Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Salmonella typhi, merupakan bakteri gram (negatif) penyebab penyakit

demam tifoid atau typhus abdominalis atau disebut juga demam enterik.

Salmonella typhii merupakan patogen yang spesifik menyerang manusia. Pada

pasien dengan demam tifoid, bakteri ini berada di dalam saluran pencernaan.

Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman

yang terkontaminasi. Bakteri ini menyebabkan infeksi akut demam lebih dari

7 hari serta gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan

kesadaran. Penyakit ini merupakan penyakit yang menular yang dapat

menyerang banyak orang mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Selain

itu demam tifoid juga dapat menyebabkan komplikasi apabila tidak diobati

dengan tepat. Pada kenyataanya masyarakat mengamggap demam tifoid

merupakan penyakit yang sudah biasa terjadi dan tidak berbahaya. [1]

Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di

negara-negara tropis termaksud Indonesia dengan angka kejadian sekitar 760

sampai 810 kasus pertahun dan angka kematian 3,1 sampai 10,4%. Data dari

WHO (World health Organisasion) memperkirakan angka insidensi seluruh

dunia sekitar 17 juta pertahun dalam 600.000 orang meninggal karena

penyakit ini. WHO memperkirakan 70% kematian terjadi di Asia.

1
Diperkirakan angka kejadian dari 150/100.000 pertahun di Amerika Selatan
[2]
dan 900/100.000 pertahun di Asia.

Di Indonesia angka kejadian kasus demam tifoid, diperkirakan rata-rata

900.000 kasus pertahun dengan lebih dari 20.000 kematian. Berdasarkan profil

kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah kejadian demam tifoid dan paratifoid

di rumah sakit adalah 80.850 kasus pada penderita rawat inap dan jumlah

pasien meninggal di dunia adalah sebanyak 276 jiwa. Angka kematian sekitar

6-5% sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta kurang

sempurnanya pengobatannya.[3]

Pengobatan penderita demam tifoid dengan terapi supportif yakni tirah

baring dan pemberian gizi yang cukup serta pemberian antibiotik. Antibakteri

atau antibiotik adalah obat untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang

bersifat merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri

penyebab infeksi pada manusia harus ditentukan memiliki toksitas selektif

setinggi mungkin. Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksisk untuk

bakteri, tetapi relatif tidak toksik terhadap hospes. Menurut Depkes RI 2009

pemberian antibiotik berupa kloramfenikol, amoksisilin, kontrimoksazol,

sefriakson dan sefiksim. [3]

Kloramfenikol merupakan drug of choice untuk infeksi salmonella, selain

harganya yang murah keampuhan kloramfenikol pada pengobatan demam

tifoid telah di akui berdasarkan efektifitasnya. Setelah bertahan selama 25

tahun, dilaporkan adanya penelitian bahwa adanya strain salmonella typhii

yang resisten terhadap kloramfenikol.[4]

2
Oleh karena itu, saat ini banyak masyarakat mulai beralih pada pengobatan

alternative, karena selain mudah di dapatkan juga tidak memiliki efek samping

.selain itu, di Indonesia juga memiliki banyak jenis tanaman dan berbagai

sumber daya alam yang berpotensi sebagai obat, diantaranya adalah Madu.

Madu adalah zat manis yang dihasilkan oleh lebah. Madu, berasal dari nectar

bunga yang berkembang atau dari sekresi tanaman yang di kumpulkan oleh

lebah madu, kemudian diubah bentuk dan di kombinasikan dengan zat khusus

yang ada pada tubuh lebah, selanjutnya di simpan hingga masak di dalam sel-

sel madu.[5]

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW madu telah di pergunakan untuk

pengobatan sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah An-

Nahl ayat 69 yang artinya “Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang

bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan

bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan”. [6]

Madu juga dipercaya memiliki aktifitas antibakteri White (1975)

melaporkan bahwa aktifitas antibiotika yang ditemukan dalam madu

ditentukan oleh tiga system. Ketiga sistem tersebut adalah keasaman, tekanan

osmosis dan substrat inhibitor. Faktor-faktor penetu tersebut bekerja sendiri-

sendiri ataupun bersamaan mengurangi pertumbuhan sebagian besar

mikroorganisme kontaminan.[7]

Menurut Mundo et al.,(2004), madu dapat menghambat pertumbuhan

bakteri patogen seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, dan

3
Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang

dihasilkan oleh madu yang diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-

bakteri tersebut. Selain itu, madu juga dapat menghambat kerusakan daging

kalkun kemas yang telah dilakukan oleh Antony et al.(2006). Dengan

menambahkan madu dalam konsentrasi tertentu, potongan daging kalkun

kemas memiliki umur simpan yang lebih lama daripada potongan daging

kalkun kemas tanpa penambahan madu. Dari kedua hasil penelitian ini dapat

terlihat bahwa madu dapat berfungsi sebagai antibakteri. [8,9]

Dari penelitian Fahrul Abdullah (2014), mengatakan bahwa salah satu

senyawa antibakteri dalam madu adalah flavonoid yang mampu merusak

integritas dinding sel sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri, salah

satunya bakteri Salmonella Thypii.[10]

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang tersesbut di atas maka peneliti

tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai “ Uji Efektifitas Madu

sebagai antibakteri terhadap bakteri Salmonella typhii secara in vitro”

1.2.Tujuan Penelitian

1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui Efektifitas Madu sebagai antibakteri terhadap bakteri

Salmonella typhii secara in vitro.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsentrasi yang efektif madu sebagai antibakteri

terhadap bakteri Salmonella typhii secara in vitro

4
2. Mengetahui zona hambat yang dihasilkan oleh madu peras sebagai

antibakteri terhadap bakteri Salmonella thypii secara in vitro.

