Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI INDUSTRI PANGAN I

Disusun Oleh :
Kelompok 11
Nena Herawati H0918065
Nisrina Akhrim Maswah H0918066
Risdhania Salsabila H0918075
Selina Larasati H0918082
Stefanie Bernike Agatha H0918086
Mutiara Rahmadhani H1918015

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
A. TUJUAN
Tujuan dilaksanakannya praktikum Satuan Operasi Industri Pangan 1 acara
II “Penentuan Panas Spesifik Bahan” adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami salah satu metode penentuan panas spesifik
bahan hasil pertanian.
2. Mahasiswa dapat menentukan besarnya panas spesifik bahan hasil
pertanian.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori
Panas spesifik (Cp) bahan pangan adalah jumlah panas yang dibutuhkan
untuk meningkatkan temperatur satu satuan kuantitas bahan pangan sebesar
satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur (Jassin 2016).
Kapasitas panas spesifik suatu zat diperlukan untuk menaikkan suhu 1 g zat
sebanyak 1 oC. Sehingga dapat disimpulkan bahwa satuan dari panas
spesifik ialah J/gr oC (Myers 2006). Cara untuk mengetahui kalor jenis
kalorimeter menggunakan rumus :
Qlepas = Qterima
Qap = Qad + Qkalori
map x cair x ∆T1 = mad x cair x ∆T2 + mk x ck x ∆T2
Berdasarkan rumus diatas kita mendapatkan hasil kalor jenis
calorimeter, yaitu 0,0456 kalori/gr oC atau 190,8 joule/kgK. Dengan
menemukan hasil kalor jenis kalorimeter ini kita dapat menentukan
kapasitas kalor dari kalorimeter yaitu sebesar 6,612 kalori/ oC. Selain dapat
menentukan kalor jenis dan kapasitas dari kalorimeter, juga dapat
menghitung kalor jenis air serta kapasitas kalor dari air. Kalor jenis air yang
didapatkan adalah 1 kalori/gr oC yang setara dengan 4,180 x 103 joule/kgK.
Menurut Kholifudin (2017), kalor jenis bahan atau panas spesifik bahan
merupakan karakteristik termal suatu benda yaitu kapasitas kalor per satuan
massa dengan satuan J/kg.K
𝐶 ∆𝑄 = 𝑚. 𝑐. ∆𝑇
∆𝑄
=
∆𝑇
𝐶 ∆𝑄
𝑐= 𝑐=
𝑚
Jadi, untuk menentukan 𝑚. ∆𝑇
panas spesifik bahan perlu diketahui kalor
yang terjadi (ΔQ), perubahan suhu (ΔT), dan massa (m) bahan tersebut.
Banyaknya kalor yang diperlukan setiap kg zat untuk menaikkan suhu 1 oC
disebut kalor jenis zat.
Hukum Asas Black adalah hukum kekekalan energi kalor yang
dipelopori oleh Joseph Black. Prinsipnya adalah mengukur kalor jenis suatu
benda dengan meletakkan sebuah benda pada keadaan kontak termal dengan
benda lain yang kalor jenisnya sudah diketahui. Asas black atau hukum
kekekalan energi kalor menyatakan bahwa kalor yang diterima sama dengan
kalor yang dilepaskan dengan persamaan :
- Qlepas  Qterima
- m2 c2 T2 = m1 c1 T1
- m2 c2 (T2 - Tf) = m1 c1 (Tf - T1)
(Kholifudin, 2017)
2. Teori alat dan bahan
Menurut Keenan (1980) dalam Safitri (2018), ada dua jenis
kalorimeter, yaitu kalorimeter larutan dan kalorimeter bom. Kalorimeter
larutan adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalor yang
terlibat pada reaksi kimia dalam sistem larutan.
Prinsip kerja dari kalorimeter adalah mengalirkan arus listrik pada
kumparan kawat penghantar yang dimasukkan ke dalam air suling. Pada
waktu bergerak dalam kawat penghantar (akibat perbedaan potensial)
pembawa muatan bertumbukan dengan atom logam dan kehilangan energi.
Akibatnya pembawa muatan bertumbukan dengan kecepatan konstan yang
sebanding dengan kuat medan listriknya. Tumbukan oleh pembawa muatan
akan menyebabkan logam yang dialiri arus listrik memperoleh energi yaitu
energi kalor/panas.
Coklat adalah jenis makanan yang diolah dari biji coklat (cocoa =
kokoa). Menurut sejarah, pohon coklat mula-mula tumbuh di daerah
amazon utara sampai ke amerika tengah. Pada mulanya biji coklat
dikonsumsi sebagai minuman. Biji coklat difermentasikan, dikeringkan,
lalu dipanggang dan digiling sehingga terbentuk serbuk coklat yang siap
diminum dengan tambahan aneka rempah. Coklat dibagi menjadi dua, yaitu
; eating chocolate (coklat yang dapat langsung dimakan tanpa langsung
diolah) dan baking chocolate (coklat yang penggunaannya dipadukan
dengan produk lain). Coklat batangan hanya mengandung 20% cocoa padat
(komponen coklat non lemak pada biji yang digiling) dan selebihnya adalah
gula, minyak nabati serta bahan-bahan lainnya sedangkan Coklat kelas
premium mengandung sekitar 50%-70% coklat padat, lebih sedikit gula,
minyak nabati dan bahan lainnya.
Coklat bubuk atau cocoa powder dibuat dari bungkil atau ampas biji
coklat yang telah dipisahkan lemak coklatnya. Bungkil atau ampas biji
coklat ini kemudian dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk
tepung coklat. Kebanyakan coklat bubuk yang dipasarkan adalah jenis
natural cocoa powder. Coklat bubuk natural dibuat dari bubuk coklat atau
balok coklat pahit, dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga
tersisa 18% - 23%. Komponen senyawa bioaktif dalam bubuk kakao adalah
senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan. Kandungan
polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi daripada kandungan
polifenol dalam the maupun anggur. Kelompok senyawa polifenol yang
banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid (Hadi 2016).
Tepung tapioka adalah dari umbi singkong yang dikeringkan dan
dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong yang
emmiliki peluang pasar yang sangat luas. Singkong yang telah diolah
menjadi tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun penyimpanan
(apabila dikemas dengan baik). Perlakuan selama proses produksi
menyebabkan kadar HCN (asam sianida) turun drastis mencapai ambang
batas aman bagi konsumen.
Tepung tapioka yang dibuat dari singkong berwarna putih ataupun
kuning akan menghasilkan tepung berwarna putih lembut dan licin.
Perbedaan kualitas antara keduanya disebabkan oleh proses pembuatannya,
yaitu berbeda dalam hal tingkat/derajat keputian, tingkat kehalusan, kadar
air tersisa, dan kandungan benda asing.

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Gelas beker
b. Hotplate
c. Kalorimeter
d. Thermometer
e. Timbangan
2. Bahan
a. Akuades
b. Tepung tapioka
c. Coklat bubuk
3. Cara Kerja (Flowchart)
a. Bubuk Coklat
Penimbangan dan pengukuran suhu kalorimeter

100 ml
Pencatatan suhu dan pemasukkan ke dalam kalorimeter
akuades

Penimbangan 25 gram bubuk coklat

Pemanasan bubuk coklat hingga suhu 800C

Pemasukkan bubuk coklat secara cepat ke dalam


kalorimeter

Pengadukan secara perlahan

Pengukuran suhu akhir campuran

Perhitungan panas spesifik bahan

Gambar 2.1 Diagram Air Penentuan Kalor Jenis Bubuk Coklat


b. Tepung Tapioka
Penimbangan dan pengukuran suhu kalorimeter

100 ml
Pencatatan suhu dan pemasukkan ke dalam kalorimeter
akuades

Penimbangan 25 gram tepung tapioka

Pemanasan tepung tapioka hingga suhu 800C

Pemasukkan tepung tapioka secara cepat ke dalam


kalorimeter

Pengadukan secara perlahan

Pengukuran suhu akhir campuran

Perhitungan panas spesifik bahan

Gambar 2.2 Diagram Air Penentuan Kalor Jenis Tepung Tapioka


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Panas spesifik (Cp) adalah banyaknya kalor (Q) yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu (T) satu satuan massa (m) benda sebesar satu derajat. Panas
spesifik juga dapat diartikan jumlah panas yang bertambah atau hilang dari
produk pangan setiap ada perubahan satu unit suhu tanpa terjadinya perubahan
bentuk (J/kg oC). Panas spesifik ini merupakan fungsi dari beberapa komponen
dari produk pangan, diantaranya adalah kadar air, suhu, dan tekanan.
Pada percobaan acara II Penentuan Panas Spesifik Bahan, digunakan alat
kalorimeter untuk mengukur panas spesifik bubuk coklat dan tepung tapioka.
Kalorimeter terdiri dari sebuah bejana aluminium yang kalor jenisnya
diketahui. Bejana ini ditempatkan di dalam bejana lain yang lebih besar. Agar
kedua bejana tersebut tidak bersentuhan satu sama lain, diberi cincin isolator
dan dinding penyekat berupa udara diantara keduanya, untuk memperkecil
kemungkinan pertukaran kalor dengan lingkungan, kalorimeter dilengkapi
dengan tutup berbahan plastik yang merupakan isolator yang baik. ditimbang
akuades 100 ml, dalam gelas beker ukur suhu (Tair) ditimbang, dimasukkan ke
dalam gelas beker berisi aquades, diaduk, diukur suhu (Tcamp) dipanaskan
sampai suhu 80 oC (T3) dan catat waktu yang diperlukan.
Kalorimeter juga dilengkapi dengan pengaduk yang terbuat dari bahan yang
sama dengan bejana kalorimeter. Fungsi pengadukan pada kalorimeter adalah
untuk mencampurkan bahan yang dimasukkan ke dalam kalorimeter agar
sistem dapat mencapai kesetimbangan termal dengan segera. Prinsip kerja
kalorimeter didasarkan atas asas Black yang berbunyi, “Pada pencampuran
dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama
dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang suhunya lebih rendah”. Jika
dua buah benda yang berbeda yang suhunya dicampurkan, benda yang panas
memberi kalor pada benda yang dingin, sehingga suhu akhirnya sama. Jumlah
kalor yang diserap benda dingin sama dengan jumlah kalor yang dilepas benda
panas. Benda yang didinginkan melepas kalor yang sama besar dengan kalor
yang diserap bila dipanaskan.
Penentuan panas spesifik bahan menggunakan metode kalorimetri cukup
praktis. Namun, data yang didapat kurang akurat. Ketidakakuratan data yang
didapat disebbakan oleh salah satunya ialah kalorimeter dapat menerima panas.
Kemampuan kalorimeter menyebabkan kalorimeter harus dikalibrasi
menggunakan tetapan yang disebut tetapan kalorimeter. Selain itu, penggunaan
kalorimeter kurang akurat dalam penentuan panas spesifik bahan karena
penggunaannya yang secara manual atau menggunakan mata telanjang (Otten
et al 1978). Panas spesifik suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain massa bahan, massa jenis bahan, bentuk geometris bahan, dan suhu
(Heddleson and Doores 1993).
Panas spesifik bahan atau panas jenis (Cp) bertujuan untuk
menduga jumlah energi (Q) yang diperlukan bila suhu bahan berubah satu
satuan (T) (Manalu dan Amos 2011). Kapasitas panas spesifik bahan
pemanfaatannya berhubungan dengan sifat fisik bahan (dimensi, densitas,
panas laten, dan lainnya) dan sifat termal bahan (konduktivitas termal,
difusivitas termal, dan lainnya). Panas spesifik juga sangat berpengaruh dalam
masalah perpindahan panas pada bahan hidup dan bahan pangan. Pengetahuan
tentang penentuan panas spesifik diperlukan untuk menentukan jumlah energi
yang diperlukan dalam proses pengolahan pangan seperti proses pemanasan
dan proses pendinginan (Jassin 2014).
Panas spesifik suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
massa bahan, massa jenis bahan, bentuk geometris bahan, dan suhu
(Heddleson and Doores 1993). Aplikasi dalam bidang pangan, penentuan
panas spesifik diperlukan untuk operasi pada industri pengolahan pangan guna
pengembangan model termal untuk mendapatkan hasil yang akurat secara
numerik dan juga untuk memprediksi atau mengontrol fluks panas dalam bahan
makanan selama proses pengolahan seperti pemanasan, pembekuan, sterilisasi,
pengeringan atau pasteurisasi (Jassin 2014). Aplikasi lain dari penentuan panas
spesifik adalah untuk menentukan difusivitas panas saat proses perebusan
pempek (Karneta dkk, 2015).
Tabel 2.1 Hasil Percobaan Panas Spesifik Coklat Bubuk dan Tepung Tapioka

Massa Suhu Cp
Kelompok Bahan Rataan Cp
(g) (oC) (Kal/g oC)
1 dan 2 Coklat bubuk 25 80 0.989 0.707
Air 100 29 1
Kalorimeter 116.1 29 0.133
Campuran - 38 -
3 dan 4 Coklat bubuk 25 80 0.852 0.662
Air 100 29 1
Kalorimeter 124 30 0.133
Campuran - 37 -
9 dan 10 Coklat bubuk 25 80 0.6717 0.602
Air 100 29 1
Kalorimeter 104.7 30 0.133
Campuran - 37 -
11 Coklat bubuk 25 80 0.5906 0.57
Air 100 29 1
Kalorimeter 121 31 0.133
Campuran - 35 -
5 dan 6 Tepung tapioka 25 80 0.607 0.58
Air 100 29 1
Kalorimeter 124.3 30 0.133
Campuran - 35 -
7 dan 8 Tepung tapioka 25 80 0.398 0.510
Air 100 29 1
Kalorimeter 144.1 29.5 0.133
Campuran - 33 -
12 Tepung tapioka 25 80 0.505 0.546
Air 100 29 1
Kalorimeter 121.9 29 0.133
Campuran - 34 -
13 Tepung tapioka 25 80 0.586 0.573
Air 100 28 1
Kalorimeter 139.1 30 0.133
Campuran - 24 -
*Sumber: Laporan Sementara
Berdasarkan data hasil praktikum dengan 4 sampel bubuk coklat sebanyak
25 gram yang dipanaskan hingga suhu 80 oC dan dilarutkan dengan akuades
100 ml di dalam kalorimeter, didapatkan hasil Cp (Kal/g oC), antara lain 0.989
Kal/g oC, 0.852 Kal/g oC, 0.6717 Kal/g oC, dan 0.5906 Kal/g oC. Pada 4 sampel
tepung tapioka sebanyak 25 gram yang dipanaskan hingga suhu 80 oC dan
dilarutkan dengan akuades 100 ml di dalam kalorimeter, didapatkan hasil Cp
(Kal/g oC), antara lain 0.607 Kal/g oC, 0.398 Kal/g oC, 0.505 Kal/g oC, dan 0.586
Kal/g oC. Nilai Cp coklat bubuk lebih besar dibandingkan dengan nilai Cp
tepung tapioka, sehingga panas yang dibutuhkan coklat bubuk untuk menaikan
suhu satu satuan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan pelaksanaan praktikum Satuan Operasi Industri Pangan 1 acara
II “Penentuan Panas Spesifik Bahan”, dapat disimpulkan bahwa:
1. Panas spesifik (Cp) adalah banyaknya kalor (Q) yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu (T) satu satuan massa (m) benda sebesar satu derajat.
Panas spesifik juga dapat diartikan jumlah panas yang bertambah atau
hilang dari produk pangan setiap ada perubahan satu unit suhu tanpa
terjadinya perubahan bentuk (J/kg oC). Panas spesifik ini merupakan
fungsi dari beberapa komponen dari produk pangan, diantaranya adalah
kadar air, suhu, dan tekanan. Berdasarkan praktikum dalam penentuan
panas spesifik bahan hasil pertanian, metode yang dapat digunakan
salah satunya adalah metode kalorimetri, yaitu metode pengukuran kalor
jenis suatu bahan dengan menggunakan proses perpindahan energi.
2. Berdasarkan data hasil praktikum dengan 4 sampel bubuk coklat
sebanyak 25 gram yang dipanaskan hingga suhu 80 oC dan dilarutkan
