Anda di halaman 1dari 28

Jawaban Learning Objekif

1. Fish Bone Diagram pada Skenario

Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam
masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak ke dewasa. Kenakalan
remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana yang dilakukan
oleh remaja. Fish bone diagram mengenai kenakalan remaja. Dimulai dari faktor psikologi yang
mencakup pola asuh pada anak. Ada atau tidaknya kekerasan pada anak dan cara orang tua
mengendalikan atau mengrahkan anak dalam berbagai hal, termasuk dalam bersikap.

Faktor ekonomi juga berperan dalam hal ini, jika seorang anak diasuh dengan tidak baik maka
saat dia tumbuh bisa menyebabkan anak tersebut tidak bisa bekerja dengan baik atau tidak diterima
dalam lingkunga pekerjaan yang dapat menimbulkan terjadinya pengangguran dan kemiskinan. Faktor
ekonomi orang tua juga dapat berpengaruh. Orang tua yang pengangguran dan miskin (kekurangan)
biasanya lebih lebih membiarkan anaknya bebas dengan pergaulan yang ada tanpa membekali
anaknya terlebih dahulu dengan nasihat atau cara bergaul yang baik, karena mereka lebih sibuk
dengan diri sendiri bagaimana caranya mendapatkan uang untuk melanjutkan hiudpnya dan anak-
anaknya.

Faktor politik, tidak lepas dari hukum dan kejahatan atau kriminalitas, dimana yang sudah
diatur dalam perundang-undangan, seorang anak dapat dihukum atas kejahatan yang ia lakukan dan
dimasukkan dalam penjara anak jika usianya masih < 17 tahun, karena jika lebih dari 20/21 tahun
mereka dianggap sudah dapat bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dan atas tindakan yang
sudah ia ambil. Dan jika hukum dinegara itu lemah dan membiarkan atau hukuman yang diberikan
tidak seimbang dengan perbuatan yang anak tersebut lakukan maka dapat meningkatkan angka
kriminalitas karena dianggap hal ia lakukan adalah sesuatu yang bisa dimaafkan atau dimaklumi dan
bisa diulang kembali.

Faktor sosial sangat berperan besar dalam hal ini, dari masalah orang tua, role model yang
anak itu anut atau ikuti, lingkungan atau komunitas yang ia tinggali dan teman sebayanya sangat
berpengaruh besar dalam membentuk pola pikir dan sikap dari anak tersebut. Dimana pola pikir dan
sikap yang anak itu tanamkan dalam dirinya itulah yang dapat membentuk karakter anak tersebut. Jika
anak tersebut berada pada posisi dimana memiliki masalah dengan orang tua (broken home), role
model yang anak itu anut atau ikuti tidak baik, lingkungan atau komunitas yang ia tinggali
mengajarkan yang tidak baik dan teman sebayanya tidak baik pula maka anak tersebut akan tumbuh
dan berkembang sama atau tidak jauh berbeda dengan mereka.

1
Seorang anak memerlukan seorang guru yang diguguh dan ditiru untuk membantunya dalam
proses tumbuh kembangnya. Semua faktor diatas saling berhubungan, jika faktor psikologi dan faktor
sosial anak tersebut tidak baik maka itu bisa berpengaruh dalam keekonomiannya dalam hal pekerjaan
ia kelak, saat anak tersebut memiliki tingkat stress yang tinggi maka dia dapat melakukan hal-hal
yang tidak baik atau kenakalan-kenalan yang tekait dengan kriminalitas dimana pasti akan
berhubungan dengan hukum.

2. Definisi Kenakalan Remaja.

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile deliquency berasal dari bahasa
Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-
sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “ delinquere”
yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal,
anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya (Maria, 2007).
Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-
anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk
perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas,
dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak
kriminal (Kartono, 2003).
Kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan
tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun
(Maria, 2007).
Peran Norma (aturan) dalam Kasus Kenakalan Remaja
Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi yang dimaksudkan untuk mendorong
bahkan menekan orang perorangan, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan untuk
mencapai nilai-nilai sosial. Macam-macam norma dan sanksinya dibedakan berdasarkan jenis
atau sumbernya, yaitu :
a. Norma Agama adalah norma mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa
Sanksinya : Mendapat dosa
b. Norma Kesusilaan adalah petunjuk hidup yang berasal dari akhlak atau dari hati
nurani sendiri tentang apa yang lebih baik dan apa yang lebih buruk.
Sanksinya : Dikucilkan orang lain
2
c. Norma Kesopanan adalah petunjuk hidup yang mengatur bagaimana sesorang harus
bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.
Sanksinya : Dicemooh oleh masyarakat dalam pergaulan.
d. Norma Hukum adalah petunjuk hidup atau peraturan-peraturan dibuat oleh
pemerintah.
Sanksinya : Dipenjara atau didenda(Soekanto, 2012).

 Norma-Norma Sosial dan Kontrol Sosial (Pandangan dalam hal melanggar norma)
Dalam perspektif sosiologi, norma adalah 'rules' yang diharapkan diikuti oleh
masyarakat. Norma-norma ini pada umumnya tidak dinyatakan secara eksplisit seperti dalam
kitab undang-undang. Norma, biasanya diteruskan melalui proses sosialisasi tentang
bagaimana orang harus berperilaku secara wajar. Ada tiga elemen yang termuat dalam setiap
norma yakni nilai (value), penghargaan (rewards) dan sanksi (punishment) (Suhardi, 2009).
Nilai pada dasarnya bersifat abstrak tentang idea-idea yang relatif disukai, disenangi
dan dicapai oleh masyarakat. Oleh karena itu, nilai memuat idea-idea yang penting bagi dan
oleh masyarakat. Sedangkan reward dan punishment atau Sanction relatif konkrit kerena
langsung menentukan perilaku manusia. Menurut Schaefer (2006) penghargaan merupakan
sanksi yang positif untuk semua perilaku yang sesuai dengan norma, dan sebaliknya
hukuman merupakan sanksi yang negatif terhadap setiap perilaku yang tidak sesuai dengan
norma yang berlaku (Suhardi, 2009).
Norma dapat bersifat informal dan formal. Norma-norma formal pada umumnya ditulis
secara sepesifik yang memuat jenis-jenis hukuman yang harus diberikan kepada orang yang
perilakunya tidak sesuai dengan norma yang dianut oleh suatu masyarakat di mana norma itu
diakui. Sedangkan norma-norma informal tidak memuat sanksi-sanksi yang spesifik. Namun
walaupun tidak spesifik dan jelas masyarakat pada umumnya memiliki standar-standar nilai
yang hidup dalam seluruh kepribadian mereka (Suhardi, 2009).

