Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini banyak orang Indonesia yang kurang mengetahui tentang Imbuhan,
Gabungan Kata, Tanda Baca. Bukan berarti tidak tahu melainkan kurang sesuai dengan
kaidah-kaidah yang ada di dalam bahasa Indonesia.
Seringkali kita melihat orang-orang Indonesia dalam penulisan karya ilmiah masih
terjadi kesalahan dalam penulisan imbuhan, gabungan kata, dan terutama tanda baca,
sehingga mengakibatkan kesalahan makna, padahal pemerintah Indonesia telah membuat
aturan-aturan resmi tentang tentang penggunaan imbuhan, gabungan kata, tanda baca
secara baik dan benar.
Pelajaran bahasa Indonesia sebenarnya sudah diajarkan sejak dari Sekolah Dasar
(SD) sampai ke perguruan tinggi tapi kesalahan ini sering terjadi bahkan berulang-ulang
kali. Maka dari itu dalam makalah ini, penulis akan memaparkan bagaimana
menggunakan Imbuhan, Gabungan Kata, Tanda Baca yang benar, sehingga kita dapat
memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu imbuhan dan bagaimana jenis-jenis imbuhan?
2. Apa itu gabungan kata dan bagaimana bentuk gabungan kata?
3. Apa itu tanda baca dan bagaimana jenis-jenis tanda baca?

C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk memahami apa itu imbuhan
b. Untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis imbuhan
c. Untuk memahami apa itu gabungan kata
d. Untuk mengetahui bentuk gabungan kata
e. Untuk memahami apa itu tanda baca
f. Untuk mengetahui jenis-jenis tanda baca

1
D. Manfaat Penelitian
a. Makalah ini bermanfaat untuk dosen sebagai bahan referensi dalam pengajaran
imbuhan, gabungan kata, tanda baca.
b. Makalah ini bermanfaat untuk mahasiswa sebagai landasan teori dalam pembuatan
karya ilmiah.
c. Makalah ini bermanfaat untuk masyarakat agar mengetahui imbuhan, gabungan kata,
tanda baca yang baik dan benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Imbuhan
1. Pengertian Imbuhan
Imbuhan adalah bunyi – bunyi yang ditambahkan kepada kata dasar untuk
mengubah atau menambahkan makna pada kata dasarnya. Imbuhan – imbuhan
tersebut bisa diletakkan di awal (prefiks), di tengah/sisipan (infiks), akhir (suffiks),
dan awalan-akhiran (konfiks) kata dasar. Jenis – jenis imbuhan tersebut mempunyai
fungsi yang berbeda – beda.1
2. Jenis-jenis Imbuhan
a. Imbuhan awalan, yaitu imbuhan yang diletakkan pada awal kata dasar disebut
dengan awalan (prefiks). Ada beberapa imbuhan awalan, di antaranya adalah:
Me
Imbuhan me berfungsi untuk membentuk kata kerja aktif pada kata dasar yang
diikutinya. Imbuhan me- bisa berubah-ubah menjadi beberapa bentuk sesuai dengan
kata dasar yang diikutinya.
Contoh: Dobrak + men = Mendobrak. Ambil + meng = Mengambil.
ber
Imbuhan ber juga bisa berubah menjadi dua bentuk yaitu bel dan be-. Apabila
diikuti kata dasar ajar, maka ber- menjadi bel.
Contoh: bel + ajar = belajar.
Apabila diikuti kata dasar selain yang disebutkan di atas, maka ber- tetap tanpa
perubahan.
Contoh: ber + balik = berbalik.
di
Imbuhan di- tidak memiliki perubahan bentuk dan berfungsi untuk membentuk
makna pasif pada kata dasarnya.
Contoh: Buang + di- = dibuang.
ter
Imbuhan ter- juga tidak memiliki perubahan khusus, tetapi memiliki beberapa
fungsi diantarnya adalah:
1. Sebagai penunjuk makna ketidaksengajaan.

