3. Asas kewarganegaraan
Menurut penjelasan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia dinyatakan bahwa Indonesia dalam penentuan kewarganegaraan menganut
asas-asas sebagai berikut.
a. Asas ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunan, bukan bersasarkan negara tempat dilahirkan.
b. Asasiussolisecaraterbatas,yaituasasyangmenentukankewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan
ketentuan yang diatur undang-undang.
c. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap
orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
6. Keanggotaan MPR
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas
anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undang-
undang. Jumlah anggota MPR periode 2009–2014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560
Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir
bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama
yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang
berhalangan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh pimpinan MPR.
7. Pengertian dan salah satu perwujudan partisipasi politik
Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan politik.Partisipasi politik dilakukan orang dalam
posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri dan sifat partisipasi
politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
bentuk-bentuk partisipasi politik
-Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana
partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan
lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
-Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud
mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu;
Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota
maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah;
-Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-
pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan
-Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi
keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda,
termasuk di sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi
dan pemberontakan.
Berdasarkan ideologi yang menjadi landasannya, demokrasi dapat dibedakan ke dalam dua bentuk.
√) Demokrasi konstitusional atau demokrasi liberal, yaitu demokrasi yang didasarkan pada
kebebasan atau individualisme. Ciri khas pemerintahan demokrasi konstitusional adalah
kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak diperkenankan banyak melakukan campur
tangan dan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Kekuasaan pemerintah dibatasi
oleh konstitusi.
√) Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar; yaitu demokrasi yang didasarkan pada paham
marxisme-komunisme. Demokrasi rakyat mencitacitakan kehidupan yang tidak mengenal kelas
sosial. Manusia dibebaskan dari keterikatannya kepada pemilikan pribadi tanpa ada penindasan
serta paksaan. Akan tetapi, untuk mencapai masyarakat tersebut, apabila diperlukan, dapat
dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Menurut Mr. Kranenburg demokrasi rakyat lebih
mendewakan pemimpin. Sementara menurut pandangan Miriam Budiardjo, komunisme tidak
hanya merupakan sistem politik, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang berdasarkan nilai-
nilai tertentu. Negara merupakan alat untuk mencapai komunisme dan kekerasaan dipandang
sebagai alat yang sah.
4. Pengadilan Negeri
Sistem pemerintahan presidensial dan Peranan dari Pengadilan Negeri adalah sebagai pihak
yang memeriksa, memutuskan perkara pidana di tingkat pertama. Berdasarkan golongan sendiri
hukum terbagi menjadi beberapa seperti : hukum berdasarkan bentuk (hukum tertulis dan tidak
tertulis), hukum berdasarkan wilayah (hukum lokal, hukum nasional dan hukum internasional),
hukum berdasarkan fungsi (hukum marerial dan hukum formal), hukum berdasarkan waktu
(hukum positif yang berlaku di masa sekarang dan masa yang akan datang dan hukum trasitor),
hukum berdasarkan pokok permasalahan (hukum sipil dan hukum negara) dan hukum
berdasarkan sumber (undang-undang, kebiasaana atau adat istiadat atau hukum adat, hukum
traktat dan hukum yurisprudensi).
5. Pengadilan Tinggi
Peranan lembaga peradilan dalam Pengadilan tinggi merupakan lembaga peradilan yang
mempunyai posisi di ibu kota provinsi. Adapun dari peranan pengadilan tinggi adalah :
Mengadili pidana di tingkat banding atau provinsi
Pengadilan tinggi mempunyai peran sebagai pihak yang menjaga jalannya peradilan di
tingkat pertam
Pengadilan negeri juga mempunyai peran untuk memberikan pertimbangan dan nasehat
hukum kepada pemerintah
6. Peradilan Agama
Peradilan agama adalah lembaga pengadilan lembaga yang ada di setiap daerah
kabupaten. Peranan peradilan agama ini adalah untuk memeriksa, memutuskan dan
menyelesaikan beberapa perkara seperti pernikahan, warisan, hak asuh anak dan wakaf.
Peradilan Agama sendiri identik dengan memberikan nasehat tentang hukum islam, namun
nasehat itu sendiri dikeluarkan peradilan Agama ketika instansi pemerintah memintanya.
7. Peradilan Militer
lembaga peradilan milter adalah sebuah lembaga peradilan yang melaksanakan dan
menegakkan hukum di lingkungan angkatan bersenjata. Selain itu, ketika sebuah lembaga
peradilan militer memutuskan hukum harus mempertimbangkan juga kepentingan pertahanan
keamanan negara.
22.Substansi hak dan kewajiban warga negara dalam nilai dasar pancasila.
23.Substansi hak dan kewajiban warga negara dalam nilai praksis pancasila
Nilai Dasar Pancasila atau Nilai Ideal Pancasila adalah nilai – nilai dasar yang bersifat tetap dan
tidak bisa diubah
Nilai Instrumental Pancasila adalah penjabaran dari nilai dasar / ideal dimana nilai ini bersifat
dinamis dankreatif serta tertuang dalam UUD 1945 danperaturan perundang – undangan
lainnya.
Nilai Praxis Pancasila adalah nilaiyang diterapkan / dilaksanakan dalam kehidupan sehari – hari
26. Upaya penanganan pelangkaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara
upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengatasi berbagai kasus pelanggaran
hak dan pengingkaran kewajiban warga negara.
Supremasi hukum dan demokrasi harus ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan
dialogis harus dikemukakan dalam rangka melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan
memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan
kepada setiap orang dari perbuatan melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang
melawan hukum dalam rangka menegakkan hukum.
Mengoptimalkan peran lembaga-lembaga selain lembaga tinggi negara yang berwenang
dalam penegakan hak dan kewajiban warga negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Lembaga Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya berbagai bentuk
pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara oleh pemerintah.
Meningkatkan pengawasan dari masyarakat dan lembaga-lembaga politik terhadap setiap
upaya penegakan hak dan kewajiban warga negara.
Meningkatkan penyebarluasan prinsip-prinsip kesadaran bernegara kepada masyarakat
melalui lembaga pendidikan formal (sekolah/perguruan tinggi) maupun non-formal
(kegiatankegiatan keagamaan dan kursuskursus).
Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat
agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masingmasing
27.Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pencegahan terjadinya pelanggaran hak
dan pengingkaran kewajiban warga negara
a. Keluarga
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hak dan pengingkaran
kewajiban di lingkungan keluarga sebagai berikut.
1. Menaati nasihat orang tua
2. Berperilaku baik kepada semua anggota keluarga
3. Mengerjakan tugas rumah dengan baik
4. Membuat daftar kegiatan sehari-hari
5. Makan bersama keluarga di ruang makan
b. Sekolah
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban di
likungan sekolah sebagai berikut.
1. Menegrjakan tugas sekolah dengan baik
2. Menegrjakan ujian tanpa nyontek
3. Membantu teman yang kesulitan dalam belajar
4. Datang kesekolah tepat waktu
5. Melaksanakan piket kelas
c. Masyarakat
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban di
likungan masyarakat sebagai berikut.
1. Membina kerukunan dengan tetangga
2. Membantu tetangga yang terkena musibah
3. Tidak mengganggu ketenangan lingkungan
4. Melaksanakan piket ronda
5. Menaati jam belajar masyarakat
d. Bangsa dan Negara
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban di
likungan bangsa dan negara sebagai berikut.
1. Mematuhi hokum yang berlaku
2. Menggunakan helm saat berkendara bermotor
3. Membayar pajak
4. Menggunakan fasilitas umum dengan baik
5. Kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak dengan rakyat
Peran Advokat
Advokat disebut juga penasihat hukum adalah orang yang diberi kuasa untuk memberi bantuan
di bidang hukum baik perdata atau pidana kepada yang memerlukannya, baik berupa nasehat
(konsultasi) maupun bantuan hukum aktif baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan jalan
mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentigan
hukum para pengguna jasanya. Melalui jasa hukum yang diberikan, advokat menjalankan tugas
profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari
keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental
mereka di depan hukum.
Keberadaan advokat sebagai salah satu penegak hukum diatur dalam Undang- Undang Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Setiap orang yang memenuhi persyaratan,
dapat menjadi seorang advokat. Adapun persyaratan untuk menjadi advokat di Indonesia diatur
dalam Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat,
yaitu:
1. warga negara Republik Indonesia;
2. bertempat tinggal di Indonesia;
3. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;
4. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
5. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum;
6. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;
7. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor advokat;
8. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
9. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.
