Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Ke-2 Hari/Tanggal : Kamis, 31 Januari 2019

Teknik Dasar Nekropsi Dosen : Drh. Vetnizah Juniantito, PhD.


Drh. Heryudianto Vibowo,MSi

KELAINAN SISTEM KARDIOVASKULAR PADA IKAN

Kelompok 6

Nama NIM
Aldona Tegar Saputra J3P117026
Arfan Ariyanto J3P117028
Revi Indah Fitriani J3P117039
Raudhotul Jannah J3P117053
Hintana Fitriani J3P117072
Azijah Arrachmi J3P217088
Dieniza Vadya D. J30217089

PROGRAM STUDI PARAMEDIK VETERINER


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Pisces atau ikan merupakan hewan vertebrata berdarah dingin
(poikilotermik) yang hidup di dalam air dan bernafas menggunakan insang. Tubuh
ikan ditutupi dengan sisik-sisik yang tersusun dari zat kapur. Permukaan pada sisik
ikan sedikit berlendir, hal ini dipergunakan untuk memudahkan ikan berenang.
Penyebaran ikan dapat dikatakan hampir diseluruh permukaan bumi dapat
ditemukan di air tawar maupun air asin. Komoditi dengan penyebaran yang hampir
semua wilayah di Indonesia dan memiliki nilai ekonomi paling tinggi adalah ikan
mas.
Darah merupakan media berupa protein yang menjadi nutrisi yang sangat
diperlukan oleh mikroorganisme untuk hidup. Hal ini menjadikan sistem peredaran
darah merupakan vektor atau jalan yang baik untuk mendistribusikan sumber
penyakit ke dalam seluruh tubuh. Di dalam konteks ini, jantung sangat berperan di
dalam peredaran darah. Apabila sistem peredaran darah diinfeksi penyakit, maka
dapat dipastikan bahwa serangan tersebut juga mengarah ke jantung sebagai pusat
kendali peredaran darah. Penyakit yang menyebabkan aktivitas jantung terganggu
dapat dikenali melalui oedema, yaitu pembengkakan karena menumpuknya cairan
dalam rongga tubuh (ascites). Tanda-tanda kegagalan aktivitas jantung lainnya
selain fluid filled body cavity (ascites) atau buncit adalah mata menonjol
(exopthalmia) dan daging badan menjadi lembut. Kegagalan kinerja jantung dan
kerusakan sistem peredaran darah dapat disebabkan oleh serangan bakteri, virus,
hifa dari jamur, logam berat ataupun limbah yang menstimulir sel darah putih
(leukosit) bertambah secara abnormal dan sel darah merah (eritrosit) berkurang
jumlahnya (anemia) (Kurniawan Andri 2012).
Sistem sirkulasi darah terdiri dari sistem pembuluh darah (blood vascular
system) dan sistempembuluh limfa atau getah bening (lymph vascular system).
Darah merupakan salah satu media dalam sistem sirkulasi. Sirkulasi merupakan
lintasan kontinyu dan paling penting. Ikan mas memiliki sistem peredarah darah
tertutup dan peredaran darah tunggal. Organ vaskular yang utama terdapat pada
ikan adalah jantung. Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui fungsi dari
sistem sirkulasi pada ikan dan mampu mengidentifikasi kelainan pada organ sistem
peredaran darah ikan.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Januari 2019 pada pukul
09.00-13.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di GG Klinik Sekolah Vokasi Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini yaitu handphone,
laptop, alat tulis.
Cara Kerja
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu metode kepustakaan,
yaitu kelompok mengambil informasi berdasarkan studi literatur berupa dokumen
seperti jurnal atau buku yang berkaitan dengan sistem kardiovaskular dan
kelainannya pada ikan.
PEMBAHASAN
Secara umum sistem peredaran darah pada ikan mirip sistem hidrolis yang
terdiri atas sebuah pompa, pipa, katup, dan cairan. Meskipun, jantung teleostei
terdiri atas empat bagian. Namun pada kenyataanya mirip dengan satu silinder atau
pompa piston tunggal. Untuk menjamin aliran darah terus berlangsung, maka darah
dipompa dengan perbedaan tekanan. Tekanan jantung lebih besar dari tekanan
arteri, dan tekanan arteri lebih besar dari tekanan arterionale. Akibat adanya
perbedaan tekanan maka aliran darah dapat terjadi (Soewolo 2000)
Terdapat dua jenis energi yang disalurkan ke darah pada setiap kontraksi
jantung, yaitu energi kinetik yang menyebabkan darah mengalir dan energi
potensial yang tersimpan dalam pembuluh darah dan menimbulkan tekanan darah.
Selain itu, aliran darah juga dipengaruhi oleh viskositas darah. Apabila viskositas
darah meningkat maka aliran darah akan melambat.Kontrol terhadap jantung,
didasarkan pada dua mekanisme, yakni adrenergik dan cholinergik. Adrenergik
merangsang jantung berkontraksi, sedangkan cholinergik menyebabakan relaksasi.
Kedua proses yang saling bertentangan ini menyebabkan jantung dapat memompa
darah dan mengisinya kembali. Darah dipompa keluar selama kontraksi ventrikel
(systole) dan diikuti oleh periode relaksasi dan pengisian kembali (diastole) (
Sukiya 2005).