1
Bnet purwoharjo, “Makalah Imbuhan Lengkap”, http://bnetpwj.blogspot, makalah-imbuhan-lengkap-bahasa-
indonesia, (diakses pada 20 oktober 2018 pukul 14.30).

3
Contoh : buang + ter- = terbuang ; Barangku terbuang ke kotak sampah ketika
aku tidak ada di rumah.
2. Sebagai pembentuk kata sifat
Contoh : Baik + ter- = terbaik ; kelasku menjadi kelas yang terbaik di sekolah.
3. Sebagai pembentuk kata pasif.
Contoh :Injak + ter- = terinjak ; kakiku terinjak oleh Budi.
b. Imbuhan Sisipan(infiks), yaitu imbuhan yang diletakkan di tengah – tengah kata
dasar. Imbuhan ini diantaranya adalah el, em-, dan er.
Contoh : Getar + em = gemetar.
c. Imbuhan akhiran(suffiks), yaitu imbuhan yang diletakkan pada bagian akhir kata
dasar.
kan/-i
Imbuhan - imbuhan ini sebagai pembentuk makna perintah.
Contoh : ambilkan, datangkan, bawakan, tuangkan, datangi, diami, dan lain – lain
an
Imbuhan –an berfungsi untuk:
Sebagai penunjuk bagian:
satuan, kiloan, dan lain – lain
pun
Imbuhan ini berfungsi untuk membentuk makna juga.
Contoh: akupun, Merekapun, kamipun, dan sebagainya. 2
d. Awalan dan Akhiran, yaitu imbuhan yang diletakkan pada bagian awal dan akhir
kata dasar. Fungsi imbuhan konfiks di antaranya adalah:
me-kan
Sebagai pembentuk makna aktif.
Contoh : Membanggakan, membangunkan, mengantarkan, dan lain – lain.
pe-a
Sebagai pembentuk makna kata benda
Contoh: Pengampunan, pengasingan, pengaduan, dan lain – lain.
se-nya
Sebagai kata pengulangan.

2
Ibid.

4
Contoh: Sepandai – pandainya, sebaik – baiknya, semahal – mahalnya, dan lain –
lain.
Menurut Wediasti (2017:26) Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan
awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya : berjalan, berkelanjutan, mempermudah, gemetar.
Catatan:
Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau –wi,
ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
Misalnya: sukuisme, seniman, kamerawan, gerejawi
Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya:
antibiotik, biokimia, mancanegara, pascasarjana, narapidana,
prasejarah, pramusaji, paripurna, subbagian, transmigrasi.
3. Peleburan kata
Dalam menambahkan imbuhan ada beberapa kata yang huruf depannya lebur
menjadi huruf lain. Mereka adalah kata dengan huruf depan 'K', 'T', 'S' dan 'P'. Alias
KTSP. Huruf 'K' biasanya lebur menjadi 'ng' setelah diawali imbuhan. Contoh:
kubur jika ditambah awalan me tidak menjadi mekubur, tapi mengkubur. Huruf 'T'
biasanya melebur jadi 'n' setelah diawali imbuhan. Contoh: tabrak jika ditambah
awalan me, tidak jadi metabrak tapi menabrak. Huruf 'S' biasanya lebur menjadi 'ny'
setelah diawali imbuhan. contoh, sambung jika ditambah awalan me, tidak
menjadi mesambung, tapi menyambung. Huruf 'P' biasanya lebur menjadi 'm' setelah
diawali imbuhan. contoh, pukul jika ditambah awalan me, tidak menjadi mepukul,
tapi memukul.3
Proses peluluhan fonem ini disebut “Hukum KPST” bertujuan untuk
memudahkan artikulasi atau pengucapan kata. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam penerapan aturan ini. Perhatikan huruf kedua kata dasar. Aturan
peluluhan hanya berlaku jika huruf kedua adalah vokal, bukan konsonan. Imbuhan
me- jika bertemu dengan beberapa kata, huruf pertama pada kata tersebut akan lebur.