Adapun tugas dari advokat secara khusus adalah membuat dan mengajukan gugatan,
jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak segera disidangkan atau
diputuskan perkaranya dan sebagainya. Di samping itu, pengacara bertugas membantu hakim
dalam mencari kebenaran dan tidak boleh memutar balikkan peristiwa demi kepentingan
kliennya agar kliennya menang dan bebas. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugasnya
berdasarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003, seorang advokat
mempunyai hak dan kewajiban. Adapun yang menjadi hak advokat adalah:
a. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik
profesi dan peraturan perundang-undangan.
b. Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
c. Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. d.
Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi
Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan
untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
d. Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas
berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
e. Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh
pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.
Sedangkan yang menjadi kewajiban yang harus dipatuhi oleh seorang advokat diantaranya
adalah:
a) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap
klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya.
b) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya
karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
c) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan
martabat profesinya.
d) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa
sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam
menjalankan tugas profesinya.
e) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama
memangku jabatan
31. Macam macam sanksi dalam pelanggaran hukum
1.Sanksi Hukum Pidana
Sanksi Hukum Pidana diatur dalam Pasal 10 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu
sebagai berikut :
a.Hukuman Pokok
Hukuman Pokok terdiri dari :
1. Hukuman Mati
2. Hukuman Penjara, yang terdiri dari hukuman seumur hidup, dan hukuman sementara
waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya 1 tahun)
3. Hukuman Kurungan (setinggi-tingginya 1 tahun dan sekurang-kurangnya 1 hari)
b.Hukuman Tambahan
Hukuman Tambahan terdiri dari :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan/Penyitaan barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
3.Sanksi Administratif
Sanksi administratif merupakan sanksi yang diberikan untuk pelanggaran terhadap administrasi
ataupun undang-undang yang bersifat administratif. Sanksi yang diberikan dapat berupa :
1. Denda
2. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat/izin
3. Penghentian sementara pelayanan administrasi hingga pengurangan jatah produksi
4. Tindakan administratif
b. Aspek Ekonomi
Pengaruh positif iptek bagi kehidupan ekonomi yang dapat kita lihat diantaranya:
1) Semakin meningkatnya investasi asing atau penanaman modal asing di Indonesia.
2) Semakin terbukanya pasar internasional bagi hasil produksi dalam negeri
3) Mendorong para pengusaha-pengusaha untuk meningkatkan efisiensi dan menghilangkan
biaya tinggi.
4) Meningkatkan kesempatan kerja dan devisa negara
5) Meningkatkan kemakmuran masyarakat
6) Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi Indonesia
b. Aspek Ekonomi
Terdapat beberapa pengaruh dalam bidang ekonomi, sebagai berikut:
1) Akan banyaknya barang-barang dari luar negeri yang masuk ke Indonesia akibat berjalannya
perdagangan bebas. Hal ini membuat barang lokal yang kalah saing dengan barang luar negeri.
2) Perekonomian kita akan dikuasai oleh pihak asing, akibat banyaknya pihak luar negeri yang
akan menanamkan modal atau saha di Indonesia.
3) Sektor ekonomi rakyat yang disubsidi pemerintah akan semakin berkurang dan organisasi
seperti Koperasi secara perlahan akan ditinggalkan.
36. 45 Essay. Sikap seleketif dalam menghadapi berbagai pengaruh kemajuan IPTEK
Terdapat beberapa sikap selektif dalam menghadapi pengaruh kemajuan iptek, yaitu:
1. Sikap Tanggung Jawab dalam Pengembangan Iptek
Bagi bangsa Indonesia, dalam mengembangkan dan menerapkan iptek perlu ada landasan
idealnya, yaitu Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945. Dalam kaitannya dengan isi Pancasila
terutama sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengingatkan kita bahwa semua ilmu yang ada saat ini
berasal dari Tuhan.
Iptek harus dikembangkan dan diterapkan untuk kemaslahatan manusia, bukan untuk menyiksa
dan mencelakakan manusia. Sementara itu, UUD NKRI 1945 mengamanatkan bahwa tujuan
nasional adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehudupan bangsa.
