Anda di halaman 1dari 26

Alasan Ace Hardware Jadi Ritel Rujukan

Pasar ritel di Indonesia selalu dinamis. Pasalnya, hampir semua kebutuhan masyarakat modern
saat ini bisa dipenuhi dalam wadah yang bernama ritel. Sementara, kebutuhan tersebut senantiasa
berkembang dari waktu ke waktu. Dalam konteks pasar seperti inilah, Ace Hardware optimistis
melakoni bisnisnya di Indonesia dan menjadi ritel yang paling dirujuk oleh konsumen di
Indonesia.

Teresa Wibowo, Marketing Communication General Manager Kawan Lama Retail mengatakan,
perusahaannya menjadi ritel yang paling dirujuk, karena kelengkapan produk yang
ditawarkannya – khususnya untuk produk home improvement dan gaya hidup. Teresa
menambahkan, agar senantiasa bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga konsumen, membaca
tren menjadi langkah penting. Misalnya, ketika tren bersepeda populer di masyarakat, Ace
Hardware juga menyediakan sepeda dengan berbagai varian di gerainya.
Selain itu, Teresa mengakui statusnya sebagai perintis ritel modern di Indonesia juga menjadi
faktor yang menguatkan merek Ace Hardware di mata konsumen. Khususnya, ritel yang
menawarkan produk perlengkapan rumah tangga dan gaya hidup. “Faktor ini membawa nama
Ace Hardware selalu menancap di benak konsumen,” kata Teresa.

Faktor kedua terletak semangat Ace Hardware sebagai the helpful place. Hal ini didukung oleh
kelengkapan produk dengan sekitar 80.000 item barang. Didukung juga dengan servis yang
memuaskan, Ace Hardware menjadi tempat konsumen mendapatkan solusi atas persoalan dalam
rumah tangga. Servis di Ace Hardware menjadi hal fundamental. Dalam konteks ini, pegawai
Ace Hardware memosisikan bukan sekadar penjual, tetapi sebagai konsultan atas persoalan
keluarga.
Teresa menambahkan, kualitas produk dengan harga kompetitif juga menjadi kekuatan Ace
Hardware dibanding pesaing. Sebagai ritel waralaba dari Amerika Serikat, saat ini Ace Hardware
menghadirkan produk-produk yang 80%nya berstatus impor dan 20% produk lokal. Gerai yang
pertama kali berdiri pada tahun 1996 di Karawaci ini sekarang sudah berkembang menjadi 112
gerai.

“Produk-produk kami tergolong unik. Kami juga menghadirkan merek-merek eksklusif yang
hanya tersedia di Ace Hardware. Ini juga yang membedakan kami dengan pemain lain,” kata
Teresa.
Ace Hardware Indonesia
Ngomong-ngomong soal Ace Hardware, apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar ‘Ace
Hardware’ tersebut? Kalau penulis yang ditanya demikian, penulis akan menjawabnya: ‘Itu
adalah nama toko, atau lebih tepatnya supermarket, yang saya sering mampir untuk melihat-lihat
apa saja yang dijual disitu, tapi ya cuma liat-liat doang, alias hampir nggak pernah membeli
sesuatu’. Alasannya adalah, meski harus diakui bahwa toko Ace Hardware menjual barang-
barang unik dan berkualitas bagus yang tidak ada di toko lain, namun sebagian besar dari barang-
barang tersebut tidak begitu dibutuhkan untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai contoh, apakah
anda membutuhkan satu set alat panggangan barbeque untukbackyard party di rumah? Well, jika
rumah anda memang ada backyard-nya, maka mungkin anda memang butuh. Tapi yah, berapa
banyak sih rumah di Jakarta yang punya halaman luas di belakangnya?

Disisi lain, jika anda punya rumah gede di Menteng, Pondok Indah, atau Pantai Indah Kapuk,
maka alat panggangan barbeque tadi mungkin merupakan must have item, dan demikian pula
dengan produk-produk lainnya yang dijual di Ace Hardware. Yup, Ace Hardware, memang
bukan toko retail biasa. Produk-produk yang dijual disitu merupakan produk home improvement,
alias produk khusus yang sengaja didesain untuk meningkatkan kualitas rumah sebagai tempat
tinggal anda dan keluarga. Contohnya, selain alat panggangan barbeque tadi, anda akan
menemukan jam dinding dengan desain yang sangat-sangat cantik di Ace Hardware, yang tidak
dijual di toko lain, meski memang harganya pun jauh lebih mahal. But for some people, harga
yang lebih mahal tersebut setimpal dengan efek ‘cantik’ yang diberikan jam dinding tersebut
terhadap penampilan rumah secara keseluruhan.

Karena itulah, meski bagi sebagian besar orang memiliki rumah yang layak huni saja sudah
cukup baik, namun bagi orang-orang tertentu dari kalangan menengah keatas, mereka baru akan
merasa betah jika rumahnya dilengkapi oleh produk-produk home improvement tersebut. Dan di
Indonesia, Ace Hardware adalah satu-satunya toko yang menyediakan produk-produk seperti itu,
sehingga perusahaannya boleh dibilang memonopoli bisnis ini. Sebenarnya ada juga toko-toko
lain yang serupa, seperti Super Home atau IKEA, namun sejauh ini belum ada dari mereka yang
menjadi pesaing berarti bagi ACES di bidang ini.

Tentang Perusahaan

Ace Hardware Corporation (AHC) merupakan perusahaan ritel global yang berdiri pertama kali
pada tahun 1924 di Chicago, Amerika Serikat, dengan pendirinya bernama Richard Hesse. Dan
sejak saat itu, AHC terus berkembang pesat. Pada tahun 1968, Ace Hardware untuk pertama
kalinya membuka toko diluar Amerika, ketika itu di Kepulauan Guam. Dan pada tahun 1990,
AHC mulai bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan lokal di tiap-tiap negara untuk
membuka toko (setelah sebelumnya hanya membuka toko miliknya sendiri), dengan konsepnya
yang kurang lebih sama dengan sistem franchise Alfamart atau Indomaret.

Kemudian pada tahun 1995, AHC masuk ke Indonesia dengan bekerja sama dengan Grup
Kawan Lama, dimana kedua belah pihak sepakat untuk mendirikan PT Ace Hardware
Indonesia (ACES), namun 100% saham ACES sepenuhnya dipegang pihak Kawan Lama
(menjadi 60% setelah perusahaan go public pada tahun 2007, dimana 40%-nya dipegang investor
publik). Dalam kontraknya, ACES diharuskan untuk membayar royalti kepada AHC, namun
nilai royaltinya nggak besar, cuma Rp17 milyar pada Semester I 2013 (bandingkan dengan
pendapatan perusahaan yang mencapai Rp1.8 trilyun). Dan sebagai gantinya ACES memperoleh
hak eksklusif untuk menggunakan merk ‘Ace Hardware’, dan juga hak eksklusif untuk membeli
produk-produk home improvement dari AHC, dimana kontak hak eksklusif tersebut baru akan
selesai pada tahun 2024.

Logo Ace Hardware dengan slogannya, 'The Helpful Place'

Dalam perkembangannya sejak membuka gerai pertama di Karawaci, Tangerang, pada tahun
1996, ACES terus berkembang pesat dan menjadi salah satu anak usaha Grup Kawan Lama yang
paling sukses sejauh ini. Hingga hari ini, atau 18 tahun sejak didirikan, ACES sudah memiliki
total 85 toko/gerai di seluruh Indonesia, dan masih akan terus bertambah. Pihak manajemen
sendiri, terutama sejak perusahaan go public pada tahun 2007, mentargetkan akan membuka
setidaknya 15 gerai anyar setiap tahunnya, thanks to meningkatnya jumlah penduduk kalangan
menengah di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini.
Dan sejak tahun 2010 lalu, ACES membuka unit usaha baru, yaitu Toys Kingdom, yaitu toko
yang secara khusus menjual mainan, tidak hanya mainan anak-anak tapi juga orang dewasa,
hingga perlengkapan bayi. Seperti juga toko Ace Hardware-nya, di Toys Kingdom ini anda akan
menemukan mainan-mainan berkualitas bagus yang tidak ada di toko lain. Sejauh ini ACES
sudah memiliki 16 gerai Toys Kingdom dengan lokasi yang masih terkonsentrasi di Jakarta, yang
ditargetkan akan tumbuh menjadi 21 gerai pada akhir tahun 2013. Sehingga secara keseluruhan,
ACES menawarkan prospek pertumbuhan yang menarik.

Kinerja Perusahaan & Sahamnya

Penulis sudah mengamati ACES ini sejak lama, sejak harga sahamnya masih di 4,000-an
(sebelum stocksplit, setara dengan 400 pada saat ini). Ketika itu penulis sampai pada kesimpulan
bahwa meski kinerja perusahaannya bagus, namun harga sahamnya nggak affordable alias
kelewat mahal, dengan PER ketika itu mencapai lebih dari 25 kali. Selain itu, kalau berdasarkan
pengalaman penulis sendiri, penulis sangat jarang membeli sesuatu di Ace Hardware, kecuali
jam dinding yang sudah diceritakan diatas, kurang lebih setahun yang lalu. Hal ini berbeda
dengan toko retail biasa seperti Carrefour, Hero, Ramayana, Hypermart, hingga minimarket
seperti Alfamart, dimana penulis lumayan sering belanja disitu. Jadilah ketika itu penulis
berkesimpulan bahwa ACES akan mengalami kesulitan jika Indonesia mengalami perlambatan
pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
Karena memang, barang-barang yang dijual Ace Hardware rata-rata harganya kelewat mahal
sih..

Namun faktanya hingga laporan keuangan terakhir perusahaan per Kuartal II 2013, kinerja
ACES sejauh ini malah merupakan salah satu yang terbaik di sektor ritel, dengan ROE yang
mencapai 22.3%. Sementara catatan pertumbuhannya dalam tiga tahun terakhir (sejak 2010) juga
luar biasa, dengan laba bersih yang hampir berlipat dua setiap tahunnya. Kalau yang penulis
perhatikan, pertumbuhan ACES yang cepat tersebut turut terdorong oleh booming properti di
Indonesia dalam 3 tahun terakhir ini, dimana banyak mall-mall baru yang didirikan di Jakarta
dan sekitarnya, belum termasuk mall-mall yang didirikan di daerah lainnya di Pulau Jawa,
sehingga ACES jadi punya banyak tambahan tempat untuk membuka gerai baru. Intinya, jika
sektor properti masih seperti sekarang ini hingga dua tiga tahun kedepan, maka ACES juga
masih berpeluang untuk mencatat pertumbuhan seperti tahun-tahun sebelumnya. Terakhir, ACES
membuka gerai ke-85-nya di Kota Solo, Jawa Tengah, sekaligus merupakan gerai keduanya di
kotanya Jokowi tersebut. Dan coba tebak? Gerai anyar tersebut bisa berdiri karena adanya mall
baru di Solo, yakni Hartono Mall, yang baru beroperasi pada tahun ini. Sementara gerai milik
ACES sebelumnya berlokasi di Solo Square Mall.

