Kelompok 3/P2
1.2 Tujuan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 5 April 2019 pukul 07.00-
11.00 WIB di Klinik Hewan Sekolah Vokasi IPB.
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat bedah minor yaitu,
towel clamp, scalpel dan blade, pinset sirurgis, pinset anatomis, gunting lurus
runcing-runcing, gunting lurus runcing tumpul, gunting lurus tumpul-tumpul,
gunting bengkok runcing-runcing, gunting bengkok runcing tumpul, gunting
bengkok tumpult-tumpul, tang arteri lurus anatomis, tang arteri bengkok anatomis,
tang arteri lurus sirurgis, tang arteri bengkok sirurgis, needle holder, meja operasi,
lampu operasi, meja alat, spoit, tali, duk,
Nama Blake 2
Jenis Kucing
Ras Domestik
Umur ± 4 tahun
Warna rambut Putih, abu-abu
Warna kulit Putih, hitam
Berat Badan 3,3 kg
Jenis Kelamin Jantan
3.2 Anamnese
Blake 2 tidak memiliki riwayat penyakit, dan saat dilakukan pemeriksaan sebelum
operasi tidak terdapat kelainan.
Dosis
Konsentrasi Volume
Obat Golongan Obat (mg/Kg Rute Waktu
(mg/ml) Obat (ml)
BB)
Sulfas
0,025 0,25
Atropine Premedikasi 0,33 SC 08.42 WIB
Xylazine 2% Xylazin = 20
Xylazin = 2
+ Ketamine Anastesi Ketamin = 0,66 IM 08.57 WIB
Ketamin = 10
k10% 100
Ketamine
10 100
1/2dosis Anastesi 0,165 IM 09.38 WIB
Ketamine
10 100
1/2dosis Anastesi 0,165 IM 09.40 WIB
Ditetes pada
- -
Penicillin Antibiotik 0,8 area sayatan 9.55 WIB
Terramycin Antibiotik 14 50 0,93 IM 10.03 WIB
Pasca
operasi
Amoxicillin Antibiotik 20 25 2,64 Oral
08.00 WIB
20.00 WIB
Rumus = Dosis (mg/kg BB) x Berat badan (kg)
Sediaan (mg/ml)
a) Atropin Sulfas
Dosis = 0,025 mg/kgBB
Sediaan = 0,25 mg/ml
Rumus = 0,025 mg/kg BB x 3,3 kg = 0,33 ml
0,25 mg/ml
b) Xylazine 2%
Dosis = 2 mg/kg BB
Sediaan = 20 mg/ml
Rumus = 2 mg/kg BB x 3,3 kg = 0,33 ml
20 mg/ml
c) Ketamin 10%
Dosis = 10 mg/kg BB
Sediaan = 100mg/ml
Rumus = 10 mg/kg BB x 3,3 kg = 0,33 ml
100 mg/ml
d) Terramycin
Dosis = 14 mg/kg BB
Sediaan = 50 mg/ml
Rumus = 14 mg/kg BB x 3,3 kg = 0,93 ml
50 mg/ml
e) Penicillin
Rumus = 3.000.000 IU = 200.000 IU/ml
15 ml
= 200.000 IU/ml = 4 ml
50.000 IU
= 4ml = 0,8 ml
5
f) Amoxicillin
Dosis = 20 mg/kg BB
Sediaan = 25 mg/ml
Rumus = 20 mg/kg BB x 3,3 kg = 2,64 ml
25 mg/ml
3.4 Pemeriksaan Fisik
3.4.1 Pemeriksaan Fisik Pre Operasi
Parameter Keadaan Normal Setelah Pemberian Setelah
(Menit 0) Atropine (Menit Pemberian
15) Xylazine dan
Ketamine
(Menit 30)
Temperature 37.8 37.9 38.2
(kali/menit)
Frekuensi nafas 40 37 35
(kali/menit)
Denyut jantung 176 169 157
(kali/menit)
Pulsus nadi 168 165 146
Reflek pupil Ada Ada Ada
Diameter pupil (cm) 1.3 1.2 1.2
A B
Gambar 4. Bahan anestetikum (a) Ketamin 10% (b) Xylazine 2%
Ketamin adalah anestesi umum non barbiturat yang bekerja cepat dan
termasuk dalam golongan fenyl cyclohexylamine dengan rumus kimia 2-(0-
chlorophenil) – 2 (methylamino) cyclohexanone hydrochloride. Ketamin dengan
pemberian tunggal bukan anestetik yang bagus, karena obat ini tidak merelaksasi
muskulus bahkan kadang-kadang tonus sedikit meningkat. Adapun dosis ketamin
untuk kucing adalah 10-15 mg/kgBB (Napier and Napier 2009). Xylazin
menyebabkan penekanan sistem saraf pusat yang diawali dengan sedasi kemudian
pada dosis yang lebih tinggi digunakan untuk hipnotis, sehingga akhirnya hewan
menjadi tidak sadar dan teranestesi. Di dalam anestesi hewan, xylazin biasanya
paling sering digunakan dengan kombinasi ketamin. Xylazin menimbulkan efek
relaksasi muskulus centralis. Selain itu, xylazin juga mempunyai efek analgesi.