Untuk itu, upaya dalam memanfaatkan, mengembangkan serta menguasai iptek diarahkan agar
senantiasa meningkatkan kecerdasan manusia, meningkatkan pertambahan nilai barang dan jasa,
serta meningkatkan kesejahteraan masyrakat Indonesia.
Usaha pengembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia perlu berpegang pada prinsip moral.
Dengan demikian, pemanfaatan iptek dalam kegiatan pembangunan tidak akan merusak
lingkungan hidup.
Dalam mengembangkan dan menerapkan iptek sudah selayaknya manusia disertai dengan etika
dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Etika dalam hal ini, menyangkut pengertian luas, baik etika
keilmuan maupun etika sosial.
Pada segi agama, atika dan tujuan pengembangan iptek secara sistematis dapat dibagi menjadi
dua. Pertama, untuk membantu manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan. Kedua, untuk
membantu manusia dalam menjalankan tugasnya untuk membangun alam semesta ciptaan
Tuhan.
Pada intinya, seorang pengguna iptek harus sadar bahwa iptek yang dipergunakan itu dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selain itu, rasa tanggung jawab juga mengandung arti
bahwa dalam menggunakan iptek, kita tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi.
39. Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa revolusi kemerdekaan ( 18 Agustus 1946 -
27 Desember 1949)
Pada periode ini, bentuk NRI adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah
republik yang mana presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai
kepala negara. Sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial.
Dalam periode ini, yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang Dasar 1945.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen. Hal ini
dikarenakan bangsa Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya. Pada waktu itu,
semua kekuatan negara difokuskan pada upaya mempertahankan kemerdekaan yang baru saja
diraih dari rongrongan kekuatan asing yang ingin kembali menjajah Indonesia. Dengan
demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun yang baru dapat
dibentuk hanya presiden, wakil presiden, serta para menteri dan gubernur yang merupakan
perpanjangan tanggan pemerintah pusat. Adapun departemen yang dibentuk untuk pertama
kalinya di Indonesia terdiri atas 12 departemen. Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas
delapan wilayah yang terdiri atas Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo,
Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Dengan
demikian, tidaklah menyalahi apabila MPR/DPR RI belum dimanfaatkan karena pemilihan umum
belum diselenggarakan. Lembaga-lembaga tinggi negara lain yang disebutkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 seperti MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA belum dapat diwujudkan sehubungan
dengan keadaan darurat dan harus dibentuk berdasarkan undang-undang. Untuk mengatasi hal
tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 melalui ketentuan dalam pasal IV Aturan Peralihan
menyatakan bahwa sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan pertimbangan Agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala kekuasaanya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 secara langsung memberikan kekuasaan yang
teramat luas kepada presiden. Dengan kata lain, kekuasaan presiden meliputi kekuasaan
pemerintahan negara (eksekutif), menjalan kekuasaan MPR dan DPR (legislatif) serta
menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya
untuk sementara waktu, supaya penyelenggaraan negara dapat berjalan. Oleh karena itu PPKI
dalam Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang
menegaskan bahwa:
a. Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia
mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
b. Dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, majelis itu bersidang
untuk menetapkan undang-undang dasar.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk menuduh Indonesia
sebagai negara diktator karena kekuasaan negara terpusat kepada presiden. Untuk melawan
propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan tiga buah
maklumat.
a. Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan
kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selam
enam bulan). Kemudian, maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula
dipegang oleh Presiden kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya, maklumat ini
adalah penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945
b. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai politik yang
sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan pada saat itu bahwa salah
satu ciri demokrasi adalah multipartai. Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar Dunia Barat
menilai bahwa Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi.
c. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah sistem
pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer. Maklumat tersebut
kembali menyalahi ketentuan UUD RI 1945 yang menetapkan sistem pemerintahan presidensial
sebagai sistem pemerintah Indonesia.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap sistem
ketatanegaraan Indonesia. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 telah membawa
perubahan total dalam sistem pemerintahan negara kita. Pada tanggal tersebut, Indonesia
memulai kehidupan baru sebagai penganut sistem pemerintahan parlementer. Dengan
sistem ini, presiden tidak lagi mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala
negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Kabinet dalam hal ini
para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada DPR yang kekuasaannya
dipegang oleh BP KNIP.
