Kelompok 2 Kasus Konstipasi Farmasi Sosial Kelas B
Kelompok 2 Kasus Konstipasi Farmasi Sosial Kelas B
‘’KASUS : KONSTIPASI ‘’
KELAS B
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018
A plain x-ray of the abdomen showed gas-dilated loops in the colon. An
abdominal CT scan was then performed and showed a large amount of stool in
the colon. The GI service was consulted, and the recommendation was made to
hold warfarin for colonoscopy. The laxative regimen used for colonoscopy
bowel preparation was successful in clearing her bowel for the procedure and
also in relieving the patient’s abdominal pain. Colonoscopy was unremarkable,
and she was discharged with directions to establish a regimen to maintain
regular bowel function.
Kasus
Passien mengeluhkan rasa kembung dengan adanya gas dibagian kolon, setelah
dilakukan CT scan pada bagian abdomen terdapat banyak kotoran pada usus
besarnya. Tenaga medis menyarankan untuk melakukan pemeriksaan pada
saluran pencernaan dan tidak menggunakan warfarin untuk pemeriksaan
colonoscopy. Pasien disarankan menggunakan regimen terapi laxative untuk
mempersiapkan pemeriksaan colonoscopy usus. Prosedur terapi tersebut
ternyata berhasil menurunkan keluhan sakit perut. Berdasarkan pemeriksaan
colonoscopy pada usus, hasilnya normal dan pasien boleh pulang dengan tetap
menggunakan regimen terapi obat laxativa.
QUESTIONS
Problem Identification
A. Develop a list of the potential therapy problems in this patient other than
those related to her constipation.
Jawaban
Masalah terapi yang berpotensi muncul pada pasien yang berkaitan dengan
konstipasi pasien yaitu ketergantungan terhadap penggunaan laxativa sebagai
pencahar jika tidak diberikan asupan serat misalnya sayuran dan buah-buahan,
serta penggunaan warfarin yang tidak diketahui indikasinya pada kasus ini.
Therapeutic Alternatives
G. What are some nonpharmacologic steps useful in treating constipation?
Menurut Sianipar (2015), beberapa terapi non farmakologis konstipasi yaitu :
1. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan dua kali lipat risiko
konstipasi. Tirah baring dan imobilisasi berkepanjangan juga sering
dihubungkan dengan konstipasi.
2. Latihan
Sebagian kemampuan defekasi merupakan suatu refl eks yang dikondisikan.
Sebagian besar pasien dengan pola defekasi teratur melaporkan bahwa
pengosongan saluran cernanya pada saat yang hampir sama setiap hari. Saat
optimal untuk defekasi adalah segera setelah bangun tidur dan setelah makan,
saat transit kolon tersingkat. Pasien-pasien harus mengenali dan merespons
keinginan defekasi, jika gagal dapat mengakibatkan menumpuknya feses yang
berlanjut diabsorpsi cairan yang membuat nya makin sulit dikeluarkan.
4. Konsumsi Air
Konsumsi air adalah kunci penatalaksanaan, pasien harus dianjurkan minum
setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari). Konsumsi kopi, teh, dan
alkohol dikurangi semaksimal mungkin atau konsumsi segelas air putih ekstra
untuk setiap kopi, teh, atau alkohol yang diminum.
5. Serat
Meningkatkan konsumsi serat umum direkomendasikan sebagai terapi awal
konstipasi. Rekomendasi makanan tinggi serat (buah dan sayur) atau suplemen-
suplemen serat Psyllium (kulit ari ispaghula/ispaghula husk, metilselulosa,
polycarbophil, atau kulit padi/bran) perlu dilanjutkan selama 2-3 bulan sebelum
ada perbaikan gejala yang bermakna. Pendekatan ini hanya efektif pada
sebagian pasien dan masih sedikit bukti penelitian klinis yang mendukung cara
ini.
Cara kerja: pencahar ini membentuk gel di tinja yang membantu menahan lebih
banyak air di tinja. Tinja menjadi lebih besar, yang merangsang gerakan di usus
untuk membantu mengeluarkan tinja lebih cepat.
2. Pelembut tinja
Zat aktif: docusate sodium, docusate calcium, sodium docecyl sulfate (SDS)
Cara kerja: Obat ini mempunyai efek sebagai surfaktan yang menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga dapat meresap dan tinja jadi lembek.
3. Pencahar stimulan/perangsang
Cara kerja: obat ini menstimulasi dan meningkatkan peristaltik atau gerakan
usus.
Cara kerja: pencahar ini mempunyai efek menahan cairan dalan usus dan
mengatur distribusi cairan dalam tinja. Jenis ini mempunyai cara kerja seperti
spon sehingga tinja mudah melewati usus.
5. Pencahar lubrikan
Cara kerja: minyak mineral melapisi tinja dan usus untuk mencegah kehilangan
air. Pencahar ini juga melumasi tinja untuk membantu bergerak lebih mudah.
6. Pencahar saline
Cara kerja: Obat ini menarik lebih banyak air ke dalam usus. Hal ini
melembutkan tinja dan merangsang gerakan di usus untuk membantu
pengeluaran feses.
Van der Plas dkk., 2010, Megarectum in constipation, Arch Dis Child, USA.
Syam AF, Alwi I, SetiatiS, Mansjoer A, Ranita R. Penyakit-penyakit pada
kehamilan :peran Seorang internis. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Carpenito,2009, Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9. EGC,
Jakarta.
Johanson, 2007, Review of the Treatment Options for Chronic Constipation,
MedGenMed, USA.
Sianipar.N.B., (2015), Konstipasi pada Pasien Geriatri, Kalbemed, Jakarta.
https://www.galena.co.id/q/mengapa-suplemen-zat-besi-menyebabkan-sembelit,
diakses pada tanggal 24 April 2018.
Healthline, Stool Softeners vs. Laxatives, diakses pada tanggal 24 April 2018.
WebMD, Safely Using Laxatives for Constipation, diakses pada tanggal 24 April
2018.
Drugs.com, Laxatives, diakses pada tanggal 24 April 2018.
NHS UK, Laxatives, diakses pada tanggal 24 April 2018.