1.3.Manfaat Penelitian

1.3.1. Manfaat bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengalaman serta

masukkan pengetahuan bagi penulis tentang efektivitas pemberian

madu terhadap bakteri Salmonella thypii .

1.3.2. Manfaat bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat terhadap penggunaan madu dalam kehidupan sehari-hari

terutama dalam hal infeksi bakteri.

1.3.3. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan

tambahan mengenai antimikroba yaitu madu

1.3.4. Manfaat dalam dunia kedokteran

Penelitian ini diharapkan dapat membantu dunia kedokteran

untuk menemukan alternative pengobatan terhadap infeksi bakteri

Salmonella thypii bagi seluruh lapisan masyarakat yang cederung

murah dengan menggunakan bahan alami seperti madu.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan umum tentang Antibakteri

Antibakteri dikenal sebagai antimikroba adalah zat yang dihasilkan

oleh suatu mikroba terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi

mikroba jenis lain. Pada tahun 1929, Alexander fleming menemukan

antibakteri pertama yaitu penisilin. Beberapa anti bakteri merupakan senyawa

sintesis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh

atau menghambat pertumbuhan bakteri. Secara tehnik istilah “agen

antibakteri” mengacu kepada kedua senyawa alami dan sintesis, akan tetapi

banyak menggunakan kata “Antibiotik” untuk merujuk kepada keduanya.

Meskipun antibiotik memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah

berkontribusi terhadap terjadinya resistensi.[11,12]

Berdasarkan sifat toksisitas selektif (antibakteri yang berbahaya bagi

parasit namun tidak berbahaya bagi inangnya), ada antimikroba yang bersifat

menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal dengan aktifitas bakteriostatik

dan ada juga yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktifitas

bakterisid. Adapun target penting dari antibakteri adalah ribosom (translasi),

dinding sel, membran sitoplasma, proses replikasi DNA dan transkripsi.[12,13]

Antibakteri adalah obat untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri

yang bersifat merugikan manusia. Obat yang digunakan untuk membasmi

bakteri penyebab infeksi pada manusia harus ditentukan memiliki toksitas

6
selektif setinggi mungkin. Artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksisk

untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik terhadap hospes. Dalam

penggunaannya ada 3 faktor yang berperan, yaitu bakteri sebagai patogen,

hospes pada manusia yang terinfeksi dan anti bakteri sebagai obat.[14]

Zat antibakteri dapat di bagi atas 2 kelompok berdasarkan jenis daya

kerjanya :[15,16]

a. Bersifat bakteriostatik yaitu suatu senyawa yang hanya mampu

menghambat pertumbuhan bakteri dan apabila senyawa tersebut habis,

maka bakteri akan mampu tumbuh kembali dan memperbanyak diri.

b. Bersifat bakterisida yaitu didefinisikan sebagai senyawa yang dapat

mematikan bakteri.

Klasifikasi antibakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan aktifitas dan

cara kerjanya. Berdasarkan aktifitasnya, antibakteri dibagi atas dua golongan

besar yaitu :[15,16]

a. Kerja luas (broad spectrum) yaitu agen yang dapat menghambat

pertumbuhan dan mematikan bakteri gram positif maupun gram negatif.

b. Kerja sempit (Narrow spectrum) yaitu golongan yang hanya aktif pada

beberapa bakteri saja.

Dan berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap antibakteri dibagi atas

lima kelompok yaitu : [15,16]

a. Menghambat metabolisme sel

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya kuman

pathogen harus mensintesis sendiri asam folat dari asam amino benzoate

7
(PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila obat antibakteri kuat bersaing

dengan PABA untuk diikut sertakan dalam pembenukan asam folat, maka

terbenuk analog asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan

bakteri akan terganggu.

b. Menghambat Sintesis Dinding Sels

Dinding sel bakteri, terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks

polimermukopeptida (glikopeptida). Apabila tekanan osmotik dalam sel

kuman lebih tinggi daripada di luar sel maka kerusakaan dinding sel

kuman akan menyebabkan terjainya lisis.

c. Menggangu Keutuhan Membran Sel

Antibiotik bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membrane

sel sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut.

Polimiksin sebagai senyawa ammonium kuatemer dapat merusak

membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel

bakteri. Kerusakaan membran sel yang menyebabkan keluarnya berbagai

komponen penting dari dalam sel mikroba yaitu, protein, asam nukleat,

nukleotida, dll.

d. Menghambat Sintesis Protein Sel

Untuk tetap bertahan hidup, sel mikroba perlu mensintesis berbagai

protein. Sintesis protein yang berlangsung di ribosom, dengan bantuan

mRNA dan tRNA. Untuk melakukan sintesis protein kedua komponen

ribosom 30S dan 50S akan bersatu dengan mRNA mnjadi ribosom 70S.

Apabila terbentuk protein yng abnormal karena kode pada mRNA salah

8
dibaca oleh tRNA yang di hasilkan dari ikatan antara 30S dengan

antibakteri (Streptomisin) akan mnyebabkan terjadi penghambatan sintesis

protein.

e. Menghambat Sinteis Asam Nukleat Sel

Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga

menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan

kinolon menghambat enzim DNa girase pada kuman yng fungsinya

menata kromosom yang sangat panjang menjadi spiral hinga bisa muat

dalam sel kuman yang sangat kecil.

