Anda di halaman 1dari 40

STABILISASI EKSPOR DAN IMPOR DALAM UPAYA SURPLUS

NERACA PEMBAYARAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Perekonomian Indonesia

Oleh:

Delia Agustina 183403088


Nur Putriana Khadijah Sirait 183403141
Putri Nur Alya 183403140

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima,
serta petunjuk‐Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami
dalam menyelesaikan makalah berjudul “Stabilisasi Ekspor Impor dalam Upaya
Surplus Neraca Pembayaran”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia.
Neraca pembayaran suatu negara adalah catatan yang sistematis dari transaksi
internasional antara penduduk negara dengan penduduk negara lain dalam jangka
waktu tertentu. Pembangunan ekonomi suatu negara saat ini tidak dapat dipisahkan
dari kondisi ekonomi global. Hubungan ekonomi antar negara menjadi faktor
penting yang mempengaruhi terhadap pembangunan ekonomi masing-masing
negara. Kondisi ini menyebabkan daya saing sebagai faktor penentu dalam
persaingan antar negara melalui ekspor-impor dalam rangka untuk mendapatkan
manfaat dari meningkatnya keterbukaan ekonomi dunia. Keuntungan dari
pembukaan ekonomi dunia dapat dilihat dari keadaan keseimbangan neraca
pembayaran. Hal ini yang menjadi fokus makalah yang kami susun.
Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman mengenai
stabilisasi ekspor-impor dalam upaya surplus neraca pembayaran, menjadikan
keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang lebih dalam tentang
masalah ini,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya
untuk sekedar membuka cakrawala berpikir kita mengenai stabilisasi ekspor-impor
dalam upaya surplus neraca pembayaran. Amin.

Tasikmalaya, 3 November 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................
A. Latar Belakang ..........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................
D. Manfaat Penulisan .....................................................................................
E. Prosedur Makalah ......................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................
A. Ekspor dan Impor ......................................................................................
1. Pengertian Ekspor ....................................................................................
2. Pengertian Impor ......................................................................................
3. Kinerja Ekspor Indonesia .........................................................................
4. Kinerja Impor Indonesia ...........................................................................
5. Kondisi Ekspor dan Impor Indonesia .......................................................
6. Faktor Perkembangan Ekspor di Indonesia ..............................................
B. Neraca Pembayaran ...................................................................................
1. Pos-pos Debit dan Kredit Neraca Pembayaran ........................................
2. Komponen Neraca Pembayaran ................................................................
3. Mekanisme Neraca Pembayaran ...............................................................
4. Defisit dan Surplus Neraca Pembayaran ...................................................
5. Pengaruh Neraca Pembayaran terhadap Perekonomian Negara ...............
6. Mekanisme Dasar Penyeimbangan Kembali Neraca Pembayaran ...........
7. Perkembangan Neraca Pembayaran di Indonesia .....................................
C. Hubungan Ekspor Impor dengan Neraca Pembayaran..............................
D. Strategi untuk Menstabilkan Ekspor dan Impor dalam Upaya Surplus
Neraca Perdagangan ..................................................................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................................

ii
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Neraca pembayaran adalah pernyataan yang merangkum transaksi
ekonomi dengan seluruh dunia untuk jangka waktu tertentu. Neraca
pembayaran mengklasifikasikan transaksi ini dalam dua yakni, (1)
Transaksi berjalan yang meliputi ekspor dan impor barang dan jasa,
pendapatan dan transfer berjalan; (2) Modal dan finansial yang mencakup
transaksi dalam instrumen keuangan.
Transaksi dalam kelompok (1) merupakan bagian dari transaksi
berjalan, sementara transaksi dalam kelompok (2) merupakan bagian dari
modal dan finansial. Kedua kelompok garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi neraca pembayaran. Dengan kata lain, neraca
pembayaran, di satu sisi, dipengaruhi oleh keseimbangan transaksi
barang melalui ekspor dan impor variabel, dan di sisi lain, dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan modal melalui arus
masuk modal dan modal arus keluar. Pada akhirnya, faktor-faktor ini
dapat menyebabkan neraca pembayaran dinamika terus menerus.
Dinamika dapat dilihat dalam situasi bahwa keseimbangan saat
pembayaran dapat mencapai defisit atau surplus (disequilibrium) dan
pada waktu lain, neraca pembayaran dapat memiliki posisi yang
seimbang (balance atau keseimbangan).
Neraca transaksi berjalan digunakan untuk menilai neraca
perdagangan. Neraca perdagangan merupakan selisih atau perbedaan
antara ekspor dan impor. Jika impor lebih tinggi dari ekspor, maka yang
terjadi adalah defisit neraca perdagangan. Sebaliknya, jika ekspor lebih
tinggi dari impor yang terjadi adalah surplus. Pada arus perdagangan,
upaya untuk menjaga daya saing ekspor dan menekan impor dapat
dipengaruhi oleh kebijakan nilai tukar terhadap valas. Perubahan nilai

1
tukar terhadap valas dapat dipengaruhi dari perubahan harga barang-
barang ekspor dan impor. Semakin tinggi harga barang yang diekspor,
semakin turun nilai tukar mata uang negara pengekspor. Sebaliknya
semakin tinggi harga barang yang di impor, maka semakin tinggi nilai
tukar mata uang negara pengimpor. Hal tersebut menunjukkan pengaruh
yang sangat nyata antara defisit neraca transaksi berjalan terhadap
fluktuasi kurs. Pada saat kondisi tersebut, neraca transaksi berjalan
defisit. Masalah utamanya, defisit neraca transaksi berjalan dapat diatasi
salah satunya dengan melalui stabilisasi ekspor-impor yang dilakukan,
namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan usaha ataupun upaya
yang dilakukan untuk mencapai neraca pembayaran surplus.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah dalam makalah ini
diumuskan sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan ekspor dan impor?
2. Bagaimana kinerja ekspor dan impor di Indonesia?
3. Apa itu neraca pembayaran ?
4. Bagaimana cara kerja neraca pembayaran di Indonesia?
5. Bagaimana perkembangan neraca pembayaran Indonesia?
6. Bagaimana hubungan ekspor impor dan neraca pembayaran?
7. Bagaimana Strategi untuk Menstabilkan Ekspor dan Impor dalam Upaya
Surplus Neraca Perdagangan?

C. Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Mengetahui pengertian ekspor dan impor;
2. Mengetahui kinerja ekspor dan impor di Indonesia;
3. Mengetahui pengertian neraca pembayaran;

2
4. Mengetahui cara kerja neraca pembayaran di Indonesia;
5. Mengetahui perkembangan neraca pembayaran Indonesia;
6. Mengetahui hubungan ekspor impor dan neraca pembayaran;
7. Mengetahui Strategi untuk Menstabilkan Ekspor dan Impor dalam Upaya
Surplus Neraca Perdagangan;

D. Manfaat Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini bermanfaat
sebagai suatu proses belajar dalam membuat makalah dan dapat mengkaji
lebih dalam mengenai stabilisasi ekspor-impor dalam upaya surplus neraca
pembayaran. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan


khususnya mengenai stabilisasi ekspor-impor dalam upaya surplus
neraca pembayaran;
2. pembaca, sebagai media informasi mengenai stabilisasi ekspor-impor
dalam upaya surplus neraca pembayaran baik secara teoritis maupun
praktis.

E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini
penulisakan menguraikan masalah yang dibahas secara jelas. Data teoritis
dalam maklah ini dikumpulkan dengan teknik studi pustaka, artinya penulis
mengambildata melalui kegiatan membacai berbagai literatur yang
berkaitan dengan tema makalah. Data tersebut diolah dengan teknik analisis
isi melalui kegiatan mengeksposisikan data serta mengaplikasikan data
tersebut dalam konteks tema makalah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekspor dan Impor

1. Pengertian Ekspor
Ekspor dapat diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-
barang dari dalam negeri ke luar negeri. Menurut Murni (2009:208),
ekspor adalah suatu kegiatan ekonomi menjual produk dalam negeri ke
pasar di luar negeri. Keuntungan melakukan ekspor menurut Sukirno
(2010:205) adalah dapat memperluas pasar, menambah devisa negara,
memperluas lapangan kerja. Jurnal Administrasi Bisnis

2. Pengertian Impor
Impor merupakan pembelian dan pemasukan barang dari luar ke
dalam negeri. Murni (2009:208) menyatakan bahwa impor merupakan
kegiatan ekonomi membeli produk luar negeri untuk keperluan atau
dipasarkan di dalam negeri. Kecenderungan kegiatan impor yang besar
tidak sepenuhnya buruk bagi sebuah negara karena impor juga akan
merangsang kegiatan investasi, apabila barang yang diimpor merupakan
barang modal, barang mentah, barang setengah jadi untuk keperluan
perindustrian. Pengembangan industri subtitusi impor didalam negeri
harus sejalan dengan penggalakan ekspor” (Arsyad, 2005: 163).

Kegiatan impor memiliki dampak positif dan negatif terhadap


perekonomian suatu negara. Untuk melindungi produsen dalam negeri,
maka negara melakukan pembatasan terhadap jumlah/ kuota impor.

Dampak positif pembatasan impor adalah :


1. Menumbuhkan rasa cinta produksi dalam negeri.

4
2. Mengurangi keluarnya devisa ke luar negeri.
3.Memenuhi kebutuhan masyarakat.
4.Memperkuat neraca pembayaran.

Dampak negatif pembatasan impor adalah :


1. Lesunya perdagangan internasional akibat terjadinya balas membalas
kegiatan pembatasan kuota impor.
2. Kurangnya peningkatan mutu produksi akibat produsen dalam negeri
merasa tidak mempunyai pesaing.

3. Kinerja Ekspor Indonesia


Indonesia sebagai Negara berkembang telah menjadikan instrument
ekspor sebagai komponen pendorong pendapatan nasional. Tidak hanya itu,
komponen ekspor bagi Indonesia juga telah memperluas kesempatan kerja,
peningkatan penerimaan devisa dan pengembangan teknologi. Sejak dua
dekade terakhir, ekspor Indonesia cenderung tumbuh positif dengan ratarata
9,65% (1991-2013). Namun, gejolak ekonomi domestik dan eksternal pada
tahun 1998-1999 dan 2012-2013 turut menggoncang kinerja ekspor
Indonesia sehingga mengalami pertumbuhan yang negatif.), telah terjadi
perubahan struktur secara sektoral, dimana peranan ekspor migas semakin
mengecil sementara peranan ekspor non migas semakin besar. Pada tahun
1990, peranan ekspor migas masih di atas 40%, namun pada tahun 2013,
peranan ekspor sector migas hanya sebesar 18%. Semakin besarnya
kontribusi ekspor sektor non migas sejalan dengan pembangunan sektor
industri yang berkembang selama dua dekade terakhir. Lebih dari 70%
ekspor non migas didominasi oleh ekspor hasil industri. Namun ekspor hasil
industri yang masih berkembang belum merupakan hasil industri yang
berbasis teknologi tinggi, sehingga nilai tambah yang diperoleh pun belum
optimal.

5
4. Kinerja Impor Indonesia
Sebagai salah satu Negara berpenduduk terbanyak di dunia (no 4
terbanyak), Indonesia melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya. Perkembangan impor Indonesia cukup berfluktuatif pada
setiap tahunnya. Hal ini tergantung dari kebutuhan nasional untuk
menggerakkan perekonomiannya, seperti untuk konsumsi ataupun produksi.
Berdasarkan klasifikasi sektoral, impor dapat dibedakan menjadi impor
migas dan non migas. Hingga saat ini, telah terjadi fluktuasi dalam
perkembangan impor baik di sektor migas maupun non migas. Indonesia
pernah mengalami penurunan impor (migas dan non migas) yang sangat
signifikan yaitu pada 1998, dimana impor migas pada saat itu turun 32,37%
dan non migas turun 34,62%. Penurunan yang signifikan tersebut terjadi
akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sehingga menyebabkan
penurunan daya beli masyarakat secara luas; selain itu, penurunan yang
cukup besar juga terjadi pada 2009. Pada saat itu penurunan impor lebih
dikarenakan faktor gejolak ekonomi
Eksternal yang berujung pada penurunan permintaan produk-produk
asal Indonesia. Produk-produk Indonesia tersebut pada umumnya berbahan
baku impor, apabila permintaan produk tersebut menurun, maka akan
menurunkan tingkat produksi di domestik yang berimbas pada menurunnya
permintaan bahan baku impor.

5. Kondisi Ekspor Impor Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai impor Indonesia pada


September 2018 turun 13,18% menjadi US$ 14,6 miliar dibanding bulan
sebelumnya. Sementara nilai ekspor hanya turun 6,58% menjadi US$ 14,83
miliar dari bulan sebelumnya. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia
mencatat surplus untuk pertama kalinya dalam tiga bulan terakhir.

Neraca perdagangan Indonesia pada September 2018 mencatat surplus


US$ 227,1 juta. Namun, secara akumulasi untuk periode Januari-September

6
tahun ini masih mencatat defisit US$ 3,78 miliar atau sekitar Rp 57,48
triliun dengan kurs Rp 15.200/dolar Amerika Serikat (AS). Padahal,
sepanjang periode Januari-September tahun lalu neraca perdagangan
Indonesia mencatat surplus US$ 10,86 miliar.

Langkah pemerintah untuk menekan impor dengan menaikkan pajak


barang impor mampu meredam defisit perdagangan nasional. Turunnya
impor ini dipicu oleh menyusutnya impor non migas sebesar 10,52%
menjadi US$ 12,32 miliar dari sebelumnya US$ 13,77 miliar. Sementara
impor migas menyusut 25,2% menjadi US$ 2,28 miliar dari bulan
sebelumnya mencapai US$ 3,05 miliar. Secara akumulasi, nilai impor
Indonesia periode Januari-September tumbuh 23,33% menjadi US$ 138,77
miliar. Sementara nilai ekspor Indonesia pada periode Januari-September
tahun ini tumbuh 9,41% menjadi 134,97 milir dari periode yang sama tahun
sebelumnya.

Kemudian Badan Pusat Statistik kembali merilis data ekspor Indonesia


sepanjang Oktober 2018 hanya tumbuh 5,87% menjadi US$ 15,8 miliar (Rp
237 triliun) serta naik 3,97% dibanding Oktober 2017. Adapun secara
akumulasi periode Januari-Oktober 2018 tumbuh 8,8% menjadi US$ 150,88
miliar (Rp 2.263,23 triliun) dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar US$ 138,63 miliar. Ekspor non migas nasional pada Oktober 2018
tumbuh 4,99% dibanding bulan sebelumnya dan naik 4,03% dari Oktober
2017.

Sementara nilai impor Indonesia pada Oktober 2018 melonjak 20,6%


menjadi US$ 17,62 miliar atau setara Rp264,3 triliun dibanding bulan
sebelumnya serta meningkat 23,66% dari Oktober 2017. Permintaan
domestik yang masih besar membuat impor barang dari luar negeri tetap
tinggi meskipun pemerintah telah menaikkan pajak barang impor. Secara
akumluasi periode Januari-Oktober 2018, nilai impor barang meningkat

7
23,37% menjadi US$ 156,4 miliar setara Rp 2.345.95 triliun dari periode
yang sama tahun sebelumnya hanya US$ 126,77 miliar.

Nilai impor yang tumbuh lebih cepat dibanding ekspor membuat neraca
perdagangan Indonesia kembali mencatat defisit US$ 1,82 miliar (Rp 27,3
triliun). Jumlah tersebut terdiri atas defisit perdagangan migas US$ 1,43
miliar dan defisit non migas US$ 393,2 juta. Defisit ini merupakan yang
ketujuh kalinya sepanjang tahun ini.

8
Menurunnya ekspor diIndonesia disebabkan oleh menurunnya
ekspor nonmigas 2,86 persen, yaitu dari US$14.858,9 juta menjadi
US$14.433,5 juta. Demikian juga ekspor migas turun 3,27 persen dari
US$1.431,3 juta menjadi US$1.384,6 juta.

Penurunan ekspor migas disebabkan oleh menurunnya ekspor hasil


minyak 10,01 persen menjadi US$92,1 juta dan ekspor gas 22,75 persen
menjadi US$728,0 juta. Sedangkan ekspor minyak mentah naik 46,01 persen
menjadi US$564,5 juta.

9
Penurunan terbesar ekspor nonmigas Agustus 2018 terhadap Juli 2018
terjadi pada bahan bakar mineral US$380,7 juta (16,25 persen). Komoditi
lainnya yang juga menurun nilai ekspornya adalah bijih, kerak, dan abu
logam US$52,9 juta (11,71 persen); karet dan barang dari karet US$47,1
juta (7,76 persen); kertas/karton US$40,4 juta (9,23 persen); serta berbagai
produk kimia US$37,9 juta (7,53 persen).

Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada lemak dan minyak


hewan/nabati US$61,3 juta (3,47 persen). Selain itu besi dan baja US$32,8
juta (6,20 persen); mesin/peralatan listrik US$27,9 juta (3,43 persen); timah
US$27,2 juta (20,94 persen); serta barang-barang rajutan US$21,7 juta (5,59
persen).

Peranan dan perkembangan ekspor nonmigas Indonesia, menurut sektor


produk pertanian, meningkat 0,42 persen yang disumbang oleh peningkatan
ekspor sayur-sayuran. Sedangkan ekspor produk industri pengolahan
menurun 0,48 persen yang disumbang oleh penurunan ekspor kimia dasar
organik yang bersumber dari minyak, dan ekspor produk pertambangan dan
lainnya menurun 13,58 persen yang disebabkan oleh menurunnya ekspor
batubara.

Selama Januari–Oktober 2018, ekspor nonmigas Indonesia menurut


sektor industri pengolahan meningkat 6,13 persen dibanding 2017 yang
disumbang oleh ekspor besi/baja, demikian juga ekspor produk
pertambangan dan lainnya meningkat 34,79 persen yang disumbang oleh
meningkatnya ekspor batubara, sedangkan ekspor produk pertanian
menurun 9,60 persen yang disebabkan oleh menurunnya ekspor kopi.

10
6. Faktor Perkembangan Ekspor di Indonesia
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor di
Indonesia. Pada dasarnya, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan ekspor adalah sebagai berikut.

a. Keadaan pasar di luar negeri


Keadaan pasar ini meliputi perkiraan kekuatan permintaan dan
penawaran dari berbagai negara. Apabila di pasar dunia permintaan suatu
barang atau jasa lebih kuat daripada penawarannya, maka harga barang atau
jasa tersebut akan cenderung naik dan akan memudahkan negara penghasil
untuk emngembangkan ekspornya.

b. Iklim usaha yang diciptakan oleh pemerintah


Dorongan para pengusaha untuk melakukan ekspor juga dipengaruhi
oleh iklim usaha, seperti kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh
pemerintahan untuk melakukan ekspor. Kemudahan-kemudahan tersebut
antara lain adalah penyederhanaan prosedur ekspor, penghapusan berbagai
biaya yang berkenaan dengan ekspor, pemberian fasilitas untuk produksi
barang-barang ekspor, dan adanya lembaga-lembaga lain yang menunjang
ekspor.
Perkembangan ekspor dipengaruhi strategi yang dipilih oleh negara
berkembang dalam melaksanakan industrialisasi. Industri tidak dapat
dikatakan menghambat perkembangan ekspor, tetapi strategi yang dipilih
mempengaruhi pertumbuhan ekspor yang berdampak pula pada
pertumbuhan ekonomi (Karimi, 1987). Bagi negara yang berorientasikan
ekspor, ia akan mengekspor berdasarkan prinsip “comparative advantage”
(keunggulan komperatif), yaitu mengatakan suatu negara akan cenderung
untuk memproduksi lebih banyak barang-barang yang proses produksinya
relatif lebih efisien dan mengekspornya pada gilirannya menukarkannya
dengan barang-barang lain yang memiliki keunggulan relatif lebih sedikit
(Lindert,1993).

11
Rintuh (1995) menjelaskan intervensi pemerintah dalam perekonomian
dilakukan untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah. Peranan
pemerintah dalam meningkatkan ekspornya hendaknya mendapat respon
dari pihak perusahaan. Keadaan ini dapat menggairahkan mereka untuk
melakukan peningkatan usahanya untuk memasuki pasar internasional. Hal
ini terlihat semenjak Indonesia merubah kebijakan perdagangan luar
negerinya dari substitusi impor ke tahap promosi ekspor dengan
menerbitkan sejumlah paket deregulasi.
Peran pemerintah dalam promosi ekspor merupakan modal awal untuk
perusahaan memperkenalkan produknya untuk memasuki pasar
internasional, sehingga kebijaksanaan ini bisa mendorong perusahaaan
untuk meningkatkan kinerja ekspornya menjadi lebih baik. Disamping itu,
kebijakan melalui proteksi terhadap industri baru lebih dominan, dimana
pemerintah memaksa industri baru untuk menggunakan target ekspor untuk
melakukan produksi dengan cepat pada tingkat harga dunia.

c. Kelincahan para eksportir untuk merebut pasar dunia


Kelincahan para eksportir berpengaruh terhadap perkembangan ekspor
apabila eksportir pandai meneliti dan mencari peluang ekspor, maka pasar
luar negeri semakin luas. Tentu saja keuletan dan kegigihan eksportir juga
diperlukan untuk mengembangkan ekspor.

7. Faktor-faktor Penentu Daya Saing dan Kinerja Ekspor


Pertumbuhan dan perkembangan (diversifikasi pasar serta produk dan
pendalaman) ekspor dipengaruhi secara bersamaan oleh banyak faktor, yang
menurut sifatnya (endogen/bisa dikontrol versus eksogen/tidak bisa dikontrol)
bisa dikelompokkan ke dalam dua kategori, yakni faktor-faktor di sisi
permintaan dan faktor-faktor di sisi penawaran (Gambar 1). Faktor-faktor di
sisi permintaan bersifat eksogen bagi Indonesia, termasuk perubahan harga di
pasar internasional untuk semua produk yang Indonesia ekspor. Karena

12
menurut laporan tahunan dari WTO, berdasarkan sumbangannya terhadap nilai
total ekspor dunia, Indonesia hingga saat ini tidak termasuk negara-negara
eksportir penting untuk hampir semua barang dan jasa yang diperdagangkan
secara internasional. Jadi dalam perdagangan
dunia, Indonesia bukan penentu harga, melainkan price taker.
Pemerintah Indonesia hanya bisa mempengaruhi harga dalam mata uang asing
dari produk-produk ekspor Indonesia lewat perubahan kurs rupiah (devaluasi
atau revaluasi).
Faktor-faktor yang bersifat endogen bagi Indonesia adalah dari sisi
penawaran yang meliputi sumber daya manusia (SDM),
ketersediaan/penguasaan teknologi dan kemampuan melakukan inovasi di
tingkat perusahaa, pendanaan yakni ketersediaan pinjaman dan skim-skim
pendanaan ekspor dan impor dari sektor perbankan dan lembaga keuangan
lainnya, ketersediaan bahan baku bukan hanya dalam arti jumlah tetapi juga
kualitas dan harga (walaupun untuk faktor satu ini sifat endogennya terbatas),
infrastruktur dan logistik dalam kuantitas dan kualitas, pembangunan industri-
industri pendukung yang membuat komponen, barang-barang modal dan
perantara dan mengolah bahan baku (di dalam model “berlian” mengenai
konsep daya saing ekonomi dari M. Porter, industri pendukung termasuk
diantara empat pilar utama daya saing), enerji dalam kuantitas, kualitas dan
harga, ketersediaan informasi, dan kebijakan khusus ekspor.

13
Yang membuat faktor-faktor di sisi penawaran ini semakin kompleks
dari sudut pandang kebijakan pemerintah adalah bahwa masing-masing dari
faktor-faktor tersebut mewakili sektor masing-masing, dan ini berarti berbagai
kebijakan sektoral secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap tingkat
daya saing dan kinerja ekspor. Misalnya dalam hal SDM: kebijakan dari
Kementerian Pendidikan turut serta mempengaruhi ketersediaan pekerja-
pekerja terampil siap pakai bagi perusahaan-perusahaan eksportir. Demikian
juga, UU Perburuhan sangat mempengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di
Indonesia yang berarti juga daya saing perusahaan-perusahaan eksportir,
khususnya yang padat karya, seperti industri tekstil dan pakaian jadi dan
industri alas kaki. Demikian juga kebijakan moneter, misalnya dalam

14
penentuan suku bunga pinjaman atau nilai tukar rupiah, sangat berpengaruh
terhadap kegiatan ekspor. Tingkat suku bunga yang terlalu tinggi membuat
biaya produksi meningkat yang berarti mengurangi daya saing harga dari
ekspor Indonesia, yang selanjutnya menurunkan permintaan dunia terhadap
ekspor Indonesia. Nilai tukar rupiah yang terlalu tinggi juga membuat daya
saing harga dari ekspor Indonesia menurun relatif dibandingkan harga dari
produk yang sama buatan negara lain.

Selain dibedakan menurut sifatnya seperti yang diuraikan di atas tersebut,


faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat daya saing dan kinerja ekspor bisa
juga dibedakan menurut tingkatnya, yakni pada tingkat makro dan tingkat
mikro. Di tingkat makro adalah yang telah dibahas tersebut di atas, yakni
faktor-faktor di sisi permintaan dan sisi penawaran yang mempengaruhi daya
saing dan kinerja ekspor nasional secara keseluruhan. Sedangkan di tingkat
mikro adalah mengenai daya saing ekspor dari sebuah perusahaan secara
individu. Tingkat daya saing sebuah perusahaan tercerminkan dari tingkat daya
saing dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Dalam gilirannya,
daya saing dari perusahaan tersebut ditentukan oleh banyak faktor, tujuh

15
diantaranya yang sangat penting adalah: keahlian atau tingkat pendidikan
pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, sistem organisasi dan
manajemen yang baik (sesuai kebutuhan bisnis), ketersediaan teknologi,
ketersediaan informasi, dan ketersediaan input-input lainnya seperti enerji,
bahan baku, dan lainnya.
Dua faktor pertama tersebut adalah aspek SDM, yang mana, keahlian
pekerja tidak hanya dalam teknik produksi (antara lan disain produk dan proses
produksi), tetapi juga teknik pemasaran dan dalam penelitian dan
pengembangan (R&D). Sedang keahlian pengusaha terutama adalah wawasan
bisnis, dan yang dimaksud di sini adalah wawasan mengenai bisnisnya dan juga
lingkungan eksternalnya (antara lain perkembangan saat ini dan ke depan dari
pasar ekspor yang dilayani dan juga dari pasar-pasar ekspor lainnya yang
belum dilayani, kondisi persaingan (termasuk calon-calon pesaing yang akan
muncul), dan segala macam peraturan pemerintah atau dunia (seperti dalam
konteks World Trade Organisation (WTO) dalam perdagangan internasional)
mengenai perdagangan, produksi dan investasi di bidang bisnisnya. Sedangkan
yang dimaksud dengan lingkungan eksternalnya adalah kebijakan-kebijakan
ekonomi umum seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan
perdagangan luar negeri, kecenderungan dari perubahan selera masyarakat,
perubahan sosial-budaya yang bisa mempengaruhi dalam jangka panjang
permintaan atau persepsi pembeli (masyarakat) terhadap produknya, dan lain-
lain). Wawasan pengusaha yang luas juga sangat penting bagi inovasi, dan
bukan lagi rahasia umum bahwa inovasi merupakan kunci utama daya saing.
Bahkan banyak literatur menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan
kemampuan perusahaan melakukan inovasi, diantaranya adalah kreativitas
pengusaha, dan yang terakhir ini, pada gilirannya, ditentukan oleh wawasannya
mengenai bisnis yang ditekuninnya (Shahid, 2007).

16
B. NERACA PEMBAYARAN
Neraca Pembayaran adalah catatan sistematis yang mengikhtisarkan
seluruh transaksi ekonomi antara penduduk suatu negara, dengan penduduk
negara lain selama masa tertentu (1 tahun). Pada umumnya, transaksi-
transaksi ekonomi internasional berupa pemindahtanganan hak milik atas
suatu barang atau jasa dari penduduk negara yang satu dengan penduduk
negara lain, termasuk di dalamnya perubahan susunan dan nilai utang piutang
serta kekayaan penduduk negara yang bersangkutan. Selanjutnya, untuk
menyusun neraca pembayaran luar negeri atau internasional perlu dibedakan
antara transaksi debit dan transaksi kredit dimana antara jumlah debit dengan
kredit harus selalu seimbang.
Berikut ini penjelasan singkat mengenai transaksi debit dan transaksi
kredit:
1. Transaksi Debit adalah transaski yang mengakibatkan bertambahnya
kewajiban bagi penduduk negara yang mempunyai neraca pembayaran
tersebut untuk mengadakan pembayaran kepada penduduk negara lain.
Contoh : Indonesia memebeli jasa dari Malaysia, maka transaksi tersebut
menimbulkan kewajiban untuk mengadakan pembayaran kepada
Malaysia, sehingga transaksi jasa tersebut merupakan transaksi debit yang
dicatat dalam neraca pembayaran dengan tanda (-).
2. Transaksi Kredit adalah transaksi yang mengakibatkan timbul atau
bertambahnya hak bagi penduduk negara yang mempunyai neraca
pembayaran tersebut untuk menerima pembayaran dari negara lain.
Contoh : Indonesia menjual jasa ke Malaysia, maka transaksi tersebut
menimbulkan hak untuk menerima pembayaran dari Malaysia, maka
transaksi tersebut merupakan transaksi kredit yang dicatat dalam neraca
pembayaran dengan tanda (+).

17
1. Pos-Pos Debit dan Kredit dalam Neraca Pembayaran

Dalam transaksi internasional terdapat suatu transaksi yang harus


dicatat pada sisi debit dan sisi kredit. Pos-pos yang di debit dan yang di
kredit dalam neraca pembayaran diantaranya sebagai berikut:

Transaksi Debit:

1. Neraca Barang
 Impor barang dari negara lain
2. Neraca Jasa
 Pembayaran jasa ke penduduk luar negeri
 Pembayaran biaya pariwisata ke luar negeri
3. Neraca Hasil Modal
 Pembayaran bunga dan dividen
4. Neraca Modal
 Kredit yang diberikan ke luar negeri dan pembayaran cicilan utang
5. Neraca Utang Piutang Jangka Panjang
 Pembelian obligasi dari luar negeri
Transaksi Kredit:

1. Neraca Barang
 Ekspor barang ke negara lain
2. Neraca Jasa
 Penerimaan jasa dari penduduk luar negeri
 Penerimaan pariwisata dari luar negeri
3. Neraca Hasil Modal
 Penerimaan bunga dan dividen
4. Neraca Modal
 Kredit yang diperoleh dari luar negeri dan penerimaan cicilan utang
5. Neraca Utang Piutang Jangka Panjang
 Penjualan obligasi ke luar negeri

18
2. Komponen Neraca Pembayaran
Berdasarkan neraca pembayaran kita dapat mengetahui bahwa neraca
dibagi ke dalam beberapa transaksi ekonomi internasional. Secara garis
besar transaksi ekonomi internasional (luar negeri) atau pos-pos dasar suatu
negara dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Transaksi Dagang (Trade Account)
Transaksi dagang adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-
barang (merchandise) dan jasa-jasa. Transaksi dagang dibedakan
menjadi transaksi barang (visible trade) yang merupakan transaksi
ekspor dan impor barang dagangan, dan transaksi jasa (invisible trade)
yang merupakan transaksi eskpor dan impor jasa. Untuk transaksi ekspor
dicatat di sisi kredit, sedangkan transaksi impor dicatat di sisi debit.
b. Transaksi Pendapatan Modal (Income on Investment)
Transaksi pendapatan modal adalah semua transaksi penerimaan atau
pendapatan yang berasal dari penanaman modal di luar negeri serta
penerimaan pendapatan modal asing di negeri kita. Pendapatan tersebut
dapat berupa bunga, dividen, dan keuntungan lain. Penerimaan bunga
dan dividen merupakan transaksi kredit, sedangkan pembayaran bunga
dan dividen kepada penduduk negara asing merupakan transaksi debit.
c. Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)
Transaksi unilateral adalah transaksi sepihak atau transaksi satu arah,
artinya transaksi tersebut tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar
atas barang atau bantuan yang diberikan. Berikut ini yang tergolong
dalam transaksi unilateral adalah hadiah (gift), bantuan (aid), dan transfer
unilateral. Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan ke negara
lain, maka transaksi ini termasuk transaksi debit. Sebaliknya, jika suatu
negara menerima hadiah atau bantuan dari negara lain, termasuk dalam
transaksi kredit.
d. Transaksi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment)
Transaksi penanaman modal langsung adalah semua transaksi yang
berhubungan dengan jual beli saham dan jual beli perusahaan yang

19
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain.
Apabila terjadi pembelian saham atau perusahaan dari tangan penduduk
negara lain, maka pos direct investment didebit, dan bila terjadi penjualan
saham atau penduduk asing yang mendirikan perusahaan di wilayah
kekuasaannya, maka pos ini dikredit.
e. Transaksi Utang Piutang Jangka Panjang (Long Term Loan)
Transaksi utang piutang jangka panjang adalah semua transaksi kredit
jangka panjang yang pembayarannya lebih dari satu tahun. Sebagai
contoh transaksi penjualan obligasi kepada penduduk negara lain,
menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang
dipinjamkan kepada penduduk negara lain, atau mendapatkan pinjaman
jangka panjang dari negara lain, maka pos ini dicatat di sebelah kredit,
dan bila terjadi transaksi pembelian obligasi atau lainnya yang berkaitan
dengan utang piutang jangka panjang, maka pos ini dicatat di sebelah
debit.
f. Transaksi Utang Piutang Jangka Pendek (Short Term Capita1)
Transaksi utang piutang jangka pendek adalah semua transaksi utang
piutang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun. Transaksi ini
umumnya terdiri atas transaksi penarikan dan pembayaran surat-surat
wesel.
g. Transaksi Lalu Lintas Moneter (Monetary Acomodating)
Transaksi lalu lintas moneter adalah pembayaran terhadap transaksi-
transaksi pada current account (transaksi perdagangan, pendapatan
modal, dan transaksi unilateral) dan investment account (transaksi
penanaman modal langsung, utang piutang jangka pendek, dan utang
piutang jangka panjang). Apabila jumlah pengeluaran current account
dan investment account lebih besar daripada penerimaannya, maka
perbedaan tersebut merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo
kredit monetary acomodating. Dari transaksi tersebut, maka transaksi
ekonomi internasional dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:

20
1. Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan adalah semua transaksi ekspor dan impor
barang-barang dan jasa-jasa. Secara umum meliputi: transaksi
perdagangan, transaksi pendapatan modal dan transaksi unilateral.
2. Neraca Modal (Capital Account)
Neraca modal adalah neraca yang menunjukkan perubahan dalam
harta kekayaan (asset) suatu negara di luar negeri dan aset asing di
suatu negara, di luar aset cadangan pemerintah. Neraca modal
meliputi: transaksi penanaman modal langsung, transaksi utang
piutang jangka panjang dan transaksi utang piutang jangka pendek.
3. Selisih yang Belum Diperhitungkan (Error and Omissions)
Selisih yang belum diperhitungkan merupakan rekening
penyeimbang apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak sama persis
dengan nilai transaksi debit. Dengan adanya rekening selisih
perhitungan ini, maka jumlah total nilai transaksi kredit dari suatu
Neraca Pembayaran Internasional (NPI) akan selalu sama dengan
transaksi debitnya.

3. Mekanisme Neraca Pembayaran


Terdapat tiga mekanisme atau proses penting yang menyangkut neraca
pembayaran, yaitu sebagai berikut :
a. Penyesuaian melalui perubahan harga-harga atau mekanisme harga
(price effects).
b. Penyesuaian melalui perubahan pendapatan nasional atau mekanisme
pendapatan (income effects).
c. Penyesuaian melalui perubahan stok uang atau mekanisme moneter
(real balance effects).
4. Defisit dan Surplus Neraca Pembayaran

Dalam neraca pembayaran terdapat kemungkinan terjadinya surplus


dan defisit. Adapun defisit terjadi apabila jumlah ekspor lebih kecil daripada
impor, sedangkan apabila jumlah ekspor lebih besar daripada impor posisi

21
neraca pembayaran menunjukkan surplus. Neraca pembayaran suatu negara
juga dapat dikatakan seimbang apabila stok nasional (cadangan devisa)
tidak berubah dan tidak ada aliran modal/pinjaman akomodatif.

Defisit atau surplus neraca pembayaran yang terjadi pada suatu negara
dikarenakan oleh komponen berikut:

a. Stok Nasional
Jika terjadi penurunan stok nasional berarti defisit, dan jika terjadi
kenaikan stok nasional berarti surplus.
b. Pinjaman Akomodatif
Pinjaman yang masuk karena berkaitan dengan adanya kelebihan impor
berarti merupakan bagian dan defisit, sedangkan pinjaman yang masuk
atas kemauannya sendiri (pinjaman otonom) tidak memengaruhi defisit.
c. Defisit total adalah besarnya penurunan stok nasional ditambah
pinjaman akomodatif.
d. Surplus total adalah besarnya kenaikan stok nasional ditambah
pinjaman akomodatif.

5. Pengaruh Neraca Pembayaran terhadap Perekonomian Negara

Sebagaimana kamu ketahui, bahwa neraca pembayaran suatu negara


mencatat semua transaksi negara tersebut dengan luar negeri. Adapun
dampak neraca pembayaran terhadap perekonomian adalah sebagai berikut.

a) Perubahan Kurs Devisa


Jika neraca pembayaran defisit, maka kurs valuta asing mengalami
kenaikan dan kurs rupiah mengalami penurunan. Dan bila terjadi surplus,
maka kurs valuta asing mengalami penurunan dan kurs rupiah
mengalami kenaikan.
b) Perubahan Harga

22
Jika ekspor lebih besar daripada impor berarti barang yang ada di dalam
negeri sangat laku terjual di luar negeri, maka harga barang dalam negeri
menjadi meningkat.
c) Perubahan Tingkat Pendapatan
Ekspor merupakan komponen pendapatan nasional, sehingga
berubahnya nilai ekspor akan mengakibatkan berubahnya pendapatan
nasional.
d) Perubahan Tingkat Bunga
Jika investasi dari luar negeri banyak mengalir ke dalam negeri, maka
tingkat bunga yang berlaku rendah karena hubungan antara tingkat bunga
dengan tingkat investasi adalah berbanding terbalik. Sebaliknya, jika
investasi yang terjadi menurun, maka tingkat bunga yang berlaku tinggi.

6. Mekanisme Dasar Penyeimbangan Kembali Neraca Pembayaran


Telah diketahui bersama, bahwa masalah pokok yang dihadapi oleh
perekonomian dunia adalah ketidakseimbangan (disequilibrium) neraca
pembayaran. Neraca pembayaran yang defisit akan merisaukan keadaan
perekonomian suatu negara, namun bukan berarti surplus neraca pembayaran
yang cukup besar tidak menimbulkan masalah. Keadaan neraca pembayaran
yang dapat dianggap ideal bagi perekonomian suatu negara adalah keadaan
neraca pembayaran yang ekuilibrium atau seimbang.
Faktor-faktor yang menimbulkan ketidakseimbangan neraca
pembayaran internasional antara lain sebagai berikut :

 Perubahan tingkat harga di dalam negeri.


 Struktur produksi suatu negara.
 Perubahan posisi utang piutang dengan luar negeri.
 Pergeseran permintaan luar negeri terhadap produk dalam negeri.
 Ketidakstabilan perekonomian dalam negeri, ditandai dengan menurunnya
kegiatan ekspor dan meningkatnya impor.
 Bencana alam.

23
Pada prinsipnya, cara untuk mengurangi atau menghilangkan defisit
neraca pembayaran internasional yang terjadi di suatu negara dilakukan
melalui proses penyeimbangan kembali neraca pembayaran dengan lima jalur.
Kelima jalur tersebut bekerja melalui perubahan komponen-komponen berikut
ini :

1. Pendapatan Nasional
Proses ini dilakukan dengan melakukan kebijakan fiskal, yaitu semua
tindakan pemerintah yang bertujuan untuk memengaruhi jalannya
perekonomian melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
2. Tingkat Harga
Proses ini dilakukan dengan cara mengeluarkan kebijakan moneter, yaitu
segala tindakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalannya
perekonomian dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang
beredar dalam masyarakat.
3. Kurs Valuta Asing
Proses ini dilakukan dengan cara mengeluarkan kebijakan devaluasi, yaitu
kebijakan untuk menurunkan nilai mata uang dlaam negeri terhadap mata
uang asing dengan tujuan untuk meningkatkan ekspor suatu negara dan
menambah devisa suatu negara.
4. Tingkat Bunga
Proses penyeimbangan kembali neraca pembayaran melalui perubahan
tingkat bunga pada dasarnya bekerja melalui perubahan neraca investasi
atau neraca modal.Oleh karena itu, proses ini dapat dilakukan melalui
perubahan jumlah uang yang beredar dengan menaikkan atau menurunkan
tingkat suku bunga yang berlaku. Jika suku bunga naik, maka nilai
investasi akan menurun. Sebaliknya, jika suku bunga turun, maka nilai
investasi akan meningkat.
5. Sektor Moneter
Proses ini dilakukan dengan melalui suatu bentuk campur tangan
pemerintah yang dinamakan Exchange Control (EC), artinya suatu bentuk

24
campur tangan pemerintah dalam lapangan ekonomi internasional. Dalam
sistem ini, semua valuta asing dimonopoli oleh pemerintah, artinya semua
alatalat pembayaran luar negeri yang dimiliki atau yang diperoleh seluruh
penduduk suatu negara harus diserahkan kepada pemerintah, untuk
selanjutnya pemerintah mengatur dan menentukan penggunaan valuta
asing.

C. Perkembangan Neraca Pembayaran di Indonesia

Neraca perdagangan dan transaksi berjalan Indonesia sepanjang 2018


mengalami defisit. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) neraca
perdagangan periode Januari-Juli terjadi defisit US$ 3,09 miliar atau sekitar Rp
46 triliun. Meningkatnya permintaan impor barang yang lebih besar dibanding
hasil ekspor membuat neraca perdagangan nasional mencatat defisit dalam
lima bulan sepanjang tahun ini.

Demikian pula transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit sebesar


US$ 13,75 miliar setara Rp 205 triliun sepanjang semester pertama tahun ini.
Pada triwulan pertama terjadi defisit US$ 5,71 miliar dan triwulan kedua
sebesar US$ 8,03 miliar. Defisit transaksi berjalan terbesar disumbang dari
transaksi pendapatan primer, yakni mencapai US$ US$ 8,15 miliar dan
transaksi jasa-jasa US$ 1,79 miliar. Sedangkan transaksi pendapatan sekunder
mencatat surplus US$ 1,63 miliar dan transaksi barang US$ 286 juta. Sebagai
informasi, transaksi berjalan selalu mengalami defisit sejak triwulan IV 2011.

Terjadinya defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan membuat


pasokan dolar Amerika Serikat di pasar domestik seret. Selain karena devisa
hasil ekspor berkurang, para eksportir juga enggan melepaskan dolar AS yang
mereka miliki. Ditambah lagi meningkatnya pembayaran pendapatan investasi
portofolio asing dalam bentuk dividen serta pembayaran bunga pinjaman luar
negeri membuat kebutuhan dolar AS semakin meningkat. Ini yang menjadi
salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.

25
26
D. Hubungan Ekspor Dan Impor Terhadap Neraca Pembayaran
Ekspor merupakan upaya dalam menjalankan penjualan komoditas yang
kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan
pemerintah dengan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing.
Berdasarkan hasil estimasi dan penelitian terdahulu, hal ini telah sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa jika ekspor meningkat maka jumlah cadangan
devisa yang dimiliki akan ikut meningakat yang artinya neraca perdagangan
dan neraca pembayaran akan meningkat “surplus”. Sehingga persediaan impor
dalam beberapa bulan berikutnya akan tercukupi dan akan memperbesar
kemampuan negara tersebut melakukan transaksi ekonomi. Berkaitan dengan
pengaruh ekspor. Impor juga memiliki pengaruh terhadap cadangan devisa.
impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke
dalam wilayah Indonesia. Impor mempunyai sifat yang berlawanan dengan
ekspor. Kalau ekspor dapat dikatakan sebagai faktor “injeksi”, maka impor
justru merupakan “kebocoran” dalam pendapatan nasional. Berdasarkan hasil
estimasi, hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin
tinggi nilai impor maka akan mengurangi persediaan cadangan devisa. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa surplus atau defisit neraca pembayaran
dipengaruhi oleh tingkat ekspor dan impor yang terjadi.

27
E. Strategi untuk Menstabilkan Ekspor dan Impor dalam Upaya Surplus
Neraca Perdagangan
Stabilitas makroekonomi yang terjaga disertai struktur perekonomian
yang kuat merupakan prasyarat untuk membawa pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif. Upaya
untuk mencapai tujuan tersebut perlu didukung oleh surplus neraca
berjalan (current account). Salah satu strategi penting yang perlu
ditempuh adalah melalui percepatan pengembangan industri berorientasi
ekspor. Baik itu padat karya maupun berteknologi tinggi (technology
intensive), termasuk industri hilir.

Melakukan analisis kinerja ekspor memang agak kompleks, karena


tidak cukup hanya berdasarkan angka-angka makro, serta tidak memadai
jika hanya mengandalkan sentimen informasi dan fenomena mikro yang
cenderung terpisah-pisah. Misalnya, banyak kalangan yang menduga-duga
bagaimana keterkaitan wabah flu burung dengan kinerja ekspor impor
hasil pertanian selama. Lalu, kalangan lain lagi terlalu percaya diri untuk
menggalakkan skema imbal dagang untuk meningkatkan kinerja ekspor
karena observasi sepintas dari penggalan beberapa kasus yang terkesan
menguntungkan.

Demikian pula, pola pergerakan dan fluktuasi volume dan nilai ekspor
impor dalam jangka pendek tentu tidak dapat dijadikan basis pengambilan
keputusan kebijakan karena strategi kebijakan ekspor perlu
mempertimbangkan juga keterkaitan dengan cadangan devisa, karakter
nilai tukar mata uang, neraca pembayaran, dan dukungan sektor produksi
dan pembiayaan perdagangan yang memang amat dibutuhkan. Beberapa
poin penting tentang strategi ekspor tersebut akan diuraikan berikut ini.

Pertama, ekspor hasil pertanian perlu digerakkan kembali. Kinerja


ekspor komoditas pertanian (dan perikanan) lebih banyak ditentukan
kapasitas produksi dan sistem budi daya di hulu, serta dukungan kebijakan

28
sektor hilir. Mustahil mengharapkan kinerja baik bila tidak ada dukungan
memadai. Tidak adanya skema perlindungan terhadap risiko fluktuasi
harga kopi, teh, dan tembakau dunia yang demikian tinggi dan (ketakutan
terhadap rencana) Undang-Undang Bio-Terorisme di AS juga amat
memengaruhi kinerja ekspor.

Alih-alih melindungi petani dan pelaku, pemerintah bahkan berencana


menerbitkan PP tentang pungutan ekspor (PE) terhadap beberapa
komoditas strategis seperti kelapa sawit, karet, dan cokelat sampai 60%.
Argumen klasik untuk meningkatan kinerja industri domestik masih terus
digulirkan, walaupun masyarakat awam telah memahami bahwa langkah
pungutan ini tidak lebih dari sekadar manifestasi perburuan rente biasa.

Sekalipun tidak sedang dilanda wabah flu burung, ekspor hasil


pertanian beberapa waktu mendatang tidak akan berasal dari sektor
perunggasan karena sistem produksi masih mengalami permasalahan
struktural. Pada 2003, ekspor komoditas unggas Indonesia tidak sampai
US$2 juta, suatu penurunan signifikan dibandingkan kinerja ekspor
unggas 2000 sebesar US$3 juta.

Penurunan tingkat kompetisi atau daya saing produk peternakan


Indonesia inilah yang perlu dipecahkan dan ditanggulangi, misalnya
dengan peningkatan kapasitas pelaku usaha dalam memasuki kancah
perdagangan dunia. Untuk ekspor hasil pertanian, Indonesia perlu
menggenjot perolehan devisa dari komoditas hortikultura (buah-buahan,
sayuran, dan tanaman bunga) yang telah menunjukkan tren pertumbuhan
positif, terutama untuk memperbaiki standar efisiensi, standar higienis,
dan kualitas ekspor yang menjadi syarat utama.

Kedua, skema imbal dagang bukan strategi ekspor efisien.


Pengalaman empiris selama tiga dasawarsa terakhir menunjukkan bahwa
permintaan skema imbal dagang umumnya datang dari negara

29
berkembang yang sedang mengalami permasalahan neraca pembayaran
dan cadangan devisa.

Kontraksi ekonomi dunia sejak akhir 1990-an sampai 2003 juga turut
berkontribusi pada semakin melemahnya hubungan fungsional antara laju
perdagangan internasional dan tingkat output dunia. Manifestasi dari hal
tersebut adalah semakin anjloknya harga komoditas barang primer (barang
mentah) sejak akhir 1980-an, yang umumnya dihasilkan oleh negara
berkembang. Akibatnya, tingkat acuan perdagangan jadi mengecil bagi
negara berkembang, sehingga meningkatkan jumlah utang luar negeri.

Kebutuhan terhadap skema imbal beli semakin mengental di negara


berkembang, yang dimulai dari kasus ambruknya sektor perbankan
Meksiko pada 1982 dan buruknya skema kredit ekspor untuk menopang
perdagangan internasional. Krisis ekonomi Asia juga tidak terlalu berbeda
dengan krisis ekonomi Amerika Latin dalam hal-hal tertentu, seperti
menurunnya perolehan devisa --walaupun terdapat devaluasi besar-
besaran-- karena tumbuh lebih lambat dibandingkan tingkat bunga utang
luar negeri.

Apabila pun ada, maka laju perolehan devisa dari ekspor habis untuk
membayar utang luar negeri yang juga semakin besar. Benar sekali bila
dikatakan skema imbal dagang jadi begitu krusial untuk menjaga laju
impor sebagai penopang roda perekonomian nasional. Tetapi, fungsi di
atas tentu tidak dapat dijadikan strategi peningkatan ekspor dalam jangka
panjang karena mekanisme imbal dagang lebih banyak berfungsi sebagai
skema jadi pembiayaan impor, terutama bagi negara berkembang yang
mengalami persoalan finansial. Benar bahwa dalam jangka pendek, skema
imbal dagang bermanfaat mengurangi hambatan perdagangan antarnegara
untuk sementara. Namun, sebenarnya berimplikasi bahwa skema imbal
dagang tumbuh dan berkembang seiring erosi sistem perdagangan
internasional.

30
Ketiga, dukungan riset dan pengembangan (R&D) berbagai pihak.
Kinerja ekspor dan perdagangan dunia secara umum harus ditopang
aktivitas riset dan pengembangan tangguh. Dalam konteks arus globalisasi
yang semakin pesat, dunia usaha (dan aktor lain seperti lembaga riset,
perguruan tinggi dan pemerintah) yang lalai dalam melaksanakan R&D
pasti akan tertinggal dalam percaturan persaingan global. Mereka yang
hanya mampu menunggu informasi dan perkembangan tekonologi maju,
hanya akan menjadi pelaku pasif yang menjadi sasaran empuk dalam
persaingan ekonomi global.