3
Rivaldi, “Meleburlah”. http://calongurubahasa.blogspot.com/2010/11/meleburlah.html, (diakses pada 20
oktober 2018 pukul 16.00).

5
Contoh:
mengaca = me + kaca
menulis = me + tulis
menyapu = me + sapu
memaku = me + paku
Dapat dilihat dari kedua kata tersebut, huruf k pada kata kaca, huruf t pada kata tulis,
huruf s pada kata sapu, dan huruf p pada kata paku lebur/hilang jika keempat kata
tersebut diberikan imbuhan me.
Akan tetapi, coba perhatikan pada beberapa kata di bawah ini.
membaca = me + baca
mencari = me + cari
Pada kedua kata tersebut, huruf b pada kata baca, huruf c pada kata cari masih terlihat
dan terbaca jelas, meskipun sudah diberi imbuhan me. Nah, apakah yang
membedakan keduanya? Ini rahasianya...
1. Imbuhan me- akan meleburkan huruf pertama pada kata berimbuhan me-
dengan beberapa syarat, yaitu kata tersebut harus diawali dengan huruf K,
T, S, P.
2. lebih dari satu suku kata,
3. diawali dengan KV, bukan KK (huruf pertama berupa konsonan, huruf
kedua berupa vokal).
Ketiga syarat tersebutlah yang dapat menentukan apakah huruf pertama pada kata
yang diberi imbuhan me- lebur atau tidak.4
Contoh:
SAPU
Kata sapu memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga penulisan yang benar
adalah menyapu. Huruf s lebur.
TRAKTIR
Kata traktir memenuhi syarat pertama dan kedua, tetapi tidak memenuhi
syarat ketiga karena kata TRAKTIR diawali dengan pola KK, yaitu huruf pertama
berupa konsonan dan huruf kedua berupa konsonan sehingga penulisan yang
benar adalah mentraktir. Huruf t tidak lebur.

4
Ivan Lanin,“Hukum KPST”, https://ivanlanin.wordpress.com/2010/04/05/hukum-kpst/, (diakses pada 25
oktober 2018 pukul 14.00).

6
Lalu, manakah yang benar: mempengaruhi atau memengaruhi?
Tentunya, jika berdasarkan "biasanya" atau "enak tidaknya", kita akan menjawab
mempengaruhi karena tulisan memengaruhi sungguh terdengar aneh. Namun,
marilah terlebih dahulu kita analisis berdasarkan persyaratan di atas.
Kata dasar dari kata berimbuhan tersebut adalah pengaruh. Kata pengaruh
diberi imbuhan me- dan -i. Oleh karena itu, berdasarkan persyaratan yang ada,
kata pengaruh memenuhi ketiga syarat di atas. Dengan demikian, huruf p pada
kata pengaruh ditulis lebur sehingga penulisan yang benar adalah memengaruhi.
Penjelasan ini juga berlaku untuk pilihan mempercayai atau memercayai,
memperhatikan atau memerhatikan. Untuk menjawabnya, carilah kata dasar
kedua kata berimbuhan tersebut lalu cocokkan dengan ketiga syarat di atas. Jika
memenuhi, jawaban yang benar adalah lebur. Jika tidak memenuhi syarat,
jawaban yang benar adalah tidak lebur. Ketentuan penulisan kata berimbuhan
yang lebur ini berlaku untuk semua kata yang diawali dengan huruf k, t, s, dan p
(me- + KTSP), baik kata serapan, maupun kata asli dari bahasa Indonesia.5

B. Gabungan Kata
1. Pengertian Gabungan Kata
Gabungan kata merupakan suatu penggabungan antara satu kata dengan kata lainnya.
Dalam penulisannya, gabungan kata mesti menuruti tata cara yang diatur dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). 6
2. Bentuk Gabungan Kata
Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,
ditulis terpisah.
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
ibukota ibu kota
kambinghitam kambing hitam
dutabesar duta besar
Gabungan kata yang sudah dianggap sebagai satu kata dituliskan serangkai.
perhatikan contoh berikut ini.