Hewan yang diberikan bahan anestetikum pada kelompok kami ter-anestesi
dalam waktu 5 menit, hal ini sesuai dengan Kusumawati dan Sardjana (2004) bahwa
waktu ter-anastesi pada hewan umumnya tercapai dalam waktu 6-8 menit . Anestesi
ini berlangsung selama 33 menit, hal ini sesuai dengan Kusumawati dan Sardjana
(2004) bahwa anestesi berlangsung selama 30-40 menit. Menurut Kusumawati dan
Sardjana (2004), pemulihan setelah diberi ketamin-xylazine membutuhkan waktu
sekitar 5-8 jam. Pasca operasi, hewan kami membutuhkan waktu 7 jam dalam
pemulihan. Waktu ini didapatkan dari pengamatan efek yang ditimbulkan dari bahan
anestetikum.
Pengamatan frekuensi denyut jantung pada saat dilakukannya operasi yaitu
dapat menggambarkan kualitas fungsi kardiovaskuler yang bertugas mengangkut O2
dan nutrien ke seluruh jaringan tubuh, membawa limbah metabolisme dan
mempertahankan homeostasis seluler (Cunningham 2002). Penurunan denyut
jantung pada kondisi teranestesi adalah normal, sebab pada kondisi teranestesi sistem
fisiologis hewan akan mengalami penurunan terutama cardiac output (Mckevey dan
Hollingshead 2003). Puncak peningkatan variabel-variabel tersebut terjadi 2-4 menit
setelah pemberian anastesi intravena dan menurun secara perlahan sampai nilai
normalnya setelah 10- 20 menit (Katzung 2012). Penurunan cardiac output ini
diakibatkan adanya pengaruh sebagian besar anestetikum yang dapat menekan
denyut jantung dan fungsi miokardiak.
Pada gambar . dapat dilihat bahwa frekuensi jantung mengalami peningkatan
pada menit ke 30 dan menit ke 45 ini disebabkan karena adanya pengaruh dari
pemberian ketamin. Ketamin adalah satu-satunya anastetik intravena yang selain
bersifat analgesik kuat juga mampu merangsang sistem kardiovaskular sesuai dengan
dosis pemberiannya (Katzung 2012). Ketamin berbeda dengan sebagian besar obat
anestesi, karena telah terbukti memiliki efek tambahan pada denyut jantung, tekanan
darah dan tingkat pernapasan karena peningkatan aktivasi simpatik (Ungern
Sternberg dkk, 2007 disitasi oleh Negash dkk, 2016).
Suhu tubuh hewan saat dilakukan operasi akan menurun, hal ini merupakan
efek anestetikum ketamin yang dapat menekan hipotalamus sehingga menyebabkan
penurunan temperatur tubuh (Plumb 2005). Ketamin sebagai anestetikum pada dosis
biasa tidak menyebabkan penekanan respirasi yang signifikan sedangkan
penggunaannya pada dosis yang tinggi menyebabkan terjadinya depresi respirasi
(Plumb 2005). Pada kucing, ketamin menyebabkan respirasi yang terengah-engah
(tachypnoe). Hal tersebut dapat diminamilisir dengan pemberian ketamin sebagai
anestetikum pada kucing dikombinasikan dengan xylazin (Greena dan Thurmon
1988).