Norma-Norma Sosial dan Hukum (Pandangan dalam hal melanggar norma)


Seperti yang telah disinggung di atas, hukum merupakan salah satu kategori dari norma
sosial yang secara formal digunakan oleh pemerintah untuk mengatur perilaku para
warganya. Oleh karena merupakan salah satu bagian dari norma, maka hokum pada dasarnya
merefleksikan norma yang ada dalam masyarakat. Norma berkembang menjadi hokum
formal dapat dijelaskan dengan menggunakan tiga model pendekatan yakni (1) social injury;
(2) consensus; (3) conflict (Suhardi, 2009).
3
The sosial injury model didasarkan pada gagasan bahwa hukum pada dasarnya
diciptakan untuk melindungi manusia dalam masyarakat. The consensus model didasarkan
pada kepercayaan bahwa norma-norma menjadi hukum disebabkan karena norma-norma
pada umumnya merefleksikan persetujuan bersama tentang perilaku yang wajar. Model
konsensus ini dibangun atas paradigma fungsionalisme di mana hukum dipadang sebagai
bagian dari sistem untuk mempertahankan keteraturan social (Suhardi, 2009).
Model lain lagi yakni teori konflik budaya yang merupakan variasi dari model konflik
di atas. Menurut model ini nilai dan norma dalam masyarakat tidak dapat direduksi
(pengurangan) ke dalam perbedaan kelas ekonomi antara kelompok masyarakat. Model
konflik budaya memandang bahwa di dalam masyarakat ada berbagai macam nilai. Oleh
karena nilai dalam masyarakat bersifat heterogen (beraneka ragam budaya), maka kompetisi
sosial tidak dapat dihindari. Dalam kondisi seperti ini hukum diperlukan untuk mengontrol
heterogenitas itu (beraneka ragam budaya) (Suhardi, 2009).

3. Sebab-sebab Kenakalan Remaja

Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal).
 Faktor internal
Faktor intern adalah faktor yang datangnya dari dalam tubuh remaja sendiri.
Faktor intern ini jika mendapatkan contoh-contoh yang kurang mendidik dari tayangan
televisi akan menimbulkan niat remaja untuk meniru adegan-adegan yang disaksikan
pada isi program televisi tersebut. Khususnya menyangkut masalah pergaulan remaja di
zaman sekarang yang makin berani mengedepankan nilai-nilai budaya luar yang tidak
sesuai dengan adat budaya bangsa. Akhirnya keinginan meniru tersebut dilakukan hanya
sekedar rasa iseng untuk mencari sensasi dalam lingkungan pergaulan dimana mereka
bergaul tanpa batas dan norma agar dipandang oleh teman-temannya dan masyarakat
sebagai remaja yang gaul dan tidak ketinggalan zaman.
Timbulnya minat atau kesenangan remaja yang memang gemar menonton acara televisi
tersebut dikarenakan kondisi remaja yang masih dalam tahap pubertas. Sehingga rasa
ingin tahu untuk mencontoh berbagai tayangan tersebutyang dinilai kurang memberikan
nilai moral bagi perkembangan remaja membuat mereka tertarik. Dan keinginan untuk
mencari sensasipun timbul dengan meniru tayangan-tayangan tesebut, akibat dari
kurangnya pengontrolan diri yang dikarenakan emosi jiwa remaja yang masih labil.

4
1. Krisis identitas Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja
memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan
akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran.
Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
2. Kontrol diri yang lemah Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan
tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret
pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan
dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk
bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

5
 Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar tubuh remaja. Faktor ini dapat
disebut sebagai faktor lingkungan yang memberikan contoh atau teladan negatif serta
didukung pula oleh lingkungan yang memberikan kesempatan. Hal ini disebabkan
karena pengaruh trend media televisi saat ini yang banyak menampilkan edegan-adegan
yang bersifat pornografi, kekerasan, hedonisme dan hal-hal yang menyimpang dari nilai
moral dan etika bangsa saat ini. sepertinya media televisi telah memaksa remaja untuk
larut dalam cerita-cerita yang mereka tampilkan seolah-olah memang begitulah
pergaulan remaja seharusnya saat ini. Yang telah banyak teradopsi oleh nilai-nilai
budaya luar yang kurang dapat mereka seleksi mana yang layak dan yang tidak layak
untuk ditiru.
1. Keluarga Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga,
atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada
remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak,
tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak,
bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. Kurangnya perhatian dari
orang tua dan lingkungan yang memang menyediakan pergaulan buruk. Maka
memberikan dampak buruk pula bagi remaja untuk mudah larut dalam hal-hal
negatif. Baik dari tayangan televisi maupun dari pergaulan teman-temannya.
Kurangnya perhatian orang tua banyak para remaja mencari perhatian didunia
luar. Mereka cenderung melakukan atau mencari kesenangan di lingkungan
pergaulannya. Ikut-ikutan dan tak lagi dapat membedakan yang mana baik dan
buruk. Rasa takut hilang karena menganggap banyak temannya yang melakukan
hal keliru tersebut. Hingga akhirnya ketergantungan dan mereka terus
melakukannya berulang kali seperti halnya biasa dan membentuk sebuah budaya
yang tak bisa lepas dari hidup mereka. Seperti mengkonsumsi minuman keras,
narkoba dan kegiatan lain yang dinilai dapat memberikan kesenangan sesaat. Dan
dampak dari kegiatan tersebut akan menciptakan orang-orang yang hedonis.
2. Teman sebaya yang kurang baik.
3. Komunitas/lingkungan/sekolah/tempat tinggal yang kurang baik.

6
4. Contoh dari Kenakalan Remaja dari Faktor Psikologi

Orangtua yang terlalu mengekang anak dan melakukan kekerasan, yang terjadi adalah
anak tidak mampu berkembang secara mandiri dan mereka akan berusaha untuk melepaskan
dirinya dari kekangan orangtua. Faktor keluarga menjadi pemicu kenakalan pada anak-anak
dikarenakan mempengaruhi psikologi anak. Bahkan ketidakharmonisan di dalam keluarga
menjadi faktor utama penyebab kenakalan pada anak. Kemudian, yang dimaksud keluarga
yang tidak harmonis adalah ketika di dalam keluarga tersebut seringkali terjadi
pertengkaran, perdebatan, bahkan kekerasan di dalam rumah tangga. Lingkungan keluarga
seperti ini lah yang akhirnya memaksa anak untuk mencari pelampiasan di luar, salah
satunya dengan melakukan kenakalan-kenakalan di lingkungan luar. Ketika hal ini terjadi,
lingkungan sosial, terutama teman sebaya, akan menjadi pelarian utama si anak. Apabila
ternyata lingkungan sosial tempat anak biasa berkumpul memiliki kecenderungan untuk
melakukan kenakalan remaja, anak juga berpotensi besar untuk melakukan hal yang sama
dengan apa yang dilakukan kelompoknya. Hal yang sama juga dapat terjadi apabila
orangtua terlalu membebaskan anak. Perbedaannya adalah, anak yang dibebaskan tidak
merasakan tekanan sebesar apa yang dirasakan oleh anak yang dikekang, sehingga
dorongan untuk memberontak cenderung lebih kecil dibandingkan anak yang dikekang
(Budi, 2009).