Tapi jika nanti pembangunan mall-mall anyar berhenti, maka bagaimana pertumbuhan ACES
kedepannya? Ya tentunya masih akan tumbuh, hanya saja tidak akan sekencang sebelumnya.
Namun mengingat ACES juga punya Toys Kingdom, yang sejauh ini jumlah gerainya masih
sedikit, maka angka pertumbuhan yang tercatat dalam tiga tahun terakhir kemarin berpeluang
untuk dipertahankan, atau bahkan tumbuh lebih tinggi lagi, jika Toys Kingdom tersebut sukses
(sekarang masih dirintis). Dari pendapatan ACES sebesar Rp1.8 trilyun di Semester I 2013, Toys
Kingdom baru berkontribusi sebesar Rp73 milyar saja, namun angka tersebut tumbuh signifikan
(55.7%) dibanding periode yang sama tahun 2012, yang hanya Rp47 milyar.

Kesimpulannya, berikut ini adalah beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan justifikasi kenapa
ACES ini mahal (PER dan PBV masing-masing 34.3 dan 7.8 kali pada harga 740), yakni:

1. Sektornya unik, dan perusahaan berstatus sebagai market leader di sektornya


tersebut. Nama dan brand perusahaan juga cukup dikenal oleh publik.
2. Kinerjanya sangat baik untuk ukuran perusahaan ritel.
3. Nama besar Grup Kawan Lama sebagai pengelola perusahaan. Kawan Lama sejak
dulu memang sudah sangat terkenal sebagai perusahaan distributor barang-barang
perkakas terbesar di Indonesia.
4. Sementara merk ‘Ace Hardware’ sendiri merupakan merk ritel global yang cukup
terkenal, hampir sama terkenalnya dibanding Walmart, The Home Depot, atau IKEA.
Ace Hardware Corporation secara total memiliki 4,077 gerai diseluruh dunia per akhir
tahun 2012, termasuk melalui ACES di Indonesia
5. Perusahaannya punya peluang untuk me-maintain momentum pertumbuhannya,
seiring dengan masih berkembangnya sektor properti, masih meningkatnya jumlah
penduduk kalangan menengah, dan karena adanya venture baru di bidang ritel produk
mainan (Toys Kingdom), dan
6. ACES merupakan satu-satunya perusahaan ritel khusus produk-produk home
improvement di BEI, sehingga anda tidak bisa invest di saham lain kalau tertarik untuk
masuk ke sektor ini.
Disisi lain, berikut adalah beberapa hal yang patut pula anda pertimbangkan sebelum
memutuskan untuk invest di ACES ini:

1. Valuasi ACES biar bagaimanapun memang mahal, bahkan meski dia sudah turun
lumayan dalam dari puncaknya (1,120) karena melemahnya IHSG. Dalam hal ini penulis
jadi ingat dengan saham Mitra Adiperkasa (MAPI), yang meski perusahaannya bagus,
namun sahamnya sejak awal juga memang sudah mahal (MAPI ini perusahaan ritel juga).
Dan entah karena faktor valuasi tersebut atau lainnya, faktanya MAPI menjadi salah satu
saham yang paling terpukul seiring terkoreksinya IHSG akhir-akhir ini, dimana MAPI
sudah turun hampir 40% dari posisi puncaknya.
2. Meski kinerja ACES sejauh ini masih bagus, namun kinerja Ace Hardware
Corporation (AHC) justru terus turun sejak mengalami puncaknya pada tahun 2007 lalu.
Meski itu mungkin karena perekonomian Amerika dan Eropa sedang melambat, berbeda
dengan perekonomian Indonesia justru sedang bagus-bagusnya, namun tidak ada
salahnya jika hal ini kemudian anda jadikan catatan.
3. Besaran royalti yang dibayarkan ACES ke AHC selama ini terbilang sangat kecil.
Jika nanti sewaktu-waktu royalti tersebut dinaikkan, maka bukan tidak mungkin saham
ACES akan mengalami nasib seperti saham Unilever Indonesia (UNVR), atau Holcim
Indonesia (SMCB), yang langsung jatuh begitu keluar pengumuman soal royalti tersebut.
Meski disisi lain itu justru merupakan peluang untuk buy di harga murah meriah (karena
faktanya UNVR dan SMCB langsung naik lagi), tapi hal itu akan jadi risiko jika anda
membeli ACES di harga saat ini.
4. Pertumbuhan gerai-gerai baru ACES nyaris sepenuhnya bergantung pada
pembangunan mall-mall baru. Kalau kita perhatikan Jakarta dan sekitarnya sih, memang
mall-mall baru tersebut terus bermunculan seperti jamur di musim hujan. But honestly,
penulis tidak pernah tahu kapan ‘musim hujan’ tersebut akan berakhir, karena mall
bukanlah jenis properti yang bisa dibangun dalam jumlah massal, seperti perumahan,
apartemen, gedung perkantoran, atau kawasan industri. Adalah aneh jika dalam satu
lokasi, terdapat banyak mall sekaligus.
Jadi rekomendasinya? Well, penulis sudah menyampaikan semua hal yang penulis pikir perlu
anda ketahui tentang ACES ini, jadi kesimpulan rekomendasinya terserah anda saja. Kalau
menurut penulis sendiri, agak terlambat kalau anda masuk di saham ini pada harga sekarang,
kalau tujuannya untuk investasi. Kecuali tentu saja, jika anda bisa masuk di harga yang lebih
rendah, let say 550 - 650.
Selamat malam para pembaca KODE PIKIRAN salam sejahtera untuk kita semua. Malam ini
saya mendapatkan kisah inspirati mengenai Kisah Sukses ACE HARDWARE. Dimana ACE
HARDWARE merupakan Sebuah usaha lokal yang bisa berjaya di Dunia internasional.
Well Ok Kita mulai Cerita Sukses Ace Hardware ini.

Dari suatu gerai kecil di kawasan Glodok warisan sang ayah, Kuncoro Wibowo dan adik-adiknya
berjaya membangunnya menjadi kerajaan bisnis perkakas terkemuka di Asia Tenggara.
Bagaimana usaha ini bisa berjaya dan sukses?

Alex Widjaja, pepunya gerai di Kawasan Glodok, mengaku tak pernah membayangkan kalau
salah suatu keluarga pepunya gerai alat pertukangan yang sudah lama menjadi tetangganya bisa
sukses mepunyai perusahaan besar. Pasalnya, dulu gerai punya Wong Jin (almarhum), tetangga
dan temannya itu, tak lebih istimewa dari gerai-gerai lain di sana, termasuk gerai Alex sendiri.
Yang ia tahu, putra-putra Wong Jin memang rajin dan mau bersusah payah membantu ayahnya
berdagang di gerai. "merka anak-anak muda pekerja keras," tutur Alex yang tahun ini genap
berusia 62 tahun. Alex mengaku ikut gembira dan terkejut mengetahui putra-putra sobatnya itu
kini sudah berjaya membangun bisnis berskala besar dengan bendera Grup Kawan Lama (Grup
Kawan Lama). Ketakjubannya makin bertambah sesudah diberitahukan bahwa gerai Ace
Hardware dan Index yang mulai bertebaran di Jabotabek, ternyata juga punya keluarga kawan
lamanya itu.

Boleh jadi, bukan cuma Alex yang cukup terkejut dengan perkembangan bisnis Grup Kawan
Lama, tapi juga sejumlah pedagang Glodok yang gerainya berdekatan dengan gerai punya Wong
Jin. Maklum, puluhan tahun lalu, bisnis keluarga ini bisa dibilang tak ada apa-apanya.
Bayangkan. Tahun 1960-an, gerai kecil yang berdagang perkakas teknik ini tak berbeda dari
gerai-gerai sejenis lainnya di Glodok. Ukurannya cuma sekitar 3 x 3 meter, dan tampilan
ruangannya sederhana, bahkan terkesan kusam dan gelap. Di gerai itulah Wong Jin yang warga
Tionghoa, selain mencari nafkah juga mengajarkan kepada anak-anaknya -- terutama anak lelaki
tertuanya, Kuncoro Wibowo -- tentang bagaimana berdagang dan melayani pembeli, serta
bagaimana bekerja keras dan belajar. gerai kecil itu sendiri sudah dibuka Wong Jin sejak tahun
1950.

Roda kehidupan memang berputar. Terbukti di tangan generasi kedua -- Kuncoro Wibowo dan
adik-adiknya -- Grup Kawan Lama menjelma menjadi perusahaan besar yang menguasai bisnis
perdagangan perkakas di Indonesia. Produk yang dipasarkan tak kurang dari 20 kategori dan
meliputi lebih dari 60 ribu item. Sekitar 90% produk yang dijual Grup Kawan Lama ini
merupakan produk impor yang diproduksi perusahaan perkakas besar dunia.

Keistimewaan Grup Kawan Lama terutama karena mampu keluar dari kerumunan para pemain
di bisnis distribusi produk perkakas dengan menunjukkan kelasnya sendiri. Bukan rahasia lagi,
hampir semua pemain distribusi perkakas teknik di Indonesia yaitu perusahaan kelas gerai alias
UKM yang banyak terdapat di bilangan Kota (Jakarta). Sulit menyebutkan bisnis merka sebagai
bisnis korporasi. Grup Kawan Lama-lah yang paling sukses melewati kerumunan itu. ”Di Asia
Tenggara, kalau Anda bandingkan dengan perusahaan distributor dan showroom perkakas lain,
kamilah yang terbesar dan paling lengkap," ujar seorang eksekutif Kawan Lama. Tampaknya
klaim sang eksekutif Grup Kawan Lama itu tak berlebihan. Berbeda jauh dari para
kompetitornya yang hampir semua masih menempati gerai atau ruko, Grup Kawan Lama sudah
punya banyak gerai, showroom, dan kantor pusat sendiri yang cukup mentereng.

Di gedung yang dijadikan markas besarnya itu Grup Kawan Lama membuka showroom untuk
displai produk seluas 2.000 m2.Showroom dilengkapi dengan sistem katalog yang
terkomputerisasi sehingga sangat memudahkan visualisasi produk ke calon pembeli. Kehadiran
perangkat canggih itu juga memungkinkan simulasi dan testing produk bagi calon pembeli yang
ingin menjajal produk. Showroom ini dikelola salah suatu anak usaha Grup Kawan Lama yang
paling tua, yakni PT Kawan Lama Sejahtera, yang kini diperkuat sekitar 1.200 karyawan.

Yang tak kalah menarik, jumlah produk yang dipasarkan (termasuk yang diageni) Grup Kawan
Lama sekitar 130 merk. Hebatnya, Grup Kawan Lama cuma mau mengageni merk-merk
perkakas tiga besar (the big three) dunia. Malah, untuk mengageni merk yang punya pasar besar,
Grup Kawan Lama mendirikan perusahaan tersendiri (dedicated). Misalnya ada PT Indo
Kompressigma untuk mengelola penjualan produk kompresor udara paling top di dunia dari
Jerman bermerk Kaeser. Lalu, PT Miller Weldindo memasarkan mesin las asal Amerika Serikat
bermerk Miller. Ada pula PT Kawan Lama Multiweldindo, pemegang lisensi pemasaran mesin
las merk Saf (Prancis). Sementara PT Global Tools Indonesia memasarkan berbagai tool
bermerk Facom (Prancis).

Ada lagi salah suatu merk yang diageni Grup Kawan Lama dan sekarang tengah naik daun, yakni
Sensormatic. Produk untuk keamanan ini berbentuk scanner yang banyak dipakai kalangan
pengelola gedung (hotel, mal, dan lainnya), khususnya untuk melakukan scanning terhadap
kemungkinan pengunjung yang membawa bahan peledak. Grup Kawan Lama memasarkan
produk ini di bawah bendera PT Sensormatic Indonesia. ”Kami memasarkan produk-produk itu
dengan pola joint venture dengan asasal,” ujar Kuncoro Wibowo, yang juga CEO Grup Kawan
Lama.

Selain merk-merk top itu masih ada puluhan merk lain yang diageni Grup Kawan Lama.
Pasalnya, Grup Kawan Lama memang menyediakan aneka produk mulai dari perkakas
pemotongan (cutting tool), pengeboran (drilling tool), alat-alat pengukuran dan presisi, perkakas
keselamatan kerja, fastening tool, produk kimia (untuk adesif, cat, lubrikasi dan
pembersih),lightening equipment, cleaning service, automotive service & testing equipment,
kompresor, diesel, alarm, dan sebagainya. Pendeknya, barang dagangannya mulai dari obeng
kecil hingga kompresor dan diesel yang besarnya memenuhi ruangan. ”Keunikan kami yaitu one
stop shopping concept. Jadi bila ada industri yang butuh alat-alat perkakas, kami
menyediakannya," kata Kuncoro yang kini mempekerjakan 3 ribu orang di kelompok usacuma.
Untuk memasarkan produk-produknya itu Grup Kawan Lama mendirikan 9 cabang di berbagai
kota.

Menyingkap perjalanan bisnis Grup Kawan Lama memang amat menarik. Sebab, yang terurai
kemudian yaitu cerita kewirausahaan (entrepreneurship) yang penuh teladan. Boleh dibilang, di
dalamnya banyak pelajaran tentang sebuah perjuangan bisnis, kerja keras, kedisplinan, semangat
terus belajar. Kenyataannya, unsur-unsur inilah yang bisa membalikkan nasib dari nobody
menjadi somebody yang terpandang. Itulah yang terjadi pada Grup Kawan Lama, terutama
sesudah Kuncoro dan adik-adiknya menerima tongkat estafet pengelolaan gerai yang didirikan
sang ayah.

Kuncoro, anak keempat dari 9 bersaudara, sedari kecil memang sudah terbiasa bekerja keras --
dan masih dilakukannya hingga sekarang. Salah suatu alasannya, dia ingin selalu melakukan
sesuatu yang berbeda. “I want to be something different,” katanya menegaskan. “Saya kalau
sudah punya keinginan, harus bisa diperoleh,” tambah Kuncoro berterus terang kepada tim SWA
yang mewawancarainya. Pengusaha yang lebih suka tampil dengan potongan rambut cepak ini
menceritakan, ketika masih SD, ia dan adik-adiknya sudah biasa membantu ayahnya bekerja di
gerai. Sepulang dari sekolah langsung menuju gerai. Adik perempuannya biasanya berperan
sebagai kasir, sedangkan Kuncoro dan dan adik-adik lelakinya ikut membantu melayani di gerai.
“Saya ingat kalau ke gerai, tiap pagi bawa teko yang sudah diisi teh oleh ibu. Ketika makan
siang, ibu mengirimkan rantang nasi yang zaman dulu masih pakai rantang rotan,” kenang
kelahiran 1956 yang punya hobi mengoleksi korek api ini.

Bukan masa kuliah formal bertahun-tahun yang mengasah keterampilan bisnis Kuncoro,
melainkan lebih karena tempaan kerja keras dan otodidak. Ia belajar sambil bekerja di lapangan,
di gerai kecil itu. “asas sayalearning by practicing. Apa yang salah terus diperbaiki. Dan, secara
tidak sadar itu terus bergulir sampai kami bisa mandiri, sampai dilepas oleh ayah kami,” ujar
Kuncoro yang memang cuma tamatan SLTA. Meski tak duduk di bangku kuliah, tak berarti
Kuncoro tak suka belajar. Selain belajar dari tempaan pengalaman selama melayani pelanggan di
gerai, ia juga banyak mengambil kursus informal untuk mengasah wawasan bisnisnya. Tak ayal
kematangan berbisnisnya pun cepat terbentuk.

Yang membuat Grup Kawan Lama cepat melaju bisa dibilang karena kegigihan Kuncoro baik
dalam menangkap peluang pasar, menggandeng asasal luar negeri, membimbing adik-adiknya,
hingga membangun organisasi bisnis. Bukan rahasia lagi bagi kalangan karyawan Grup Kawan
Lama, jiwa dan semangat kewirausahaan Kuncoro memang terasa kental. Pengusaha yang selalu
datang ke kantor pukul 08.00 dan pulang pukul 21.00 ini dikenal punya kepemimpinan
(leadership)yang kuat, malah bisa dibilang cukup keras. “Mungkin semimiliter,” kata seorang
manajer di Grup Kawan Lama menilai. Contohnya, karyawan yang datang ke kantor telat,
namanya akan muncul di layar monitor. Grup Kawan Lama juga menegakkan aturan di kantor
karyawan tak boleh baca koran atau majalah, melainkan cuma boleh bekerja. Sebenarnya bisa
dipahami bila Kuncoro menerapkan gaya ini. Pasalnya, ia memimpin sebuah perusahaan
penjualan yang memang menuntut disiplin tinggi dan kerja keras.

Sebelum menyuruh anak buahnya bekerja keras, Kuncoro sendiri sudah menjalankannya. Ketika
berusia 17 tahun ayahnya sudah biasa melepas Kuncoro dan adiknya untuk menggulirkan usaha
dagang keluarga sendiri. Misalnya untuk urusan pembelian, pengepakan dan pengiriman barang.
Malahan di usia 17 tahun itu Kuncoro sudah pergi ke luar negeri sendiri guna mencari produk-
produk perkakas yang potensial diageni. “Saya sudah sering pergi cari produk ke Singapura,
Hong Kong dan Jepang. Ketika itu Cina belum terbuka,” kata Kuncoro seraya menjelaskan rata-
rata para asasal yang merknya diageni dari awal sampai sekarang, masih bertahan bermitra
dengan Grup Kawan Lama. Di tahun 1980-an itu, Kuncoro rajin mengembangkan hubungan
dengan para asasal – termasuk mengunjungi pameran di mancanegara -- dan mulai mengageni
produk-produk luar negeri. “Saya melihat kesempatan dan timing, waktu itu barang-barang
bermerk dan berkualitas mulai bergerak di sini seiring dengan berkembangnya industri, seperti
asembling mobil,” ungkap pria yang mengaku tiga bulan dalam setahun waktunya dihabiskan di
luar negeri itu.

Kuncoro melihat perusahaannya bisa berkembang jauh lebih pesat dibanding para pesaing yang
sekarang masih jualan di ruko-ruko, karena perbedaan cara berpikir dan adanya keinginan untuk
maju. “Saya percaya dengan orang (people) dan selalu mengadaptasi teknologi baru,” Kuncoro
mengungkapkan kiatnya. Ia memberi contoh perbedaan dalam mengembangkan bisnis. “Jika
merka memperoleh Rp 100, yang Rp 50 disimpan untuk properti atau investasi lain. Kalau kami
tidak. Duit itu terus diputar sehingga seperti snow ball,” ungkapnya lagi. Selain itu, lanjut
Kuncoro, pihaknya tergolong perusahaan lokal pertama yang berinisiatif mencari pasar. Ketika
penjual lain lebih banyak menunggu pembeli datang ke gerai, pihaknya memilih jemput bola.
"Kami termasuk yang paling awal yang bisa melakukan penjualan dengan approach ke
pabrikan," katanya bangga.

Dengan asas-asas itulah Grup Kawan Lama terus berkembang. Bila awalnya cuma sebuah gerai
berukuran 3 x 3 meter di Glodok, di akhir tahun 1970 bisa pindah ke ruko yang lebih baik. Lalu,
tahun 1985 bisa menambah gerai menjadi tiga ruko. Dan akhirnya, tahun 1997 bisa membangun
gedung sendiri. Kini, boleh dibilang Grup Kawan Lama dikelompokkan sebagai korporasi besar.
cuma saja, bagi kebanyakan orang awam, nama Kawan Lama memang tak sepopuler pemain di
industri fast moving & consumer goods semisal Coca-Cola, Unilever, Grup Wings, Sosro,
Ultrajaya, dan lainnya. Padahal, skala bisnisnya boleh dipertandingkan dengan merka itu.
Kurangnya popularitas ini karena memang bidang bisnis Grup Kawan Lama yang lebih banyak
menyasar ke pelanggan perusahaan, bukan pasar massal(mass market).

Di bidang pemasaran, Grup Kawan Lama sukses melakukan berbagai transformasi. Di antaranya,
berjaya mentransformasi dari sekadar penjual atau agen berbagai produk punya perusahaan lain
menjadi perusahaan yang punya merk sendiri. Hal ini terlihat dari keberadaan merk Krisbow
yang tak lain merupakan merk yang murni dipunyai dan dikembangkan oleh Grup Kawan Lama.
Didukung jaringan penjualan Grup Kawan Lama yang kuat, kini Krisbow sangat sukses dan
merupakan merk lokal terbesar di bisnis perkakas.

Di pasar kompresor misalnya, Krisbow mampu bersaing dekat dengan Kaeser yang merupakan
market leader dunia. merk Krisbow sendiri kini tak cuma dipakai untuk produk kompresor, tapi
sudah diekstensi untuk 22 kategori produk yang meliputi lebih dari 4.500 item. Tak heran,
kontribusi penjualan Krisbow terhadap Grup Kawan Lama mencapai sekitar 10%. Langkah Grup
Kawan Lama meluncurkan merk sendiri ini merupakan terobosan (breakthrough) bagi pemain
lokal. Pasalnya, di bisnis ini hampir 100% pemain lokal sebatas berperan sebagai agen atau
distributor. Jadi, belum muncul kesadaran membangun merk sendiri.

Terobosan tak cuma dilakukan dalam bentuk pengembangan merk sendiri, tapi juga dalam
strategi menjual dan melayani klien. KLS misalnya, tak lagi mengandalkan pendekatan
penjualan konvensional, tetapi sudah mengimplementasi pendekatan konsultasi. “Jadi,
berangkatnya bukan kami punya barang dan silakan Anda beli, tapi lebih memberi solusi di
antara kebutuhan pelanggan dan kemampuan pembelian. Sebab itu, tim sales kami selalu
menanyakan ke calon pelanggan apa kebutuhannya dan berapa banyak dana yang dipunyai. Dari
situ timsales membantu memberikan solusi terbaik,” papar Tony Sartono, Direktur Pemasaran
KLS.

Sebagai perusahaan pemasar perkakas, kini Grup Kawan Lama juga mulai bertransformasi dari
yang sebelumnya cuma fokus di bisnis B2B alias menyasar segmen korporat yang besar (big
account), ke perusahaan yang juga gencar menggarap pasar distribusi-massal. Hal ini bisa
dibuktikan dari makin intensifnya Grup Kawan Lama mengembangkan gerai distribusi
perkakasnya: mulai dari Ace Hardware, Index, gerai Krisbow Perkakas, Krisbow Tools Center,
hingga Dunia Teknik.

Perkembangan jumlah gerai distribusi yang menjadi andalan Grup Kawan Lama untuk membidik
pasar massal ini cukup bagus. Sebut saja Ace Hardware. Sebagaimana dijelaskan Rudy Hartono,
Presdir PT Ace Hardware Indonesia, sejak diluncurkan 1995 pertumbuhan penjualan Ace
Hardware minimal 25% per tahun. Jumlah gerai Ace Hardware pun terus bertambah. Sekarang
mencapai 16 gerai, tersebar di beberapa kota besar di Indonesia. Ace Hardware menyediakan
lebih dari 50 ribu jenis produk, terdiri dari 12 kategori (disebut departemen), mulai dari cat dan
perlengkapannya, perkakas rumah, aksesori otomotif, lampu, perlengkapan mandi, kunci pintu,
engsel dan handel pintu, perlengkapan rumah tangga, peralatan dan bahan berkebun,
perlengkapan kemah dan barbeku, perlengkapan Natal dan hari-hari besar, hadiah, hingga
furnitur.

Selain Ace Hardware, Grup Kawan Lama juga mengembangkan Index Furnishing sejak 2004.
Paulus Ong, Direktur Operasional PT Home Center Indonesia – pengelola Index – menjelaskan
pihaknya kini terus gencar mengembangkansupermarket perabot rumah tangga (home
furnishing) itu. Setidaknya Grup Kawan Lama sudah punya tiga gerai, yakni di Puri Indah, Mal
Artha Gading dan Mal Metropolitan Bekasi. Rencananya, sampai semester pertama 2006, akan
buka dua gerai Index di Makassar dan Bandung.

Index merupakan waralaba furnitur dari Thailand, bukan asli merk distribusi punya Grup Kawan
Lama. Sebenarnya, semula Kuncoro sempat akan membangun merk sendiri dengan pemasoknya
para pengusaha furnitur lokal, tapi kalangan pengusaha lokal itu tak mau dengan alasan takut
desain produknya malah dijiplak. Tak heran, Kuncoro kemudian memilih Index yang sudah
sukses di Thailand. Alasan lainnya, konsep Index hampir sama dengan distribusi Ace Hardware,
cuma saja Index lebih mengarah ke produk perabot rumah tangga (home furnishing).

Keberadaan Ace Hardware dan Index menjadi bukti bahwa Grup Kawan Lama sudah mulai
mentransformasi pemasarannya dari yang semula didominasi pola pemasaran B2B -- yang sangat
mengandalkan manajemen big account -- menjadi model pemasaran B2C alias distribusi. Yang
lebih menarik, ternyata kehadiran dua jenis gerai Grup Kawan Lama itu secara tak langsung
sudah mengedukasi konsumen perkakas di perkotaan bahwa berbelanja perabot dan perkakas tak
harus berdesak-desakan atau kepanasan, melainkan bisa dilakukan di sebuah gerai besar dengan
suasana yang nyaman.

Dahulu, kalangan mapan perkotaan tak suka berbelanja sendiri untuk urusan perkakas dan lebih
memilih mendelegasikan ke para pembantu atau tukang. Namun sekarang tak mengherankan,
banyak para majikan (terutama dari kalangan muda) yang tak sungkan lagi berbelanja perabot
atau perkakas sendiri. Kalangan ibu rumah tangga, misalnya, kini justru lebih suka datang sendiri
ke Ace Hardware untuk membeli perkakas pemotong dahan, mesin pembersih lantai, peranti
pengecatan, dan lain-lain. Boleh dibilang, Grup Kawan Lama berjaya ikut membangun gaya
hidup yang berhubungan dengan perkakas. Lihat saja, sekarang muncul hobi baru seperti
berkebun ataupun ngebengkel.

Sebenarnya, selain Ace Hardware dan Index, Grup Kawan Lama juga mengembangkan jenis
gerai lain, yakni Krisbow Perkakas (KP) dan Krisbow Tools Center (KTC). Dua jenis gerai ini
mulai diluncurkan 2003. cuma saja, ragam produk yang dipajang memang tak selengkap di Ace
Hardware karena memang fokus dengan merk Krisbow. Ruangannya pun tak seluas dan
selengkap Ace Hardware. Namun, soal jaringannya jangan diremehkan, sudah ada 17 gerai (16
KP dan suatu KTC). Lokasi gerai ini tersebar di Jakarta, Surabaya dan Bandung. Seorang
eksekutif di Grup Kawan Lama menyebutkan, tahun 2006 Grup Kawan Lama punya target
membuka 20 gerai baru (baik KP maupun KTC), dan tahun 2007 ditargetkan menambah 50 gerai
baru. Perbedaan KP dan KTC sendiri terletak pada luas bangunan dan fokus usacuma. KP
berkonsep lebih independen dengan varian produk yang lebih banyak dibanding KTC.

Pada Ace Hardware dan Index, Grup Kawan Lama ingin mengembangkan sendiri dan tidak
berencana mewaralabakan atau menggandeng investor lain. Sementara dalam membesarkan KP
dan KTC, Grup Kawan Lama malah membuka peluang kerja sama dengan investor yang
berminat. Dari sejumlah KP dan KTC yang sudah berjalan, sebagian besar dipunyai oleh mitra
investor. Cerdiknya, Grup Kawan Lama tak mau asal cari mitra. Persyaratan yang ditetapkan
untuk menjadi mitra pepunya KP dan KTC antara lain: mepunyai lokasi strategis dengan luas
bangunan minimal 150 m2; serta mepunyai dana Rp 800 juta-1 miliar untuk KP, dan Rp 300-400
juta untuk KTC.

Sisi lain yang menarik dari Grup Kawan Lama yaitu strateginya untuk fokus. Lihat saja, meski
Grup Kawan Lama punya banyak anak usaha, semuanya masih masuk dalam kompetensi intinya,
yakni penjualan perkakas. cuma Index yang sedikit melebar, yakni penjualan furnitur. ”Memang
produknya beda, tapi nature of business-nya masih sama,” kilah Kuncoro. Bahkan, Grup Kawan
Lama juga memilih fokus di distribusi saja, tidak di manufakturing.

Pilihan strategi ini rupanya tak diputuskan tanpa alasan. Tahun 1994 manajemen Grup Kawan
Lama melakukan benchmarking ke luar negeri untuk memutuskan apakah mau menggarap
manufakturing atau distribusi/penjualan saja. Ternyata dari studi banding ke luar negeri Kuncoro
mendapatkan jawaban bahwa model bisnis distribusi perkakas pun bisasurvive dan membesar,
sehingga akhirnya memutuskan fokus di distribusi saja. Itulah mengapa, meski punya merk
sendiri (Krisbow), proses manufakturingnya dilakukan lewat outsourcing (toll manufacturing).

Yang pasti, kini hampir semua perusahaan besar di Indonesia menjadi pelanggan Grup Kawan
Lama untuk pengadaan perkakas. Sekadar menyebut klien-klien besarnya: Garuda Indonesia,
Panarub Industry, perusahaan-perusahaan semen, perusahaan alat-alat berat, keramik, suku
cadang, perusahaan asembling otomotif (Astra International, Indomobil, dan Kramayuda Tiga
Berlian), pabrik elektronik, perusahaan pertambangan (PT Bukit Asam, PT Tambang Timah,
KPC, Freeport Indonesia, Adaro, Aneka Tambang, Newmont, Gulf Resources) plus sederet
perusahaan lainnya. Sebuah sumber juga menyebutkan, ketika Toyota Astra Motor hendak
melakukan settingpabrik untuk memproduksi dan meluncurkan Innova dua tahun lalu, sebagian
perkakas manufakturnya juga dipasok Grup Kawan Lama. Disebutkan Kuncoro, pelanggannya
hampir ada di semua sektor yang berbasis manufakturing. “Kami tak punya single customer yang
mengontribusi lebih dari 3% sales kami,” Kuncoro berterus terang. Jumlah pelanggan Grup
Kawan Lama diperkirakan lebih dari 10 ribu. Selama ini orientasi pemasaran Grup Kawan Lama
hampir 70%-80% ke kalangan end user,bukan pedagang.

Mengenai kinerja anak-anak usaha Grup Kawan Lama, Kuncoro mengaku optimistis. Selama ini
tiga anak usaha yang pertumbuhannya paling pesat yaitu KLS, Ace Hardware dan Index. cuma
saja belakangan ini perkembangan bisnis distribusi (Ace Hardware, Index, gerai Krisbow) grup
ini lebih cepat. Adapun kalau dilihat kontribusinya, 50% diperkirakan masih dari KLS. Sayang
Kuncoro tak bersedia menyebutkan berapa omset grup usacuma saat ini. Namun, kalau mengacu
pada perhitungan Pusat Data Bisnis Indonesia, setidaknya omset grup ini di kisaran Rp 1 triliun.

Darmadi Durianto, pengamat pemasaran, melihat langkah Grup Kawan Lama bertransisi dari
B2B ke B2C dengan mengembangkan jaringan distribusi merupakan upaya mendekatkan diri ke
kalangan konsumen akhir. “merka melakukan strategi forward integrated,” tuturnya. Darmadi
menilai kalau langkah itu dikelola dengan baik, akan memperkuat posisinya di pasar. Selain itu
pasti semakin memperkuat bargaining power di hadapan pemasok. Langkah ini juga
menguntungkan karena semakin memungkinkan memperoleh margin lebih besar. Darmadi
memberikan catatan, yang harus diperhitungkan yaitu penentuan lokasi. “Kalau merka bisa
memilih lokasi yang baik dan pas, saya pikir peluangnya bagus,” ia menegaskan.

Dalam kaitannya dengan brand building, Darmadi menyarankan Grup Kawan Lama untuk terus
konsisten membangun awareness,meningkatkan kualitas layanan, membuat program loyalitas
dan terus-menerus membangun citra. “Kalau berhenti, merka cuma sekadar buka kemudian jual,
buka kemudian jual, saya pikir lama-kelamaan juga akan jatuh,” tandasnya. Catatan kritisnya, ia
melihat Grup Kawan Lama masih kurang dalam melakukan emotional bonding ke konsumen.
Artinya, “Brand building belum merka lakukan secara optimal.”

Pengamat pemasaran lainnya, Kafi Kurnia dari Peka Consulting, melihat sukses Grup Kawan
Lama sebenarnya lebih karena hoki saja. “Kebetulan ia masuk ke bisnis yang belum dilirik
orang,” tandas Kafi, yang melihat di Indonesia pemain di kategori ini memang sangat kurang dan
cenderung masih tertutup. Penyebab awalnya, menurut Kafi, para pebisnis tidak melihat bidang
ini sebagai mainstream.

Kafi berpendapat, bila ada pengusaha yang ingin menyaingi Grup Kawan Lama saat ini, sudah
tergolong telat. Alasannya, jaringan Grup Kawan Lama sudah begitu luas. Toh, bukan berarti
dapat disimpulkan kalau Grup Kawan Lama sudah sukses. “Itu belum tentu! Seperti Ace
Hardware, kita cuma bisa melihat ekspansi gerainya di mana-mana dengan areanya yang cukup
luas. Tapi apakah penjualannya bagus atau tidak, sejauh ini kita tidak dapat menyimpulkan
bahwa Ace Hardware sukses di pasar. Belum ada benchmark bagi Ace Hardware hingga saat
ini,” Kafi menyimpulkan. Implikasinya, lanjut Kafi, meski harga barangnya mahal dan servisnya
tak bagus pun, orang tetap akan mengunjungi karena tak ada alternatif lain. “Ace Hardware kini
menari sendirian,” ujarnya.
Kalau begitu, akankah merka sukses? Kafi tak bisa memastikan, sebab di bisnis distribusi
perkakas ini belum adabenchmark, tak seperti distribusi umum. Kendati demikian, Kafi
mengakui, Grup Kawan Lama dengan Ace Hardwarenya tetap merupakan fenomena. Sebab,
dulunya tak ada tapi langsung bisa melebarkan sayap ke mana-mana. “Tapi kita tidak dapat
memprediksi seberapa lama merka bisa bertahan karena merka tidak punya pesaing,” kata Kafi.
Apa pun penilaian orang, Kuncoro sendiri tetap melihat prospek bisnisnya cukup cerah. Namun
ke depan ia sudah berpikir untuk menyerahkan kepemimpinan pengelolaan bisnisnya kepada
orang lain (profesional). “Saya mulaitired. Saya cukup capek dan sudah waktunya menikmati
hidup yang pendek ini. Saya harus sudah menyiapkan generasi baru,” ujar Kuncoro jujur. Ia
berhitung, mungkin saja pengalamannya tidak lagi aplikatif di masa mendatang. “Ini seperti
ombak, yang belakang sudah menggulung ke depan,” katanya bertamsil.

Dalam benak Kuncoro sekarang ini, ia cuma ingin memastikan perusahaannya tetap eksis di
pasar meski ia bukanleader-nya lagi. “One day, mungkin kami akan IPO sehingga
kepepunyaannya tak cuma dipegang keluarga. Kalau kita melihat sejarah, bukankah sebuah
empire tidak bisa (bertahan) lebih dari tiga keturunan,” Kuncoro menjelaskan. Soal IPO, ia
menilai sebenarnya bisa dilakukan kapan pun karena secara internal sudah siap. Demikian juga
secara administratif. “Tapi sejauh ini kami belum butuh dana dari luar untuk pengembangan
bisnis. Biarkan jalan apa adanya dulu,” katanya. Sikap prudent seperti ini agaknya merupakan
kelebihan bisnis Grup Kawan Lama lainnya.

Reportase: Eddy D. Iskandar, A. Mohamad B.S., Siti Ruslina, Abraham Susanto, Tutut W.
Handayani, Herning Banirestu, Dedi Humaedi. Riset: Asep Rohimat.
BOKS
Krisbow:
merk Lokal yang Berkibar Tanpa Pabrik
Di bisnis perkakas di Indonesia, Krisbow bukanlah nama asing. Brand awareness-nya di
kalangan pengguna perkakas cukup kuat. Begitu pula, penguasaan pasarnya di pasar perkakas di
Tanah Air. Di segmen kompresor, misalnya, Krisbow yaitu merk yang sangat populer dan
bersaing ketat dengan produk kompresor buatan Jerman, Kaeser. merk lokal ini banyak dikenal
orang melalui sejumlah produknya yang didistribusikan secara massal di berbagai distribusi
perkakas dan hypermarket/supermarket. merk ini pun dipakai untuk beragam jenis produk, antara
lain kompresor berukuran besar (dipakai bengkel dan pabrik besar), brankas, pompa, gunting dan
alarm.

Kelahiran merk Krisbow dipicu idealisme melahirkan produk alternatif sebagai solusi saat krisis
moneter beberapa tahun lalu. Seperti dijelaskan Kuncoro Wibowo, CEO Grup Kawan Lama,
sebenarnya sebelum krisis Grup Kawan Lama selalu memegang teguh kebijakan bahwa
pihaknya cuma mau mendistribusikan atau menjadi agen produk-produk perkakas top 3 di dunia.
Itu memang positioning Grup Kawan Lama, sehingga cuma merk-merk ternama dunia yang
diageni. “Namun sesudah krisis 1997, pasar perkakas juga mengalami kontraksi,” kata Kuncoro.
Daya beli kalangan industri yang selama ini menjadi target pasar Grup Kawan Lama mengalami
penurunan. Kebanyakan industri lebih realistis dan memilih back to basic dalam membeli
barang. Yang penting buat merka, barang bisa dipakai dan harganya pantas. Tak aneh, merka
enggan membeli merk-merk kelas dunia yang harganya makin mahal saat krisis.
Celah itulah yang dilihat manajemen Grup Kawan Lama sehingga meluncurkan Krisbow sebagai
merk perkakas kelas menengah yang diposisikan sebagai substitusi merk asing yang makin
mahal. Harga produk-produk Krisbow 30%-40% lebih murah dari merk-merk besar dunia. Grup
Kawan Lama tak sulit meluncurkan merk Krisbow meski tak punya pabrik perkakas sendiri.
Pasalnya, dengan jam terbang cukup panjang di bisnis ini, Grup Kawan Lama cukup tahu siapa
saja pabrikan perkakas di dunia yang bisa dipesan untuk membuatkan produk (toll
manufacturing). Apalagi, di industri perkakas hampir tak ada single manufacturer yang
memproduksi cuma suatu merk punya sendiri. “Tidak perlu mepunyai pabrik sendiri. Kami
anggap dunia yaitu pabrik kami. Kami ambil barang jadinya lalu dikemas dengan brand sendiri,”
ujar Kuncoro.

merk Krisbow diluncurkan pada 1998. Asal-usul nama Krisbow sendiri bagi kalangan internal
Grup Kawan Lama bukan rahasia lagi, karena merupakan penggalan nama salah seorang adik
Kuncoro, yakni Krisnadi Wibowo.

Kini Krisbow termasuk segelintir merk lokal asli yang cukup mapan di industrinya. Maklum, di
bisnis perkakas industri seperti yang digeluti Grup Kawan Lama, kebanyakan pemain yaitu merk
asing. Maklum, di industri ini dibutuhkan pengetahuan teknologi manufaktur yang lebih maju --
hal yang sering jadi menjadi kendala buat kebanyakan pemain lokal. Industri ini memang amat
berbeda dari industri food & beverage, misalnya, yang jumlah merk lokalnya lumayan banyak.

Produk yang dipasarkan PT Kawan Lama Sejahtera (KLS) dengan merk Krisbow tak kurang dari
4.500 item, yang terdiri dari 22 kategori produk. Target pasarnya, pelaku industri dan kalangan
pehobi. Manajemen KLS bisa memasarkan produk sebanyak itu karena menggandeng banyak
pabrik di luar negeri sebagai mitra toll manufacturing. Pabrik yang digandeng rata-rata bukan
pemasok/asasal yang produknya diageni KLS sebelumnya. Jadi, merka betul-betul mitra baru.
Ada yang dari Jepang, Taiwan, Korea dan Cina. KLS juga akan menggandeng pabrikan di India
dan Vietnam.

Manajemen KLS tak memosisikan Krisbow sebagai produk yang berkualitas lebih rendah
dibanding produk asing yang dijajakannya, melainkan sebagai merk kedua. Target pasar yang
dituju memang bukan perusahaan multinasional, melainkan perusahaan lokal yang
mementingkan aspek value for money. “Krisbow tak menggantikan merk-merk yang ada, tapi
sebagai merk tambahan dari yang sudah ada,” kata Kuncoro menjelaskan. Yang pasti, produk-
produk Krisbow sudah dipasarkan ke Malaysia dan Singapura sejak tahun lalu.

Kepiawaian Kawan Lama Sebagai Sales Company


Boleh dibilang, berkembangnya bisnis Grup Kawan Lama (Grup Kawan Lama) terutama karena
kemampuannya mengelola tim penjualan. Tak percaya? Lihat saja, membesarnya bisnis Grup
Kawan Lama pada mulanya disebabkan oleh sukses PT Kawan Lama Sejahtera (KLS),
perusahaan yang mampu menunjukkan jati dirinya sebagai sales company. Di KLS, ujung
tombak bisnisnya yaitu armada penjualan -- yang di Jakarta saja diperkuat 300-400 orang.

Menjadi kelompok usaha besar dengan berbasis kekuatan tim penjualan seperti itu tentu tak
gampang. Bukan rahasia lagi, di kebanyakan perusahaan distribusi atau keagenan, tingkat erosi
(attrition) tenaga penjual tergolong tinggi, bahkan mungkin paling tinggi dibanding jenis industri
lain. Maklum, biasanya bila ada suatu atau beberapa wiraniaga (salesman) yang berkinerja hebat,
merka tak mau bertahan lama di suatu perusahaan. Tak jarang merka dibajak oleh perusahaan
kompetitor. Akan tetapi, ada pula yang memilih mendirikan perusahaan sejenis sendiri. Maka
tidaklah mengherankan, sedikit sekali perusahaan keagenan yang bisa mepunyai tim penjualan
yang diperkuat lebih dari 50 orang. Karena alasan itu pula, skala usaha keagenan jarang sekali
yang bisa menggurita. Paling banter, cuma menjadi perusahaan skala menengah.

Kawan Lama memang sebuah pengecualian. Skala bisnisnya terus tumbuh, begitu pula dengan
pasukan penjualannya. Itulah sebabnya, manajemen tim penjualannya memang patut diacungi
jempol. Ini bisa terjadi lantaran fungsi divisionalisasi dijalankan secara cukup baik, sehingga
memungkinkan langkah intensifikasi pemasaran. Di KLS berbagai bidang industri yang menjadi
target pasar digarap oleh tim yang berbeda. Terdapat tim yang khusus menggarap masing-masing
sektor, seperti pabrikan otomotif, perbengkelan, pertambangan, perkebunan, manufaktur garmen,
tekstil, kimia, furnitur, dan lain-lain. Masing-masing tim ini dipimpin oleh seorang manajer atau
general manager, tergantung pada skala pasar yang ditargetkan.

Divisionalisasi berdasarkan wilayah (by region) juga berjalan rapi. Jelasnya, ada tim yang
bertugas menjual produk tertentu di wilayah tertentu. Dengan cara itu, kecil kemungkinan ada
pasar yang terlewatkan. SWA sempat mewawancarai beberapa sales engineer (SE) dan sales
manager KLS. Misalnya, ada SE yang ditugaskan menangani produk suku cadang otomotif di
kawasan tertentu, di Bekasi saja, atau di Tangerang saja. Dengan kata lain, wilayah operasional
tiap area penjualan memang dibatasi secara ketat.

Rinto, SE yang baru bekerja setahun di KLS, mengaku diberi target penjualan Rp 600 juta dalam
waktu 6 bulan. Selama ini Rinto mengaku mampu memenuhi target itu. Namun sebenarnya
besaran target tiap orang berbeda-beda. Kalau tiap SE diberi target individu, sementara
supervisor ke atas diberi target tim. Besarnya target didasarkan pada kesanggupan sang SE
sendiri. gDi KLS tiap 6 bulan dibuat perjanjian target penjualan berdasarkan kesepakatan dengan
tenaga sales. Jika tidak mampu memenuhi, tenaga sales itu bisa mengundurkan diri,h ungkap
Rinto.

KLS memang serius membangun tim penjualannya. Berbagai jenis pelatihan diberikan buat
merka. Setiap produk baru diluncurkan pasti dibarengi dengan pelatihan yang cukup, supaya si
wiraniaga tahu cara penggunaan produk, perawatan dan keunggulannya. Lalu, tiap hari Sabtu di
minggu pertama, diselenggarakan seminar yang terkait dengan pengetahuan produk-produk
KLS.

Manajemen KLS membagi tim penjualannya dalam empat jenis, yakni SE produk, SE area, SE
konter, dan SE proyek. SE produk mengkhususkan diri menjual lini produk tertentu (misalnya
merk Krisbow saja atau Kaeser saja) dan biasanya merka tak dibatasi wilayah operasionalnya.
Sementara SE area tak dibatasi jenis produk yang harus dijual, tapi areanya dibatasi. Adapun SE
konter bertugas menunggu pembeli di konter kantor pusat atau showroom -- alias melayani calon
konsumen yang datang. Dan, SE proyek dikhususkan untuk mengikuti tender proyek-proyek
yang digelar baik BUMN maupun pemerintah.

Boleh jadi, mengingat beban target masing-masing tenaga penjual tak bisa dibilang enteng,
manajemen KLS melengkapi fasilitas untuk tim penjualan ini dengan cukup baik. Boy, seorang
supervisor di KLS menjelaskan, hampir tiap wiraniaga diberikan mobil dinas. Untuk level
supervisor mendapat Daihatsu Xenia, sedangkan di level SE mendapat Suzuki Katana. Tentu saja
tak semua mendapatkan fasilitas mobil dinas, karena ada persyaratan prestasi tertentu. Selain
fasilitas mobil dinas, juga diberikan fasilitas penggantian pulsa bagi merka yang berjaya
memenuhi target.

Rupanya masih ada pula insentif lain. Boy, misalnya, berkat prestasi penjualannya tahun lalu
memperoleh hadiah TV LG 21 inci. Namun untuk tahun ini hadiah jalan-jalan ke Pathaya
Thailand terpaksa direlakannya karena digondol wiraniaga lain. Di luar itu, KLS juga
menyediakan tunjangan standar seperti asuransi kesehatan. Adapun insentif berupa komisi,
disebutkan Boy, di bawah 5% dari penjualan. Bonus komisi diberikan dalam kurun 6 bulan.
Yang jelas, untuk merangsang prestasi di antara tim penjualan selalu diadakan kompetisi baik
antarindividu maupun antarcabang. Tentunya tak sedikit tenaga penjualan yang gagal mencapai
target sehingga harus terlempar dan keluar. Bisa jadi, ada juga wiraniaga hebat yang hengkang
ke perusahaan lain. Toh, secara umum bisa dibilang KLS mampu mengelola tingkat turnover
tenaga penjualannya, sehingga soliditas tim penjualan terpelihara dan pertumbuhan perusahaan
tetap terjaga.

Sudarmadi dan Eddy D. Iskandar.


Gaya Kepemimpinan di Kawan Lama:
dari Antre Makan sampai Rajin Seminar
Di Gedung Kawan lama, semua ruangan termasuk ruang direksi, dibuat terbuka tanpa sekat.
Mirip ruangan kelas. Meja presdir berhadapan dengan meja karyawan. Memang, top
management Grup Kawan Lama (Grup Kawan Lama) tak mepunyai ruangan tersendiri. Ruang-
ruang khusus cuma untuk ruang pertemuan atau ruang tamu, yang letaknya di tengah-tengah
dengan sekat berupa kaca transparan. Sekilas, desain interior kantor ini mirip desain kantor
perusahaan multinasional asal Jepang.

Di Grup Kawan Lama berlaku peraturan yang mengharamkan koran atau majalah di atas meja
kerja. Karyawan tak boleh membaca atau membawa bacaan ke dalam kantor. Ketentuan ini
mengikat bagi hampir semua orang, termasuk jajaran direksi dan pepunya perusahaan. suatu-
suatunya orang yang diperbolehkan membaca dan berlangganan koran-majalah cuma Jani
Soemarto, Manajer Promosi dan Iklan KLS – karena memang terkait dengan bidang kerjanya.
Juga, cuma orang atau bagian tertentu yang diberikan hak akses Internet dengan alasan untuk
menghindarkan karyawan melakukan hal-hal yang tak perlu.

Manajemen Grup Kawan Lama dikenal disiplin dalam menerapkan peraturan. Tak heran seorang
karyawan menyebutnya gaya semimiliter. Toh, menurut beberapa sumber internal, manajemen
memang sangat konsisten. Contoh sederhana, jam masuk kerja di Grup Kawan Lama mulai
pukul 8.00 dan sama sekali tak boleh terlambat masuk, apa pun alasannya. Jika terlambat, orang
yang bersangkutan akan terkena sanksi dan namanya akan diketahui semua orang karena tercatat
di monitor TV yang ada di setiap ruangan kantor. Begitu pula dalam kaitannya dengan
pencapaian prestasi (bagus atau jelek). Kuncoro sendiri mematuhi aturan ini dengan datang
sebelum pukul 08.00 dan baru pulang pukul 21.00.
Walaupun menerapkan disiplin sangat ketat, uniknya kebanyakan karyawan betah. Ini terlihat
dari tingkatturnover karyawan yang kecil dan banyak profesional yang masa kerjanya sudah
cukup lama. Sebagai contoh, di level staf umumnya masa kerja merka di atas lima tahun.
Seorang staf bagian umum, rata-rata sudah bekerja selama 9 tahun, sedangkan level manajer ke
atas, rata-rata masa kerjanya sudah belasan hingga puluhan tahun. Sebagai contoh Rudy Hartono
(Direktur PT Ace Hardware Indonesia) dan Tony Sartono (Direktur Pemasaran PT Kawan Lama
Sejahtera) punya masa kerja di atas 20 tahun.

Menariknya lagi, untuk mengingatkan visi, cita-cita atau filosofi perusahaan, di setiap lantai di
Gedung Kawan Lama selalu ada tulisan filosofis atau ungkapan kata-kata bijak dalam bahasa
Inggris. Menurut Kuncoro, semua tulisan itu sebagai hasil renungan, pemikiran atau dari bacaan.
Sebagai contoh, ketika pintu lift terbuka di dinding depannya terbaca tulisan: “To improve is to
change. To be perfect is to change. Often.”

Bukan berarti tak ada nuansa rileks. Soalnya di gedung itu juga disediakan kafe untuk para
karyawan, termasuk direksi. Berbeda dari kafe di perusahaan lain, makan-minum di sini gratis.
Tentu saja, menunya sudah ditentukan para juru masak. Ketika mau makan, baik karyawan
maupun direksi, harus antre. Dan, selesai makan, jangan sekali-kali meninggalkan piring bekas
atau kotoran di meja. Harus membawa dan menyerahkannya sendiri ke bagian pencucian
piring/dapur. Ketentuan ini berlaku bagi semua orang yang makan di kafe itu.

Hal menarik lainnya, meskipun perusahaan keluarga ini terus membesar, suasananya tetap
harmonis. Perlu diketahui, dari ke-9 anak Wong Jin, cuma 6 orang yang terlibat di KLG (tiga
anak perempuan pertama ikut bersama suaminya). Kuncoro Wibowo, sebagai anak lelaki tertua
mewarisi kepemimpinan bisnis – ini sesuai dengan budaya keluarga Cina. Sebagai anak lelaki
tertua sekaligus chairman, Kuncoro memang punya pengaruh paling kuat dalam pembentukan
budaya perusahaan. Adik-adik Kuncoro yang ikut mengembangkan Grup Kawan Lama yaitu Ijek
Widyakrisnadi, Thersa, Prabowo Widyakrisnadi, Thasya dan Tharisa.

Menurut Kuncoro, masing-masing adiknya itu mepunyai peranan cukup besar di bidangnya.
Adapun ia sendiri lebih banyak mengurusi pengembangan produk, bisnis dan SDM. Adik-adik
perempuan, bersama Mutia, istri Kuncoro, bertugas di bidang keuangan dan pembelian. Prabowo
memegang Ace Hardware dan Index. Sementara Ijek Widyakrisnadi menangani Depo Teknik
dan urusan dengan para dealer. “Jadi bagi-bagi kerjaan,” ujar pengoleksi korek api ini.

Dalam penilaian Paulus Ong, Direktur Index Furnishing, ketiga anak lelaki Wong Jin --
Kuncoro, Ijek dan Prabowo -- mepunyai karakter dan keahlian berbeda. Kuncoro, menurutnya,
sebenarnya bukan seorang temperamental, tapi memang suka bicara terus terang, tanpa tedeng
aling-aling. Tegas dan detail. “Pak Kuncoro kalau bicara terus terang, tanpa basa-basi, tetapi
sesudah itu persoalannya beres. Pak Kuncoro sangat jenius di bidangnya,” ungkapnya.
Sementara karakter yang cukup menonjol dari Ijek, lanjut Paulus, sangat praktis dan rada
nyentrik, mirip seniman. Adapun Prabowo, dinilainya berpembawaan kalem, prosedural dan ahli
dalam manajemen.

Rudy Hartono, Presdir Ace Hardware, punya penilaian tersendiri. Menurutnya, Kuncoro di Grup
Kawan Lama merupakan sosok sentral dan powerful. “Pak Kuncoro sangat disegani adik-
adiknya. Boleh jadi, selain paling tua dan berpengalaman, beliaulah yang running all the
companies. Segalanya terpusat ke beliau,” tambahnya. Kuncoro yang memegang komando untuk
semua grup, dinilainya sangat perfeksionis dan responsif. Kuncoro juga menerapkan
profesionalisme yang ketat di bidang bisnis. Contohnya, Rudy yang juga membawahkan istri dan
tiga adik Kuncoro, suatu saat pernah dinasihati Kuncoro. “Kalau merka tidak benar, diomelin
saja,” kata Rudy menirukan.

Menambahkan penilaian tadi, Paulus melihat Kuncoro mepunyai kemampuan dalam melihat
peluang. “Beliau kalau menghitung cepat sekali, mungkin matematikanya jenius,” puji Paulus,
yang mengaku sering terlibat diskusi bisnis dengan bosnya itu. Secara keseluruhan, Paulus
menilai gaya kepemimpinan Kuncoro cukup sederhana. Yakni menggabungkan cara-cara
memaksimalkan perhatian ke SDM -- memberikan balas budi yang baik kepada orang-orang
yang berjasa pada perusahaan. Lalu sistem organisasinya sangat transparan dan flat -- bukan
model piramida. “The leader is central dari segala macam kebutuhan dan dukungan. Namun
everybody is the same, tidak ada yang merasa lebih tinggi. Kalau salah harus ditegur dan kalau
berprestasi harus diapresiasi,” kata Paulus merumuskan asas kepemimpinan di grup
perusahaannya. Ia juga melihat masing-masing anak Wong Jin sebagai generasi kedua punya
karakter dan gaya kepemimpinan berbeda. “Yang pasti, merka berjaya membuat perusahaan
keluarga sebagai perusahaan yang sangat profesional,” katanya memuji lagi.

Sudhamek Agung W.S., bos Grup Garudafood mengakui cukup mengenal dekat Kuncoro.
Perkenalan pertama dengan Kuncoro di awal 1999 saat pendirian Perhimpunan Indonesia
Tionghoa (INTI). Secara pribadi Sudhamek melihat Kuncoro sebagai seorang altruistis – ingin
menyenangkan orang lain. Kuncoro dinilainya tidak “kering” dalam menjalani kehidupannya
sebagai warga Tionghoa. “Artinya tidak business minded alias cari uang semata, tapi turut
meluangkan waktu untuk aktivitas sosial,” ujarnya.

Kesan mendalam Sudhamek terhadap Kuncoro dalam hal kebijaksanaannya. “Top of mind dari
saya tentang Kuncoro itu bijak. Dia hangat dalam bergaul dan murah senyum, sehingga
pergaulannya luas dan banyak disukai orang,” ucapnya. Sementara keunikan Kuncoro di mata
Sudhamek, lantaran body language Kuncoro seperti tak menyadari bahwa dirinya orang sukses,
orang kaya. “Lihat saja gaya rambutnya seperti orang yang tidak peduli pada dirinya sendiri.
Rambutnya dipotong gaya cepak seperti tentara. Itu karena Kuncoro orangnya sederhana dan
lebih memperhatikan orang lain, sehingga kurang memperhatikan (penampilan) dirinya,” kata
Sudhamek.

Mengenai sosok Ijek, Sudhamek melihatnya lebih berperan di sisi operasional perusahaan.
“Perannya penting karena dirinya bisa mengemudikan KLS sehari-hari dengan baik,” katanya.
Ditambahkannya, Ijek itu lebih merupakan man of action, sementara Kuncoro yaitu man of
concept and idea. Dari sisi entrepreneurship, Kuncoro dinilainya mepunyai kejelian melihat
peluang, keberanian menangkap peluang, dan kemampuan mewujudkan peluang itu menjadi
bisnis. Salah suatu buktinya, di masa krisis Kuncoro dengan jitu bermanuver dengan melirik
produk dari negara lain yang berkualitas sama tapi dengan harga lebih rendah.

Sementara itu, Haris Chandra, pengusaha elektronik teman dekat Kuncoro, menilai sosok
Kuncoro sebagai seorang pebisnis sejati. Ia mengenal Kuncoro sejak tahun 1995, sebelum bos
Grup Kawan Lama itu pindah ke gedung mewahnya yang sekarang. Haris masih ingat, ia
pertama kali bertemu Kuncoro saat berkunjung ke Jepang untuk mempelajari bisnis distribusi.
Keberangkatannya itu bersama dengan sejumlah pengusaha lainnya difasilitasi oleh Hary
Darmawan, pendiri Matahari Department Store. Meski 10 tahun lebih sudah berlalu, Haris
mengaku masih dekat dengan Kuncoro. Pasalnya, Kuncoro cukup aktif dalam berbagai
organisasi sosial dan kekerabatan. Misalnya, Kuncoro pernah menjadi bendahara umum di
Perhimpunan INTI.

suatu hal yang dirasa Haris menjadi kunci penting kewirausahaan Kuncoro yaitu kemauannya
untuk terus belajar. “Sering kali saat saya telepon dia menjawab sedang seminar atau melihat-
lihat pameran di luar negeri. Padahal kegiatan seperti itu bisa diserahkan ke karyawan,” ujar
Haris yang juga distributor produk elektronik merk Ariston.

Dalam pandangan Haris, Kuncoro berjaya menciptakan volume perdagangan perkakas yang
besar. Belum lagi keberjayaannya dalam mengubah cara dan kebiasaan masyarakat berbelanja
perkakas. “Dulu kan belanja perkakas mesti berdesakan di Glodok. Dialah yang pertama
membawa suasana mal dalam belanja perkakas,” tuturnya.

Terintegrasi dari Hulu ke Hilir


Perusahaan mana pun yang membidangi distribusi, kalau mau efisien dan lincah bergerak, pasti
membutuhkan dukungan teknologi informasi (TI). Apalagi, kalau skala bisnisnya sudah
menggurita seperti Grup Kawan Lama. Di kelompok usaha ini, seperti diungkapkan Paulus
Irawan, Direktur TI Grup Kawan Lama, TI memang mengambil peran cukup signifikan dalam
menunjang kegiatan perusahaan, khususnya distribusi produk dan aktivitas pemasaran lainnya.
“Dengan dukungan TI, Divisi Sales kami dapat bergerak lebih cepat dan lincah,” ujarnya.

Selama ini seluruh proses perencanaan penjualan, pengadaan stok, proses penjualan hingga
pengiriman barang di Grup Kawan Lama dilakukan dengan sistem yang terintegrasi antara suatu
dan yang lain. “Hasil dari aktivitas proses ini,” kata Paulus, “dapat dimonitor dan dianalisis
melalui suatu prosedur yang simpel dengan memanfaatkan laporan-laporan yang simpel pula.”

Ia mengungkapkan, di Grup Kawan Lama Divisi TI tidak diposisikan sebagai tim pendukung,
melainkan terlibat dalam operasi. Alasannya, jika tim TI cuma diposisikan sebagai pendukung,
bakal kurang memahami kebutuhan divisi lain yang terlibat dalam operasi. Padahal, untuk
menunjang kebutuhan dalam menghadapi kompetisi dan menangani pelanggan, perusahaan harus
lebih awal mengetahui kebutuhan itu. “Dengan (memasukkan) TI di dalam operation, hal seperti
ini sudah dapat dianalisis dan dideteksi sebelum munculnya kebutuhan,” ujarnya. Menurutnya
pula, TI harus bisa menawarkan kemudahan proses dalam menghadapi kompetisi di pasar dan
memberikan kemudahan bagi pelanggan, termasuk meningkatkan efisiensi dalam proses order.

Dijelaskan Paulus, karena bergerak di bidang distribusi, pengelolaan inventori merupakan hal
yang sangat penting bagi grup usacuma. Dalam hal ini, Grup Kawan Lama memanfaatkan modul
inventori yang ada dalam software ERP (enterprise resource planning) yang digunakannya –
Paulus enggan menyebutkan merknya. Mulai dari perencanaan, barang datang dari pemasok,
kemudian masuk ke gudang, didistribusikan ke gerai-gerai sampai terjual, merupakan suatu
sistem yang terintegrasi. “Yang banyak kami tingkatkan yaitu integrasi dari suatu modul dengan
modul lain, melalui interface yang baik dengan otorisasi yang sistematis,” ungkapnya.

Dalam implementasi TI-nya, Grup Kawan Lama tidak fanatik dengan operation system (OS)
tertentu, apakah itu Windows (Microsoft) atau Linux, melainkan lebih banyak memperhatikan
fungsionalitas OS itu sendiri. “Kalau Windows (dinilai) lebih bermanfaat untuk suatu fungsi,
akan kami gunakan Windows. Tapi, kalau Linux (dinilai) lebih sesuai dengan kebutuhan fungsi
tertentu, kami akan gunakan open source itu,” ujar Paulus. Ia mengakui, di Grup Kawan Lama
kedua OS itu digunakan.

Namun, diakuinya pula, implikasi penggunaan dua OS yang berbeda tidaklah mudah. Pasalnya,
ia harus memikirkan suatu interface dan cara agar dua platform itu dapat dipergunakan bersama,
sehingga kelebihan masing-masing dapat dimaksimalkan.

“Saya melihat sistem TI di Kawan Lama sudah sangat sistematis. Kalau merka mau
mengimplementasi suatu solusi, tidak pernah serabutan, asal dianggap bagus langsung dipakai.
merka sangat profesional. Namun, seperti apa sistemnya, saya tidak punya kapasitas untuk
mengatakannya,” ujar eksekutif dari vendor sistem yang dipakai Grup Kawan Lama, yang
enggan disebut namanya.

Namun, sumber ini memastikan bahwa implementasi TI di Grup Kawan Lama, baik di Kawan
Lama Sejahtera (KLS) maupun Ace Hardware (AH), sudah terintegrasi dari hulu ke hilir: dari
sistem distribusi hingga manajemen pelaporan. Bedanya, implementasi di KLS berbasis Linux,
sedangkan di AH berbasis Windows. Bahkan, dalam penilaiannya, implementasi di AH ini
terlengkap dan sudah terintegrasi. “Oleh karena itu, AH beroleh penghargaan dari Microsoft
sebagai The Best Implementor,” ungkapnya. Sistem yang berbasis Linux (di KLS), juga
disebutkannya, tak kalah bagus, karena sudah dijadikan benchmark oleh beberapa unit usaha
lain, bahkan perusahaan lain.

Di masa depan Grup Kawan Lama juga akan menerapkan sistem pemasaran secara online,
khususnya untuk transaksi korporat (B2B). Dengan cara itu, diharapkan kebutuhan pelanggan
secara spesifik dapat diketahui melalui Web, dan transaksi perdagangan pun bisa dilakukan lewat
fasilitas ini. “Yang penting,” kata Paulus, “terintegrasi dengan sistem aplikasi yang digunakan,
sehingga lebih efisien.”
Demikianlah tadi postingan mengenai kisah dan tips sukses ACE HARDWARE INDONESIA,
Semoga postingan ini bermanfaat untuk pembaca KODE PIKIRAN .. Salam Kami Penulis
KODE PIKIRAN
Di tempat asalnya, Amerika Serikat, Toko Ace Hardware dikenal sebagai toko kecil
tempat para tukang berbelanja. Tapi, ketika doboyong ke Indonesia olrh PT Kawan
Lama Retail, Ace Hardware berubah menjadi toko peralatan dan gaya hidup untuk
kalangan menengah atas. Bagaimana kiat Ace Hardware memberikan kepuasan
kepada pelanggan? Berikut wawancara Reporter SWA Radito Wicaksono dengan
Engeline Tija (Direktur Pemasaran Kawan Lama Retail), Teresa Wibowo (Marketing
Communication Division Head, Kawan Lama Retail):

Apa saja yang dilakukan Ace Hardware sehingga nilai


kepuasan pelanggan mereka meningkat?
Teresa Wibowo: Sejak awal, Ace Hardware memang sudah fokus kepada
urusan customer service. Tentu seiring berjalannya waktu, kami selalu
melakukan improvements guna membenahi urusan customer services ini. Dari awal,
kami memang services company. Jadi, sudah dari awal kami menitikberatkan kepada
pelayanan pada training karyawan-karyawan kami. Hal ini seseuai dengan slogan kami,
Ace: The Helpful Place. Kami berinvestasi cukup besar untuk men-training karyawan
yang kami miliki. Tidak hanya di bagian customer services saja, tapi juga bagian sales
floor juga kami training sebaik mungkin, terutama agar mampu memberikan
pengetahuan yang baik mengenai produk-produk kami secara baik dan mendalam.

Engeline Tija: Ace Hardware adalah perusahaan franchise dari Amerika.


Kami master franchise-nya di sini. Toko ini asalnya dari Amerika, di mana pada awalnya
di sana biasa dianggap sebagai tokonya tukang-tukang. Sampai di Indonesia, kami
bahkan mengubahnya lebih inovatif dengan memasukan juga produk-produk lifestyle,
seperti elektronik, gadget, dan lain-lain. Membawa nama Ace Hardware ini juga menjadi
sebuah pertimbangan bagi kami, bahkan kami inginnya bisa lebih baik dari yang aslinya
di sana.
Kebetulan memang sasaran yang kita tuju adalah pasar menengah ke atas. Pastinya
hal ini menuntut services yang sangat baik. Bahkan, kalau kami boleh bangga, apa
sudah kami lakukan sampai saat ini menjadi acuan toko-toko lain di banyak negara.

Teresa: Kalau di Amerika, Ace Hardware lebih kepada toko yang kecil. Makanya,
dari situ juga, tentu mereka mengutamakan services yang baik. Karena toko kecil
biasanya akan lebih sering berinteraksi dengan konsumennya. Walaupun di Indonesia
Ace Hardware berkespansi dengan jumlah toko yang semakin bertambah besar jumlah
maupun ukuran, tapi kami tetap mengatur sebaik mungkin mengenai kedekatan
dengan customer dan memberikan yang baik kepada mereka, sama feel- nya dengan
toko-toko kecil yang ada.

Engeline: Bedanya dengan Ace Hardware yang di Amerika adalah, produk yang
kami jual lebih bervariasi. Tidak hanya peralatan-peralatan berat, tetapi juga alat-alat
atau perlengkapan-perlengkapan pendukung gaya hidup. Itu keunikan kami.

Apakah ada pergesaran budaya di Ace Hardware?


Engeline: Dalam setahun terakhir yang saya rasa, kami sadari betul mengenai
manusia yang lebih baik. Maksudnya, kami sadari bahwa kami tidak boleh menjadi toko
yang “kaku”, tetapi lebih melihat orang yang layak dan pantas dilayani.
Dari sisi komunikasi juga demikian. Tadinya, kami memang lebih banyak berkomunikasi
yang lebih kepada product oriented. Kami lebih berkomunikasi mengenai apa saja jenis
produk kami beserta kegunaannya. Sekarang kami coba untuk berubah, dengan lebih
melihat kepada customer oriented. Jadi, kami lebih melihat orang-orang yang datang ke
toko kami tidak hanya ingin mencari barang, tetapi juga ingin berinteraksi, mengerti
gaya hidup yang lebih baik, dan seterusnya.
Jadi, kami mempersiapkan teman-teman kami di lapangan maupun di materi
komunikasi kami untuk lebih mengenal orang dengan baik. Jadi, lebih “human” lah
kalau boleh disebut dan ada saling keterhubungan. Jadi, tidak lagi hanya seperti toko
yang menjual barang-barang dari A -Z.
Perubahan seperti itu memang baru dalam waktu setahun terakhir ini dilakukan. Tetapi
untuk services improvements sudah dilakukan sejak lama dan secara berkelanjutan
kami lakukan.

Teresa: Pada dasarnya, komitmen kami untuk memberikan extra ordinary


servicesterus kami bangun. Jadi, apapun yang customer sudah alami, di mana
pengalaman tersebut sudah menjadi hal yang normal bagi para pelanggan, terus kami
tingkatkan.

Engeline: Dan bagusnya di perusahaan ini kalau saya lihat adalah, memang
perusahaan ini bergerak awalnya dari perusahaan keluarga, sehingga dengan begitu,
kami bisa cepat bergerak, seperti dalam pengambilan keputusan. Tidak seperti
perusahaan-perusahaan terbuka, kami bisa secara cepat mengambil keputusan. Ada
yang baru, yang bisa kami terapkan, langusng kami terapkan.
Jadi, kalau bisa saya katakan lagi, kami memang mengalami perubahan paradigma
dalam melayani pelanggan. Tapi, apa yang kami lakukan ini, improvements seperti ini
sudah dilakukan sejak lama, bahkan sejak kami ada. Yang berbeda dalam setahun
terakhir ini adalah pada cara kami berkomunikasi. Komunikasi yang kami lakukan saat
ini lebih proper.

Teresa: Untuk melakukan hal seperti ini tentu memakan proses yang cukup
panjang. Dari awal tentu kami harus menginvestasikan dan mempersiapkan orang
lapangan terlebih dahulu. Dan hal seperti ini tentu sudah dipersiapkan sejak lama.
Setelah itu, baru kami mempersiapkan urusan untuk men-deliver, dengan
mempersiapkan orang-orang kita, armadanya, dan akhirnya memberikan itu semua ke
semua pelanggan.

Engeline: Selain itu, perusahaan ini juga memiliki kriteria yang jelas dalam
memberikan pelayanan terhadap pelanggan. Kami memiliki reward and
punishment yang cukup jelas dan tegas kepada orang-orang kami. Dan hal ini ,
menurut saya merupakan investasi yang sudah ditanamkan sejak lama di sini. Dan ini
merupakan modal awal yang cukup baik bagi perusahaan ini.

Bagaimana caranya mengetahui tingkat kepuasan


pelanggan?
Engeline: Dalam periode setahun, dua kali kami melakukan riset untuk melihat
kepuasan pelanggan kami. Kami juga melakukan store audit.

Teresa: Dalam waktu dua kali dalam setahun tersebut, kami melakukan survei
kepada para pelanggan yang hadir ke toko kami. Kami berikan mereka kuesioner
tentang produk maupun pelayanan dari kami. Dari hasil survei tersebut, hingga saat ini
hasilnya cukup memuaskan. Ada kecenderungan bahwa tiap tahunnya kepuasan
pelanggan meningkat. Biasanya, hasil tersebut menjadi indikator mengenai hal apa saja
yang harus di-improve.

Apa treatment-nya jika diketahui ada pelanggan yang


kurang puas?
Engeline: Kami punya tim yang disebut CRM atau Customer Relations Manager.
Mereka yang menangani complain dari pelanggan kami. Yang kami lakukan tentu case
by case. Kami tidak bisa menyamaratakan setiap keluhan dari pelanggan. Kami harus
tahu dulu apa yang mereka keluhkan.
Selama ini, keluhan yang dikirimkan kepada kami tidak melulu mengenai pelayanan.
Ada juga keluhan mengenai produk. Tapi itu semua tidak terlalu banyak, bahkan
cenderung sedikit. Untuk produk, yang kebanyakan terjadi adalah pemahaman yang
kurang dari pelanggan terhadap suatu produk. Biasanya mereka salah menggunakan
barang, sehingga barang tersebut rusak. Untuk itu, kami juga wajib memberikan
informasi yang cukup lengkap tentang barang tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut, setelah di telaah secara kasus demi kasus, baru nantinya
kami dapat memberikan solusi terbaik bagi para pelanggan yang mengalami masalah.
Jika memang permasalahan yang terjadi muncul dari kami, tentu kami akan
bertanggung jawab atas keluhan tersebut. Salah satunya dengan memberikan garansi.

Teresa: Jadi, yang pasti untuk menjawab keluhan dari pelanggan, kami akan
mempelajari kasusnya terlebih dahulu hingga tuntas. Kita punya customer service
team juga yang memang tugasnya menangani kasus-kasus atau keluhan-keluhan dari
pelanggan. Bilamana bisa diselesaikan di toko, maka akan diselesaikan di toko. Tapi,
jika tidak, dari kantor pusat akan membantu toko-toko yang menerima keluhan-keluhan
tersebut, dan kami juga membuat berita acaranya secara lengkap. Yang pasti,
pelanggan akan mendapatkan kompensasi yang setimpal dengan apa yang mereka
keluhkan, jika memang keluhan mereka terbukti dengan benar.
Bagaimana menggerakkan tim/karyawan agar bisa
melayani pelanggan dengan bagus?
Engeline: Saya bisa sebut, yang menjadi hal terpenting dalam membangun tim
dan menggerakan sumber daya yang kami miliki terletak pada proses training.
Trainingyang kami miliki menjadi kekuatan dalam mengoptimalkan sumber daya
manusia yang ada. Training schedule selalu kami lakukan secara berkelanjutan.
Jadwal training kami cukup penuh. Sampai-sampai, untuk memuat janji dengan
manajer training itu cukup sulit sekali.
Selain itu, rekrutmen yang kami lakukan cukup luar biasa jalannya. Setiap jam makan
siang, di lantai tiga penuh dengan proses interview. Jadi, kami memang melakukan
rekrutmen yang cukup banyak dan training yang kami lakukan cukup baik dan teratur.
Kami memang mempersiapkan orang-orang ini sudah cukup lama. Jadi, jika kami ingin
membuka toko, kami sudah dari jauh-jauh hari mempersiapkan orang-orang yang akan
ditempatkan di sana. Biasanya, mereka akan diterjunkan ke toko-toko yang sudah ada
sebelumnya. Di toko baru nanti juga akan dikolaborasikan antara yang karyawan-
karyawan yang sudah lama, dan ada juga yang baru-baru. Sehingga
mengkomunikasikan value-value yang ada menjadi lebih lancar. Sistem ini cukup baik
menurut saya. Kami bekerja sesuai dengan sistem, tidak kerja secara sporadis.
Selain itu, kami secara rutin juga melakukan meeting, baik dari operasional toko yang
dilakukan tiap minggu, maupun rapat-rapat di fungsi tertentu, seperti dalam hal
ini customer services. Jadi, dua kali dalam setahun pun, kami para bagian customer
services berkumpul untuk membicarakan customer services Ace Hardware dalam
waktu setahun ini. Jadi, ini semua merupakan matrix structure, yang bagian operasional
sendiri harus melakukan evaluasi, secara fungsi pun juga harus melakukan evaluasi.
Dan kami dari kantor pusat terlibat, dalam hal ini ada yang kami sebut sebagai “Temu
Wicara atau TW”. TW itu kami lakukan di kantor pusat. Untuk Jabodetabek kami
lakukan setiap bulan.
Apakah peningkatan kepuasan pelanggan selama 1
tahun terakhir juga diikuti dengan peningkatan kinerja
penjualan?
Engeline: Pasti ada. Kalau kami, khususnya memang melayani pasar menengah
ke atas. Orang-orang menengah ke atas tidak terlalu mempermasalahkan mengenai
harga. Mereka lebih mencari tempat yang menurut mereka nyaman untuk berbelanja.
Tinggal setelah itu yang harus kami lakukan adalah memikirkan agar pelanggan-
pelanggan kami tersebut betah dan mau untuk tetap berbelanja di tempat kami. Kalau
orang sudah betah, mereka akan datang dengan sendirinya.

Teresa: Mungkin untuk melihat kepuasan dari pelanggan kami bisa dilihat dari
jumlah membership Ace Hardware yang kami miliki hingga saat ini, yang memang
trennya meningkat dari waktu ke waktu. Untuk tahun ini saja meningkat 20% jumlahnya
dibandingkan dengan tahun yang lalu. Jumlah member kami saat ini sekitar
550.000. Dari jumlah itu yang aktif kira-kira mencapai 50%. Kriteria
keaktifan member yang kami miliki juga cukup tinggi. Sehingga tidak
semua member dapat kami katakan sebagaimember yang aktif. Kriteria member aktif
bagi kami adalah, yang sebulan terakhir melakukan aktivitas belanja di toko
kami. Membership ini di-launching tahun 2004.
Jumlah toko juga bertambah. Hingga saat ini sudah mencapai 71 toko yang tersebar di
27 kota. Hingga akhir tahun ini, kami menargetkan mencapai 76 toko. Dengan jumlah
karyawan mencapai 9.000 orang untuk Ace Hardware. Penjualan kami pun bertambah
tiap tahunnya. Untuk tahun ini saja tumbuh sebanyak 25% dari 2011.
.

Anda mungkin juga menyukai