Anda di halaman 1dari 13

INFUS MANITOL

BAB I
DEKSRIPSI UMUM ZAT AKTIF DAN ZAT TAMBAHAN

1.1 Zat Aktif Manitol

Gambar 1.1 Struktur Manitol

RM : C6H14O6
BM : 182,17
Pemerian : Serbuk hablur putih atau granul mengalir bebas, tidak
berbau, rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air , larut dalam larutan basa, sukar
larut dalam piridin, sangat sukar larut dalam etanol,
praktis tidak larut dalam eter.
pH : 4,5 – 7,0
Data stabilitas : Manitol dlm bentuk larutan tidak diganggu oleh suasana
dingin, asam, maupuun basa, pengaruh oksigen dari
atmosfer, dan pengaruh katalis. Pada larutan manitol
konsentrasi 15% atau lebih dapat mengkristal jika terkena
suhu rendah.

Titiklebur : 165° - 169oC


OTT : Nefrotoksisitas dapat terjadi ketika mengkonsumsi
ciclosporin dengan diuretik (manitol). Terjadi gagal ginjal
akut pada wanita melakukan pembedahan underwent
retinal setelah mengkonsumsi manitol dan ketotofen. Jika
seorang yang menderita diabetes mengkonsumsi manitol
dan losartan akan menginduksi terjadinya gagal ginjal
akut.
Khasiat : Diuretikum.
Penyimpanan : Pada wadah tertutup.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi IV, hal 810)

1.2 Zat Tambahan


1.2.1 NaCl (Natriumklorida)
BM : 58,44
Pemerian : Kristal tidak berbau tidak berwarna atau serbuk
kristal putih, tiap 1 g setara dengan 17,1 mmol
NaCl. 2,54g NaCl ekivalen dengan 1 g Na
Kelarutan : 1 bagian larut dalam 3 bagian air, 10 bagian
gliserol
pH : 6,7-7,3
Konsentrasi : Lebih dari 0,9%
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas
Sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi
Titik leleh : 801oC
Titik didih : 1465oC
Khasiat : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
OTT : Larutan natrium klorida bersifat korosif dengan
besi, membentuk endapan bila beraksi dengan
perak, garam merkuri, agen oksidasi kuat
pembebas klorine dari larutan asam sodium
klorida.
Stabilitas :.Larutan sodium klorida stabil tetapi dapat
menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe
tertentu wadah kaca. Larutan cair ini dapat
disterilkan dengan cara autoklap atau filtrasi.
Dalam bentuk padatan stabil dan harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan tempat
kering.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi.IV, hal.584, Martindale, hal.635).

12.2 Aqua Pro Injectionum (API)


Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali,
disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berasa, tidak berbau dan tidak
berwarna.
Kelarutan :.Dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elektrolit.
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yang mudah
terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air
atau kelembaban).
Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan (padat, cairan, uap
panas).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap. Jika disimpan dalam
wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan
dalam waktu 3 hari setelah pembuatan.
Penggunaan : Untuk pembuatan injeksi.
(Sumber: Farmakope Indonesia edisi III, hal.97)

BAB II
URAIAN DAN ANALISIS FARMAKOLOGI
2.1 Bentuk sediaan aktif
Bentuk zat aktif adalah manitol karena manitol dalam kelarutannya lebih
mudah larut alam air.
Larutan infus dalam vial 100 ml karena zat aktif cepat mencapai efek
terapeutik dibuat sediaan infuse yang isotonis terhadap cairan tubuh.

2.2 Mekanisme kerja

Menurunkan tekanan maupun volume intra okuler maupun serebrospinal


dengan meninggikan tekanan osmotik plasma sehingga air dari kedua macam
cairan tersebut akan berdifusi kembali ke dalam plasma dan ke dalam ruang ekstra
sel. Di dalam sirkulasi cairan akan dikeluarkan dari tubuh dengan mekanisme
kerja manitol pada ginjal.