 Tatalaksana Kenakalan Remaja dari Faktor Psikologi


 Tindakan Preventif
1) Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum
a) Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja;
b) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan-
kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk
kenakalan;
c) Usaha pembinaan remaja :
-Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang
dihadapinya
-Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan
keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi
pekerti dan etiket.

7
-Menyediakan sarana-sarana dan meciptakan suasana yang optimal demi perkembangan
pribadi yang wajar.
-Usaha memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan remaja.
2) Usaha pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Dilakukan oleh para pendidik terhadap kelainan tingkahlaku para remaja. Pendidikan
mental di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan psikolog sekolah bersama
dengan para pendidik lainnya. Sarana pendidikan lainya mengambil peranan penting dalam
pembentukan pribadi yang wajar dengan mental yang sehat dan kuat. Misalnya
kepramukaan, dan yang lainnya. Usaha pendidik harus diarahkan terhadap remaja dengan
mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi setiap penyimpangan
tingkahlaku remaja di rumah dan di sekolah.
Pemberian bimbingan terhadap remaja tersebut bertujuan menambah pengertian remaja
mengenai:
1) Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.
2) Penyesuaian diri: mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan
tuntutan tersebut.
3) Orientasi diri: mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan
sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Bimbingan yang dilakukan dengan dua pendekatan:
a) Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada si remaja
itui sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan si remaja dan membantu
mengatasinya.
b) Pendekatan melalui kelompok di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau
kelompok kecil tersebut:
- Memberikan wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat.
- Memperkuat motivasi atau dorongan untuk bertingklaku baik dan merangsang
hubungan sosia; yang baik.
- Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan mengemukaka
pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan pengarahan yang positif.
- Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja dalam kelompok dipupuk
solidaritas dan persekutuan denga Pembimbing.

8
 Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan
mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
1) rumah, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Disamping itu perlu
adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan
tata cara keluarga. Pelaksanan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap
pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban
anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
2) Di sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap
pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak bertindak. Akan tetapi
hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan
wewenang kepala sekolah. Guru san staf pembimbing bertugas menyampaikan data
mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya.
Pada umumnya tindakan represif diberikan diberikan dalam bentuk memberikan peringatan
secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus
oleh kepala sekolah dan team guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk
sementara atau seterusnya tergabtung dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang
digariskan.
c. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dilakukan setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah
tingkahlaku si pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan
diulangi melalui pembinaan secara khusus, hal mana sering ditanggulangi oleh lembaga
khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini (Baron, 2005).

 Akibat dari Kenakalan Remaja dari Faktor Psikologi

Secara umum akibat yang ditimbulkan dari kenakalan remaja ada 3, antara lain :
a). Bagi diri remaja itu sendiri
Akibat dari kenakalan yang dia lakukan akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat
merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu
kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Kenakalan yang dilakukan
yang dampaknya bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena karena gaya
hidup yang tidak teratur. Sedangkan dalam segi mental maka pelaku kenakalan remaja
tersebut akan mengantarnya kepada memtal-mental yang lembek, berfikirnya tidak stabil

9
dan keperibadiannya akan terus menyimpang dari segi moral dan endingnya akan menyalahi
aturan etika dan estetika. Dan hal itu kan terus berlangsung selama tidak ada yang
mengarahkan (Kartini, 2010).
b). Bagi keluarga
Anak merupakan penerus keluarga yang nantinya dapat menjadi tulang punggung keluarga
apabila orang tuanya tidak mampu lagi bekerja. Dan oleh para orang tuanya apabila
anaknya berkelakuan menyimpang dari ajaran agama akan berakibat terjadi ketidak
harmonisan didalam kekuarga, komunikasi antara orang tua dan anak akan terputus. Dan
tentunya ini sangat tidak baik, Sehingga mengakibatkan anak remaja sering keluar malam
dan jarang pulang serta menghabiskan waktunya bersama teman-temannya untuk
bersenang-senang dengan jalan minum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan
narkotika. Dan menyebabkan keluarga merasa malu serta kecewa atas apa yang telah
dilakukan oleh remaja. Yang mana kesemuanya itu hanya untuk melampiaskan rasa
kekecewaannya saja terhadap apa yang terjadi dalam kehidupannya (Kartini, 2010).
c). Bagi lingkungan masyarakat
Di dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya remaja sering bertemu orang dewasa atau
para orang tua, baik itu ditempat ibadah ataupun ditempat lainnya, yang mana nantinya
apapun yang dilakukan oleh orang dewasa ataupun orang tua itu akan menjadi panutan bagi
kaum remaja. Dan apabila remaja sekali saja berbuat kesalahan dampaknya akan buruk bagi
dirinya, dan keluarga. Sehingga masyarakat menganggap remajalah yang sering membuat
keonaran, mabuk-mabukkan ataupun mengganggu ketentraman masyarakat mereka
dianggap remaja yang memiliki moral rusak. Dan pandangan masyarakat tentang sikap
remaja tersebut akan jelek Dan untuk merubah semuanya menjadi normal kembali
membutuhkan waktu yang lama dan hati yang penuh keikhlasan (Kartini, 2010).

10
5. Contoh Kenakalan Remaja dari Faktor Ekonomi

Gambar 1.1 Pembagalan Remaja (Indowarta-Bandung, 2017)

 Penyebab
- Pertama karena marakmya budaya konsumerisme dan materialisme. Industri gadget
dan otomotif (sepeda motor) menjadi sebuah tren yang harus senantiasa diikuti,
- Media, khususnya film serta games. Saat ini baik film, sinetron, ataupun permainan
banyak yang menampilkan adegan kekerasan secara vulgar yang seolah mengajari
penontonnya untuk bisa melakukan hal tersebut.
- Lemahnya pengawasan sosial. Satu sama lain saat ini kurang peduli. Sistem keamanan
seperti ronda juga sudah jarang yang melakukannya
Kondisi perekonimian negara kita masih belum cukup baik. Saat harga kebutuhan
pokok meningkat, berbanding terbalik dengan penghasilan (Solahuddin,2009).

 Pencegahan
- Tingkatkan infrastruktur
Begal motor sering terjadi di tempat yang sepi dan di jalan yang gelap. Untuk
mencegah kasus serupa baiknya jumlah lampu penerangan jalan ditambah, khususnya
di jalan yang gelap dan rawan. Selain untuk mencegah begal motor, penerangan jalan
ini juga berguna untuk menjaga keamanan dan keselamatan dalam berkendara
(Solahuddin,2009).

