Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Penglihatan
Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Penglihatan
I. PENDAHULUAN
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia. Akibat
dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat, para ahli, bahkan oleh para lanjut usia
sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para lanjut usia sering kali kehilangan rasa percaya
diri, berkurang keinginan untuk pergi keluar, untuk lebih aktif bergerak kesana kemari. Mereka
akan kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televise. Kesemua itu akan
menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia., mengisolasi mereka dari dunia luar yang
pada gilirannya akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Mata adalah organ sensorik yang mentrasmisikan rangsang melalui jaras pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi
tentunya banyak perubahan yang terjadi.
Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa kehilangan
elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan
dan daya akomodasi dari jarak jauh/dekat berkurang. Ketajaman penglihatan dan daya
akomodasidari jarak jauh/dekat berkurang. Penggunaan kaca mata dan system penerangan yang
baik dapat digunakan untuk mengkompensasi hal tersebut.
Penglihatan
7. Perlambatan proses
informasi dari
system saraf pusat
Ketika anda memeriksa mata lansia, ingat juga bahwa tanda-tanda penuaan ocular dapat
mengubah keadaan keseluruhan mata. Anda dapat melihat bahwa mata terletak lebih didalam
orbit tulang, hal ini merupakan temuan normal karena hilangnya jaringgan lemak akibat usia.
Periksa simetrisitas alis dan distribusi rambut. Bandingkan warna kelopak mata dengan warna
kulit wajah ; kelopak mata semestinya tidak mengalami perubahan warna seperti kemerahan.
Periksa apakah terdapat lesi atau edema, dan perhatikan arah bulu mata. Kaji apakah kelopak
mata atas menutupi sebagian atau seluruh mata, yang menandakan ptosis, hal ini adalah suatu
temuan abnormal. Inspeksi apparatus lakrimal, perhatikan apakah ada keluaran, kemerahan,
edema, air mata yang berlebihan atau nyeri tekan. Periksa sclera dan konjungtiva. Sclera
biasanya tampak berwarna putih krem. Inspeksi pupil, perhatikan ukuran, bentuk, dan reaksi
terhadap cahaya. Inspeksi iris, perhatikan setiap aberasi marjin. Anda dapat melihat pigmentasi
iris irregular bilateral, dengan pigmen normal yang berubah menjadi warna coklat pucat. Uji
ketajamam penglihatan dengan atau tanpa lensa korektif, perhatikan setiap perbedaan. Lakukan
pemeriksaan oftalmoskopik untuk memeriksa struktur internal.
1. M.orbicular
2. Retractor palpebra inferior
3. Tartus
4. Tendo kantus medial/lateral
5. Aponeurosis muskulus levator palpebra
6. Kulit
1. M.orbicular
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
3. Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
4. Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral
sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.
Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana
bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya
kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional
tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-
perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
6. Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat
dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior.
Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai
dermatokalis.
Dengan terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses penuaan,
maka secar klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah :
1. Entropion involusional
2. Ektropion involusional
3. Blefaroptosis
4. Dermatokalasis
Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada lanjut usia.
Gejala dan tanda :
1. Mata merah
2. Berair
3. Rasa gatal
Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bias menyebabkan ulkus
cornea.
Penanganan :
Koreksi entropion yaitu dengan cara :
1. Jahitan eversi
2. Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan / tanpa
pemendekan horizontal
3. Plikasi retractor palpebra inferior
2. Ektropion Senilis / Involusional
Yaitu suatu keadaan diman margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada usia lanjut.
Gejala dan tanda :
1. Epifora
2. Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi
3. Konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganan :
Koreksi ektropion dengan cara :
1. Lazy – T
2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva
3. Pemendekan palpebra horizontal
1. Lensa Cyrstallina
Bentuk cakram biconvex ; berukuran diameter 9mm dan tebal bagian sentral 4mm.
Susunan anatominya :
1. Kapsul
2. Korteks
3. Nucleus
Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20tahun nucleus mulai terbentuk.
Semakin bertambah umur nucleus makin membesar dan padat, sedangkan volume lensa tetap,
sehingga bagian korteks makin menipis, elastisitas lensa berkurang, indeks bias berubah
(membias sinar jadi lemah). Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh
(Sklerosis).
2. Iris
Kontriksi, mula-mula berdiameter 3mm, pada usia tua terjadi 1mm, reflek direk lemah.
5. Retina
1. Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum kehilangan
penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi cahaya menenbus kornea, yang pada
akhirnya mengamburkan tangkapan bayangan pada retina. Sebagai hasilnya, otak
menginterprestasikan bayangan yang kabur.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata, tetapi katarak di masing-masing mata
memburuk sendiri-sendiri. Pengecualian pada katarak traumatic, yang biasanya unilateral, dan
katarak congenital, yang kondisinya dapat tidak berubah. Katarak merupakan penyakit yang
paling banyak terjadi pada orang diatas usia 70 tahun. Pembedahan memperbaiki penglihatan
pada sekitar 95% pasien. Tampa pembedahan, katarak akhirnya menyebabkan kehilangan
penglihatan total.
1. Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada
protein lensa.
2. Katarak congenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme sebelum
dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama kehamilan.
Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau akibat genetic.
Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif mungkin terkait
dengan kromosom seks.
3. Katarak traumatic terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga yang
cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki kapsul lensa.
4. Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa
retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat
radiasi ion atau sinar infarmerah.
5. Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau
fenotiazin.
1. Stad. Insipiens
Belum ada keluhan penurunan visus, kekeruhannnya pada korteks daerah equator, yang dapat
ditegakkan diagnosis bila pipil dilebarkan.
2. Stad. Immature
Kekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keruhan visus saat itu terjadi inhibisi cairan
ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung menyebabkan perubahan refraksi kea rah
myope, disamping itu dapat terjadi komplikasi glaucoma sekunder, oleh karena kamar dapat
lebih dangkal dan sudut Irido-Cornealis lebih sempit.
3. Stad. Matura
Kekeruhan lebih padat dan rata, pemeriksaan refleks fundus tidak tampak. Pada stadium ini
indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract ekstrasi.
4. Stad. Hipermatura
Korteks lenca mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada posisi sentral, menggeser ke bawah dan
dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsula lentis mengalami exfoliasi dapat
menimbulkan Lens Induced Uveitis dan Glaukoma sekunder.
Pemeriksaan diagnostik
1. Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelap di refleks merah yang normalnya
homogen
2. Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostic kekeruhan lensa
3. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan
Penaganan
Ekstraksi lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk mengoreksi defisit
penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.
2. Glaukoma
1. Primer
1. Stadium Prodromal
Stadium ini mempunyai cirri khas ialah terjadi serangan (Attack), tekanan intra okuler
mendadak meningkat, dengan keluhan kemeng, visus turun, nrocos. Gambaran obyektif adanya
tanda kongestif (Ciliary Injection, Edema Cornea dan Iris, Kamar Depan Dangkal, Pupil
Melebar)
2. Stadium Akut
Bila stadium prodromal tidak dikelola dengan baik, akan timbul stadium akut, keluhan
subyektif dan gambaran kongestif menetap, kadang-kadang disertai Cephalgia dan mual.
Funduscopy terdapat Excavatio Glaukomatosa stadium ini termasuk kedaruratan medis.
3. Stadium Kronis
Masih ada gambaran kongestif dengan tambahan kelainan yang disebabkan oleh proses
yang menetap lama, ialah Keratopathia Bullosa dan Staphiloma Scelerae. Tekanan intra-okuler
sangat tinggi dan sulit diturunkan dengan obat.
4. Stadium Absolut
Terjadi kebutaan (Ophthalmological Blind) dengan visus nol, tidak dapat melihat/
menerima rangsang cahaya. Visus tidak dapat direhabilitasi dengan upaya apapun.
Upaya pencegahan kebutaan dan galukoma harus dilakukan sedini mungkin ialah pada
stadium prodromal, dilakukan operasi Iridectomy. Bila terjadi perubahan (Atrophy) pada papil
syaraf Optik, visus tidak lagi normal.
2. Glaukoma sudut lebar/ terbuka (juga dikenal sebagai glaukoma kronis, sederhana)
Dalam perjalanan proses penyakit ini tidak pernah menimbulkan keluhan sakit yang mencolok,
visus turun pelan-pelan dan lapangan pandang menyempit. Oleh karena tidak sakit umumnya
penderita dating berobat terlambat, pada pemeriksaan fundus copy sudah tampak terjadi
Excavasio Glaukomatosa dan Atrophy Papil Syaraf Opticus. Pengolahan penyakit ini lebih
ditekannkan pada pemakaian oabat anti glaucoma ; operasi baru dilakukan bila tekanan intra
okuler tinngi menetap tidak dapat turun dengan pemberian obat. Pemakaian obat anti glaucoma
dengan jangka panjang sering menimbulkan keluhan dan efek samping obat. Obat dapat
dihentikan sementara dan diganti dengan tindakan Laser Trabeculoplasty, obat digunakan lagi
setelah kira-kira dua bulan.
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi, uveitis, cedera,
pembedahan, gangguan obat-obatan yang berkepanjangan (seperti kortikosteroid), oklusi vens
dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan
menghambat drainase humor aqueosa.
Pemeriksaan diagnostik
Penanganan
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi
tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat
beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan menderita
bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada
glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan
aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan
trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada jalinan
trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang mengubah
permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka
jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi
perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan
menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat
diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara
mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari
kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk
mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.
Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi
segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan praoperatif awal
menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil,
mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat I.V.
atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika
pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan
pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah
iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris dan
mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.
1. Atrophic ARMD
2. Exudative ARMD
Teori yang mengemukakan bahwa ARMD disebabkan oleh kerusakan Retinal Pigment
Epithelium (RPE) akibat dari terkena paparan sinar yang kuat (Excessive Exposure to Light) atau
karena deficiency vitamin anti-oxidant dan mineral dalam diet, semua itu tidak pasti (not
consistent).
Pathogenesis ARDM berpangkal pada peningkatan resistensi Sirkulasi Choroid (tekanan
Chorio-Capilar), menyebabkan gangguan metabolisme dalam RPE, terjadi degenerasi dan
atropht RPE, ini merupakan gambaran ARMD type Atrophy.
Peningkatan tensi Chorio-Capillaris menyebabkan gangguan transport metabolit di dalam
RPE terejadi akumulasi drudendan deposit pada membrane basalis juga deposit lipoid dan
membrane bruch, mudah terjadi RPE detachment dan membrane neo vaskuler Choroidal ; ini
gambaran klasik dari bentuk ARMD exudative dan proliferative.
Prognosis qua ad visam pada dua type ARMD, jelek ; lebih-lebih pada type proferatif sangat
mudah terjadi perdarahan sub-retina, akibatnya visus mendadak hilang.
Sejalan dengan bertambahnya umur maka organ-organ pada manusipun, salah satu
bagian organ mata yang juga mengalami perubahan yaitu RETINA. Perubahan retina karena usia
merupakan hal yang fisiologis, Degenerasi Retina Senilis.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan suatu gambaran fundus Senilis, Fundus Tygroid.
Faktor-faktor yang mendukung dari gambaran fundus normal, adalah :
Perpaduan komponen merah dan coklat, yang mendapat pacuan sinar merah-kuning
mendapatkan hasil merah-jingga yang cemerlang, sebagai gambaran fundus Tygroid :
1. Sebagai akibat dari hilangnya sel reseptor dalam sel saraf, kira-kira 2,5% per decade,
maka visuskurang tajam,kemunduran sensitifitas lapang pandang, penurunan
sensitivitas kontras warna dan kenaikan ambang adaptasi gelap.
2. Perubahan kualitas syaraf optik
Jumlah akson syaraf optic berkurang dan ada penambahan jaringan ikat, warna papil saraf optic
lebih pucat. Atrofi perikapiler, depigmentasi sekeliling papil menimbulkan warna pucat
sekeliling papil.
Pada usia tua, retina dibagian perifer (antara Ora Serrata dan Equator) mengalami proses
degenerasi lebih awal bila dibandingkan dengan bagian sentral.
Beberapa macam yang dapat/sering ditemukan :
2. Cystoid degeneration
Tampak ada rongga-rongga pada lapisan pleksiformis luar umumnya area temporo-
inferior. Lesi dapat menyebabkan gangguan lapangan pandang dan dapat berkembang menjadi
Retinonoschisis.
3. Retinoschisis sinilis
Pemisahan lapisan retina, biasanya pada lapisan pleksiformis luar sebagai perluasan dari
Degenerasi Cystoid yang progesif. Dinding retinoschisis dapat robek dan terjadi Retinal
Detachment. Retinosis yang meluas kebelakang equator menimbulkan gangguan lapang
pandang. Setiap ada lesi Retinoschisis perlu tindakan untuk mencegah Retinal Detachment,
dengan Laser Foto-Koagulasi.
3. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini :
1. Diagnosa Keperawatan
1. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan
adalah sebagai berikut :
Intervensi Keperawatan
Intervensi keperwatan pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut :
Kriteria hasil tindaka : Pasien akan menyatakan bahwa ia merasa rasa takutnya berkurang dan
tidak menunjukkan tanda dan gejala takut.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mendapatkan kembali penglihatan yang hilang dengan
terapi
Intervensi keperawatan
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan penglihatan terjadi
dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta mempertahankan penglihatan
normalnya dengan terapi.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan melakukan tindakan kewaspadaan untuk mencegah cedera
karena kerusakan penglihatan.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mengidentifikasi sumber-sumber rasa takut, mencari
informasi mengenai glaucoma dari sumber-sumber yang tepat untuk mengurangi rasa takut, dan
mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan terhadap regimen terapi yang diresepkan dapat
mencegah kehilangan lebih lanjut.
Intervensi keperawatan
1. Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai resep,
dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser atau
pembedahan.
2. Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit. Pada
mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan glaukoma sudut
tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih tersisa.
3. Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi pupil.
Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk mengistirahatkan pupil.
4. Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasangpenutup mata dan pelindung
mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian yang tidak
sakitdan melakukan tindakan keamanan umum.
5. Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien secar
teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
6. Pantau tekanan intraokuler secara teratur
7. Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang hidup.
Penyuluhan pasien
1. Tekankan pentingnya kepatuhan yang sangat cermat terhadap terapi obat-obatan yang
diresepkan untuk mempertahankan tekanan intraokuler rendah dan mencegah
perubahan pada diskus optikus yang menyebabkan kahilangan penglihatan.
2. Jelaskan semua prosedur dan terapi, khususnya pembedahan, untuk membantu
mengurangi kecemasan pasien.
3. Informasikan pada pasien bahwa kehilangan penglihatan tidak dapat diperbaiki namun
terapi tersebut biasanya dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.
4. Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian medis
segera, seperti perubahan penglihatan yang tiba-tiba atau nyeri pada mata.
5. Beri tahu pada anggota keluarga cara memodifikasi lingkungan agar aman bagi pasien.
Sebagai contoh, anjurkan untuk mempertahankan lorong dirumah dengan pencahayaan
yang terang dan orientasikan kembali pasien terhadap susunan ruang jika perlu.
6. Diskusikan pentingnya skrining glukoma untuk deteksi dan pencegahan dini. Tekankan
pada pasien semua orang di atas 35 tahun harus melakukan pemeriksaan tonometri
setiap tahun.
Daftar Pustaka
Maryam RS, ekasari MF, dkk .2008. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba