Anda di halaman 1dari 16

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

PROGRAM STUDI FARMASI F-MIPA


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

TETES MATA NEOMISIN SULFAT

Disusun Oleh :
Abshar Fariz (J1E110043)
Dewi (J1E110044)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2013
TETES MATA NEOMISIN SULFAT

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan organ yang peka dan penting dalam kehidupan,
terletak dalam lingkaran bertulang berfungsi untuk member perlindungan
maksimal dan sebagai pertahanan yang baik dan kokoh. Penyakit mata
dapat dibagi menjadi 4 yaitu, infeksi mata, iritasi mata, mata memar dan
glaucoma. Mata mempunyai pertahanan terhadap infeksi karena secret
mata mengandung enzim lisozim yang menyebabkan lisis pada bakteri dan
dapat membantu mengeleminasi organism dari mata. Obat mata dikenal
terdiri atas beberapa bentuk sediaan dan mempunyai mekanisme kerja
tertentu. Obat mata dibuat khusus. Salah satu sediaan mata adalah obat
tetes mata. Obat tetes mata ini merupakan obat yang berupa larutan atau
suspensi steril yang digunakan secara local pada mata.
Yang dimaksudkan sebagai obat tetes mata (opthalmika) adalah
tetes mata (oculoguttae), salep mata (oculenta), pencuci mata (collyria)
dan beberapa bentuk pemakaian khusus (lamela dan penyemprot mata)
serta inserte sebagai bentuk depo, yang ditentukan untuk digunakan pada
mata utuh atau terluka. Obat mata digunakan untuk menghasilkan efek
diagnostik dan terapetik lokal, dan yang lain untuk merealisasikan kerja
farmakologis, yang terjadi setelah berlangsungnya penetrasi bahan obat,
dalam jaringan yang umumnya disekitar mata. Mata merupakan organ
yang paling peka dari manusia, sehingga sediaan obat mata mensyaratkan
kualitas yang lebih tajam. Tetes mata harus efektif dan tersatukan secara
fisiologis (bebas rasa nyeri, tidak merangsang) dan steril (Voigt, 1995).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini yaitu agar mahasiswa mampu membuat
formulasi dan mengetahui proses pembuatan sediaan tetes mata Neomisin
Sulfat serta melakukan evaluasi sediaan tetes mata Neomisin Sulfat.
II. DASAR TEORI
Obat tetes mata (Guttae Opthalmicae) adalah sediaan steril berupa
larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada
selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata berair
umumnya dibuat menggunakan cairan pembawa berair yang mengandung zat
pengawet terutama fenilraksa (II) nitrat atau fenilraksa (II) asetat 0,002% b/v,
benzalkonium klorida 0,01% b/v atau klorheksidina asetat 0,01% b/v, yang
pemilihannya didasarkanatas ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang
terkandung di dalamnya selama watu tetes mata itu dimungkinkan untuk
digunakan. Tetes mata berupa larutan harus jernih, bebas zat asing, serat dan
benang (Depkes RI, 1979).
Sediaan tetes mata kecuali dinyatakan lain dibuat dengan salah satu cara
berikut:
1. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat
pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan
dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup wadah dan sterilkan
dengan Cara Sterilisasi A yang tertera pada Injectiones.
2. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah
satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
disterilkan dengan Cara Sterilisasi C yang tertera pada Injectiones, masukkan
ke dalam wadah secara aseptik dan tutup rapat.
3. Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah
satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan
dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat,
disterilkan dengan Cara Sterilisasi B yang tertera pada Injectiones.
(Depkes RI, 1979).