2.1.1. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang

berasal dari beberapa jenis Streptomyces misalnya S. Venezuelae,

S.phaeochromogenes var. chloromyceticus dan S. Amiyamensis. Setelah

para ahli berhasil mengelusidasi strukturnya maka sejak tahun 1950

kloramfeniko sudah dapat di sintesis secara total S. Venezuelae pertama

kali di isolasi oleh Burkhooder pada tahun 1947 dan contoh tanah yang

diambil di Venezuela. Filtrat kultur cair organisme menunjukkan aktifitas

terhadap beberapa bakteri gram negatif dan riketsia. [11,17]

Gambar 2.1.1. Struktur kimia kloramfenikol [17]

9
Struktur kimia yang dimiliki oleh kloramfenikol adalah

C11H12Cl12N2O5 serta berat molekulnya 323,13. Bentuk kloramfenikol

hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang putih sampai putih

kelabu atau putih kekuningan, tidak berbau dan rasanya sangat pahit.

Kelarutannya larut dalam kurang lebih 400 bagian air, dalam 2,5 bagian

etanol (95%) P, sukar dalam kloform P dan dalam eter P. [17]

Kloramfenikol bertindak menghambat sintesis protein dengan cepat

tanpa menganggu sintesis DNA dan RNA. Kloramfenikol dihasilkan

melalui fermentasi, tetapi sekarang telah dihasilkan melalui sintesis kimia.

Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang

aktif terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif

maupun gram negatif. Sebagian besar bakteri gram positif di hambat pada

konsentrasi 1-10 μg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif

dihambat pada konsentrasi 0,2 - 5 μL/mL. [17,18]

Yang perlu digaris bawahi adalah aktifitas yang mencolok terhadap

salmonella (tergolong penyebab tifus dan paratifus) dan difusi jaringan

yang baik. [19]

Efek samping yang ditimbulkan oleh kloramfenikol antara lain

depresi sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang

serius, seperti anemia aplastik, granulositopenia, trombositopenia. Selain

itu, obat ini dapat menyebabkan gangguan saluran cerna dan reaksi

hipersensitifitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak digunakan untuk

10
pengobatan yang bukan indikasinya seperti influenza, infeksi

kerongkongan dan pencegahan infeksi. [20]

Adapun klasifikasi respon hambat pada bakteri adalah :

Diamter zona terang Respon hambatan Pertumbuhan


>23 Sensitif
15-22 Intermediat
<14 Resisten
Tabel 2.1.1. Klasifikasi respon hambat bakteri [21]

2.2. Tinjauan mengenai Bakteri

Bakteri adalah merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit

pada manusia, hewan dan juga tumbuhan. Bakteri dapat menimbulkan

penyakit dengan dua car yaitu invasi jaringan dan pembentukan toksin.

Pada invasi atau perusakan jaringan, bila mikroorganisme menyerang

inang yaitu bila mereka memasuki jaringan tubuh dan berkembang biak

kemudian menginvasi sel epitel mukosa usus sehinggan sel epitel rusak,

terbuka dan lepas. [22]

Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan

infeksi dipengaruhi tidak hanya oleh sifat-sifat mikroba itu sendiri, tetapi

juga oleh kemampuan inang untuk menahan infeksi. Namun kemampuan

derajat suatu mikroba untuk menyebabkan infeksi di sebut virulensi. Jika

sifat mikroba yang meningkatkan patogenitas mikroorganisme disebut

faktor virulensi. Apabila satu mikroba lebih mampu menimbulkan suatu

penyakit, maka lebih mampu dikatakan mikroba tersebut lebih virulensi di

bandingkan dengan mikroba yang lain. [15]

11
Bakteri yang tidak memiliki kemampuan merusak, menghasilkan

eksotoksin. Toksin yang dikeluarkan, memgubah ATP menjadi cAMP,

cAMP merangsang sekresi cairan usus tanpa menimbulkan kerusakan sel

epitel usus. Cairan ini akan menimbulkan dinding usus akan berkontraksi

sehingga terjadi hipermotilitas untuk megalirkan cairan keusus besar, ada

juga bakteri yang mampu melakukan kedua infeksi tersebut. Melalui jalur

manapun bakteri menginfeksi akan menyebabkan gangguan shingga kerja

usus halus maupun usus besar abnormal. [16]

Ada 3 cara umum bakteri dapat menginfeksi : [22]

a. Kesanggupan dapat memulai infeksi dan memelihara infeksi dalam inang

m tubuh inang (infectiousness)

b. Mempunyai daya untuk masuk terus dalam tubuh inang setelah infeksi

pertama (invasiveness)

c. Kesanggupan melukai inang sekali infeksi telah terjadi (patogenitas)

12
2.2.1. Salmonella thypii

a. Morfologi dan klasifikasi

Gambar 2.2.1.a. Bakteri Salmonella thypii[23]

Penamaan yang umum digunakan, seperti Salmonella thypii

sebenarnya tidak benar. Taksonomi dari Salmonella thypii adalah : [23]

Phylum : Eubacteria

Class : Proteobacteriae

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella enterica

Subspesies : Enteric (I)

Sserotipe : Thypii

Karena itu, penamaan yang benar adalah Salmonella enterica

subgrup enteric serotip thypii ataupun sering di persingkat dengan S.