dengan akuades 100 ml di dalam kalorimeter, didapatkan hasil Cp
(Kal/g oC), antara lain 0.989 Kal/g oC, 0.852 Kal/g oC, 0.6717 Kal/g oC,
dan 0.5906 Kal/g oC. Pada 4 sampel tepung tapioka sebanyak 25 gram
yang dipanaskan hingga suhu 80 oC dan dilarutkan dengan akuades 100
ml di dalam kalorimeter, didapatkan hasil Cp (Kal/g oC), antara lain
0.607 Kal/g oC, 0.398 Kal/g oC, 0.505 Kal/g oC, dan 0.586 Kal/g oC.
Nilai Cp coklat bubuk lebih besar dibandingkan dengan nilai Cp tepung
tapioka, sehingga panas yang dibutuhkan coklat bubuk untuk menaikan
suhu satu satuan lebih tinggi dibandingkan dengan tepung tapioka.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Abdul., Siratunnisak, Nadia. 2016. Pengaruh Penambahan Bubuk Coklat
Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik Minuman Instan Bekatul.
Aceh Nutrition Jurnal. Vol. 1(2):121-129.
Jasin, Ernawati. 2014. Kajian Eksperimental Nilai Konduktivitas Thermal dan
Panas Spesifik Beberapa Jenis Ikan. Jurnal Teknologi Pangan. Vol. 1 (1) :
1-6.
Karneta, Railia., Amin Rejo., Gatot Priyanto., dan Rindit Pambayun. 2015.
Penentuan Difusivitas Panas Pempek Lenjer Selama Perebusan
Menggunakan Metode Numerik. Jurnal Agritech. Vol. 35 (1) : 18-26.
Kholifudin, M Yasin. 2017. Metode Grafik ; Solusi Problematika Azaz Black.
Jurnal Riset dan Kajian Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan. Vol.
4 (2) : 54-59.
Manalu, Lamhot P dan Amos. 2011. Penentuan Sifat Termofisik
(Thermophysic Properties) Temu Lawak dan Temu Putih. Jurnal Dinamika
Penelitian Industri. Vol. 22 (2) : 11-17
Nuraini, Heny. 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal.
Qultum media: Jakarta.
Safitri, Hesti Nikmah., Masturi dan Sukiswo Supeni Edie. 2018. Pengembangan
Alat Praktikum Kalorimeter Bom pada Pokok Bahasan Kalor. Unnes
Physics Education Journal (UPEJ). Vol 7(1):42-48
Suprapti, M. Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan Dan Pemanfaatannya.
Penerbit Kanisius: Yogyakarta
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Perhitungan panas spesifik (Cp) coklat bubuk kelompok 11:
Q lepas = Q terima
Q coklat bubuk = Q air + Q kalorimeter
m . C . ΔT coklat = m . C . ΔT air + m . C . ΔT kalorimeter
25 . C . (80-25) = 100 . 1 . (35-29) + 121 . 0,133 . (35-31)
1125 . C = 664,372
C coklat = 0,5906 kal/gram oC
DOKUMENTASI

Gambar 2.3 Penimbangan Bubuk Gambar 2.5 Proses Pemanasan


Coklat Bubuk Coklat

Gambar 2.4 Kalorimeter Gambar 2.6 Termometer Raksa


Gambar 2.7 Penimbangan Kalorimeter

Gambar 2.8 Proses Pemanasan Bubuk Coklat dan Tapioka

Anda mungkin juga menyukai