Untuk memanfaatkan dan mengisi momentum pemulihan ekonomi --


sekalipun Indonesia menghadapi guncangan politik pada Pemilu 2004--
kinerja ekspor masih akan bergantung pada sektor produksi yang memiliki
keunggulan komparatif dengan orientasi pasar internasional, seperti
komoditas migas, elektronik, manufaktur, dan logam berat. Dukungan
strategi memadai untuk menghasilkan kerja terlatih dan terdidik dalam
jumlah besar sangat bermanfaat mengejar pasar ekspor internasional yang
mampu membawa nilai tambah tinggi.

Terakhir, hal yang lebih penting lagi adalah mengaitkan strategi dan
kebijakan pembangunan ekonomi domestik dengan langkah-langkah yang
ditempuh di tingkat internasional. Dalam keadaan demikian, pemerintah
secara sadar dan sistematis harus senantiasa berupaya menjalin kerja sama
memperkuat keterkaitan dan kemitraan yang memungkinkan para
produsen dan dunia usaha dalam negeri mampu dan berani terjun ke
kancah persaingan lebih ketat. Di sinilah esensi menumbuhkan kesadaran
pentingnya tekad meningkatkan efisiensi usaha dengan kriteria paling
dasar sekalipun.

Kesejahteraan konsumen dalam negeri dapat meningkat, sementara


seleksi pasar akan menciptakan lapisan pengusaha tangguh dan semakin
kukuh daya saingnya dalam mendobrak pasar luar negeri.

31
Sementara itu Rapat Koordinasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
Bank Indonesia kali ini menyepakati 4 (empat) langkah strategis. 4
langkah tersebut akan diwujudkan dalam bentuk kebijakan yang konsisten
dan bersinergi sebagai berikut:
1) Mendorong berkembangnya industri berorientasi ekspor di daerah
melalui pemberian kemudahan perizinan dan insentif fiskal, yakni
dengan:
a. Percepatan implementasi program Online Single Submission (OSS)
yang terintegrasi antara pusat dan daerah, terutama di daerah yang
memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan kawasan ekonomi
(Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, Free Trade Zone, dan
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), didukung pembentukan
Satuan Tugas Percepatan Implementasi Berusaha di seluruh daerah;
b. Penyediaan insentif fiskal yang mencakup kegiatan ekspansi bisnis,
industri pionir, e-commerce, UMKM kawasan industri, kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, serta Kawasan Ekonomi
Khusus;
c. Penyesuaian tarif bahan baku dan barang impor/mesin yang memberi
insentif berkembangnya industri manufaktur, disertai penyederhanaan
proses untuk memperoleh lisensi di lokasi industri dan perijinan
ekspor dan impor.

2) Menurunkan biaya logistik industri domestik melalui peningkatan


kapasitas dan efisiensi infrastruktur konektivitas, air dan listrik. Khusus
untuk Kepulauan Riau, untuk mendukung pengembangan potensi Batam
sebagai pusat industri, perdagangan dan logistik, maka diperlukan.
Percepatan realisasi rencana pengembangan Pelabuhan Batu Ampar,
Tanjung Sauh dan Terminal Bandara Hang Nadim, Pembangunan
instalasi air dan transmisi listrik.

32
3) Penguatan sumber daya manusia untuk mendukung penyediaan tenaga
kerja dengan skill yang sejalan dengan kebutuhan perkembangan
teknologi dan otomasi proses produksi (Industry 4.0) melalui:
a. Penguatan kerja sama antara dunia industri dengan lembaga
pendidikan untuk menyediakan pelatihan di lokasi produksi (teaching
factory) disertai perbaikan fasilitas pembelajaran dan penyusunan
kurikulum pendidikan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan
pengembangan industri prioritas nasional.
b. Penyediaan insentif berupa super deduction bagi industri unggulan
berbasis ekspor yang melakukan research and development (R&D)
dan mengembangkan pendidikan vokasi.

4) Perluasan pasar ekspor industri nasional dengan menambah kerja sama


perjanjian perdagangan bilateral/multilateral (Free Trade Agreement-
FTA dan Preferential Trade Agreement-PTA) dengan tetap
mempertimbangkan kepentingan nasional, melalui:
a. Percepatan proses negosiasi perjanjian kerja sama dengan pasar besar
antara lain Indonesia-European Union CEPA (Comprehensive
Economic Partnership Agreement), RCEP (Regional Comprehensive
Economic Partnership), Indonesia-Australia CEPA, di luar negara-
negara Asia Tengah dan Afrika;
b. Penjajakan dengan pasar-pasar baru non tradisional

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ekspor dapat diartikan sebagai pengiriman dan penjualan barang-barang
dari dalam negeri ke luar negeri sedangkan impor merupakan pembelian dan
pemasukan barang dari luar ke dalam negeri. Hubungan antara ekspor impor
dan neraca pembayaran atau pengaruh terhadap neraca pembayaran yaitu
ekspor dapat dikatakan sebagai faktor “injeksi”, maka impor justru merupakan
“kebocoran” dalam pendapatan nasional. Berdasarkan hasil estimasi, hal ini
telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa jika ekspor meningkat maka
jumlah cadangan devisa yang dimiliki akan ikut meningakat yang artinya
neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan meningkat “surplus
seangkan semakin tinggi nilai impor maka akan mengurangi persediaan
cadangan devisa, yang akan membuat neraca perdagangan dan neraca
penbayaran deficit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surplus atau
defisit neraca pembayaran dipengaruhi oleh tingkat ekspor dan impor yang
terjadi.
Stabilitas makroekonomi yang terjaga disertai struktur perekonomian yang
kuat merupakan prasyarat untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif. Upaya untuk
mencapai tujuan tersebut perlu didukung oleh surplus neraca berjalan (current
account). Salah satu strategi penting yang perlu ditempuh adalah melalui
percepatan pengembangan industri berorientasi ekspor. Ekspor merupakan
upaya dalam menjalankan penjualan komoditas yang kita miliki kepada bangsa
lain atau negara asing sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan
mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Beberapa strategi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar neraca
pembayaran surplus yaitu mendorong berkembangnya industri, peningkatan
infrastruktur, peningkatan SDM serta perluasan pasar ekspor yang diiringi

34
dengan strategi dan kebijakan pemerintah mengenai pembangunan ekonomi
domestik dengan langkah-langkah yang ditempuh di tingkat internasional.

B. Saran
Apabila Indonesia ingin mendapat sisi positif dalam perdagangan
Indonesia maka Indonesia harus mampu melakukan kegiatan ekspor yang lebih
banyak dibandingkan dengan kegiatan impor.
Banyaknya masalah yang terjadi dengan adanya kegiatan ekspor impor ini
sehingga pemerintah dituntut untuk melakukan kebijakan yang benar dan tepat
sasaran. Seharusya pemerintah membuat keringan peraturan bagi barang –
barang ekspor dan impor agar kegiatan tersebut lancar. Yang dapat dilakukan
pemerintah adalah membatasi impor dan memperbaiki produk lokal yang
diekspor agar tetap dapat bersaing di perdagangan internasional maupun
harganya menjadi lebih mahal, agar kinerja neraca pembayaran dapat terus
membaik.

35
DAFTAR PUSTAKA

36

Anda mungkin juga menyukai