Enteric I ser. Thypii. Namun penamaan Salmonella thypii telah umum

13
di gunakan karena lebih sederhana sehingga penamaan ini lebih sering

di gunakan. [23]

Salmonella thypii merupakan bakteri berbentuk batang, berukuran

0,7-1,5 µm, merupakan gram negatif yang tidak membentuk spora dan

memiliki kapsul. Bakteri Salmonella thypii bersifat fakultatif dan

sering disebut facultative intra-cellular paralites. Bakteri ini juga

tumbuh pada suhu optimum 370C dengan pH 6-8. [24]

Salmonella thypii memiki kapsul atau lapisan luar (outer layer)

yang tersusun dari LPS (lipopolisakarida), murein, fosfolipid dan

protein yang tersusun berlapis-lapis. Fungsi dari LPS

(lipopolisakarida) pada bakteri ini sebagai endotoksin. Bakteri ini juga

memiliki fimbriae atau vili yang berfungsi sebagai alat untuk adhesi

pada sel host yang terinfeksi. Serta sebagian besar memiliki flagella

yang berfungsi untuk mortalitas.[24]

b. Stuktur Antigen

Salmonella thypii merupakan bakteri yang bersifat gram negatif,

memiliki antigen permukaan yang cukup kompleks. Antigen tersebut

mempunyai peranan yang sangat penting dalm proses patogenitas,

selain itu juga berperan dalam proses terjadinya respon imun pada

individu yang terinfeksi. Antigrn permukaan tersebut terdiri dari

antigen flagel (amtigen H), antigen somatik (antigen O) dan antigen K

(antigen Vi). [26]

14
Antigen O disebut juga sebagai antigen dinding sel bakteri gram

negatif. Antigen O tersusun dari LPS (lipopolisakarida) yang

berfungsi sebagai endotoksin resisten terhadap pemanasan 1000C,

alkohol dan asam, reaksi aglutinasinya berbentuk butir pasir. [26]

Antigen Vi merupakan antigen yang permukanya bersifat

termolabil, terletak di luar antigen O. Antigen Vi dapat menggagu

aglutinasi dengan antiserum O, dan antifagostik berperan dalam

menentukan factor virulensi S.typhi. selain itu juga dapat digunakan

utuk serotipe S.typhi di laboratorium. Antigen Vi dalam S.typhii

penting dalam mencegah opsonisasi mediasi-antibodi dan

komplemen-mediasi lisis. Dengan induksi pelepasan sitokin dan

migrasi sel mononuclear, organism S.typhi akan menyebar melalui

sistem retikuoendotelial terutama ke hati, limpa da sum sum tulang.


[25,26]

Antigen H atau antigen flagel terdiri dari suatu protein yang

dikode oleh gen flg yang berada pada lokus fliC. Antigen H bersifat

termobial dan dapat dirusak oleh alkohol, pemanasan pada suhu di

atas 600C dan asam, dimana pada reaksi aglutinasinya berbentuk

butir-butir pasir yang akan hilang apabila di kocok. Antigen H terdiri

dari 2 fase yaitu H fase 1 (H1) dan H fase 2 (H2) sehingga dapat

dijumpai Salmonella thypii serovar H1 dan Salmonella thypii serovar

H2. Antigen H1 terdiri dari H1-d dan H1-j sehingga dapat di jumpai

15
pula Salmonella thypii serovar H1-d yang tersebar luas di seluruh

dunia. [27]

c. Epidemiologi

Salmonella thypii merupakan bakteri penyebab demam tifoid.

Demam tifoid terjadi di seluruh dunia, khususnya pada negara

berkembang yang memiliki kondisi sanitasi buruk. Demam tifoid

bersifatendemik di Asia, Afrika, Amerika Latin, Caribbean dan

Oceania, tetapi 80% kasus datang dari Banglades, China, India,

Indonesia, Laos, Nepal, Pakistan atau Viethnam. [28]

Di Indoneisa penyakit ini bersifat endemik atau merupakan

masalah kesehatan masyarakat. Dari hasil telaah dari beberapa rumah

sakit di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecendrungan

meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan

500/100.000 penduduk dengan kematian antara 0,6-5%.[29]

16
2.3. Madu

2.3.1. Definisi

Gambar 2.3.1. Madu[30]

Madu adalah cairan kental yang dihasilkan oleh lebah madu dari

berbagai sumber nektar. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam

bunga berasal dari nektar berbagai jenis bunga. Nektar adalah suatu

senyawa kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar “nucleifer” tanaman

dalam bentuk larutan gula yang bervariasi. [30]

Madu memiliki manfaat dalam berbagai aspek antara lain segi

pangan, kesehatan dan kecantikan. Madu sering di guanakan sebagai

bahan pemanis, penyedap makanan dan campuran saat mengkomsumsi

makanan ataupun minuman. Selain itu madu sering juga diguanakan

sebagai obat-obatan. [30]

Madu dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (flora

nectar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra flora nektar) atau eksresi

serangga. Madu memiliki warna yang bervariasi mulai dari yang jernih

dan tidak berwarna (seperti air) hingga berwarna amber gelap atau hitam.