Gambar 1. Sistem peredaran darah ikan

Sistem peredaran darah ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat satu
jalur sirkulasi peredaran darah. Start dari jantung, darah menuju insang untuk
melakukan pertukaran gas. Selanjutnya, darah dialirkan ke dorsal aorta dan terbagi
ke segenap organ-organ tubuh melalui saluran-saluran kecil. Selain itu, sebagian
darah dari insang kadang langsung kembali ke jantung. Hal ini terjadi bilamana
tidak semua output cardiac dibutuhkan untuk menuju ke dalam dorsal aorta dan
pembuluh eferen yang lain. Pada bagian lain, yaitu berawal dari insang pertama,
sebelum dihubungkan ke sistem vena. Peranan kedua organ ini mungkin sebagai
ventilasi kontrol dan untuk sekresi gas ke cairan mata ( Soewolo 2000).
Gambar 2. Pengedaran suplai oksigen pada ikan

Darah merupakan suatu fluida yang berisi beberapa bahan terlarut dan
erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan lain yang tersuspensi. Darah berfungsi
mengedarkan suplai makanan kepada sel-sel tubuh, membawa oksigen ke jaringan-
jaringan tubuh, membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukan.
Pertukaran oksigen terjadi dari air dengan karbondioksida terjadi pada bagian
semipermeabel yaitu pembuluh darah yang terdapat di daerah insang. Selain itu di
daerah insang terjadi pengeluaran kotoran yang bernitrogen ( Soewolo 2000).
Dorsal aorta adalah sumber darah terbesar pada tubuh. Darah disuplai ke
kepala, otot badan, ginjal dan semua organ pencernaan melalui pembuluh kapiler.
Ada tiga rute pengembalian jantung, yakni pertama, dari otak, darah kembali ke
jantung melalui vena cardinal anterior yang berhubungan dengan vena cardinal
anterior yang berhubungan dengan vena cardinal umum. Di bagian ini juga bertemu
darah dari vena cava posterior, yakni darah dari vena caudal yang telah melalui
sistem renal portal. Kedua, dari organ visceral, darah kembali ke jantung melalui
vena hepatik. Terakhir, dari insang, darah dikembalikan ke jantung melalui vena
branchial ( Sukiya 2005).
Jantung ikan hanya terisi darah yang tidak mengandung oksigen. Darah dari
jantung dipompa menuju ingsang untuk diisi oksigen lalu diedarkan keseluruh
tubuh. Jantung hanya memiliki 2 bilik yaitu atrium dan ventrikel dengan konus
(bulbus) arteriosus. Darah sebelum masuk kedalam atrium terlebih dahulu melewati
sinus venosus, dari atrium darah menuju ventrikel, kemudian dipompa kearah
konus arteriosus menuju aorta ventral. Darah dari aorta ventral menuju kedaerah
insang lewat arteri brankia aferentia, selanjutnya dari ingsang arteri brankia eferen
darah mengumpul pada aorta dorsal. Pembuluh ini disebut lengkung aorta (arcus
aortikus) yang akan menjadi aorta ventral dan dorsal (Sukiya 2005). Sinus venosus
menerima darah dari vena hepatika dan vena kardinalis (vena cuvieri, yang
merupakan gabungan pembuluh darah vena kardinal posterior dan anterior). Darah
dari kepala dikumpulkan oleh vena kardinal anterior, dan darah dari ginjal dan
gonade dikumpulkan oleh vena kardinal posterior. Pembuluh Cuvier adalah
pembuluh vena latero abdominalis yang menerima darah dari dinding tubuh dan
alat gerak. Sistem pertal renalis terdiri vena kaudal dan 2 pembuluh portal ginjal.
Darah dari ekor menuju sistem portal renalis lalu ke kapiler ginjal. Sistem portal
hepatik mengalirkan darah kelambung dan usus kemudian kembali ke hati, sesudah
itu masuk ke sinus venosus melalui sepasang vena hepatika (Sukiya 2005).
Penyakit dapat menyerang ikan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya
adalah karena adanya perubahan kondisi lingkungan, faktor keturunan atau karena
adanya mikroorganisme dan parasit (Rahayu 1986). Umumnya penyebab penyakit
pada ikan adalah karena mikroorganisme dan hewan parasit. Penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme disebut dengan “Microbial Disease”. Kelompok
mikroorganisme yang sering menyerang ikan adalah bakteri, virus, jamur, dan
protozoa lainnya (Rahayu 1986). Keberadaan penyakit dapat meyebabkan
gangguan pada sistem fisiologis ikan. Akibat yang ditimbulkan oleh keberadaan
parasit dalam tubuh ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jumlah parasit atau
penyebab penyakit, kemampuan atau penyebab penyakit menyerang tubuh ikan,
daya tahan dan kepekaan tubuh ikan terhadap penyakit, keadaan nutrisi dalam
makanan ikan, dan kondisi lingkungan perairan (suhu, salinitas, oksigen, pH, dan
lain-lain) (Rahayu 1986).
Aeromonas merupakan salah satu contoh bakteri yang sering dijumpai
menyerang ikan sehingga mengakibatkan kematian masal pada ikan budidaya.
Bakteri Aeromonas yang sering diidentifikasi menyebabkan penyakit pada ikan
berasal dari spesies A. hydrophila dan A. salmonicida. Bakteri A. hydrophila
dimasukkankan ke dalam kelompok bakteri gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk
batang, motil, terdapat di perairan tawar, opurtunis pada ikan yang mengalami
stress atau pada pemeliharaan padat tebar tinggi. Bakteri ini dapat menyerang
semua jenis ikan air tawar dan bersifat laten (Kurniawan Andri 2012).

