Disusun oleh:
dr. Puga Sharaz Wangi
Pendamping:
dr. Dewi Ayu Rinjani
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan 42% bayi diberikan ASI eksklusif dan 58% bayi
tidak diberikan ASI. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar,
Martapura sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan
60% mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami
ISPA sebesar 10%. Berdasarkan analisis uji Chi square diapatkan nilai p=0,008 yang
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi.
Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), ASI eksklusif, bayi.
3
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 6
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 6
1.2. Pernyataan Masalah .............................................................................................. 8
1.3. Tujuan ................................................................................................................... 8
1.4. Manfaat ................................................................................................................. 8
3. METODE .................................................................................................................. 21
3.1. Desain Penelitian ................................................................................................ 21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................... 21
3.3. Populasi dan sampel .......................................................................................... 21
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................................ 21
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 22
4
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 23
4.1. Puskesmas ........................................................................................................... 23
4.2. Deskripsi Karakteristik Sampel .......................................................................... 28
4.3. Pembahasan ........................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
5
BAB I
PENDAHULUAN
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting
untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi
6
pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa
diberikan makanan tambahan apapun. Setelah itu, baru kemudian bayi harus diberi
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin
kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko
terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang
bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan
bayi yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, bayi yang
mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0- bulan.9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10
7
Puskesmas pada tahun 2015.12 Saat ini belum terdapat penelitian mengenai faktor apa
saja yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih
mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA
khususnya pemberian ASI eksklusif.
8
1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya bagi ibu-ibu
tentang ISPA dan manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi, dan menambah
pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian ISPA pada bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
9
Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan ekonomi
menengah ke bawah.1
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16
2.4. Klasifikasi
Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:
10
1. Kelompok umur 2 bulan – di bawah 5 tahun
11
relatif sempit.17
b. Jenis kelamin
Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA daripada
perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat perbedaan
angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.1 Terdapat sedikit
perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan,
namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.17
c. Berat lahir
ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir rendah
(BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR.22 Bayi BBLR
memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang
mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain
itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum
sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot
pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi BBLR juga mudah
mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi
seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh
seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik
sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang
disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila
sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan
virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan
lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA
dibandingkan dengan anak dengan gizi yang baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat
komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu
penyit masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor
12
genetik dan kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah
terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang
dapat ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20
g. Pemberian ASI eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan
merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan
gizi dan memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi
khususnya ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan
bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di
awal kehidupan bayi hingga bayi berusia 6 bulan, salah satunya adalah
imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna
dan saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama
kehidupan (4-6 hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI
awal yang banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin,
komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat penting
untuk melindungi bayi dari serangan infeksi.21
Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami
ISPA sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung
lebih sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara
eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara
eksklusif.21 Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih
banyak pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi yang
mendapat ASI.21
3. Faktor lingkungan
Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan
yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan
pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan
13
penyakit yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara
mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran
pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko
terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan
bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk
memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C
atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan
partikel debu di sekitar tempat tinggal.22
14
3. Gejala ISPA Berat
4. Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA berat jika ditemukan gejala
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Kesadaran anak menurun
c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas
e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Pernapasan cuping hidung 22
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi
penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui
publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara
berkembang, sedangkan di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus.
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita
seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita
sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka
penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana
15
diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
16
Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin
selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol.
Setelah mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang
setiap dua hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia
berat, pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.11
2.9. Pencegahan
1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan
lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.
2. Imunisasi lengkap
3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi.
4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.
5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.22
17
baik. Namun, sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya
memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah
1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat
badan, barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan
bagi bayi berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae.4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI
matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan
mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58
Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang
larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung
kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada
ASI matur. Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis
protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih
banyak pada bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b. ASI masa peralihan
ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI
matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.
18
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4
c. ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi
ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling
baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih
kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan
karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Komplemen
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d. Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
19
komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur
pertumbuhan flora di usus.4
ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi
bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat
kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan
melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi
terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi
ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak
mendapat ASI secara eksklusif.4
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1. Pengolahan Data
Semua data dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan lalu dimasukkan ke
komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS.