17
Komponen utama dari nektar adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa serta

terdapat juga dalam jumlah kecil sedikit zat-zat gula lainnya seperti

maltosa, melibiosa, rafinosa serta turunan karbohidrat lainnya. Pada

zaman dahulu madu dipakai untuk mengawetkan daging dan kulit. Orang

mesir pada waktu itu mempergunakan madu sebagai bagian dari ramuan

rahasianya untuk mengawetkan raja-raja. Madu juga digunakan untuk

makanan kesehatan, obat-obatan, serta kosmetik. Banyak bukti yang

mendukung madu dapat digunakan untuk luka yakni sebagai antibakteri

dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan pada luka. [31]

2.3.2. Jenis-jenis Madu

Berdasarkan cara pengambilannya madu dikelompokkan menjadi

dua kelompok yaitu : [32]

a. Madu liar adalah madu yang diambil langsung dari sarang lebah yang

terdapat dipohon-pohon dialam bebas

b. Madu ternak adalah madu yang di hasilkan dipeternakan lebah tunggal

yang terdapat dalam kotak yang terbuat dari kayu dan suasananya

senyaman mngkin dengan lokasi peternakan lebah harus dekat dengan

tanamannya.

2.3.3. Kandungan Madu

Madu adalah zat yang di buat ketika nektar dan deposito manis dari

tanaman yang dikumpulkan, diubah dan disimpan dalam sarang lebah

oleh lebah madu. Madu terutama terdiri dari glukosa dan fruktosa serta

ketiga komponen terbesar adalah air. [33]

18
Madu mengandung banyak mineral seperti natrium, kalsium,

magnesium, almunium, besi, fosfor dan kalium. Vitamin-vitamin yang

terdapat dalam madu adalah thiamin (B1), riboflavin (B2), asam askorbat

(C), piridoksin (B6), niasin, asam pantotenat, biotin, asam folat dan

vitamin K. Sedangkan enzim yang penting dalam madu adalah enzim

diastase, invertase, amilase, glukosa oksida, peroksidase dan lipase.

Enzim invertase berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan

fruktosa. Amilase berfungsi menghidrolisis menjadi dekstrin atau gula.

Glukosa oksidase berfungsi mengubah glukosa menjadi glukonolakton

yang dapat membentuk asam glukonat dan hidrogen peroksida. Katalase

berfungsi mengubah peroksida menjadi air dan oksigen. Asam fosfatase

berfungsi memindahkan fosfat anorganik dari fosfat organik. Selain itu

unsur kandungan lain madu adalah memiliki zat anibiotik atau

antibakteri. [33]

Nilai kalori pada madu sangat besar 328 kal/kg. Nilai kalori 1 kg

madu setara dengan 50 butir telur ayam, 5,7 liter susu, 1,68 kg daging, 25

buah pisang, 40 buah jeruk, dan 4 kg kentang. Madu juga memiliki

kandungan karbohidrat yang tinggi dan rendah lemak. Kandungan gula

dalam madu mencapai 80%. Asam utama yang terdapat pada madu

adalah asam glutamat. Sementara itu asam organik yang terdapat pada

madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikonat,

malat,proglutamat, sitrat dan piruvat. [31,33]

19
Komposisi Jumlah
Kalori 328 kal
Kadar air 17,2 g

Karbohidrat (total) 82,4 g

Fruktosa 38,5 g

Glukosa 31 g

Maltosa 7,20 g

Sukrosa 1,50 g
Protein, asam amino, vitamin
0,50 g
dan mineral
Tabel 2.1. Komposisi Nutrient Madu[33]

Komposisi Jumlah
Thiamin 1,5 mg
Riboflavin 1,7 mg
Niacin 20,0 mg
Phantothenic acid 10 mg
Pyridoxine 2,0 mg
Ascorbic acid 60 mg
Tabel 2.2. Komposisi Vitamin Madu[33]

2.3.4. Anti bakteri pada Madu

Madu memiliki beberapa faktor yang bertanggung jawab terhadap

antibakteri yakni kadar Gula pada madu yang tinggi, tingkat keasaman

pada madu dan senyawa organik yang bersifat anti bakteri salah satunya

adalah adalah flavonoid serta substrat inhibitor. Kadar gula yang tinggi

20
pada madu akan menghambat bakteri sehingga bakteri tersebut tidak

dapat hidup ataupun berkembang. [34]

White (1975) melaporkan bahwa aktifitas antibiotika yang

ditemukan dalam madu ditentukan oleh tiga sistem. Ketiga sistem

tersebut adalah keasaman dan substrat inhibitor. Faktor- faktor penentu

tersebut bekerja sendiri-sendiri ataupun bersamaan mengurangi

kehadiran atau pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme kontaminan.


[7]

a. Keasaman

Secara umum madu memiliki pH rata-rata 3,9 dengan rentang anatara

3,4-6,1 dan kandungan asam 0,57% dengan rentang 0,17-1,17%

terutama asam glukonat. Nilai pH madu yang cukup rendah ini di

sebabkan oleh beberapa kandungan asam organik yang terdapat dalam

madu. Total asam dalam madu berjumlah sedikit, tetapi dapat di

pengaruhi kestabilan madu terhadap mikroorganisme. Asam glukonat

adalah aam yang utama dalam madu, dihasilkan oleh dekstrosa

melalui kerja enzim yang ditemukan dalam madu, enzim ini di kenal

sebagai glukosa oksidase.

Beberapa ahli berpendapat bahwa pada hakikatnya keasaman tidak

penting terhadap daya antibakteri madu, tetapi hal tersebut tidak

berarti bahwa keasaman tidak mempengaruhi antibakteri madu. White

(1992) melaporkan bahwa dari 540 contoh yang diteliti rataan pH

21
madu adalah 3,9 dengan antara 3,2-4,5. Derajat keasaman ini sendiri

akan mencegah sebagian besar bakteri patogen.

b. Substrat Inhibitor/ Antibakteri

Terdapat dua sorotan utama terhadap bahan antibakteri pada madu

yang sering disebut, yaitu inhibine dan non-inhibine. Senyawa

pertama sensitif terhadap panas dan cahaya yang berasal dari

peroksida (H2O2) yang dihasilkan oleh enzim glukosa oksidase.