Penyakit ini dikenal dengan nama motile aeromonas septicemia (MAS) atau disebut
juga hemorrhage septicemia. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila pertahanan
tubuh ikan menurun dengan menunjukkan gejala klinis seperti adanya hemorrhage
pada kulit, insang, rongga mulut, borok pada kulit hingga jaringan otot,
exopthalmia, ascites, pembengkakan limpa dan ginjal, dropsy, serta necrosis pada
limpa, hati, ginjal, dan jantung.Tanda-tanda klinis serangan A. salmonicida antara
lain adanya hemorrhage pada otot tubuh dan bagian tubuh lainnya, jaringan
subkutan seperti melepuh dan berkembang menjadi borok yang dalam (ulcerative
dermatitis). Pada beberapa kasus septicemia terjadi pembengkakan limpa, ginjal,
dan ascites, necrosis pada jaringan, serta akumulasi sel bakteri dan sel inflamatori
(sel fagositosis) akibat eksotoksin leukositolitik(Kurniawan Andri 2012).

Gambar 3 . Bentuk Infeksi dan Morfologi Aeromonas sp


Penyakit yang disebabkan oleh Golongan Dinoflagellata memiliki ciri-ciri penyakit
beludru (velvet). Penyakit ini juga dikenal dengan nama penyakit ikan koral (coral
fish disease) atau oodiniasis. Secara morfologi, Dinoflagellata memiliki ukuran
diameter tubuh 100 µm, terdapat flagella, dan penempelan pada sel inang dilakukan
dengan pseudopodia. Salah satu spesies yang patogen adalah Oodinum sp dimana
Protozoa Oodinium sp yang sering menyerang ikan berasal dari spesies O. pillularis
dan O. ocellatum yang dimasukkan ke dalam Filum Saccomastigophora. Serangan
parasit Oodinium sp tertuju pada berbagai jenis ikan air tawar dengan menunjukkan
gejala klinis antara lain ikan yang sakit bergerak cepat dan liar, kadang-kadang
gerakan ikan menjadi lemah, kulit dan insang tertutup mucus kuning tua,
pengamatan histologis menunjukkan kehadiran organisme berbentuk oval, sering
megap-megap di permukaan perairan, terjadi kerusakan pada kulit dan insang,
adanya pendarahan, inflamasi, dan necrosis di bagian insang, serta dapat juga
mengakibatkan kematian massal (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 4. Kerusakan pada kulit dan Morfologi Oodinium sp