11
- Tingkatkan keamanan
Jangan tunggu ada korban, baru bertindak. Cobalah untuk membuat pos-pos
keamanan di sekitar lokasi rawan begal motor. Tidak hanya anggota polisi, warga pun
bisa ikut serta dalam melakukan pengamanan tersebut. Dengan demikian para pelaku
begal motor agar berpikir dua kali untuk melakukan aksinya.
- Perbaiki mental
Para pelaku begal kebanyakan berasal dari kalangan remaja hingga para
pengangguran. Hal ini terjadi tentu karena mental mereka yang salah. Untuk itu butuh
peran penting dari masyarakat dan khususnya keluarga untuk memberikan bimbingan
kepada para remaja dan pengangguran. Tujuannya tentu agar mereka tidak terjerumus
ke hal negatif dan tindakan criminal (Solahuddin,2009).
- Sigap dan tegas
Butuh koordinasi yang baik antara masyarakat dan anggota kepolisian sebagai
penegak hukum. Tentu hal ini untuk mencegah tindakan main hakim sendiri oleh
warga jika berhasil menangkap pelaku begal motor. Bukan untuk melindungi pelaku,
tapi untuk melindungi informasi dari pelaku terkait pelaku begal motor lainnya
(Solahuddin,2009).

 Tatalaksana
Tahap-tahap penanganan tindak kriminalitas pembegalan, Soetomo (2008: 33-63):
a) Tahap identifikasi, indicator sederhana untuk tahap identifikasi adalah
memanfaatkan angka-angka statistic yang tersedia bagi daerah tertentu. Pada data
tersebut kita dapat mengetahui insidensi (jumlah kejadian dalam kurun waktu
tertentu dalam suatu daerah), dan prevalensi (jumlah pelaku kejahatan).
b) Tahap diagnosis, yaitu mencari sifat, eskalasi dan latar belakang kriminalitas
terjadi untuk membantu menentukan tindakan sebagai upaya pemecahan masalah.
c) Tahap treatment, adalah upaya pemecahan masalah yang ideal pada suatu
kondis tertentu, terdiri dari:
1) Usaha rehabilitative, focus utamanya pada kondisi pelaku kejahatan
pembegalan, terutama upaya untuk melakukan perubahan atau perbaikan
perilakunya agar sesuai dengan standar atau norma sosial yang ada.
2) Usaha preventif, focus pada pencegahan agar tindak kejahatan pembegalan tidak
terjadi. Dapat dilakuakan pada level individu, kelompok, maupun masyarakat

12
 Akibat
Dampak negative tindak kriminalitas pembegalan antara lain, Kartono (1999: 151):
a) Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan di tengah
masyarakat.
b) Banyak materi dan energi terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan
kriminalitas.
c) Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar warga
masyarakatnya(Solahuddin,2009).
Sementara itu dampak positif munculnya tindak kriminalitas pembegalan antara lain:
a) Menumbuhkan rasa solidaritas dalam masyarakat yang tengah diteror pembegal.
b) Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, dan menambah kekuatan fisik
lainnya untuk memberantas kejahatan pembegalan.
c) Pemberitaan criminal memberi ganjaran kepada penjahat pembegalan, membantu
pihak pengusut kejahatan pembegalan, membekuk si pembegal (pemuatan foto
penjahat yang akhirnya berhasil membekuk penjahat), penjara yang mujarab
untuk mencegah orang-orang berjiwa kecil/jahat melaksanakan niat jahatnya, dan
pemberitaan proses peradilan dan penangkapan si pembegal, juga membantu si
pembegal dari perbuatan sewenang-wenang pihak penegak hukum
(Solahuddin,2009).

6. Kenakalan remaja dalam aspek politik

Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) ialah kejahatan / kenakalan yang dilakukan


oleh anak-anak muda, yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada anak-
anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang (Unayah & Sabarisman,
2015).

Istilah kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) menurut Dryfoon yang dikutip Alit
(2009) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak diterima
secara sosial (misal ; bersikap berlebihan di sekolah) sampai pelanggaran status (seperti
melarikan diri) hingga tindak kriminal (misalnya pencurian). Untuk alasan hukum
dilakukan pembedaan antara pelanggaran indeks dan pelanggaran status: Pelanggaran
indeks (index offenses); adalah tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja maupun
orang dewasa, seperti perampokan, tindak penyerangan, pemerkosaan, pembunuhan.
Pelanggaran status (Status offenses); adalah tindakan yang tidak seserius pelanggaran

13
indeks, seperti melarikan diri, membolos, minum minuman keras dibawah usia yang
diperbolehkan, hubungan seks bebas dan anak yang tidak dapat dikendalikan. Tindakan
ini dilakukan remaja dibawah usia tertentu yang membuat mereka dapat digolongkan
sebagai pelaku pelanggaran remaja (Kurniasari et al., 2009).

Selanjutnya Alit (2009) menyatakan selain klasifikasi hukum dalam pelanggaran


indeks dan pelanggaran status, banyak tingkah laku yang dianggap termasuk kenakalan
dan dimasukkan dalam penggolongan tingkah laku abnormal yang digunakan secara
meluas.Gangguan tingkah laku (conduct disorder) adalah istilah diagnosa psikiatri yang
digunakan bila sejumlah tingkah laku seperti membolos, melarikan diri, melakukan
pembakaran, bersikap kejam terhadap binatang, membobol dan masuk tanpa ijin,
perkelahian yang berlebihan ataupun tindakan yang menyimpang. Muncul dalam kurun
waktu 6 bulan. Bila tiga atau lebih tingkah laku tersebut muncul sebelum usia 15 tahun
dan anak atau remaja tersebut dianggap tidak dapat diatur atau diluar kendali, diagnosis
klinisnya adalah gangguan tingkah laku (Unayah & Sabarisman, 2015; Kurniasari et al.,
2009).

Adapun bentuk kenakalan remaja menurut Sunarwiyati (1985), membagi kenakalan


remaja kedalam tiga tingkatan, yaitu: 1) Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka
keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, 2) Kenakalan yang
menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai tanpa SIM, mengambil
barang orang tua atau orang lain tanpa ijin, 3) Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan
narkotika, hubungan seks bebas, pencurian (Masgudin, 2003).

Pergeseran Kualitas Kenakalan Remaja

Kriminalitas atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau
sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang
dianggap kriminal adalah seorang maling atau pencuri, pembunuh, perampok,
pembegalan dan juga termasuk pemerkosaan. Selama kesalahan seorang kriminal belum
ditetapkan oleh seorang hakim, maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini
merupakan asas dasar sebuah negara hukum: seseorang tetap tidak bersalah sebelum
kesalahannya terbukti. Dari segi hukum Singgih D Gunarsa (1988), mengatakan
kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-

14
norma hukum, yaitu: 1) Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diatur
dalam undang-undang, sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggar
hukum, 2) Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai
dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar
hukum bila dilakukan orang dewasa (Gunarsa & Yulia, 2004; Gunarsa, 1988).

Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali atau tidak sengaja
untuk melakukan karena reflek naluri. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan
hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang untuk
melindungi dirinya atau keluarganya, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan. Sebetulnya
motivasi para remaja dalam tindak kriminalitas sering lebih sederhana dan mudah
dipahami misalnya: pencurian yang dilakukan oleh seorang remaja, hanya untuk
memberikan hadiah kepada seseorang yang disukainya dengan maksud untuk
memberikan perhatian cintanya, kemudian keinginan untuk mendapatkan sesuatu seperti
ingin mempunyai telepon genggam. Contoh lain adalah maraknya tawuran antar pelajar,
yang permasalahannya hanya sepele, seperti saling ejek yang saling mempertahankan
dan membanggakan kelompoknya atau bersenggolan dalam mengendarai motor, bahkan
hanya memperebutkan sang kekasih yang berbeda sekolah. Akan tetapi kenakalan remaja
yang dilakukannya sering melebihi batas yang tak terkendali, sehingga menjadikan
berurusan dengan aparat penegak hukum (Kartini, 2008; Kartini, 2005).

Dikatakan pula bahwa kenakalan remaja yang menjurus kriminalitas ini,


dipengaruhi oleh minuman keras dan narkoba, selain itu di picu oleh pergaulan bebas
dengan teman sebayanya bahkan bergaul dengan orang dewasa yang tidak punya aturan
hidup, bebas se-enaknya dalam bertindak maupun perlakuannya, yang tidak
mengindahkan aturan ataupun norma serta nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
maupun di lingkungan sekolahnya. Adapun kejahatan seperti menodong, perampasan,
perampokan bahkan yang lagi marak saat ini adalah pembegalan, dapat dipelajari
seseorang melalui film, berita di berbagai media, media sosial, pergaulan sehari-hari atau
bahkan langsung dari pelaku kriminalnya (Kartini, 2008; Kartini, 2005).

Desakan kebutuhan hidup merupakan dalih yang sering diungkapkan seorang


pelaku dalam melakukan aksinya. Saat ini kejahatan yang sedang terjadi merupakan
pergerakan sindikat secara berkelompok, tak sedikit yang melibatkan anak usia remaja.
Adapun kejahatan yang dilakukan anak remaja yang saat ini lagi marak, adalah

15
pembegalan atau perampasan motor dan pencurian. Kejahatan ini dilakukan dianggap
mudah dipelajari dan mudah dilakukan oleh pelaku kejahatan usia remaja yang
bermodalkan keberanian dan nekat. Kemudian hasil dari kejahatannya itu, mudah juga
untuk di-uangkan atau dijual langsung, dan uang hasil aksi kejahatannya biasanya
digunakan untuk membeli kebutuhan dirinya sendiri, seperti beli HP, beli sepatu, beli
baju celana untuk bergaya, bermain sama temannya menghabiskan waktu sambil mabok-
mabokan, bahkan untuk membelikan sesuatu buat sang kekasih sebagai tanda cintanya
(Kartini, 2008; Kartini, 2005).

Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin


berkembang pula kehidupan masyarakat menuju ke masyarakat modern. Modernitas
ditandai dengan semakin banyaknya ketergantungan anggota masyarakat kepada
teknologi. Hampir setiap aktivitas individu dalam masyarakat yang semula dikerjakan
secara manual beralih dengan menggunakan mesin-mesin. Dengan kata lain terjadi
perubahan dari pekerjaan manual ke pekerjaan electrical. Perubahan demikian
berpengaruh sangat kompleks dalam kehidupan masyarakat, seperti banyaknya
pengangguran, perubahan struktur keluarga, dan urbanisasi yang pada prinsipnya akan
merubah pada hampir semua aspek kehidupan manusia. perubahan masyarakat menuju
kepada masyarakat modern berpengaruh pula pada perubahan struktur keluarga dari
struktur keluarga tradisional yang bersifat extended family berubah kepada struktur
keluarga yang bersifat nuclear family. Dengan demikian akan berpengaruh pula pada
corak kehidupan ekonomi baru dan gaya hidup di masyarakat. Dengan terjadinya
perubahan masyarakat ke arah modernisasi juga berdampak pada cepatnya perubahan
minat, dan cara berfikir. Anak-anak dan remaja cenderung lebih cepat menerima inovasi
dibandingkan dengan orang dewasa dalam mengikuti perubahan, setidak-tidaknya dalam
bidang yang mereka pandang penting (Lestari, 2012).

Dalam struktur masyarakat modern anak remaja dianggap masih relative muda,
dan mereka kurang diikutsertakan dalam kegiatan orang dewasa, seperti kehidupan
politik, kemasyarakatan dan perekonomian. Akibatnya aktivitas para remaja berpaling
pada kegiatan kelompok sebayanya di luar rumah untuk memperoleh dukungan identitas
dirinya. Kelompok sebaya makin menjadi sumber pengaruh yang kuat bagi kehidupan
remaja dalam masyarakat modern. Kehidupan mereka dalam kelompok memiliki ikatan
kekeluargaan yang kokoh, intim bergotong royong, bahkan saling melindungi antara
anak satu dengan lainnya. Kehidupan masyarakat modern juga berdampak pada

16
munculnya kesenjangan social ekonomi yang mencolok antara keluarga kelas orang kaya
dengan kelas menengah dan miskin. Hal ini dapat pula memicu tumbuhnya kenakalan
remaja. Masyarakat modern yang serba materialistis merangsang hasrat kepemilikan
melalui ambisi materiil yang tinggi dari orang yang mengamatinya, dan karena
keterbatasan ekonomi rendah maka orang lain termasuk para remaja harus mengubur
dalam-dalam ambisinya tersebut. Bila para remaja tersebut tidak mampu mengendalikan
ambisinya maka persaingan untuk bisa menjadi kaya kadang-kadang ditempuh dengan
cara inkonvensional, seperti memeras, menjambret, mencuri, merampok, sampai pada
taraf membunuh (Lestari, 2012).

Contoh Kasus Kenakalan Remaja

“ Keselamatan warga Jakarta masih terancam. Pasalnya, pelajar yang tawuran sudah
berani menggunakan bahan kimia dan senjata tajam. Perilaku ini bukan fenomena biasa
dan menjadi cermin kualitas kenakalan remaja yang semakin meningkat ”. Hal ini sudah
persoalan kriminal yang dilakukan pelajar. Tingkat kenakalannya sudah di luar batas
pelajar. Mulai dari cara melakukan sampai melarikan diri setelah menyiramkan air keras,
perbuatan itu seperti pelaku kriminal jalanan,” kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta
Taufik Yudi Mulyanto.

Sumber: Kompas.com Rabu (7/10/2013)

“Kasus pembegalan motor di jalan Margonda Depok yang pelakunya masih usia remaja”

Sumber: TV One (20/02/2015)

“Pelaku pencuri sepeda motor di Serang Banten tertangkap basah, ternyata pelaku masih
usia pelajar remaja”

Sumber: Kompas TV (13/02/2015)

Kasus narkoba yang dilakukan oleh anak remaja

“Kasus narkoba ini, terungkap oleh Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polresta
Samarinda di bulan November tahun 2014 lalu di jalan Hasan Basri, kelurahan Temindung
Permai, kecamatan Sungai Pinang Samarinda, berhasil menciduk lima orang tersangka
yang kedapatan tengah berpesta narkoba jenis sabu-sabu. Yang mengejutkan tiga dari lima
orang tersebut masih berusia belasan tahun dan masih termasuk dalam kategori anak

17
remaja”. Sumber: Majalah SOCIETA (Majalah Inspiratif Berwawasan Kesejahteraan
Sosial. Edisi VI/2014

Sekarang ini kasus narkoba merupakan pergeseran peningkatan kualitas kenakalan yang
dilakukan anak dan remaja yang sudah sedemikian kompleks. Mereka sudah masuk
pusaran bisnis jaringan pengedar narkoba yang terorganisir. Dari sisi hukum memang
mereka sudah jelas berada pada yang terhukum. Namun juga sesungguhnya anak dan
remaja ini adalah korban yang sangat mungkin sengaja dijebak atau dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang tujuannya untuk memuluskan jaringan narkoba internasional
(Unayah & Sabarisman, 2015).

Adapun usaha yang dilakukan dalam menanggulangi perilaku kenakalan remaja dapat
dikelompokkan menjadi tindakan pencegahan (preventif), pengentasan (curative),
pembetulan (corrective), dan penjagaan atau pemeliharaan (preservative). Terkait dengan
penanggulangan kenakalan remaja dan perlindungan anak mensyaratkan adanya
komponen-komponen yang saling terkait yang meliputi sistem kesejahteraan sosial bagi
anak dan remaja serta keluarga, sistem peradilan yang sesuai dengan standar internasional,
dan mekanisme untuk mendorong perilaku remaja yang tepat dalam masyarakat dan
lingkungannya. Selain itu diperlukannya kerangka hukum dan kebijakan serta program-
program yang tersistematis guna mendukung sistem peradilan dan perlindungan anak dan
remaja yang didukung oleh sistem data dan informasi. Kemudian pada tingkat masyarakat
dibutuhkan berbagai komponen yang harus disatukan dalam rangkaian kesatuan pelayanan
perlindungan anak remaja untuk mendorong kesejahteraan dan perkembangan dalam
kehidupannya, ditambah dengan meningkatkan kapasitas keluarga dan sekolah serta
masyarakat untuk memenuhi tanggung jawab mereka guna mencegah konflik lebih jauh
(Unayah & Sabarisman, 2015).

Dalam menyikapi fenomena kriminalitas yang dilakukan remaja pada saat ini, yang
semakin nekat, berani tanpa rasa takut dan terus meningkat, harus dilihat sisi psikologis
individual pelaku, pola asuh keluarga, komunitas dan masyarakat secara luas. Kriminalitas
remaja tidak hanya merugikan pihak secara individu dan keluarganya, namun semua
elemen masyarakat sangat dirugikan dengan banyaknya kerusakan fasilitas umum,
kehilangan harta benda, bahkan sampai kehilangan nyawa (Unayah & Sabarisman, 2015;
Ayuningtyas, 2011).

18
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi kenakalan dan kriminalitas yang dilakukan
anak remaja berdasarkan kajian, sebagai berikut (Unayah & Sabarisman, 2015;
Ayuningtyas, 2011):

1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau
diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya mengalami hal
ini.
2. Adanya motivasi dan pengawasan dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan
prinsip keteladanan dalam pengembangan karakter yang dibarengi dengan
pendalaman akhlak melalui pendidikan agama.
3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja, bila perlu orang tua dapat
memenuhi keinginan atau kebutuhan yang diinginkan oleh anak remaja
4. Anak remaja agar pandai memilih teman dan lingkungan yang baik, serta orangtua
memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
6. Perlu adanya kerjasama dari berbagai elemen yang terkait, baik pemerintahan selaku
penegak hukum dan tokoh-tokoh masyarakat untuk membiasakan hidup tentram dan
damai dalam melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di
masyarakat, dengan melihat sisi psikologis individual pelaku, pola asuh keluarga,
komunitas dan masyarakat secara luas.
7. Perlunya kebijakan serta program-program perlindungan kepada anak dan remaja
yang tersistematis untuk melindungi dari bahaya narkoba bagi masa depannya.
Kiranya semua perlu bertanggung jawab, secara bersama-sama dalam memberantas
narkoba baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun lingkungan
pergaulan teman sebayanya (Unayah & Sabarisman, 2015).

19
7. Contoh Kasus Faktor Sosial

Kasus anak mencuri uang nasabah di ATM BRI.

Kedua ibu bocah yang mencuri uang nasabah di ATM mengaku tidak mengettahui
tindakan anaknya selama ini. Mereka hanya mengetahui anaknya menjual wafer di jalanan.
Karena itu, kedua orangtua anak tersebut terpukul dan menangis begitu mengetahui anaknya
diamankan di markas polsekta tamalanrea. Orang tua dari WE (11) mengatakan sang anak
berjualan wafer untuk membantu biaya kebutuhan sehari hari. Namun pernah suatu hari sang
anak membawa uang Rp.300.000 ke rumah. Si ibu menanyakan darimana uang itu berasal,
kemudian si anak menjawab uang tersebut ia temukan di mesin ATM. Dari hasil pemeriksan
polsekta tamalanrea, kedua bocah itu sudah 3 kali melakukan aksi pencurian uang nasabah di
ATM. Modusnya berpura-pura menyampaikan bahwa mesin ATM rusak setelah nasabah
memasukkan kartu dan nomor pin kartu ATM. Dua pelaku ini bekerja sama saling berbagi
peran. Saat korbannya usai memencet pin kartu di gerai ATM center, pelaku pertama
mendekat dan menyampaikan mesin ATM itu rusak dan diarahkan ke mesin sebelah. Tapi
korban tidak pindah, disaat bersamaan pelaku kedua memncet mesin ATM. Saat uang
diproses pelaku pertama bertepuk tangan untuk buat keributan dan korban tidak fokus
mendengar suara mesin berproses. Karena kartu ATM keluar, korban pun buru-buru pergi
karena mengira mesin ATM nya memang rusak. Kasus ini terbongkar setelah seorang dosen
universitas di kendari menjadi korban dan melaporkan kasus tersebut ke kantor polisi dengan
bukti rekaman video kamera CCTV.