5
ibid
6
Anggi Warsito, “Tata Cara Penulisan Gabungan Kata”. https://dosenbahasa.com/tata-cara-penulisan
gabungan-kata, (diakses pada 20 oktober 2018 pukul 15.15).

7
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
mana kala manakala
sekali gus sekaligus
segi tiga segitiga
Catatan:
1. Bila bentuk terikat tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf
besar/kapital, di antara kedua unsur itu dibubuhkan tanda hubung (-)
Bentuk Tidak Baku Bentuk Baku
nonIndonesia non-Indonesia
panIslamisme pan-Islamisme
panAfrikanisme pan-Afrikanisme7
2. Unsur maha dan peri ditulis serangkai dengan unsur yang berikutnya, yang
berupa kata dasar. Namun dipisah penulisannya jika dirangkai dengan kata
berimbuhan.
Misalnya:
Mahabijaksana, Mahatahu, Mahabesar
Maha Pengasih, Maha Pemurah, peri keadilan, peri kemanusiaan.
Tetapi, khusus kata ESA, walaupun berupa kata dasar, gabungan kata maha dan
esa ditulis terpisah: Maha Esa.8

Menurut Wediasti (2017:29) gabungan kata yang dapat menimbulkan salah


pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-
unsurnya.
Misalnya:
anak-istri pejabat anak istri-pejabat
ibu-bapak kami ibu bapak-kami

7
Daeng Nurjamal dan Warta Sumirat, Penuntut Perkuliahan Bahasa Indonesia, (Bandung: Alfa Beta, 2010),
hlm. 172-175.

8
Welt Wediasti, Bahasa Indonesia Dasar Penulisan Ilmiah, (Bekasi: Cakrawala Cendaka,2017), hlm. 26-27.

8
3. Hukum Gabungan Kata
Hukum D-M, singkatan dari "diterangkan-menerangkan", adalah aturan dalam
tata bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa dalam kata majemuk segala sesuatu
yang menerangkan selalu terletak di belakang yang diterangkan. "Istilah ini
dicetuskan oleh Sutan Takdir Alisjahbana dalam bukunya Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1949. Contoh penerapan hukum
ini adalah pada kata "kapal terbang" dan kalimat "Ali makan." Dalam kata majemuk
"kapal terbang", kata kapal diterangkan oleh kata terbang. Demikian juga dalam
kalimat "Ali makan," Ali diterangkan oleh makan. 9

4. Kata Majemuk
Kata majemuk adalah gabungan dua buah morfem dasar atau lebih yang
mengandung satu pengertian baru. Kata majemuk tidak menonjolkan arti tiap kata.
tetapi gabungan kata itu secara bersama-sama membentuk suatu makna atau arti
baru.10
Ciri-ciri Kata Majemuk
1. Tidak bisa disisipi
Untuk mengetahui sebuah gabungan kata adalah jenis kata majemuk atau hanya
frasa, kalian dapat mengetesnya dengan memberikan sisipan di antara dua kata
dasar pembentuknya. Umumnya, sisipannya berupa kata depan. Jika gabungan
kata tersebut dapat disisipi, berarti ia hanyalah bentuk frasa. Namun jika ketika
disisipi maka artinya berubah, berarti ia dapat dikategorikan sebagai kata
majemuk. Contoh: “kacamata” tidak dapat diganti menjadi “kaca dari mata”
ataupun “kaca pada mata”. Sementara itu sakit mata dapat disisipi penulisannya
menjad “sakit di mata” atau “sakit pada mata.
2. Tidak bisa diperluas
Perluasan sebuah kata dapat terjadi dengan pemberian afiks (imbuhan). Khusus
untuk kata majemuk, perluasan tidak bisa diberikan pada satu kata saja, namun
harus mencakup kedua kata pembentuknya. Hal ini berbeda dengan frasa yang

9
Florenso Valentin Tjowanta, “Hukum DM pada Gabungan Kata”,
http://florenso.blogspot.com/2016/03/hukum-dm-pada-gabungan-kata-lebih-dari.html, (diakses pada 25 oktober
2018 pukul 14.30).

10
Ekarasi, “Kata Majemuk” https://dosenbahasa.com/kata-majemuk, (diakses pada 25 oktober pukul 16.00).

9
salah satu katanya bisa diperluas dengan pembubuhan afiks. Contoh: “kereta
api” tidak dapat diperluas menjadi perkereta api atau kereta apian. Namun, harus
memakai imbuhan awal dan akhir untuk mengapit kedua kata yang
membentuknya. Maka, kereta api baru dapat diperluas menjadi perkeretaapian.
3. Posisi tidak dapat diubah
Kata-kata yang membentuk sebuah kata majemuk bersifat tetap. Jadi, kalian
tidak dapat menukarkan posisi antarkatanya, sebab jika dipertukarkan, maknanya
akan hilang atau berubah total. Contoh: “angkat kaki” memiliki makna
‘pergi’. Namun jika posisi kata-kata dasar yang membentuknya di balik,
menjadi kaki angkat, maknanya menjadi hilang dan tidak jelas.11

C. Tanda Baca
1. Pengertian Tanda Baca
Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara)
atau kata dan frasa pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan
struktur dan organisasi suatu tulisan, dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati
sewaktu pembacaan.12
2. Jenis-jenis Tanda Baca
a. Tanda titik (.)
1) Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
Ayahku tinggal di Solo.
Marilah kita mengheningkan cipta.
2) Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar,
atau daftar.
Misalnya:
a. III. Depertemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
3) Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukan jangka waktu.

11
Ibid.
12
Pendi Setiyo, “Makalah Pemakaian Tanda Baca”.https://pendisetiyo.blogspot.com/2016/06/makalah-
pemakaian-tanda-baca dalam.html, (diakses pada 20 oktober 2018 pukul 14.58).

10
Misalnya:
Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).13
4) Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul
tulisan, (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat
terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan Nasional 2008. Peta Bahasa
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta.
5) Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.
Penduduk kota itu lebih dari 7.000.000 orang.
Catatan:
1. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Nomor rekening panitia seminar adalah 0015645678.
2. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan, ilustrasi, atau tabel.
Misalnya:
Bentuk dan Kedaulatan (Bab 1 UUD 1945)
Gambar 3 Alat Ucap Manusia
Tabel 5 sikap Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan
3. Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) alamat penerima dan pengirim
surat serta (b) tanggal surat.

13
As’ad Sungguh, Eyd (Ejaan Yang Disempurnakan), ( Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 32-33.

11
Misalnya:
Yth. Direktur Taman Ismail Marzuki
Jalan Cikini Raya No. 73
Menteng
Jakarta 10330 14
b. Tanda Koma (,)
1) Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya:
Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
2) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat
setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.
3) Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Misalnya:
O, begitu?
4) Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau
marga.
Misalnya:
Ny. Khadijah, M.A.
5) Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang
(Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.15
6) Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya
dalam daftar pustaka.

14
Welt Wediasti, Bahasa Indonesia Dasar Penulisan Ilmiah, (Bekasi: cakrawala cendeka 2017) hlm. 48- 49.

15
As’ad Sungguh, op.cit, hlm. 36-37.

12
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu
Agung.
7) Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat langsung dari bagian lain
dalam bagian kalimat.
Misalnya:
Kata nenek saya, “Kita harus berbagi dalam hidup ini.”
Catatan:
Tanda koma tidak untuk memisahkan petikan langsung yang berupa
kalimat tanya, kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang
mengikutinya.
Misalnya:
“Di mana Saudara tinggal?” tanya Pak Lurah.
c. Tanda Titik Koma (;)
1) Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
2) Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara didalam kalimat majemuk
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; ibu sibuk bekerja di dapur;
adik menghapal nama-nama pahlawan nasional: saya sendiri asik
mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.16
3) Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam
kalimat yang sudah ada dalam kalimat yang sudah menggunakan tanda koma.
Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang,
apel, dan jeruk.17

16
As’ad Sungguh, loc.cit.
17
Welt Wediasti, loc.cit.

13
d. Tanda Titik Dua (:)
1) Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika
diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan
lemari.
2) Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat Sidang : Ruang 104
Pengantar Acara : Bambang S
Hari : Senin
Waktu : 09.30
e. Tanda Hubung (-)
a. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
Anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
b. Tanda hubung dipakai untuk menyambung huruf kata yang tidak dieja satu-
satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
8-4-1973
c. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian
kata atau ungkapan, dan (ii) penghilang bagian kelompok kata.
Misalnya:
ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000) tanggung jawab dan
keistimewan sosial.
d. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se-dengan kata berikutnya yang
dimulai dengan huruf Kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an,
(iv) singkatan huruf capital degnan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap.

14
Misalnya:
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan,
hari-H, sinar-X; menteri-Sekretaris Negara.
e. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan usur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an.
f. Tanda Elipsis (…)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
Kalau begitu ...ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
g. Tanda Tanya (?)
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
h. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang mengambarkan kesungguhan, ketidak percayaan ataupun rasa
emosi yang kuat.
Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Bersihkan kamar itu sekarang juga!
i. Tanda Kurung ((…))
a. Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
Bagian perencanaan sudah selesai menyusun DIK (daftar isian
kegiatan kantor itu).
b. Tanda kurung dipakai unruk mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan.

15
Misalnya:
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, (c)
modal.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat
dihilangkan.
Misalnya:
Pejalan kaki itu berasa dari (kota) Surabaya.
j. Tanda Kurung Siku ( […] )
Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas
yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaanya dibicarakan didalam Bab II
[lihat halaman 35-38] ) perlu dibentangkan disini.
k. Tanda Petik (“…”)
a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
Pasal 36 UUD 1945, berbunyi “Bahasa negara ialah bahasa indonesia”
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang
dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu
Tempat.
c. Tanda petik dipakai untuk penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri
langsung.
Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
l. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit ketikan yang tersusun di dalam
petikan lain.
Misalnya:
Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
b. Tanda petik dipakai untuk mengapit makna, terjemah, atau penjelasan kata
atau ungkapan asing.

16
Misalnya:
Feed-back ‘balikkan’.
m. Tanda Garis Miring
a. Tanda garis miring dipakai didalam nomor surat dan nomor pada alamat.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau dan tiap.
Misalnya:
Dikirimkan lewat ‘dikirimkan lewat darat
darat/laut atau lewat laut’
harganya ‘harganya Rp25,00 tiap
Rp25,00/lembar lembar’
n. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( `)
Tanda penyingkat menunjukan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Malam `lah tiba. (`lah = telah).18

18
As’ad Sungguh, op.cit, hlm. 38-46.

17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah kita memahami apa yang telah di paparkan di atas, kita dapat mengambil
sebuah kesimpulan bahwa :
Imbuhan adalah bunyi – bunyi yang ditambahkan kepada kata dasar untuk
mengubah atau menambahkan makna pada kata dasarnya. Imbuhan – imbuhan tersebut
bisa diletakkan di awal (prefiks), di tengah/sisipan (infiks), akhir (suffiks), dan awalan-
akhiran (konfiks) kata dasar. Jenis – jenis imbuhan tersebut mempunyai fungsi yang
berbeda – beda.
Gabungan kata merupakan suatu penggabungan antara satu kata dengan kata
lainnya. Dalam penulisannya, gabungan kata mesti menuruti tata cara yang diatur dalam
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Gabungan kata termasuk yang lazim
disebut kata majemuk bagian-bagiannya ditulis terpisah. gabungan kata yang dapat
menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-).
Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan dengan fonem (suara)
kata dan frasa pada suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan
organisasi suatu tulisan, dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati sewaktu
pembacaan.
Jenis-jenis tanda baca
Jenis-jenis Tanda Baca
a. Tanda titik (.)
b. Tanda Koma (,)
c. Tanda Titik Koma (;)
d. Tanda Titik Dua (:)
e. Tanda Hubung (-)
f. Tanda Elipsis (…)
g. Tanda Seru (!)
h. Tanda Kurung ((…))
i. Tanda Kurung Siku ( […] )
j. Tanda Petik (“…”)
k. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
l. Tanda Garis Miring
m. Tanda Penyingkat atau Apostrof ( `)

18
Bahasa itu tidak terlepas dari yang namanya imbuhan, gabungan kata dan tanda
baca. Dan ternyata imbuhan, gabungan kata dan tanda baca itu saling keterkaitan.dan
imbuhan itu ternyata mengalami beberapa tahap hingga menjadi yang sempurna,
dimana yang kita gunakan saat ini.

B. Kritik dan Saran


1. Banyak kalangan mahasiswa belum mengetahui perbedaan antara imbuhan di-
dengan awalan di-, jadi diharapkan pengajar jangan hanya mengajarkan materi tapi
juga mempraktikkan.
2. Masih banyak kalangan masyarakat belum bisa meletakkan tanda baca secara baik
dan benar dalam pengiriman pesan(chatting), diharapkan pemerintah banyak
melakukan sosialisasi mengenai penggunaan tanda baca melalui media sosial dan
sosialisasi secara langsung.
3. Seringkali mahasiswa, pelajar, tidak tahu bagaimana penggunaan tanda baca secara
baik dan benar, hendaknya belajar dari fasilitas yang ada seperti media internet atau
buku, agar kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penggunaan tanda baca dapat
dicegah sedini mungkin.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ekarasi. 2016. “Kata Majemuk”. https://dosenbahasa.com/kata-majemuk. Diakses


pada 25 oktober pukul 16.00

Lanin, Ivan. 2010. “Hukum KPST”.


https://ivanlanin.wordpress.com/2010/04/05/hukum-kpst/. Diakses pada 25
oktober 2018 pukul 14.00

Nurjamal, Daeng dan Warta Sumirat. 2010. Penuntun Perkuliahan Bahasa Indonesia.
Bandung: Alfabeta.

Purwoharjo, Bnet. 2016. “Makalah Imbuhan Lengkap Bahasa Indonesia”.


http://bnetpwj.blogspot.com/2016/11/makalah-imbuhan-lengkap-bahasa-
indonesia.html. Diakses pada 20 oktober 2018 pukul 14.30

Rivaldi. 2010 “Meleburlah”.


http://calongurubahasa.blogspot.com/2010/11/meleburlah.html. Diakses pada
20 oktober 2018 pukul 16.00

Setiyo, Pendi. 2016. “Makalah Pemakaian Tanda Baca”.


https://pendisetiyo.blogspot.com/2016/06/makalah-pemakaian-tanda-baca-
dalam.html. Diakses pada 20 oktober 2018 pukul 14.58

Sungguh, As’ad. 2004. Eyd (Ejaan Yang Disempurnakan). Jakarta: Bumi Aksara.

Tjowanta, Florenso Valentin. “Hukum DM pada Gabungan Kata”.


http://florenso.blogspot.com/2016/03/hukum-dm-pada-gabungan-kata-lebih-
dari.html. Diakses pada 25 oktober 2018 pukul 14.30

Warsito, Anggi. 2018. “Tata Cara Penulisan Gabungan Kata”.


https://dosenbahasa.com/tata-cara-penulisan-gabungan-kata. Diakses pada 20
oktober 2018 pukul 15.15

Wediasti, Welti. 2017. Bahasa Indonesia Dasar Penulisan Ilmiah. Bekasi: Cakrawala
Cendaka.

20

Anda mungkin juga menyukai