Obat mata pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu Obat
cuci mata (collyria), Obat tetes mata (guttae opthalmicae) dan Salep mata.
Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH
yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose
darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada
pembuatan obat tetes mata harus disterilkan (Anief, 1999).
Pada dasarnya sebagai obat mata biasanya dipakai :
1. Bahan-bahan yang bersifat antiseptika (dapat memusnahkan kuman-kuman
pada selaput lender mata), misalnya asam borat, protargol, kloramfenikol,
basitrasina, dan sebagainya.
2. Bahan-bahan yang bersifat mengecutkan selaput lender mata (adstringentia),
misalnya seng sulfat.
(Anief, 1999)
Neomisin sulfat adalah campuran garam sulfat antimikroba yang
dihasilkan oleh biakan pilihan Streptomyces fradiae. Mengandung neomisin
sulfat tidak kurang dari jumlah yang setara dengan 60,0% neomisin, dihitung
terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk putih atau putih
kekuningan, hampir tidak berbau, higroskopik. Keasaman-kebasaan pH larutan
3,3% b/v adalah 5-7,5. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, pada suhu tidak lebih dari 30oC. Penandaan pada etiket harus tertera
jumlah UI per mg dalam wadah dan waktu daluwarsa. Khasiat dan penggunaan
adalah sebagai antibiotikum (Depkes RI, 1979).
Sterilisasi yang paling umum dilakukan dapat berupa: sterilisasi secara
fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan
selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai
akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat
“bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170-180oC dan waktu yang
digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas). Sterilisasi secara
kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan
formalin). Sterilisasi secara makanik, digunakan untuk beberapa bahan yang
akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan,
misalnya adalah dengan saringan/filter. Sitem kerja filter, seperti pada saringan
adalah melakukan seleksi terhadap pertikel-partikel yang lewat (dalam hal ini
adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).
III. PRA FORMULASI
1. Tinjauan Farmakologi
a. Efek Utama
Neomisin Sulfat merupakan antibiotik aminoglikosida yang digunakan
untuk terapi topikal dalam pengobatan infeksi bakteri pada kulit, telinga
dan mata. Penggunaan sebagai antibiotik pada infeksi mata biasanya
0,35 % dan 0,5 % (Sweetman, 2009).
b. Efek Samping
Sensitisasi alergika, infeksi sekunder, peningkatan tekanan dalam mata
dengan kemungkinan glaukoma, kerusakan syaraf mata tidak sering
terjadi, bentuk katarak subkapsular posterior, memperlambat
penyembuhan luka (Medicastore, 2013).
c. Kontra Indikasi
Infeksi mikrobakterial pada mata, penyakit pada struktur mata yang
disebabkan oleh jamur, setelah pengangkatan benda asing pada kornea
tanpa disertai komplikasi, penyakit virus pada kornea dan konjungtiva
(Medicastore, 2013).
2. Tinjauan Sifat Fisika Kimia
a. Kelarutan
Mudah larut dalam 3 bagian air, dalam 1 bagian air larut perlahan-lahan,
sangat sukar larut dalam etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam aseton P (Depkes RI, 1979).
b. Stabilitas
Kurang stabil terhadap cahaya dalam penyimpanan, tidak stabil pada
suhu lebih dari 30oC, peka terhadap oksidasi udara, dapat dipanaskan
pada suhu 110°C selama 10 jam (yakni selama sterilisasi kering) tanpa
kehilangan potensinya meskipun terjadi perubahan warna, stabil pada pH
5-7,5 (Depkes RI, 1979).
c. Inkompatibilitas
Tidak bercampur dengan substansi anionik dalam larutan, bisa
menimbulkan endapan, juga pada krim yang mengandung Na lauril
sulfat. Tidak bercampur dengan garam cephalotin dan garam novobiocin