 Sebab

Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal:

1. Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena
remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

2. Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah
laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku

20
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai
dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:

1) Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau
perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.
Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, memberikan
pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab
terjadinya kenakalan remaja.

2) Teman sebaya yang kurang baik

3) Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik

Salah satu tuduhan penyebab mengenai tingginya angka kriminalitas remaja atau lebih
tepatnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya keluarga dan/atau ketidak berfungsian
sosial masyarakat. Keluarga di anggap gagal dalam mendidik remaja sehingga menyebabkan
mereka melakukan tindakan penyimpangan yang berujung dengan diberikannya sanksi sosial
oleh masyarakat. Dengan dalih keamanan dan ketertiban, sanksi yang diberikan justru
menjadikan remaja menjadi lebih sulit diatur. Dan hal ini pula yang menyebabkan
masyarakat di anggap gagal dalam melakukan tindakan pencegahan atas terjadinya perilaku
menyimpang tersebut (Sarwono,2008).

Sarwono (1998), mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan primer pada setiap
individu. Sebelum anak mengenal lingkungan yang luas, ia terlebih dahulu mengenal
lingkungan keluarganya. karena itu sebelum anak-anak mengenal norma-norma dan nilai-
nilai masyarakat, pertama kali anak akan menyerap norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku
di keluarganya untuk dijadikan bagian dari kepribadiannya.Orang tua berperan penting dalam
emosi remaja, baik yang memberi efek positif maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
orang tua masih merupakan lingkungan yang sangat penting bagi remaja (Sarwono,2008).

Salah satu faktor lainnya yang juga harus diperhatikan adalah group remaja tersebut.
Teman sepermainan memegang peran penting dalam meningkatnya angka kriminalitas di
kalangan remaja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutherland (1961), bahwa tindakan
kriminal bukan lah sesuatu yang alamiah namun dipelajari, hal ini lah yang menyebabkan
pentingnya untuk melihat teman sepermainan remaja tersebut (Sarwono,2008).

21
Sementara menurut Rauf (2002) perilaku tindakan kriminalitas dapat dipengaruhi oleh
tiga kutub, yaitu:

Kutub keluarga (rumah tangga), dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan
dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang
kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan
kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan berperilaku menyimpang, lebih besar
dibandingkan dengan anak/ remaja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis
(sakinah). Kriteria kondisi keluarga kurang sehat tersebut menurut para ahli adalah, antara
lain: 1) keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce), 2) Kesibukan orang
tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah, 3) Hubungan
interpersonal antar anggota keluarga (ayahibu-anak) yang tidak baik (buruk), 4) Substitusi
ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan
(psikologis).

Selain dari pada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut adalah rincian kondisi keluarga
yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja:

a. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu

b. Terdapat gangguan fisik atau mental dalam keluarga

c. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orang tua atau oleh kakek/nenek

d. Campur tangan atau perhatian yang berlebihan dari orang tua kepada anak

e. Sikap orang tua yang dingin dan tak acuh terhadap anak

f. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain

g. Lain-lain misalnya menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua,
dan sebagainya

Kutub sekolah, kondisi sekolah yang tidak baik dapat mengganggu belajar-mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada anak didik untuk
berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain:

a) Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai

b) Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai

22
c) Kuantitas dan kualitas pengajar ekstrakulikuler yang kurang memadai dalam hal
membimbing dan membina anak didiknya

d) Kesejahteraan guru yang tidak memadai

e) Kurikulum sekolah yang perlu ditinjau kembali

f) Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya

Kutub masyarakat (kondisi lingkungan sosial), faktor kondisi lingkungan sosial yang
tidak sehat atau rawan dapat menjadi faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk
berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu
faktor kerawanan msyarakat dan faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas).

 Pencegahan dan tatalaksana kenakalan remaja dari faktor sosial

Dikatakan Ayuningtyas (2011) usaha yang dilakukan dalam menanggulangi perilaku


kenakalan remaja dapat dikelompokkan menjadi tindakan pencegahan (preventif),
pengentasan (curative), pembetulan (corrective), dan penjagaan atau pemeliharaan
(preservative). Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara:

1. Usaha di lingkungan keluarga

a) Menciptakan keluarga yang harmonis, terbuka dan jauh dari kekacauan. Dengan keadaan
keluarga yang seperti ini, mengakibatkan anak-anak remaja lebih sering tinggal dirumah
daripada keluyuran di luar rumah. Tindakan ini lebih mendekatkan hubungan orang tua
dengan anaknya.

b) Memberikan kemerdekaan kepada anak remaja untuk mengemukakan pendapatnya


dalam batas-batas kewajaran tertentu. Dengan tindakan seperti ini, anak-anak dapat
berani untuk menentukan langkahnya, tanpa ada keraguan dan paksaan dari berbagai
pihak. Sehingga mereka dapat menjadi lebih bertanggung jawab terhadap apa yang
mereka kerjakan

c) Orang tua selalu berbagi pengalaman, cerita dan informasi kepada anak-anak remaja.
Sehingga mereka dapat memilih figure dan sikap yang cocok unutk dijadikan pegangan
dalam bertingkah laku.

23
d) Orang tua sebaiknya memperlihatkan sikap-sikap yang pantas dan dapat diteladani oleh
anak-anak mereka.

2. Usaha di lingkungan sekolah

a) Menegakkan disiplin sekolah yang wajar dan dapat diterima siswa dan penghuni sekolah.
Disiplin yang baik dan wajar dapat diterapkan dengan pembentukan aturan-aturan yang
sesuai dan tidak merugikan berbagai pihak (Ayuningtyas,2011).

b) Pelaksanaan peraturan dengan adil dan tidak pandang bulu. Tindakan dilakukan dengan
cara memberikan sangsi yang sesuai terhadap semua siswa yang melanggar peraturan
tanpa melihat keadaan orang tua siswa tersebut. Seperti siswa yang berasal dari keluarga
terpandang atau pejabat (Ayuningtyas,2011).

c) Meningkatkan kerja sama dengan masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar sekolah.
Dengan cara ini, masyarakat dapat melaporkan langsung penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan siswa di luar pekarangan sekolah. Seperti bolos, tawuran, merokok dan
minum minuman keras (Ayuningtyas,2011).

3. Usaha di lingkungan masyarakat

a) Menegur remaja-remaja yang sedang melakukan tindakan-tindakan yang telah melanggar


norma.

b) Menjadi teladan yang baik bagi remajaremaja yang tinggal di lingkungan tempat tinggal.

c) Mengadakan kegiatan kepemudaan di lingkungan tempat tinggal. Kegiatan ini dilakukan


bersama-sama dengan melibatkan remaja-remaja untuk berpartisipasi aktif
(Ayuningtyas,2011).