2.3 Farmakokinetika
2.3.1 Absorpsi
Administrasi I.V.
2.3.2 Distribusi
Pada saluran ekstraselular (kecuali pada konsentrasi eksterm),
tidakberpenetrasi pada sawar darah otak (umumnya penetrasinya lemah).
2.3.3 Metabolisme
Manitol sangat sedikit dimetabolisme oleh tubuh, lebih kurang 7%
dimetabolisme di hati dan hanya 7% diabsorpsi.
2.3.4 Eksresi
Manitol diekresikan melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30 –
60 menit setelah pemberian.
2.4 Indikasi dan Dosis
2.4.1 Indikasi
Sebagai diuretik untuk memelihara fungsi ginjal pada kasus gagal
ginjal akut dan untuk mengurangi tekanan intrakranial
2.4.2 Dosis
A Dewasa
Diuretik : 50-100 g sebagai larutan infus intravena Manitol
20%, diberikan dengan kecepatan 30-50 ml per jam.
Penurunan tekanan intracranial : 0,25 g per kg berat badan
diberikan tiap 6-8 jam.
B. Anak
Diuretik : 0,25-2 g/kg berat badan atau 60 g per meter
persegi luas permukaan tubuh sebagai larutan infus
intravena Manitol 20%, diberikan dalam waktu 2-6 jam.
Penurunan tekanan intracranial : 0,25 g per kg berat badan
diberikan tiap 6-8 jam.

2.5 Kontraindikasi
Anuria, dehidrasi berat, perdarahan intrakranial aktif kecuali selama
kraniotomi, edema pulmonari berat, gagal jantung.

2.6 Efek Samping


Mual, muntah, sakit kepala, pusing, menggigil, demam, takikardia, nyeri
dada, hiponatremia, pandangan kabur, hipotensi, tromboflebitis,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, reaksi hipersensitivitas.

2.7 Toksisitas
A. Ekspansi Cairan Ekstraseluler.

Manitol secara cepat didistribusikan ke ruangan ekstraseluler dan


mengeluarkan air dari ruang intraseluler. Awalnya, hal ini akan
menyebabkan ekspansi cairan ektraseluler dan hiponatremia. Efek ini
dapat menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif dan akan
menimbulkan edema paru. Sakit kepala, mual, dan muntah ditemukan
pada penderita yang mendapatkan diuretic ini.

B. Dehidrasi Dan Hipernatremia.


Penggunaan Manitol berlebihan tanpa disertai pergantian air yang
cukup dapat menimbulkan dehidrasi berat, kehilangan air dan
hipernatremia. Komplikasi ini dapat dihindari dengan memperhatikan ion
serum dan keseimbangan cairan.

C. Hiperkalemia

Hiperkalemia juga dapat timbul, dimana kadar potasium meningkat


dalam darah. Pasien harus segera diobservasi untuk tanda-tanda
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan ini dengan pemeriksaan elektrolit
darah.

D. Reaksi anafilaksis atau alergi

Reaksi anafilaksis atau alergi bisa terjadi yang menyebabkan kardiak


output dan tekanan arterial gagal drastis. Destruksi eritrosit yang
ireversibel juga dapat terjadi pada pemberian manitol.

2.8 Interaksi obat


Interaksi obat dengan :
A. Ciclosporin
Nefrotoksisitas dapat terjadi ketika mengkonsumsi ciclosporin dengan
diuretik (manitol).
B. Ketotofen
Terjadi gagal ginjal akut pada wanita melakukan pembedahan
underwent retinal setelah mengkonsumsi manitol dan ketotofen.
C. Losartan (ARB).
Jika seorang yang menderita diabetes mengkonsumsi manitol dan
losartan akan menginduksi terjadinya gagal ginjal akut.
(Sumber : ISO Farmakoterapi, 2008; Dasar Farmakologi Terapi,2012)

FORMULA
3.1 Formula
3.1.1 Formulasi
Manitol 5g
Infus dalam vial 100 ml No I
3.1.2 Formula Lengkap
Manitollum 25 g
Aqua pro injeksi ad 500 ml
(Sumber : Formulasi Indonesia Edisi II hal 180)

3.2 pH Stabilitas Sediaan


pH stabiltas sediaan infus manitol adalah 4,5 – 7,0

3.3 Perhitungan Bahan


5.1.1 Perhitungan tonisitas
∆tb Manitol = 0,09
C Manitol =5

W=

W = -0.261 % ~ -0.261 Hipotonis

5.1.2 Perhitungan osmolaritas


BM Glukosa = 182,17
BM NaCl = 58,5
Jumlah ion Glukosa =1
Jumlah ion NaCl =2
a. Osmolaritas

m osmole/liter = x 1000 x jumlah ion

Glukosa = x 1000 x 1

= 274,46 mosmol
NaCl = x 1000 x 2

= 11,96 mosmol
b. Kekuatan ion

Na+ = x 350 mg

= 137,6 mg

Cl- = x 350 mg

= 212,4 mg
c. Ekivalensi elektrolit

Em Na+ = = 5,98 meq/L

Em Cl- = = 5,98 meq/L

5.1.3 Volume sediaan yang akan dibuat


C = 100 + 2%
= 100 + 2 = 102 ml
Vvial = n . c + 6 mL
= 1 . 102 + 6 mL
= 102 + 6 mL
= 107 mL
3.4 Penimbangan Bahan