Epistylis sp merupakan Protozoa penyebab penyakit epistialiasis atau red sore
disease. Protozoa ini bertangkai dan memiliki bulu getar, hidup bebas dan melekat
pada tanaman air, sering dijumpai pada ikan-ikan liar bersisik, ikan mas, gurami,
lele, ikan budidaya terutama Salmo salar dan Ichtalurus punctatus, dan lain
sebagainya. Selain menyerang telur ikan, Epistylis sp juga menyerang pada bagian
kulit, sisik, sirip, dan insang dengan gejala klinis serangan antara lain ikan yang
sakit menunjukkan adanya borok yang tumbuh di kulit, sisik, atau sirip, terjadi
pendarahan, serta memperlihatkan gejala flashing (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 5.Bentuk Infeksi pada sirip dan Morfologi Epistylis sp


Protozoa dari jenis Trypanosoma spp adalah agen infeksi penyakit trypanasomiosis.
Protozoa ini memiliki flagella serta hidup di darah yang ditularkan oleh lintah
ketika menghisap darah dan di dalam jaringan cairan interseluler seperti
Trypanosoma cruzi yang ditemukan di dalam sistem reticuloendothelial dan otot.
Severitas dari trypanosomiosis dipengaruhi oleh patogenisitas Trypanosoma spp,
kemampuan infeksi, stress, dan kondisi nutrisi di dalam inangnya. Gejala klinis
serangan antara lain ikan mengalami kekurangan darah atau anemia, pergerakan
kurang gesit, sering megap-megap di permukaan perairan, terjadi kerusakan kulit
dan insang yang disertai dengan pendarahan, serta dapat juga menyebabkan
terjadinya kegagalan produksi. Serangan Trypanosoma spp umumnya terjadi pada
musim kemarau (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 6. Infeksi pada mata dan Morfologi Trypanosoma spp


Kelompok Trematoda Monogenea biasa dikenal sebagai cacing pipih. Cacing ini
termasuk Filum Platyhelminthes dengan simetri tubuh simetris bilateral, tidak
memiliki rongga tubuh dan memiliki kelamin ganda (hermafrodit). Spesies
Diplectanum sp menyebabkan penyakit diplectanumiosis, sedangkan spesies
Dactylogyrus sp penyebab penyakit dactylogiriasis, serta Gyrodactylus sp
penyebab penyakit gyrodactiliasis. Cacing ini menginfeksi insang, kulit, dan sirip
ikan. Beberapa spesies ditemukan mampu menginfeksi rektum, uretra, rongga
tubuh, bahkan saluran pembuluh darah. Cacing ini bergerak di permukaan tubuh
inang dan memakan remah-remah bahan organik pada mucus kulit dan insang.
Gejala klinis serangan ditandai dengan aktivitas ikan yang berenang dekat
permukaan, bersembunyi pada salah satu sudut kolam pemeliharaan, kehilangan
nafsu makan, menggosok-gosokkan tubuh ke bagian tepi kolam pemeliharaan, ikan
kehilangan sisik, luka, mengeluarkan cairan kemerahan, terjadi gangguan
pernafasan, insang bengkak dan pucat, dan memungkinkan infeksi sekunder oleh
bakteri dan jamur. Pada dactylogiriasis dan gyrodactiliasis, kulit tidak kelihatan
bening, kurus, produksi mucus tidak normal, tingkah laku dan berenang tidak
normal (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 7. Infeksi pada insang dan Morfologi Gyrodactylus (b) dan


Dactylogyrus (c)
Parasit dari kelompok ini dikenal dengan nama cacing darah dengan jenis
Sanguinicola inermis. Parasit ini Termasuk Filum Platyhelminthes dengan simetri
tubuh simetris bilateral, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda
(hermafrodit), merupakan parasit eksternal maupun internal pada berbagai macam
organ ikan, dijumpai pada ikan dalam bentuk metaserkaria (berbentuk kista), pada
usus ikan kakap dijumpai Pseudometadena celebensis penyebab penyakit
pseudometadeniasis. Jenis Sanguinicola inermis penyebab penyakit cacing darah.
Beberapa gejala klinis yang ditimbulkan antara lain dapat menurunnya laju
pertumbuhan ikan, pada pseudometadeniasis dijumpai bintil-bintil pada usus dan
organ lainnya, serta pada serangan S. inermis dapat menyebabkan pembekuan
darah, tersumbatnya pembuluh kapiler insang, serta infeksi serius dapat berakibat
pada terjadinya pendarahan, necrosis, dan kematian (Kurniawan Andri 2012).
Kerusakan yang terjadi pada insang akan hilang setelah parasit masuk ke dalam
sistem peredaran darah. Ikan yang terserang sanguinicola tidak menunjukkan tanda-
tanda klinis khas kecuali tanda-tanda umum seperti ikan pucat, insang berwarna
pucat, ikan lemah, dan berenang menuju ke permukaan (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 8. Bentuk Infeksi dan Morfologi Trematoda Digenea


