Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA PANGAN

ACARA VI
VITAMIN C

DISUSUN OLEH:
FITRIA KHOIROTUL LAILAH
H3117031

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
ACARA VI
VITAMIN C

A. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Acara VI “Vitamin C” adalah:
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip pengujian kadar vitamin C
menggunakan metode titrasi Iodometri
2. Mahasiswa mampu mengukur kadar vitamin C pada sampel dengan
menggunakan metode titrasi Iodometri
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Bahan
Aquades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir
semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam
aquades mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus
fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya
disebabkan oleh kecenderungan molekul aquades untuk membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil aldehida
dan keton (Lehninger, 1982).
Mangga adalah salah satu buah tropis dan sub tropis yang terkenal di
seluruh dunia karena rasanya enak dan segar. Buah mangga mengandung
banyak vitamin, salah satunya yaitu vitamin C. Mangga terdiri dari beberapa
varietas salah satunya adalah mangga manalagi. Kadar air buah segar relatif
tinggi sehingga dapat mempercepat terjadinya kerusakan, terutama akibat
pengaruh biologis (seperti jamur dan bakteri) yang mengakibatkan kebusukan.
Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpan menjadi
sangat penting (Niswah dkk, 2016). Mangga merupakan tanaman buah tahunan
(parennial plants) berupa pohon berbatang keras yang tergolong kedalam
famili Anarcadiaceae. Mangga diperkirakan berasal dari negara India.
Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia
dan Indonesia. Kata mangga sendiri berasal dari bahasa Tamil, yaitu mangas
atau man-kay. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L. yang
berarti tanaman mangga berasal dari India (Rohmaningtyas, 2010). Trivedi dkk
(2015) menyebutkan mangga (Mangifera indica L.) adalah buah-buahan tropis
paling populer di alam semesta yang termasuk keluarga Anacardiaceae. Ia
dikenal sebagai raja buah-buahan. Mangga kaya sumber serat prebiotik, folat,
dan vitamin seperti A, C, B6, dan B9. Buah mangga juga mengandung berbagai
antioksidan, vitamin, fitonutrien, karotenoid, omega 3 dan 6 asam lemak,
polifenol, asam amino, dan mineral makanan seperti kalium dan tembaga.
Buah jeruk adalah buah yang paling populer untuk konsumen di seluruh
dunia karena rasa yang menyenangkan dan nilai gizi baik. Pulp kaya gula larut,
sejumlah besar vitamin C, pektin, serat dan asam organik yang berbeda. Kulit
jeruk yang mengandung zat harum berlimpah banyak digunakan untuk diproses
menjadi minyak esensial yang digunakan secara komersial untuk penyedap
makanan, minuman, parfum, kosmetik, dan lain-lain (Qiao dkk, 2008). Jambu
biji merah adalah salah satu buah-buahan yang mengandung antioksidan tinggi
yaitu senyawa fitonutrien sebagai antioksidan diantaranya vitamin E, vitamin
C, selenium, zinc, asam elagik, lignin antocyanidin dan fenol flavonoid.
Kandungan antioksidan yang variatif ini merupakan potensi yang besar untuk
dapat menangkap radikal bebas, terutama radikal bebas dari asap rokok