Senyawa inhibine ini diyakini oleh beberapa ilmuan sebagai senyawa

utama penyebab antibakteri pada madu.

Beberapa peneliti lain menemukan bahwa senyawa non-peroksida

lah yang lebih berperan terhadap antibakteri dalam madu. Aktifitas

antibakteri non-peroksida dapat tahan terhadap panas dan cahaya dan

tetap ada setelah penyimpanan dalam waktu lama.

Beberapa peneliti lain menemukan bahwa senyawa non-peroksida

lah yang lebih berperan terhadap antibakteri dalam madu. Aktifitas

antibakteri non-peroksida dapat tahan terhadap panas dan cahaya dan

tetap ada setelah penyimpanan dalam waktu lama.

Bogdanov (1989) melaporkan bahwa senyawa antibakteri pada

madu berasal dari flavonoid. Jenis-jenis flavonoid yang terdapat pada

madu diantaranya myricetin, tricetin, quercetin, luteolin, quercetin-3-

methyl ether, kaempferol, pinobankins, genkwanin, isorhamnetin, benzoic

acid, ferulic acid, galangin, pinocembrin, protocatechuic dan lain-lain. [35]

22
Flavonoid dapat merusak membran sel dengan cara menghambat

sintesis makromolekul. Flavonoid juga dapat mendepolarisasi membran

sel dan menghambat sintesis DNA dan RNA. [32]

Selain itu flavonoid juga dapat menghambat fungsi membran

sitoplasma dan menghambat metabolisme energi pada bakteri. [34]

2.3.5. Manfaat Madu

Madu memiliki beberapa manfaat diantaranya sebagai berikut :


[35.36]

a. Madu sebagai Antibakteri

Efek antibakteri madu, sebagian besar terhadap bakteri gram positif

baik efek bakteriostatik maupun efek bakterisida terhadap banyak strain

telah dilaporkan, kebanyakan yang bersifat patogen. Dari hal ini dapat

dibuktikan aktivitas bakterisida dan aktivitas bakteriostatik madu serta

zat-zat antibakteri terutama yang telah banyak resisten terhadap

antibiotik.

b. Madu sebagai Anti fungi

Mekanisme kerja antifungi sama dengan mekanisme antibakteri pada

madu , sehingga menyebabkan fungi tidak dapat tumbuh jika diberi

madu. Aktifitas fungi madu telah dikaitkan dengan tekanan osmotik

yang aktivitasnya sangat rendah, yaitu 0,562-0,62 yang terlalu rendah

untuk mendukung pertumbuhan spesies. Madu bersifat asam pHnya

diantara 3,2 dan 4,5 yang cukup untuk menjadi penghambat

kebanyakan hewan dan patogen. Faktor utama lain yang menjelaskan

23
penghambatan spesies jamur ini adalah akibat hidrogen peroksida

secara enzimatik didalam madu.

c. Madu sebagai Anti virus

Seperti efek anti fungi dan bakteri madu, efek antivirus juga bekerja

dengan efek yang sama. Telah dilaporkan bahwa madu juga memiliki

kemampuan untuk menginhibisi virus Rubella in vitro.

d. Madu sebagai penyembuh luka

Madu adalah pengobatan yang efektif untuk luka karena tidak

menyebabkan iritasi dan tidak beracun, dapat steril sendiri, bakterisida,

benutrisi dan mudah diterapkan. Madu memiliki agen penyembuhan

yang cepat, merangsang proses penyembuhan, menghilangkan infeksi,

merangsang regenerasi jaringan dan mengurangi inflamasi.

e. Madu sebagai Penambah nafsu makan

Komsumsi madu menunda respon post prandial grelin, meningkatkan

respon total PYY dan menumpulkan respon glukosa di bandingkan

denga komsumsi makanan yang mengandung sukrosa.

24
2.4. Kerangka Teori

Madu

Senyawa Organik
(Flavonoid)

Manfaat
Kadar Gula yang
Antibakteri Tinggi
Merusak
membran sel dan
Anti Fungi menghambat Kandungan Hydrogen
sintesis DNA dan peroksida (H2O2)
RNA

Anti Virus
Penambah Nafsu Menghambat Memiliki
Makan
pertumbuhan dan keasaman yang
Penyembuh Luka perkembangbiakan tinggi sehingga
bakteri dapat membunuh
bakteri

Salmonella thypii

Pertumbuhan
Salmonella thypii di
hambat

Keterangan :

: Yang akan diteliti

: Yang tidak di teliti

25
2.5. Kerangka konsep

Madu

Sifat Antibakteri

Menghambat
pertumbuhan bakteri
Salmonella thypii

Sensitif Tidak sensitif

Zona hambat

Keterangan :

= Variabel dependent

= Variabel Independent

26
2.6.Hipotesis

27
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian true experimental post test dengan

menggunakan metode disc diffusion untuk melihat efektivitas Madu sebagai

antibakteri terhadap bakteri Salmonella thypii secara in vitro.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan di lakukan di laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Farmasi UMI dengan waktu penelitian januari sampai februari 2017.

3.3.Alat dan Bahan Penelitian

3.3.1. Alat

Penelitian ini menggunakan beberapa alat laboratorium farmasi

UMI, antara lain : Cawan petri, lampu spiritus, mortar dan stamper,

ose bulat, jangka sorong, kertas saring, inkubator, pinset, tabung

reaksi, rak tabung serta volume pipet 1 ml dan 10 ml.

3.3.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Medium nutrient

agar, mikroba uji (Salmonella thypii). alkohol, disk blank dan

aquadest.

28
3.4.Sampel dan Cara Pengambilan Penelitian

3.4.1. Pengambilan Sampel madu

Pengambilan sampel madu dilakukan di toko obat-obatan

tradisional atau pasar yang menyediakan madu asli.

3.4.2. Pembuatan larutan madu berbagai konsentrasi

3.4.3. Pembuatan Medium

a. Medium Nutrient Agar

Nutrient agar ditimbang sebanyak 0,81 gram untuk volume 30

ml, kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 30 ml dalam

Erlenmeyer, setelah itu dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih

dan bahan larut. Kemudian, dimasukkan ke dalam 6 buah tabung

reaksi masing-masing 5 ml lalu tutup mulut tabung dengan kapas

lalu diberi kertas aluminium foil, kemudian disterilkan dalam

autoklaf pada suhu 121oC pada tekanan 2 atm selama 15 menit.

Setelah steril media dikeluarkan lalu dimiringkan sedikit lalu

dibiarkan memadat.

b. Penyiapan Bakteri Uji

1. Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri uji yang digunakan yaitu Salmonella thypii yang

berasal dari biakan murni, masing-masing diambil sebanyak

satu ose lalu diinokulasikan dengan cara goresan pada

29
medium Nutrient agar lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama

1x24 jam

2. Pembuatan Suspensi

Masing-masing bakteri uji yang berumur 24 jam dari agar

disuspensikan dengan bantuan larutan aquades. Suspensi

kemudian dituang ke dalam cuvet berdiameter 13 mm.

Penentuan kepadatan suspense biakan diatur sehingga

diperoleh pengenceran yang diharapkan pada panjang

gelombang 580 mm yang memiliki transmitan 25% (setara

dengan kepadatan 108) terhadap blanko aquades dengan

menggunakan alat spektrofotometer.

c. Uji Aktivitas

Pengujian dilakukan secara in vitro dengan metode difusi

agar yang menggunakan paper disk berkuran 15 mm.

Medium Nutrient Agar steril didinginkan pada suhu 400C-

450C. kemudian dituangkan suspensi bakteri uji secara

aseptis ke dalam cawan petri sebanyak 1 ml, selanjutnya

dituangkan medium Nutrient Agar sebanyak 12-15 ml di

atasnya, dihomogenkan dan dibiarkan memadat.

Setelah itu beberapa lembar paper disk steril masing-

masing direndam selama 5 menit dalam madu yang sudah

diencerkan, kemudian diletakkan secara aseptis dengan pinset

30
steril pada permukaan medium dengan jarak paper disk dari

pinggir cawan petri 2 cm. selanjutnya diinkubasi pada suhu

370C selama 1x24 jam dan diukur daerah hambatan dengan

menggunakan jangka sorong.

3.5.Klasifikasi Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Bebas

Variable bebas adalah variabel yang bila dalam suatu saat berada

bersama dengan variabel lain, variable yang terakhir ini berubah

dalam variasinya. Dalam penelitian ini yang dianggap variabel

bebas adalah Salmonella thypii.

3.5.2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah variabel efek yaitu Madu.

31
3.5.3 Alur Penelitian

Medium Bakteri
Salmonella Thypii

Madu kloramfenikol
Oral 500mg

Konsentrasi 10 mg/ml

Konsentrasi 20 mg/ml Kontrol Positif

Konsentrasi 40 mg/ml

Konsentrasi 60 mg/ml

Konsentrasi 80 mg/ml

Konsentrasi 100 mg/ml

Uji Sensitivitas

Penilaian

Analisis Data

Penyajian Data

32
3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.1.1 Kriteria Inklusi

1. Madu asli yang di dapatkan di pasar tradisional kota Kendari

3.1.2 Kriteria Eksklusi

1. Madu yang rusak

2. Madu yang telah di campur sebelumnya dengan air

3.1.3 Defenisi operasional

1. Salmonella thypii : Infeksi Salmonella thypii memiki kapsul

atau lapisan luar (outer layer) yang tersusun dari LPS

(lipopolisakarida), murein, fosfolipid dan protein yang tersusun

berlapis-lapis. Fungsi dari LPS (lipopolisakarida) pada bakteri

ini sebagai endotoksin. Bakteri ini juga memiliki fimbriae atau

vili yang berfungsi sebagai alat untuk adhesi pada sel host yang

terinfeksi. Bakteri ini dapat menyebabkan demam tifoid.

2. Madu : Madu dibuat oleh lebah yang bahan bakunya di ambil

dari nektar yang di produksi bunga, kadang-kadang nadu juga

di produksi dari honey drew, yaitu cairan hasil ekskresi

serangga yang terdapat pada jaringan floem. Ekskresi tersebut

mengandung cairan gula sehingga menarik lebah untuk

mengumpulkannya. Madu juga banyak di gunakan sebagai

33
bahan kosmetik, tambahan makanan bahkan sebagai obat

tradisional.

3. Antimikroba : adalah semua substansi yang berasal dari

natural, semisintesis atau sintetik yang membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak

membuat kerusakan pada host.

3.2 Kriteria Objektif

3.2.1 Zona Hambat Minimal

Zona hambatan yang terbentuk pada uji daya antibakteri memang

terbagi tiga, yaitu ada yang bersifat resisten, intermedia dan

sensitive.

Resisten 12 mm

Intermedia 13-14 mm

Sensitive 15 mm

3.3 Etika Penelitian

Beberapa hal yang terkait dengan etika penelitian adalah :

3.3.1 Menyertakan surat izin penelitian kepada pihak Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

3.3.2 Menyertakan surat izin dari Fakultas Kedokteran dan pembimbing

kepada laboratorium yang akan digunakan untuk meneliti.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmawardono, W. 2006. Demam Tifoid : Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Anak : Infeksi dan penyakit tropis, Edisi 1. Jakarta. BP FK-UI.

2. WHO (World Health Organization). Background Doc : The diagnosis,

treatment and prevention of thyphoid fever 2003. Geneva. Swizerland.

3. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Bdan

penelitian dan pengembangan Kesehatan kementrian kesehatan: Jakarta

4. Mirza S,H. 1995. The prevalence and clinical features of multi-drug

resistant salmonella typhi infection in Baluchistan, Pakistan. Ann Trop

Med and Parasitol

5. Crame E. A Book of Honey Oxford University Press, London.1990

6. Departemen Agama RI. 2014. Kitab suci, Al-Quran dan terjemahan.

Jakarta

7. White, JW. 1975. Antibiotic System in Honeys Nectar and Pullen Cornell.

University press, Ithaca and London

8. Mundo, M.A., Olga I. Padilla-Zakour, and R.W. Worobo, 2004. Growth

Inhibition of Food Pathogens and Food Spoilage Organisms by Selected

Raw Honeys. International Journal of Microbiology 97 : 1-8

9. Antony, S., J.R. Rieck, J.C. Acton, I.Y. Han, E.L. Halpin, dan P.L.

Dawson, 2006. Effect of Dry Honey on the Self Life of Packaged Turkey

Slice. Poultry Science 85 : 1811-1820.

10. Abdul, Fahrul. 2014. Uji efektifitas madu multiflora sebagai antimikroba

terhadap Salmonella Thypii: Jakarta

35
11. Katzung, Betram G. 2007. Farmakologi dasar dan klinik. Salemba Medica

12. Setiabudy R. 2007. Pengantar antimikroba, In : Gunawan SG, Setiabudy

R, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. Gaya Baru.Jakarta

13. Lisdayanti, E.,2013. Potensi antibakteri dari bakteri Asosiasi Lamun

(Seagrass) dari pulau Bonebatang perairan Kota Makassar, Skripsi Jurusan

Ilmu kelautan Fakultas Ilmu kelautan dan perikanan Universitas

Hasanuddin

14. Gan, S. 1989. Farmakologi dan terapi. Edisi ketiga. Bagian Farmakologi

Fakultas kedokteran UI. Jakarta.

15. Schlegel, G. H., dan Karin. 1994. Mikrobiologi Umum. Gajah Mada Press.

Yogyakarta

16. Sulistia, G., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Bagian Farmakologi,

Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

17. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
18. Siswandono dan Soekardjo. (1995).Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit

Airlangga University Press.

19.

20.

21.

22. Gojmerac WL. Bees, Beekeeping. 1983. Honey and Pollimation. The AVI

Publishing Co. Inc, Westport, Connecticut.

23. Butt M.S, Sultan M.T, et al. Garlic. 2009. Nature’s protection agains

physiological treats. Critical riview in food science and nutrition

36
24. Mulu, A,.B. Tessema, and F, Derby, 2004. In vitro Assesment of The

antimicrobial potential of honey on common human phatogens. Ethiop. J.

Health Dev. 2004. 18

25. Goe F Brooks dkk. 2004. Mikrobiologi Kedokteran ;Jawetz, Melnick and

Adleberg’s Medical Microbiology, Edisi 23. Hal: 254

26. Klotchko, A., 2011.Salmonellosis. Tersedia dari: http:

//emedicine.medscape.com/article /228174 - overview

27. Grossman D,A, et all. 1995. Flagellar serotypes of Salmonella thypii in

Indonesia relationship among motility, invasiveness, and clinical illness.

The Journal of Infections Disease.

28. Chau T,T, et all., 2007. Antimicrobial drugs resistance of Salmonella

enterica serovar thypii in asia and molecular mechanism of reduced

suscepbility to the fluoroquinoles. Antimicrobs Agent Chemother.

29. Sarwono B. 2003. Lebah Madu Depok: PT. Agro Media Pustaka.

30. Warisno.1996. Budidaya Lebah Madu. Yogyakarta

31. Molan P. 2000. Potential of honey treatment of wounds of honey on some

microbiolates. J, Sci Res Med.

32. Susanto Adji.2004. Khasiat dan Manfaat Madu herbal. Agroria pustaka.

Jakarta

33. Sihombing DTH. Ilmu Ternak Lebah Madu University Press,

Yogyakarta.1997

34. Molan P. 2000. Potential of honey treatment of wounds of honey on some

microbiolates. J, Sci Res Med.

37
35. Argnessio, TR dan AR Navaro.1975. Microbiology of repening Honey, J.

App. Miceohol Vo.30 (6). The Amrican society of Microbiology

36. Jarvis, D. C., 2002, Khasiat Sari Apel dan Madu ,diterjemahkan oleh

Sudarmadji, Prestasi Pustaka, Jakarta.

http://eprints.ums.ac.id/9047/1/K100060110.pdf

38

Anda mungkin juga menyukai