Cacing Lytocestus sp merupakan bagian dari Kelompok Cestoda yang
dikenal dengan nama cacing pita, termasuk Filum Platyhelminthes dengan simetri
tubuh simetris bilateral, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda
(hermafrodit), serta menginfeksi saluran pencernaan, jaringan otot, dan jaringan
lainnya. Biasanya cacing ini menyerang ikan mas, gabus, lele dengan gejala klinis
yang ditemukan pada beberapa kasus adalah terjadinya gangguan reproduksi
apabila menyerang organ kelamin, merusak organ otak, mata, dan jantung, proses
metabolisme terganggu, dan apabila berada di usus akan mengganggu absorpsi
makanan (Kurniawan Andri 2012).

Gambar 9.Bentuk Infeksi dan Morfologi Cestoda

Trichodina menjadi sangat patogen dan dapat menyebabkan kerusakan


parah bahkan menyebabkan kematian pada inangnya yang polanya serupa dengan
infeksi bakteri patogen Inang yang paling sering terserang Trichodina biasanya
berasal dari Cyprinidae Trichodina dapat menempel secara adhesi (dengan tekanan
dari luar), dan memakan cairan sel pada mucus atau yang terdapat pada epidermis.
Parasit ini tidak dapat hidup jika diluar inang. Penempelan Trichodina sp., pada
tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai tempat pelekatan (substrat), sementara parasit
ini mengambil partikel organik dan bakteri yang menempel di kulit (Kurniastuti
2004). Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram,
mengakibatkan seringkali timbul gatal-gatal pada ikan sehingga ikan akan
menggosok-gosokkan badan ke dasar kolam atau pinggir kolam, sehingga dapat
menyebabkan luka
Trichodiniasis dapat pula menyerang larva dan ikan kecil yang disebabkan
oleh Trichodina. Menurut Mahasri dan Kismiyati (2008) Trichodina mempunyai
peranan yang sangat besar terhadap penurunan daya tahan tubuh ikan dan
menyebabkan terjadinya infeksi sekunder. Trichodina dalam jumlah sedikit tidak
menyebabkan dampak serius, akan tetapi infeksi berat parasit ini akan
menimbulkan bekas luka terbuka pada tubuh luar ikan (Untergasser, 1989). Bekas
luka ini akan menjadi vektor pembawa patogen lainnya yang lebih berbahaya.

Gambar 3. Ikan yang terserang Trichodina


(sumber : RestoWindarto 2013)

Ikan yang terserang parasit Trichodina, akan menjadi lemah dengan warna
tubuh yang kusam dan pucat (tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan dan
nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi kurus, gerakan lamban, sering
menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, sirip ekor rusak dan
berawarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada sirip pecah, tubuh ikan
tampak mengkilat karena produksi lendir yang bertambah dan pada benih ikan
sering mengakibatkan sirip rusak atau rontok (Rheza 2012). Kematian umumnya
terjadi karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan sehingga menyebabkan
terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi
oleh lendir.
SIMPULAN
Fungsi sistem sirkulasi darah adalah untuk mengedarkan oksigen dan nutrisi
ke seluruh tubuh. Kelainan pada sistem kardiovaskular dapat disebabkan oleh
parasit.
DAFTAR PUSTAKA

Andri Kurniawan.2012. Penyakit Akuatik.Pangkalpinang (ID). Penerbit UBB


Press.
Kurniastuti. 2004. Hama dan Penyakit Ikan. Lampung(ID): Balai Budidaya Laut
Lampung.
Mahasri G, Kismiyati. 2008. Buku Ajar Parasit dan Penyakit Ikan (Ilmu Penyakit
Protozoa pada Ikan dan Udang). Surabaya(ID): Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Airlangga.
Resto Windart. 2013. Keragaman Karakter Morfologi antara Trichodina nobilis dan
Trichodina retculata pada Ikan. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya
Perairain. Vol 1.
Rheza Aditya FF. 2012. Prevalensi dan Jumlah pada Insang Ikan Koi (Cyprinus
carpio). Surabaya(ID): Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas
Airlangga.
Soewolo, 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.
Sukiya. (2005). Biologi Vertebrata. Malang: Universitas Negeri Malang.
Untergasser D. 1989. Handbook of Fish Disease. Hongkong : TFH Production.

Anda mungkin juga menyukai