(Febrianti dan Rita, 2014).
Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu jenis hortikultura
kelompok komoditi buah-buahan yang banyak dijumpai di Indonesia. Jambu
biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah berwarna putih
atau merah dan memiliki rasa asam-manis dan manis. Tanaman buah jenis
perdu ini berasal dari Brazilia, Amerika Tengah, yang menyebar ke Thailand
kemudian ke negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Jambu biji merupakan
tanaman tropis dan dapat tumbuh di daerah subtropis dengan intensitas curah
hujan berkisar antara 1.000-2.000 mm per tahun dan merata sepanjang tahun.
Jambu biji dapat tumbuh subur pada daerah dengan ketinggian antara 5-1.200
m dpl. Tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan
optimal pada suhu sekitar 23-28o C di siang hari. Kelembaban udara yang
diperlukan tanaman ini cenderung rendah. Kondisi demikian cocok untuk
pertumbuhan tanaman jambu biji (Parimin, 2007). Jambu biji (Psidium guajava
L.) merupakan buah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional
karena memiliki fungsi untuk kesehatan. Sifat fungsional yang dimiliki jambu
biji disebabkan oleh terdapatnya vitamin C yang cukup tinggi. Dalam buah
jambu biji terdapat zat kimia lain yang dapat mempengaruhi aktivitas
antioksidan, seperti senyawa flavanoid, kombinasi saponin dengan asam
oleanolat, guaijavarin dan quercetin. Buah jambu biji kaya akan karbohidrat,
vitamin C, serta merupakan sumber zat besi yang baik dan sumber kalsium,
fosfor dan vitamin A. Komposisi senyawa-senyawa ini diduga dapat mencegah
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh atau sebagai antioksidan serta diabetes
melitus, demam berdarah dan diare (Sutrisna, 2005).
Pati atau amilum adalah salah satu polisakarida yang paling penting dan
merupakan komponen utama dari banyak tanaman pangan seperti gandum,
barley, beras, jagung, kentang, ubi jalar dan ubi kayu. Pati digunakan dalam
makanan, kosmetik, kertas, tekstil, dan industri tertentu, sebagai zat perekat,
penebalan, penstabil, kaku, dan gelling (menempel). Pati terdiri dari molekul
amilosa dan amilopektin dalam rasio molar masing-masing 15% - 25% dan
85% - 75% (Tako dkk, 2014).
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling
sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia.
Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya tidak stabil
(C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam
dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber
utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar (Cresna dkk, 2014).
2. Tinjauan Teori
Vitamin C ditentukan oleh reaksi asam-basa atau reaksi oksidasi
reduksi. Vitamin C adalah asam lemah dan agen pereduksi yang baik. Yodium
adalah zat pengoksidasi lemah, sehingga tidak akan mengoksidasi zat selain
asam askorbat dalam sampel jus buah. Sebagai agen pereduksi yang kuat,
vitamin C akan mengurangi I2 menjadi sangat mudah. Kelebihan indikator
yodium untuk melakukan jumlah vitamin C adalah finishing dalam reaksi
redoks. Dalam reaksi ini, molekul asam askorbat memperoleh oksigen (dalam
bentuk gugus OH). Setiap atom iodin dalam molekul I2 menerima elektron dan