Tabel 5.1 Penimbangan Bahan


Bahan Satuan Dasar Volume Produksi
1 ml 1 vial/100 ml
A 0,05 g 5g
B 0,000261 g 0,0261 g
Ket: A : Manitol
B : NaCl
3.5 Pembuatan
Aqua pro injeksi dipanaskan dengan karbon aktif sebanyak 0,1% pada
suhu 60o – 70oC selama 15 menit. Kemudian aqua pro injeksi yang telah mendidih
di saring. Selanjutnya manitol dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Dan
NaCl dilarutkan dalam sebagian aqua pro injeksi. Kedua larutan tersebut
dicampurkan dan tambahkan aqua pro injeksi ad 100 mL. Kemudian larutan
dimasukkan ke dalam vial 100 mL. Larutan sediaan obat diisikan kedalam vial
didalam laminar air flaw (LAF) dengan menggunakan spuitt 10 ml (Aseptik).
Kemudian, ampul ditutup dengan cara dilas, lalu disterilkan dengan cara sterilisasi
didalam otoklaf selama 15 menit dengan suhu 121 oC
Alasan pemilihan metode pembuatan : Menggunakan metode sterilisasi
akhir sebab sediaan stabil terhadap pemanasan. Sterilisasi akhir menggunkan
autoklaf pada suhu 121oC selama15 menit.

3.6 Evaluasi Sediaan


Tabel 3.2 Jenis Evaluasi Sediaan
JENIS EVALUASI HASIL EVALUASI

1. EVALUASI FISIKA
a) Penetapan pH (FI IV,1039- 4,5-7
1040)
b) Bahan partikulat dalam injeksi Tidak ada
(FI IV,981-984) 100 ml
c) Penetapan volume injeksi
dalam wadah (FI IV,1044) Seragam
d) Uji keseragaman sediaan (FI
IV,990-1001) Jernih
e) Uji kejernihan (FI IV,998) Tidak bocor
f) Uji kebocoran
2. EVALUASI BIOLOGI
a) Uji Efektivitas Sterilitas
Tidak dilakukan
Antimikroba (FI IV, 858-855)
b) Uji Sterilitas (FI IV,855-863) Tidak dilakukan
c) Uji Endotoksin Bakteri (FI
IV,905-907) Tidak dilakukan
d) Uji pirogen (FI IV,908-909)
Tidak dilakukan
e) Uji kandungan zat antimikroba
(FI IV,939-942)
f) Uji potensi antibiotik (FI Tidak dilakukan
IV,891-899)
Tidak dilakukan

3.5.1 Uji pH (Farmakope Indonesia edisi IV, hal.1039-1040)


Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator
universal. Dengan pH meter: Sebelum digunakan, periksa elektroda dan
jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter: Bilas elektroda
dan sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji.
Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk pelarutan dengan
pengenceran larutan uji.
3.5.2 Uji kejernihan (Lachman, hal.1355)
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan
cahaya yang baik, terhalang terhadap refleksi ke dalam matanya, dan
berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi dijalankan dengan
suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang dapat
dilihat dengan mata.
3.5.3 Uji keseragaman volume (Farmakope Indonesia, hal.1044)
Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat
keseragaman volume secara visual.
3.5.4 Uji kebocoran (Lachman edisi III, hal.1354)
Letakkan ampul di dalam zat warna (biru metilen 0,5 – 1% ) dalam
ruangan vakum. Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat
warna berpenetrasi ke dalam lubang, dapt dilihat setelah bagian luar ampul
dicuci untuk membersihkan zat warnanya. Catatan: Tidak dilakukan untuk
vial dan botol karena tutup karetnya tidak kaku.

3.7 Penyimpanan
Simpan pada suhu 15-30°C, terlindung dari cahaya
BAB V
KEMASAN

5.1 Kemasan
5.1.1 Etiket

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. 2007. Farmakologi dan


Terapi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi keempat.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia


Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Formularium Nasional


Edisi kedua. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Gilman, goodman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC

Katzung, Bertram. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 10. Jakarta :
Buku kedokteran EGC

Reynold, James EF. 1982. Martindale the extra pharmacopeia, 28th edition.
London: The pharmaceutical press

Niazi, sarfaraz 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing


Formulations Sterile Products Volume 6. USA : CRC Press

Yulinah sukandar, elin, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PR.ISFI

Anda mungkin juga menyukai