(Sweetman, 2009).
d. Cara Sterilisasi
Sterilisasi cara A : Pemanasan dalam otoklaf
Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok,
kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari
100 mL, sterilisasi dilakukan dengan uap air jenuh pada suhu 115-116o
selama 30 menit (Depkes RI, 1979).
e. Cara Penggunaan dan Dosis
Sediaan tetes mata :
- Infeksi berat : 1-2 tetes tiap 1 jam
- Infeksi ringan : 1-2 tetes sebanyak 4-6 kali dalam sehari
(Sweetman, 2009).
IV. FORMULASI
4.1 Permasalahan dan Penyelesaian
a. Sediaan tetes mata harus bebas dari bakteri sehingga ditambahkan bahan
pengawet yang biasa digunakan dalam sediaan tetes mata steril neomisin
sulfat.
b. Sediaan tetes mata tidak boleh mengandung kontaminasi logam yang
berasal dari alat-alat sehingga ditambahkan natrium edetat untuk
mencegah kontaminasi.
c. Neomisin sulfat merupakan bahan yang mudah teroksidasi sehingga
ditambahkan natrium metabisulfit sebagai bahan antioksidan.
d. Sediaan digunakan secara topikal untuk mata sehingga perlu dibuat
isotonis agar nyaman digunakan dengan penambahan NaCl dan
perhitungan tonisitas.
4.2 Formula Standar
Dalam Martindale :
R/ Neomisin sulfat 0,5%
Larutan Benzolkonium chlorid 0,02% v/v
Disodium edetate 0,05 %
API hingga 100%
4.3 Formula yang Dipilih
Tiap 10 ml mengandung :
R/ Neomisin sulfat 0,5%
Benzalkonium klorida 0,01%
Natrium Edetat 0,1%
Natrium Metabisulfit 0,1 %
NaCl 0,7384%
Aqua pro injeksi ad 10 mL
Alasan pemilihan formula :
a. Neomisin sulfat sebagai bahan aktif dalam terapi untuk mengobati
infeksi bakteri pada konjungtivitis dan otitis media.
b. Benzalkonium klorida sebagai pengawet atau antimikroba dalam sediaan
yang biasa digunakan dalam sediaan tetes mata steril dengan bahan
aktif neomisin sulfat.
c. Natrium Edetat digunakan untuk mencegah kontaminasi dengan logam
yang berasal dari wadah gelas agar dalam sediaan tetes mata yang dibuat
tidak terdapat cemaran logam.
d. Natrium Metabisulfit sebagai bahan antioksidan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya oksidasi bahan saat proses pembuatan sediaan
dan sterilisasi.
e. NaCl sebagai bahan pengisotonis karena sediaan ditujukan untuk
pengobatan infeksi pada mata sehingga sediaan harus isotonis
f. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena bahan-
bahan larut dalam air, selain itu aqua pro injection lebih steril
dibandingkan dengan aquadest biasa sehingga adanya kemungkinan
kontaminasi lebih kecil.
4.4 Perhitungan
1. Perhitungan berat dan volume :
Dibuat sediaan tetes mata 10 mL untuk vial :
- Neomycin sulfat = 0,5 % x 10 ml = 0,05 gram
- Benzalkonium Klorida = 0,01 % x 10 ml = 0,001 gram
- Natrium Edetat = 0,1 % x 10 ml = 0,01 gram
- Na metabisulfit = 0,1 % x 10 ml = 0,01 gram
- NaCl ad isotonis = 0,7384 % x 10 ml = 0,07384 gram
- Aqua pro injeksi ad 10 ml
2. Perhitungan Isotonis
Diketahui :
E Neomisin Sulfat = 0,14 E Natrium Edetat = 0,23
E Benzalkonium Klorida = 0,16 E Na metabisulfit = 0,67
% Tonisitas = [(0,5x0,14) + (0,01x0,16) + (0,1x0,23) + (0,1x0,67)]
= 0,07 + 0,0016 + 0,023 + 0,067
= 0,1616% (Hipotonis)
% NaCl = 0,9% - 0,1616% = 0,7384 %
V. METODE KERJA
5.1 Alat dan Bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, botol tetes mata,
corong kaca, Erlenmeyer, gelas beker, gelas ukur, kaca arloji, kertas
saring, pinset, pipet tetes, spatula, dan tabung reaksi.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah aqua pro injeksi, neomisin
sulfate, benzalkonium, natrium edetat, Na metabisulfit dan NaCl.
5.2 Cara Kerja
5.2.1 PembuatanSediaan
1. Ditimbang semua bahan.
2. Melarutkan bahan aktif dan bahan tambahan yaitu Neomisin
Sulfat, Natrium Edetat, dan Na metabisulfit dengan Aqua pro