3.5.2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Data yang diperolah dari hasil pengumpulan data disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi ISPA
dan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif.
b. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen disajikan dalam bentuk tabel, lalu dianalisis dengan uji
statistik Chi-square. Pengambilan keputusan statistik dilakukan
dengan membandingkan nilai P value dengan nilai α 0,05. Bila nilai P
value < nilai α 0,05 maka terdapat hubungan bermakna (signifikan)
antara variabel independen dan dependen, sedangkan bila nilai P value
> nilai α 0,05 maka tidak terdapat hubungan bermakna (signifikan)
antara variabel independen dan variabel dependen.
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
12 Keramat baru 502 443
13 Pekauman dalam 424 346
14 Pekauman 1035 1094
15 Pekauman ulu 997 1046
16 Antasan senor 1019 1073
17 Antasan senor ilir 1652 1847
18 Tambak anyar ilir 871 894
19 Tambak anyar 746 747
20 Tambak anyar ulu 1022 1078
Jumlah 15374 15395
Total 30.769 jiwa
2. Data Pendidikan
1 TK 7 buah
2 SDN 17 buah
3 SLTP 2 Buah
4 Madrasah Ibtidaiyah 3 buah
5 Madrasah Tsanawiyah 5 buah
6 Madrasah Aliyah 4 buah
7 Ponpes 2 buah
JUMLAH
24
3. Data Sosial Ekonomi dan Budaya
Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah bertani, sebagian pedagang dan
kerajinan tangan ( pengrajin ).
Peduduk di Wilayah Puskesmas Dalam Pagar 99,9 % beragama Islam dengan
sarana ibadah yang ada sebagai berikut :
- Jumlah Musolla / Langgar : 37 buah
- Jumlah Mesjid : 8 buah
4. Data tenaga dan sarana
a. Tenaga / Karyawan
- Kepala Puskesmas : 1 orang
- Dokter Umum : 3 orang
- Dokter Gigi : 1 orang
- Tata Usaha : 1 orang
- Sanitarian : 3 orang
- Perawat Gigi : 2 orang
- Petugas Gizi : 1 orang
- Asisten Apoteker : 2 orang
- Pekarya Kesehatan : 4 orang
- Penyuluh Kesehatan : 1 orang
- Perawat Kesehatan : 5 orang
- Petugas Laboratorium : 1 orang
- Bidan Desa : 21 orang
- Bidan Puskesmas : 3 orang
- Kontrak Sewaktu : 3 orang
- Honorer : 2 orang
- TKS : 7 orang
Jumlah : 62 orang
5. Sarana Kesehatan
Di Wilayah Puskesmas Dalam Pagar sarana Kesehatan yang ada adalah sebagai
berikut :
Sarana Bangunan
- Puskesmas Induk Dalam Pagar
- Puskesmas Pembantu Melayu
- Puskesmas Pembantu Pekauman Dalam
- Puskesmas Pembantu Pekauman
25
- Puskesmas Pembantu Tambak Anyar
- 31 Posyandu Balita, 10 Posyandu Lansia
26
Ket:
: Puskesmas Pembantu
: Puskesmas Induk
27
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini
sebanyak 50 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanya 28
orang (56%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan. Sebagian besar responden
tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 orang (58%), sedangkan yang
diberikan ASI eksklusif berjumlah 21 orang (42%). Responden yang menderita ISPA
didapatkan sebanyak 32 orang (64%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2
kali yaitu sebanyak 30 orang (60%) dari responden.
Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif
lebih banyak menderita ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.
Kejadian ISPA P
Ya Tidak
n % n %
ASI Ya 9 42,8 12 57,2 0,008
Eksklusif Tidak 23 79,3 6 20,7
Total 32 100 18 100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 32 orang
bayi yang menderita ISPA dan 18 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 32
28
bayi yang menderita ISPA, hanya 9 bayi yang diberikan ASI eksklusif, sedangkan 23
bayi sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan
metode Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p
sebesar 0,008 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam
Pagar, Martapura.
4.4 Pembahasan
Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas responden tidak
diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 bayi (58%), dan 79,3% (23bayi) yang
tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi pada
penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188 bayi,
sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi
tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut
tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA.3 Dengan demikian,
pemberian ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
diberi ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak
memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara
lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu,
ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu,
faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 60% bayi yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada bayi di wilaya
Puskesmas Dalam Pagar cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang
mendapatkan prevalensi ISPA pada bayi sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya
kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia
anak di bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah,
malnutrisi, kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan
lingkungan yang kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang
29
dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula penelitian pada bayi di RS
Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen
bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen
tersebut adalah komponen-komponen imun sepert imunoglobulin A (IgA) dan
interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8
IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama
dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus
Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi
alami di saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
bayi (p<0,05).
2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura
sebesar 42%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 5%.
3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura sebesar
90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 60%
mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami
ISPA sebesar 10%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif
dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat
sekitar Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-
kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian ISPA.
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
2. World Health Organization (WHO). Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit
Kecil Negara Berkembang. Alih Bahasa: C. Anton Widjaja. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC, 2003.
3. Harahap, Okto M F. Riwayat ASI Eksklusif pada Balita ISPA di Puskesmas Sering.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
4. Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 2001.
5. Fuadi, Mirzal. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan terhadap
Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
6. Kristiyansari, W. ASI, Menyusui, dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika, 2009.
7. Elfia, Yunita. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep Semarang.
Undergradute Theses from JTPTUNIMUS. Diambil pada tanggal 10 Januari 2016
dari http://digilib.unimus.ac.id.
8. Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O.L. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian INFeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi 0-12
Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung, 2010.
9. Widarini dan Sumasari. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Bayi. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41, 2010.
10. Rustam, Musfardi. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
pada Bayi usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta: FKM
UI, 2010.
11. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Lingkungan. Pedoman
Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI, 2012.
12. Puskesmas Dalam Pagar. Laporan Tahunan Puskesmas. 2015
13. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC, 2003.
14. Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: EGC, 2008.
15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh and
Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health Popul
Nutr, 25(2): 105-294, 2007.
16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka, 2008.
32
17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi
Balita. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.
18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura’. 2013. Diambil pada tanggal 10 Januari
2016 dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.
19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada
Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun 2010.
Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.
20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in
Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med Public
Health, 27(1): 107-110, 2009.
21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di Kecamatan
Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2004.
22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten
Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscience, 6(1): 45-
50, 2014.
24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing Acute
Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones, 52(4): 229-
232, 2012.
25. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DKI Jakarta. Bedah ASI. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2008.
33
LAMPIRAN
34
KUESIONER PENELITIAN
Nomor Responden :
2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap
benar dengan memberikan tanda (√).
4. Mohon diteliti ulang, agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan untuk dijawab.
5. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai dengan apa yang diketahui tanpa ada unsur paksaan
maupun rekayasa, demi tercapainya hasil yang diharapkan.
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
35
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6
bulan?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula sampai berusia 6 bulan?
2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan :
a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?
b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau
susu formula?
Keterangan:
- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab
Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b
dijawab Ya.
36
b. Kejadian ISPA
Jawaban
No Pertanyaan
Ya Tidak
1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?
2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai
demam?
3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14
hari?
4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek lebih dari
2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab
Tidak.
- Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
LEMBAR PENJELASAN
Saya dr. Puga Sharaz Wangi, dokter internsip Puskesmas Dalam Pagar yang sedang
melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam
Pagar.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang sering
terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala dari penyakit ini adalah seperti
batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi napas tambahan (gejala
sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat).
ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai
menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA pada bayi,
salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta dapat memberikan data
untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI eksklusi dan ISPA pada bayi
Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya mengharapkan Ibu menjawab semua
pertanyaan dengan kejadian sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai
partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Setelah
memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi
lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu
dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu menjadi
partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Martapura, Januari 2016
38
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
(INFORMED CONSENT)
Nama :
Usia :
Alamat :
39