Menurut sumber lain mengatakan Kartini, Kartono. (2008) :

1) Menerapkan aturan dan konsekuensi

Pada saat Anda dan anak remaja Anda tenang, maka bicarakanlah tentang aturan di
rumah beserta konsekuensinya. Ingat, bicarakan dengan alasan yang masuk akal. Jika
anak remaja Anda tidak sepakat, maka berdiskusilah. Jadikan aturan dan konsekuensi
yang dibuat sebagai keputusan bersama (Kartini,2008).

2) Mengungkap ada apa di balik kenakalan remaja.

24
Para orangtua cenderung akan menghakimi anak remaja atas apa yang dilakukannya
tanpa mengetahui ada masalah apa di baliknya. Bersikap seperti itu tidaklah adil bagi
anak. Jadi, sebelum menghakimi anak yang berbuat nakal, tanya baik-baik apa yang
sebenarnya terjadi (Kartini,2008).

3) Temukan cara redakan marah

Karena perubahan hormon, remaja akan cenderung cepat marah. Karena itu, salah
satu tugas orangtua adalah mengetahui bagaimana cara untuk meredakan marah pada
anak tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan, misalnya membiasakan mereka dengan
mendengarkan musik, menulis atau bermain game (Kartini,2008).

4) Ada bersama anak

Terkadang, orangtua sibuk sendiri. Mereka hanya memberikan uang pada anaknya
tapi tidak memberikannya kasih sayang. Hal ini sangat memicu kenakalan remaja.
Karena itu, luangkan waktu Anda untuk anak, entah mendengarkan ceritanya atau
memberikan solusi atas masalah yang dialaminya. Kebiasaan ini harus dibangun sejak
dini (Kartini,2008).

5) Temukan kesamaan

Para orangtua juga harus mampu temukan kesamaan dengan anak remaja mereka.
Dengan menemukan kesamaan, orangtua dan anak remaja dapat melakukan kegiatan
bersama sehingga dapat menghindari anak melakukan kegiatan negatif. Misalnya, para
ayah dapat mengajak anak lelakinya untuk melihat pertandingan sepak bola, sedangkan
ibu dan anak perempuannya dapat pergi belanja ke pusat perbelanjaan (Kartini,2008).

6) Mendengarkan tanpa memvonis

Ketika Anda sedang berbicara dengan anak, hindarilah ucapan-ucapan yang sifatnya
menghakimi, mengejek, menyela dan mengkritik. Sebab, seorang remaja sangat mudah
tersinggung, bahkan oleh halhal yang sifatnya remeh. Dengan melakukan ini, maka anak
remaja Anda akan merasa lebih dihargai (Kartini,2008).

 Akibat

Kenakalan remaja yang dilakukan pada contoh kasus dapat merugikan orang lain.

25
8. Pandangan Islam Mengenai Kenakalan Remaja

Faktor Lingkungan

Rasulullah bersabda :

‫ َقا َل « ا ْل َم ْر ُء عَ َلى دِي ِن َخلِي ِل ِه َف ْلي َ ْن ُظ ْر َأ َحدُ ُك ْم َم ْن يُخَا ِل ُل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
ِ ِ ‫» عَ ْن َأبِى ُه َر ْي َرة َ عَ ِن ال َّنب‬
Dari Abu Hurairah t dari nabi r bersabda : seseorang itu atas din saudaranya. Maka lihatlah salah
seorang diantara kalian, siapa yang ditemani. (HR. Ahmad)

Faktor pedidikan dan pembinaan dari orang tua.

Rasulullah bersabda :

ِ ‫ َفأَب َ َواه ُ يُهَ ِودَانِ ِه َأ ْو يُن‬، ِ‫ « ُك ُّل َم ْو ُلو ٍد يُو َلدُ عَ َلى ا ْلف ِْط َرة‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
‫َص َرانِ ِه َأ ْو‬ ُّ ِ ‫ َقا َل َقا َل ال َّنب‬- ‫ رضى هللا عنه‬- َ ‫عَ ْن َأبِى ُه َر ْي َرة‬
‫يُ َم ِجسَانِ ِه‬

Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan firah. Maka bapaknyalah yang menjadikan ia yahudi, atau
nasrani, atau majusi (HR. Bukhori)

Faktor Pemerintah

Pemerintahan dalam hal ini yang lebih spesfiknya adalah lembaga pendidikan atau sekolah.

Seorang tabi’in terkenal Muhammad bin sirin berkata :

‫ِين َفا ْن ُظ ُروا عَ َّم ْن ت َْأ ُخ ُذونَ دِينَ ُك ْم‬


ٌ ‫إ ِ َّن َه َذا ا ْل ِع ْلمَ د‬.

“Sesungguhnya ilmi ini ( ilmu sanad) adalah agama maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama
kamu”.[ muqoddimah sohih muslim]

Sekolah akhir-akhir ini jarang yang mendidik untuk menjadi orang yang bertaqwa. Mereka hanya
mengajarkan ilmu-ilmu dunia dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Maka sangat penting bagi
para orang tua untuk memilihkan lingkungan sekolah yang baik untuk anak-anaknya.

26
Kesimpulan

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah juvenile deliquency berasal dari bahasa
Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-
sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “ delinquere”
yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal,
anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya (Maria, 2007). Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Fish bone diagram kenakalan
remaja menjelaskan bahwa kenakalan remaja disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor
psikologi, faktor ekonomi, faktor politik, dan faktor sosial.

27
Daftar Pustaka

A Budi, S. H. 2009. Perilaku Agresif Ditinjau dari Persepsi Pola Asuh Authoritarian,
Asertivitas dan Tahap Perkembangan Remaja pada Anak Binaan Lembaga
Pemasyarakatan Anak Kutoarja Jawa Tengah. Humanitas, 6(1), 42-55.
Ayuningtyas, N., Y. (2011) “Maraknya Kriminalitas Di Kalangan Pelajar”. Pendidikan Luar
Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Baron, R.A., dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid 2. Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa:
Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga.
Gunarsa, S., & Yulia, S.G. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.

Hurlock, B., E. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Kartini, Kartono. (2008). Patologi Sosial, Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Kartini, Kartono. (2010). Patologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
Kartono. 2003. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.
Maria, U. 2007. Tesis: Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga Dan Konsep Diri Terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Yogyakarta : Pasca Sarjana UGM Program
Studi Psikologi.
Richard T, Schaefer. 2006. SOCIOLOGY, A Brief Introduction, New York: McGrow-Hill.
Santrock, J., W. (2003). ADOLESCENCE; Perkembangan Remaja, edisi keenam,
Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S., W. (2008). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Solahuddin. 2009. KUHP, KUHAP, & KUHptd. Jakarta: Visimedia

28

Anda mungkin juga menyukai