Secara konseptual, perubahan ini diharapkan akan mampu mengakomodasi semua
kekuatan yang ada dalam negara ini. Akan tetapi, pada kenyataannya, sistem ini justru membawa
bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak stabil. Kabinet-kabinet parlementer yang
dibentuk gampang sekali dijatuhkan dengan mosi tidak percaya dari DPR.
Sistem pemerintahan parlementer tidak berjalan lama. Sistem tersebut berlaku mulai
tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam rentang waktu
itu, terjadi beberapa kali pergantian kabinet. Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir
yang dilanjutkan dengan kabinet Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet
Syahrir III, sebagai akibat meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah
membentuk Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947–3 Juli 1947). Namun atas desakan dari
beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet Parlementer, seperti
berikut:
a. Kabinet Amir Syarifudin I: 3 Juli 1947-11 November 1947
b. Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
c. Kabinet Hatta I: 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
d. Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara): 19 Desember 1948-13 Juli 1949
e. Kabinet Hatta II: 4 Agustus 1949-20 Desember 1949
Kondisi pemerintahan tidak stabil karena kabinet yang dibentuk tidak bertahan lama serta
rongrongan kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Pemberontakan tersebut
menambah catatan kelam sejarah bangsa ini dan rakyat makin menderita. Periode Negara
Kesatuan Republik Indonesia berakhir seiring dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar
yang mengubah bentuk negara kita menjadi negara serikat pada tanggal 27 Desember 1949.
Periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis dengan tujuan
mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI. Adapun gerakan-gerakan tersebut di
antaranya sebagai berikut.
a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948 Pemberontakan ini terjadi pada
tanggal 18 September 1948 yang
dipimpin oleh Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar
negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet Republik Indonesia.
Pemberontakan PKI Madiun melakukan aksinya dengan menguasai seluruh karesidenan Pati.
PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini secara besar-besaran. Pada tanggal 30
September 1948, pemberontakan PKI Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh
rakyat. Di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah bagian timur)
dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur) mengerahkan kekuatan TNI dan polisi
untuk melakukan pengejaran dan pembersihan di daerah-daerah sehingga Muso dan Amir
Syarifuddin berhasil ditembak mati.
40. Persatuan dan kesatuan bangsa pada masa ORBA (11maret 1966-21 mei 1988)
Kepemimpinan Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, akhir-nya jatuh
pada tahun 1966. Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan
oleh kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru yang dipimpin Soeharto. Ia muncul
sebagai pemimpin Orde Baru yang siap untuk membangun kembali pemerintahan yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru bertumpu pada
pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap. Ekses dari kebijakan tersebut
adalah digunakannya pendekatan keamanan dalam rangka mengamankan pembangunan
nasional. Oleh karena itu jika terdapat pihak-pihak yang dinilai mengganggu stabilitas nasional,
aparat keamanan akan menindaknya dengan tegas. Sebab jika stabilitas keamanan terganggu
maka pembangunan ekonomi akan terganggu. Jika pembangunan ekonomi terganggu maka
pembangunan nasional tidak akan berhasil.
Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem
pemerintahan presidensial. Adapun kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru:
a. Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70
dolar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dolar Amerika Serikat.
b. Suksesnya program transmigrasi.
c. Suksesnya program Keluarga Berencana.
d. Sukses memerangi buta huruf.
Akan tetapi dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan
beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa
penyimpangan konstitusional yang paling menonjol pada masa Pemerintahan Orde Baru
sekaligus menjadi kelemahan sistem pemerintahan Orde Baru adalah sebagai berikut:
a. Bidang ekonomi: Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945. Terjadinya praktik monopoli ekonomi. Pembangunan ekonomi bersifat sentralistik,
sehingga terjadi jurang pemisah antara pusat dan daerah. Pembangunan ekonomi dilandasi oleh
tekad untuk kepentingan individu.
b. Bidang Politik: Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif. Presiden sebagai pelaksana
undang-undang kedudukannya lebih dominan dibandingkan dengan lembaga legislatif.
Pemerintahan bersifat sentralistik, berbagai keputusan disosialisasikan dengan sistem komando.
Tidak ada kebebasan untuk mengkritik jalannya pemerintahan. Praktik kolusi, korupsi, dan
nepotisme (KKN) biasa terjadi yang tentunya merugikan perekonomian negara dan kepercayaan
masyarakat.