,6 kgm
T = 18,6 x 9,81
T = 182,4 Nm
τmax = 640 Mpa = 640.000.000 Pa
Ditanyakan : d ... ?
Penyelesaian :
24
4 32.𝑇
𝑑=√
𝜋.𝜏 𝑚𝑎𝑥
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 640.000.000
𝑑 = 4√2,90 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0412 m
𝑑 = 41,2 mm
4 32 𝑥 18,2
𝑑=√
3,14 𝑥 660.000.000
𝑑 = 4√2,81 𝑥 10−6
𝑑 = 0,0409 m
𝑑 = 40,9 mm
4.2.Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diketahui bahwa pada material
S35C dengan tegangan gesernya sebesar 340Mpa, Maka hasil perhitungan
pada material S35C sebesar 48,3mm. Pada material S45C dengan tegangan
geser sebesar 390Mpa, Maka hasil yang di dapatkan dari perhitungan
tersebut sebesar 46,7mm. Perhitungan pada material S50C dengan tegangan
geser sebesar 460Mpa, maka hasil yang didapatkan dari perhitungan sebesar
44,8mm. Untuk material SCM 420 tegangan geser yang didapat dari tabel
sebesar 600Mpa, maka hasil yang didapatkan sebesar 41,9mm. Namun pada
material SCM 430 dengan tegangan geser sebesar 640Mpa, didapatkan
sebesar 41,2Mpa. Dan pada material SCM 440 dengan tegangan geser
sebesar 660, dapatlah diameter poros sebesar 40,9mm.
Dari perhitungan diatas maka diketahui bawah pengukuran
dilapangan dengan (Metode Observasi Langsung) sebesar 42mm dengan
panjang 214mm. Oleh karena itu material yang cocok untuk poros transmisi
25
mobil brio adalah material SCM 420, dikarenakan ukuran diameter dari
hasil perhitungan dengan rumus dan dengan hasil pengukuran dilapangan
selisih lebih sedikit dibandingkan material yang lainnya. Untuk selisih
(1,1mm) ini kemungkinan untuk safety factor agar poros transmisi tersebut
tidak patah ataupun getas pada saat berputar atau beroperasi.
26
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh hasil dari perbandingan
pengukuran dengan metode observasi langsung dengan hasil perhitungan
dengan menggunakan rumus, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
material poros transmisi mobil brio yang cocok adalah material SCM 420.
Dikarenakan material ini pada saat dianalisa dengan hasil pengukuran
dilapangan, berbandingannya tidak terlalu jauh dibandingkan dengan
material yang lainnya (S35C, S45C, S50C, SCM 430 dan SCM 440).
Perbandingannya hanya selisih 1,1mm, kemungkinan selisih tersebut
digunakan untuk safety factor. Agar poros transmisi tidak patah ataupun
getas pada saat dioperasikan ataupun dijalankan.
Agar keamanan dapat tercapai, maka nilai dari safety factor ini harus
lebih besar dari pada 1 (satu). Tetapi satu catatan penting adalah semakin
besar safety factor, akan berdampak pada banyaknya pemakaian material.
Yang akhirnya akan berdampak pada cost (biaya). sebagai designer, kita
juga harus mempertimbangkan faktor biaya selai faktor teknis lainnya
5.2 Saran
Ketika sedang melakukan perancanagan, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain:
1. Sebelum melakukan perancangan, pahami terlebih dahulu prinsip
kerja dan fungsi elemen mesin tersebut. Agar dapat dipahami
persamaan apa saja yang harus dimasukan ketika akan mulai
merancang.
2. Kesalahan pengukuran dilapangan dan salah perhitungan sering
terjadi dalam suatu peancangan, sebaiknya dilakukan secara teliti.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
29