injeksi secukupnya sampai larut.
3. Tambahkan NaCl dan pengawet Benzalkonium Klorida
kemudian mengecek pH-nya.
4. Menyaring larutan tersebut dengan kertas saring yang telah
dijenuhkan dengan Aqua pro injeksi sebelumnya dan kemudian
menampungnya dalam gelas ukur.
5. Menambahkan Aqua pro injeksi sampai volume tercapai 10 ml.
6. Dilakukan pengemasan di dalam vial dan sediaan disterilisasi.
7. Dilakukan pengujian sediaan.
5.2.2 Pembuatan MediaTioglikolat Cair
1. Ditimbang Tioglikolat sebanyak 6 gram.
2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml yang sudah ditara 200
ml.
3. Dilarutkan media dalam aquadest sebanyak 200 ml, jika perlu
dengan pemanasan sambil diaduk. Setelah media jadi dicek pH
7,1 ± 0,2.
4. Media yang digunakan untuk uji sterilitas sediaan injeksi
dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak @ 15 ml,
sedangkan untuk uji sterilitas infus dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 1000 ml sebanyak 100 ml.
5. Mulut tabung reaksi disumbat dengan kapas.
6. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121° C selama 15
menit.
5.2.3 Uji Evaluasi Sediaan
1. Uji kebocoran
a. Metilen blue 0,1% dimasukkan kedalam wadah yang sudah
disterilkan.
b. Kemudian wadah yang berisi metelin blue 0,1% dimasukkan
kedalam gelas beker yang berisi air jernih.
c. Kebocoran terjadi jika metelin blue 0,1% keluar dari wadah
tersebut dan larutan diluar menjadi berwarna biru.
(Depkes RI, 1978).
2. Uji sterilitas
a. Sediaan obat tetes mata sebanyak 1 mL dengan menggunakan
syringe.
b. Kemudian sediaan dimasukkan dalam media tioglikolat cair
yang ada didalam tabung reaksi.Proses ini dilakukan di dalam
laminar air flow.
c. Setelah sampel dimasukkan kedalam media, selanjutnya media
ditutup kembali dengan kapas dan aluminium foil
d. Media diamati pada hari ke 3, 5 dan 7.
e. Dikatakan steril jika tidak terlihat pertumbuhan mikroba
selama proses pengamatannya (Depkes RI, 1978).
3. Uji kejernihan
a. Sediaan yang sudah jadi dimasukkan kedalam vial
b. Kemudian diamati dengan mata dengan meletakan sediaan
tersebut kearah datangnya cahaya
c. Diamat kejernihan pada sediaan tersebut
d. Dikatakan jernih apabila sediaan tembus terawang
(Depkes RI, 1978).
4. Uji pH
a. Indikator pH dimasukkan kedalam sediaan
b. Dilihat apakah pH sediaan sudah sesuai dengan literatur yakni
pH untuk sediaan yaitu 6.
(Depkes RI, 1978).
5.3 Sterilisasi Alat
NO. Nama Alat Ukuran Jumlah Cara Suhu Waktu
sterilisasi
1 Kaca Arloji 2 Oven 180 0C 30’
2 Pipet tetes 3 Autoklaf 121 0C 15’
3 Spatula 1 Oven 180 0C 30’
4 Gelas Ukur 25 ml 1 Autoklaf 121 0C 15’
5 Gelas Ukur 10 ml 1 Autoklaf 121 0C 15’
6 Batang Pengaduk 1 Oven 180 0C 30’
7 Beaker Gelas 50 ml 1 Oven 180 0C 30’
8 Corong kaca + 1 Autoklaf 121 0C 15’
Kertas Saring
9 Erlenmeyer 50 ml 1 Oven 180 0C 30’
10 Tabung reaksi 3 Autoklaf 121 0C 15’
11 Botol Tetes mata 3 Oven 180 0C 30’
12 Pinset 2 Oven 180 0C 30’
VI. PEMBAHASAN
Tujuan percobaan kali ini adalah untuk memahami cara pembuatan
tetes mata neomisin sulfat dan cara menguji kualitas dari sediaan steril yang
dibuat. Sediaan tetes mata merupakan larutan steril, yang dalam
pembuatannya memerlukan pertimbangan yang tepat terhadap pemilihan
formulasi sediaan, seperti penggunaan bahan aktif, pengawet, isotonisitas,
dapar, viskositas, dan pengemasan yang cocok (Ansel, 1989). Sediaan yang di
buat pada formulasi menggunakan bahan aktif neomisin sulfat. Neomisin
Sulfat merupakan antibiotik aminoglikosida yang digunakan sebagai terapi
topikal untuk mengobati infeksi bakteri pada konjungtivitis dan otitis
media.
Formulasi yang dibuat mengandung bahan aktif Neomisin sulfat
0,5%; Benzalkonium klorida 0,01%; Natrium Edetat 0,1%; Natrium
Metabisulfit 0,1 %; NaCl 0,7384%; dan Aqua pro injeksi hingga 10 mL.
Neomisin sulfat sebagai bahan aktif dalam terapi untuk mengobati infeksi
bakteri pada konjungtivitis dan otitis media. Benzalkonium klorida sebagai
pengawet atau antimikroba dalam sediaan yang biasa digunakan dalam
sediaan tetes mata steril dengan bahan aktif neomisin sulfat. Natrium Edetat
digunakan untuk mencegah kontaminasi dengan logam yang berasal dari
wadah gelas agar dalam sediaan tetes mata yang dibuat tidak terdapat
cemaran logam. Natrium Metabisulfit sebagai bahan antioksidan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya oksidasi bahan saat proses pembuatan
sediaan dan sterilisasi. NaCl sebagai bahan pengisotonis karena sediaan
ditujukan untuk pengobatan infeksi pada mata sehingga sediaan harus
isotonis. Aqua pro injeksi digunakan sebagai pelarut dan pembawa karena
bahan-bahan larut dalam air, selain itu aqua pro injection lebih steril
dibandingkan dengan aquadest biasa sehingga adanya kemungkinan
kontaminasi lebih kecil.
Pembuatan sediaan dilakukan dengan pertama-tama ditimbang semua
bahan. Melarutkan bahan aktif dan bahan tambahan yaitu Neomisin
Sulfat, Natrium Edetat, dan Na metabisulfit dengan Aqua pro injeksi
secukupnya sampai larut. Tambahkan NaCl dan pengawet Benzalkonium
Klorida kemudian mengecek pH-nya. Menyaring larutan tersebut dengan
kertas saring yang telah dijenuhkan dengan Aqua pro injeksi sebelumnya
dan kemudian menampungnya dalam gelas ukur. Menambahkan Aqua pro
injeksi sampai volume tercapai 10 ml. Dilakukan pengemasan di dalam vial
dan sediaan disterilisasi. Larutan yang sudah disaring dimasukkan ke dalam
vial sebanyak 10 mL dan disterilkan menggunakan cara sterilisasi A yaitu
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Lalu terakhir
dilakukan pengujian sediaan.
Sediaan yang telah disterilisasi kemudian dilakukan pengujian. Uji
yang dilakukan untuk sediaan ini ada empat yaitu uji kejernihan, uji
kebocoran, uji pH dan uji sterilitas. Uji kejernihan pada sediaan yang
dilakukan dengan cara melihat kejernihan sediaan dengan cara visual dan
diamati apakah ada partikel-partikel dalam larutan.
Uji yang dilakukan berikutnya adalah uji pH. Uji ini dilakukan
dengan cara mencelupkan kertas indikator pH kedalam sediaan kemudian
dibandingkan warnanya dengan warna pembanding pH. Uji berikutnya adalah
uji kebocoran. Pengujian dilakukan dengan cara mencelupkan kemasan
sediaan kedalam gelas Bekker 250 mL yang berisi air dicampur dengan
metilen blue kemudian didiamkan selama 10 menit. Sediaan dikatakan tidak
memiliki kebocoran jika pewarna metilen blue tidak masuk kedalam sediaan
sehingga sediaan menjadi berubah warna dan kemasan tidak mengeluarkan
gelembung udara ketika dicelupkan.
Uji yang terakhir dilakukan adalah uji sterilitas. Uji ini dilakukan
pada media Tioglikolat cair. Sediaan dimasukkan kedalam media dengan cara
disuntikkan sebanyak 1 mL. Proses ini dilakukan di dalamlaminar air flow.
Media yang telah berisi sediaan ini diinkubasi pada suhu 30o C dan dilakukan
pengamatan pada hari ke-3,5 dan 7.
Sebelum dilakukan pembuatan sediaan terlebih dahulu dilakukan
sterilisasi alat. Cara sterilisasi alat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
pemanasan cara basah dengan menggunakan autoklaf dan metode pemanasan
cara kering dengan menggunakan oven. Metode pemanasan cara basah
dengan menggunakan autoklaf untuk alat yang tidak tahan panas suhu tinggi
yang berupa gelas dan wadah lain yang tidak tahan panas kering, plastik dan
karet. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121o C selama 15 menit. Prosesnya
semua alat yang sudah dibungkus dengan kertas perkamen seperti karet pipet
tetes, tutup vial dan syringe dimasukkan kedalam autoklaf kemudian ditutup
rapat. Pemanasan dilakukan hingga suhu mencapai 111o C, setelah itu katup
udara dibuka sehingga udara dalam autoklaf keluar dan tekanan didalam
autoklaf meningkat. Berikutnya autoklaf dipanaskan lagi hingga suhu
mencapai 121o C. Ketika suhu sudah mencapai 121o C, suhu dipertahankan
selama 15 menit (disebut dengan waktu pembinasaan). Setelah 15 menit
katup udara dibuka hingga uap air keluar semuanya (disebut dengan waktu
pendinginan).
Cara sterilisasi lainnya adalah menggunakan oven. Metode
pemanasan cara kering dengan menggunakan oven untuk alat yang tahan
dengan pemanasan tinggi yang berupa alat gelas, alat porslein dan alat logam.
Sterilisasi dilakukan pada suhu 180o C selama 30 menit. Proses sterilisasi
yaitu alat yang sudah dibungkus dengan kertas perkamen (gelas beaker,
batang pengaduk, kaca arloji, pinset, pipet tetes, spatula, gelas ukur, corong
kaca, vial dan kertas saring yang dimasukkan dalam beaker glass)
dimasukkan kedalam oven dan ditutup. Pemanasan dilakukan sampai
mencapai suhu 180o C (waktu menaik). Setelah suhu mencapai 180o C
dilakukan proses sterilisasi selama 30 menit. Waktu pemanasan disini
bertujuan untuk meningkatkan suhu dari 0o sampai 180oC. Setelah suhu
mencapai 180o C maka suhu akan stabil (waktu kesetimbangan) dan
dilakukan sterilisasi selama 30 menit (waktu pembinasaan). Waktu
pembinasaan bertujuan untuk membinasakan mikroorganisme yang ada di
alat-alat tersebut. Waktu tambahan jaminan sterilitas yaitu waktu dimana
sterilisasi yang telah melebihi 30 menit namun tetap dilakukan pembinasaan,
maka waktu tersebut digunakan untuk menambah jaminan sterilitas suatu
sediaan. Kemudian turukan suhu sampai 0o C (waktu pendinginan). Waktu
pendinginan bertujuan untuk mendinginkan alat-alat yang telah selesai
disterilisasi agar alat-alat yang akan digunakan tidak dalam keadaan panas
tinggi namun tetap steril.
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh pada percobaan kali ini adalah :
1. Sediaan tetes mata Neomisin sulfat yang dibuat memiliki indikasi sebagai
terapi topikal untuk mengobati infeksi bakteri pada konjungtivitis dan
otitis media.
2. Formulasi yang dibuat mengandung bahan aktif Neomisin sulfat 0,5%;
Benzalkonium klorida 0,01%; Natrium Edetat 0,1%; Natrium
Metabisulfit 0,1 %; NaCl 0,7384%; dan Aqua pro injection ditambahkan
sampai volume sediaan 10 mL.
3. Uji evaluasi yang dilakukan untuk sediaan ini ada empat yaitu uji
kejernihan, uji kebocoran, uji pH dan uji sterilitas.
4. Cara sterilisasi alat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
pemanasan cara basah dengan menggunakan autoklaf dan metode
pemanasan cara kering dengan menggunakan oven.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 1999. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Ansel H, 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.

Depkes RI. 1978. Formularium Nasional. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.

Suriawiria. U. 2005. Pengantar Mikrobiologi Umum.Angkasa. Bandung.

Sweetman. 2009. Martindale : The Extra Pharmacopoeia. The Pharmaceutical Press.


London.

Medicastore. 2013. Maxitrol Tetes Mata.


http://medicastore.com/obat/3555/MAXITROL_TETES_MATA.html
diakses pada 12 Desember 2013.

Muzakkar, 2007. Uji Sterilitas Tetes Mata yang Beredar di Kota Palu Setelah Satu
Bulan Penggunaan. Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi dan Pengetahuan
Alam (STIFA) Pelita Mas. Palu.

Voight R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi ke-5.Gajah Mada


University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai