Anda di halaman 1dari 6

ABSES MANDIBULA

A. Definisi
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat infeksi bakteri
(www.medicastore.com, 2004).
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah (Siregar,
2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di mandibula. Abses dapat
terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi
dari daerah leher (Smeltzer dan Bare, 2001).

B. Klasifikasi
Ada dua jenis abses, septik dan steril. Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti hasil
dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh yang terbentuk dari bakteri dan
respon kekebalan tubuh. Sebagai tanggapan terhadap bakteri, sel-sel darah putih berkumpul
di lokasi yang terinfeksi dan mulai memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang
menyerang bakteri. Enzim ini membunuh bakteri dan menghancurkan mereka menjadi
potongan-potongan kecil yang dapat melalui sistem peredaran darah sebelum dihilangkan
dari tubuh. Sayangnya, bahan kimia ini juga mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan
kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia yang serupa. Hasilnya adalah terjadi penebalan,
cairan nanah kuning yang mengandung bakteri mati, jaringan yang ikut mati, sel-sel darah
putih, dan enzim.
Abses steril kadang terjadi dengan bentuk yang lebih ringan dari proses yang bukan
disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh iritan non-hidup seperti obat-obatan. Jika injeksi obat
seperti penisilin tidak diserap, dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan
abses steril di lokasi injeksi. Disebut abses steril karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses
steril cukup cenderung berubah menjadi keras, benjolan padat bekas luka, bukan kantong-
kantong sisa nanah.

C. Penyebab
Menurut Siregar (2004) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara
antara lain:
1. Bakteri masuk kebawah kuit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang tidak steril
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Lebih lanjut Siregar (2004) menjelaskan peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat
jika:
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Menurut Negoro dan Utama (2001), abses mandibula sering disebabkan oleh infeksi
didaerah rongga mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan
didaerah submandibula yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya
fluktuasi. Sering mendorong lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal
ini sering menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas
maka jalan napas harus segera dilakukan trakeostomi yang dilanjutkan dengan insisi digaris
tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah. Bila tidak ada
tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi tidak ditemukan
nanah, kelainan ini disebutkan Angina ludoviva (Selulitis submandibula). Setelah dilakukan
eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut, rektum, dan otot.
Abses yang ditemukan didalam kulit atau tepat dibawah kulit terutama jika timbul di wajah.

C. Patofisiologi
Terlampir

D. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
7. Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah,
maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di
dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses
dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.
Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di
bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.

E. Pemeriksaan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali. Sedangkan
abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah
menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi
abses dalam bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT, Scan, atau MRI.

F. Pengobatan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anasksi lokalal untuk
abses yang dangkal dan teriokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda
infeksi reda.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengna sendirinya
dan mengeluarkan isinya.kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh
menghancurkan. infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa
meninggalkan benjolan yang keras.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan
dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik
biasanya sia-sia Antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan
untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke
bagian tubuh lainnya.

G. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman, et.al (2007), diagnosa keperawatan yang terjadi pada abses yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
H. Rencana Keperawatan
Menurut Johnson, Maas dan Moorhead (2000) rencana keperawatan terdiri dari:
1. Nyeri Akut yang berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
a) Tujuan: Nyeri teradaptasi, berkurang, atau hilang
b) Kriteria hasil:
 Klien menyatakan skala nyeri berkurang
 Grimace (-)
c) Intervensi:
1) Kaji nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
dan faktor presipitasi.
2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
4) Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri, kolaborasi dengan dokter jika ada
komplain dan tindakan nyeri yang tidak berhenti
5) Ajarkan teknik non farmakologi, relaksasi, distraksi
6) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum obat
7) Cek riwayat alergi
8) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
9) Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat sesuai porgram
10) Evaluasi efektifitas analgesik tanda dan gejala efek samping
11) Laksanakan terapi dokter untuk pemberian obat

2. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit


a. Tujuan:
Suhu tubuh klien dalam batas normal
b. Kriteria hasil:
1. Suhu tubuh 36,5 – 37,5 0C
2. Perubahan warna kulit
3. Tidak ada kegelisahan kelelahan
4. Tidak ada distensi pernapasan
c. Intervensi (Joane C, Mc.Closkey, 1996)
1) Menangani panas
2) Monitor temperatur tiap 8 jam
3) Monitor warna kulit dan temperatur tiap 8 jam
4) Monitor TTV tiap 8 jam
5) Tingkatkan pemasukan cairan melalui mulut
6) Pengaturan suhu
7) Monitor suhu paling sedikit 2 hari sesuai kebutuhan
8) Monitor temperatur baru sampai stabil
9) Monitor gejala hipertermi
10) Monitor TTV
11) kolaborasi dalam pemberian antipiretik
12) Atur suhu lingkungan sesuai kebtuhan pasien
13) Berikan pemasukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
3. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan trauma mekanik
a. Tujuan
Integritas kulit dan jaringan yang normal setelah dilakukan perawatan
b. Kriteria hasil:
 Kulit utuh
 Sensasi (+)
 Turgor normal
 Sianosis (-)
 Jaringan nekrotik (-)
 Pus (-)
 Ketebalan normal
c. Intervensi
a) Catat karakteristik luka
b) Catat karakteristik drainase
c) Gunakan salep kulit
d) Pakaikan pakaian yang longgar
e) Gunakan prinsip steril untuk perawatan luka
f) Ajarkan keluarga dan pasien prosedur perawatan luka
Patofisiologi

Bakteri Staphylococcus aureus

Menginvasi jaringan sehat Kerusakan integritas


jaringan kulit

Infeksi
Meninggalkan
rongga berisi
Kematian sel jaringan & sel mati

Hipotalamus Pelepasan Sitokin Akumulasi pus


dalam rongga

P↑ suhu tubuh Memicu inflamasi


Mendorong
jaringan sekitarnya
Gangguan rasa Menarik kedatangan
nyaman leukosit

Terbentuk dinding
oleh sel-sel sehat
Leukosit
Nyeri melawan infeksi
ABSES

Sensi nyeri Kematian


leukosit

Nyeri telan

Anoreksia

Penurunan
P↓ intake nutrisi Kelemahan
produksi energi

Perubahan nutrisi kurang Intoleransi


dari kebutuhan aktivitas

Anda mungkin juga menyukai