Xylazin menyebabkan penekanan respirasi (Adams 2001). Kombinasi antara
ketamin dan xylazin merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen itu untuk
menghasilkan anestesi. Anestesi dengan ketamin-xylazin memiliki efek yang lebih
pendek jika dibandingkan dengan pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini
menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konvulsi (Pirade 2015).
Pemantauan selama proses anestesi perlu dilakukan, hal ini untuk melihat reaksi dari
obat-obatan tersebut dengan tubuh pasien. Pemantauan sebaiknya difokuskan pada
fungsi respirasi, fungsi sirkulasi, dan temperatur tubuh yang memiliki peran
mempertahankan kedalaman anestesi (McKelvey dan Hollingshead 2003).
Penanganan luka sayatan pasca operasi yaitu dengan memberi povidone iodine
saat pembersihan luka sebelum diolesi bioplacenton. Pemberian povidon iodine
dapat memulihkan kesehatan secara umum dan menjaga kebersihan luka, serta
mencegah infeksi, sehingga proses penyembuhannya tidak memakan waktu lama
(Potter dan Perry 2006).
Gambar 5. Povidone Iodine dan Bioplacenton
Bioplacenton merupakan antibiotik topikal yang di produksi oleh Kalbe Farma,
berupa gel yang mengandung ekstrak plasenta ex bovine 10% dan neomisin sulfat
0.5% (MIMS 2016). Ekstrak plasenta bekerja mambantu proses penyembuhan luka
dan memicu pembentukan jaringan baru, sedangkan neomisin sulfat berfungsi untuk
mencegah atau mengatasi infeksi bakteri pada 20 area luka (Kalbemed 2013). Obat
ini digunakan 4-6 kali sehari dengan mengoleskan tipis pada kulit yang terluka.
Ekstrak plasenta telah lama digunakan di berbagai negara untuk kepentingan
kosmetik dan penyembuhan luka (Park 2010). Penggunaan ekstrak plasenta dalam
penyembuhan luka normal ataupun luka yang terinfeksi telah terbukti secara klinis
keefektifannya (Chakraborty & Bhattacharyya 2012). Plasenta kaya akan molekul
bioaktif seperti enzim, asam nukleat, vitamin, asam amino, steroid, asam lemak, dan
mineral (Park 2010; Cho et al., 2008). Oleh karena itu ekstrak plasenta memiliki efek
antiinflamasi, antianafilaksis, antioksidan, antimelanogenik, pelembab, dan kaya
akan materi pembentuk kolagen (Cho et al., 2008).
Gambar 6. Amoxicillin
Amoksisilin merupakan suatu antibiotik yang banyak diresepkan dalam
pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik ini diberikan selama 1 hari 2x selama 5 hari.
Kemerahan atau rubor merupakan keadaan awal yang menandakan dimulainya
peradangan. Hal ini disebabkan oleh melebarnya suplai darah ke daerah radang oleh
arteriol, sehingga banyak darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal (Price dan
Wilson 1995).
Pembengkakan atau tumor disebabkan oleh leukotrein yang dapat
meningkatkan permeabilitas vaskuler di daerah peradangan sehingga terjadi
peningkatan jumlah cairan dan terlihat bengkak atau odema serta berefek kemotaktik
kuat terhadap eosinofil, netrofil dan makrofag (Robert 2004). Munculnya tanda
keropeng terjadi pada hari ketiga pasca operasi. Keropeng atau krusta pada luka
merupakan hasil serum yang mengering berwarna kuning-hitam. Setelah 2 hari tahap
inflamasi, kolagen dikeluarkan dan dimulai proses ikatan dan proses ke arah
penggabungan yang kuat antara tepi luka. Dalam waktu 4-6 hari, jaringan granulasi
sehat berwarna merah muda membentuk dasar untuk menyokong dan memberi
makan epithelium yang meluas. Fase ini disebut dengan fase proliferasi (Robert
2004).
A B C
C D E
F G H
Gambar 7. (A) Batas scrotum diinsisi , (B) Tunica Vaginalis Comunis disayat,
(C) Testis dikeluarkan, (D) ductus deferens dan arteri testicularis, (E) dilakukan ligasi
pada ductus deferens dan arteri testicularis, (F) pemberian NaCl 0,9 % , (G)
Pemberian Antibiotik (penisilin), (H) penjahitan terputus sderana satu jahitan.
BAB V
SIMPULAN
Orchiectomy atau kastrasi merupakan sebuah prosedur operasi dengan
tujuan membuang testis hewan. Orchiectomy yang dilakukan pada praktikum ini
adalah tipe terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R. H., 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8nd edition. IOWA
State: University Press Ames.
Bojrab MJ, Waldron DR, Toombs JP. 2014. Current Techniques in Small Animal
Surgery 5th Edition. Jackson (US): Teton New Media.
Chakraborty, P.D. & Bhattacharyya, D., 2012. Aqueous Extract of Human Placenta.
Recent Advances in Research on the Human Placenta, (4), hal.77– 92.
Cho, H., Ryou, J. & Lee, J., 2008. The effects of placental extract on fibroblast
proliferation. J. Cosmet. Sci., 202 (June), hal.195–202.
Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: WB.
Saunders Company.
Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada
University Press.
Greena, S. A dan Thurmon J. C. 1988. Xylazine a review of its farmacology and use in
veterinary medicine. Journal of Veterinary Pharmacology and Therapeutics 11:
295- 313.
I Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati. 2011.,Cetakan
Bedah Veteriner Pertama. Airlangga University Press, Surabaya.
Kalbemed. 2013. Bioplacenton. Kalbe Medical Portal.
http://www.kalbemed.com/Products/Drugs/Branded/tabid/245/ID/5699/Biopl
acenton.aspx [Di akses pada 9 April 2019].
Katzung, B. G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC.
McKelvey, D dan K. W. Hollingshead. 2003. Veterinary Anesthesia and
Analgesia, Edisi ke-3. Auburn, WA, U.S.A.
MIMS. 2016. Bioplacenton. MIMS (C) 2016.
http://www.mims.com/myanmar/drug/info/bioplacenton?type=full [Di akses
pada 9 April 2019].
Napier, J.R. and Napier, P.H. 1967. A Handbook of Living Primate Morphology
Ecology and Behaviour of Human Primates. Academic Press London. New
York.
Negash, A., Y. Belay., K. Tesfamariam., dan H. Endalkachew. 2016. Evalution of
General Anesthesia Using Xylazine-Ketamine Combination with and without
Diazipam for Ovariohysterectomy in Bitches. J Vet Sci Technol 7:6.
Park, S.Y., Phark, S., Lee, M., Lim, J.Y., Sul, D., 2010. Anti-oxidative and
antiinflammatory activities of placental extracts in benzo[a]pyrene-exposed
rats. Placenta, 31(10), hal.873–879.
Pirade, P.F. 2015. Perbandingan Pengaruh Anastesi Ketamin-Xylazin dan Ketamin-
Zoletil Terhadap Fisiologis Kucing Lokal (Felis domestica). Makassar. Skripsi
Plumb, D. C. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.
Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik; edisi : 4. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia. A, Lorraine, M. Wilson. (1995). Buku 1 Patofisiologi “Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit”, edisi : 4. Jakarta : EGC.
Robert F. 2004. Wound Healing: an overview of acute, fibrotic and delayed healing.
Frontiers in Bioscience, 9: 283-289.
Sardjana, I.K.W., dan Kusumawati, D., 2004, Anestesi Veteriner, Jilid I, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Sardjana IKW dan Kusumawati D. 2011. Bedah Veteriner. Surabaya(ID): Airlangga
University Press.
Widya P, Komang WS dan Diah K. 2014. Bedah Veteriner Cetakan Pertama.
Surabaya(ID): Airlangga University Press.