menjadi bermuatan negatif untuk membentuk ion iodida. Dengan demikian,
molekul asam askorbat dioksidasi dan molekul yodium berkurang
C6H8O6 + I2 + 2H2O → C6H10O8 + 2I - + 2H+
(Kashyap dan Mangla, 2012).
Penentuan vitamin C pada bahan makanan dan minuman kemasan dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri dan titrasi. Metode spektrofotometri
dapat dilakukan dengan metode oksidasi asam askorbat menjadi
dehydroascorbic acid dalam larutan brom yang mengandung asam asetat
kemudian dikomplekskan dengan 2,4-diitrofenilhidrazin (DNPH) dan diukur
absorbansinya pada 521 nm (Al Majidi dan Al Quruby, 2016). Pembentukan
senyawa kompleks dengan DNPH dilakukan pada suhu 37oC dan didinginkan
dengan penangas es yang ditetesi dengan H2SO4 85%. Selain itu, penentuan
vitamin C dapat dianalisis dengan menggunakan titrasi redoks berupa titrasi
balik iodometri. Prinsip analisis ini adalah mereaksikan asam askorbat dengan
iodin dan larutan iodin yang tersisa ditritrasi dengan larutan natrium tiosulfat.
Penentuan vitamin C juga dapat dilakukan dengan proses titrasi menggunakan
larutan indophenol dye ataupun melakukan titrasi vitamin C menggunakan 2,6-
dichlorophenolindophenol (DCIP) (Damayanti dan Puji, 2017). Menurut
Kardina dkk (2013) Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penetapan
kadar campuran dengan spektrum yang tumpang tindih tanpa pemisahan
terlebih dahulu. Karena perangkat lunaknya mudah digunakan untuk
instrumentasi analisis dan mikrokomputer, spektrofotometri banyak digunakan
di berbagai bidang analisis kimia terutama farmasi. Sedangkan metode
iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan dalam
suatu penelitian.
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri
secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990).
Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri adalah
titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan standar zat
pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan satu elektron atau
lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur. Reduksi adalah suatu
proses penangkapan sau elektron atau lebih atau berkurangnya bilangan
oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan reduksi berlangsung serentak,
dalam reaksi ini oksidator akan direduksi dan reduktor akan dioksidasi sehingga
terjadilah suatu reaksi sempurna. Pada titrasi iodometri secara tidak langsung,
natrium tiosulfat digunakan sebagai titran dengan indikator larutan amilum.
Natrium tiosulfat akan bereaksi dengan larutan iodin yang dihasilkan oleh
reaksi antara analit dengan larutan KI berlebih. Sebaiknya indikator amilum
ditambahkan pada saat titrasi mendekati titik ekivalen karena amilum dapat
memebentuk kompleks yang stabil dengan iodin (Padmaningrum, 2008).
C. Metodologi
1. Alat
a. Buret 50 ml
b. Corong kaca
c. Erlenmeyer 250 ml
d. Gelas beker
e. Gelas ukur
f. Klem
g. Labu takar 100 ml
h. Pipet ukur 5 ml
i. Pipet volume 25 ml
j. Statif
k. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Aquades
b. Buavita jambu
c. Buavita manga
d. Buavita orange
e. Indikator amilum 1% (2 ml)
f. Larutan iodin 0,01 N
3. Cara Kerja
30 gr sampel (Buavita mangga, Buavita orange,
Buavita jambu)

Pemasukan dalam labu takar 100 ml

Aquades Penambahan hingga tanda tera

Pengambilan 25 ml larutan

2 ml amilum Pemasukan kedalam Erlenmeyer 100 ml


1%

Larutan iodin Penitrasian dan penghitungan kadar vitamin C sampel


0,01 N

Gambar 6.1 Diagram Alir Titrasi Iodometri


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 6.1 Data Kadar Vitamin C

Rerata Rerata
Volume Kadar Vitamin
Berat Volume Kadar
Kel Sampel Iodin C (%)
Sampel Iodin Vitamin

U1 U2 U1 U2 C

Buavita
1,2 30,1 gr 5,7 6,4 6,05 0,067 0,075 0,072
Mangga
Buavita
3,4 30 gr 4,6 3,3 3,95 0,055 0,039 0,047
Orange
5,6, Buavita
30 gr 14 15,5 14,75 0,166 0,184 0,175
7 Jambu

Sumber: Laporan Sementara


Vitamin C adalah vitamin yang tergolong larut dalam air yang dapat
berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat. Vitamin C
disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan, dan mudah dibuat
secara sintesis dari gula dengan biaya yang sangat rendah. Sumber vitamin C
sebagian besar berasal dari sayuran dan buah-buahan, terutama buah-buahan segar.
Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali
(Winarno, 1984). Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa yang
beratom karbon 6 yang dapat larut dalam air. Sifat- sifat dari vitamin C atau asam
askorbat ini adalah mempunyai berat molekul 178, dalam bentuk kristal tidak
berwarna, memiliki titik cair 190-1920 C. Bersifat larut dalam air, sedikit larut
dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar
larut dalam kloroform, eter, dan benzena, dengan logam membentuk garam. Pada
pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C juga mudah
teroksidasi secara reversible membentuk asam dehidro L-asam askorbat dan
kehilangan 2 atom hidrogen (Suhardi, 1996).
Penentuan vitamin C pada bahan makanan dan minuman kemasan dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri dan titrasi. Metode spektrofotometri
dapat dilakukan dengan metode oksidasi asam askorbat menjadi dehydroascorbic
acid dalam larutan brom yang mengandung asam asetat kemudian dikomplekskan
dengan 2,4-diitrofenilhidrazin (DNPH) dan diukur absorbansinya pada 521 nm
(Al Majidi dan Al Quruby, 2016). Pembentukan senyawa kompleks dengan DNPH
dilakukan pada suhu 37oC dan didinginkan dengan penangas es yang ditetesi
dengan H2SO4 85%. Selain itu, penentuan vitamin C dapat dianalisis dengan
menggunakan titrasi redoks berupa titrasi balik iodometri. Prinsip analisis ini
adalah mereaksikan asam askorbat dengan iodin dan larutan iodin yang tersisa
ditritrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Penentuan vitamin C juga dapat
dilakukan dengan proses titrasi menggunakan larutan indophenol dye ataupun
melakukan titrasi vitamin C menggunakan 2,6-dichlorophenolindophenol (DCIP)
(Damayanti dan Puji, 2017). Menurut Kardina dkk (2013) Metode spektrofotometri
dapat digunakan untuk penetapan kadar campuran dengan spektrum yang tumpang
tindih tanpa pemisahan terlebih dahulu. Karena perangkat lunaknya mudah
digunakan untuk instrumentasi analisis dan mikrokomputer, spektrofotometri
banyak digunakan di berbagai bidang analisis kimia terutama farmasi. Sedangkan
metode iodimetri merupakan metode yang sederhana dan mudah diterapkan dalam
suatu penelitian.
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara
oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi (W Haryadi, 1990). Iodimetri
adalah titrasi dengan larutan standar iodium (I2). Iodometri adalah titrasi terhadap
iodium yang dibebaskan dari suatu reaksi redoks, menggunakan larutan standar
Natrium tiosulfat Na2S2O3. Potensial oksidasi reaksinya adalah 0,535 volt
(Padmaningrum, 2008). Analisis kandungan vitamin C dilakukan dengan metode
titrasi iodometri ini dimulai dengan penggerusan sampel dengan mortar (jika bahan
belum halus). Bahan yang sudah digerus (slurry) diambil sebanyak 30 g dan
dimasukkan dalam labu ukur 100 mL. Akuades ditambahkan sampai volume
mencapai 100 mL, lalu disaring dengan kertas saring (jika sekiranya filtrat perlu
disaring). Filtrat diambil 25 mL dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer 100 mL
kemudian ditambahkan 2 mL larutan amilum 1%. Tahap selanjutnya adalah titrasi
dengan larutan iodin standar 0,01 N yang dibuat dari bahan KI dan yodium sampai
larutan berwarna biru (Kurniawan dkk, 2010).
Metode pengukuran konsentrasi larutan menggunakan metode titrasi yaitu
suatu penambahan indikator warna pada larutan yang diuji, kemudian ditetesi
dengan larutan yang merupakan kebalikan sifat larutan yang diuji. Pengukuran
kadar Vitamin C dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2) sebagai
titran dan larutan kanji atau amilum sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah
semua Vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh
kanji yang menjadikan larutan berwarna biru gelap (Pratama dkk., 2009). Menurut
Karinda dkk (2013), munculnya warna biru gelap setelah iodin menjadi berlebih
disebabkan oleh iod-amilum yang menandakan bahwa proses titrasi telah mencapai
titik akhir titrasi.
Masing-masing metode yang digunakan untuk menentukan kadar vitamin C
pada suatu sampel mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing,
diantaranya yaitu spektrofotometri sangat bergantung pada sumber lisrik dan biaya
alat yang mahal, sementara titrasi Iodometri tidak tergantung sumber listrik dan
biaya alat murah. Kurva kalibrasi spektrofotometri dapat digunakan berulang-ulang
untuk sampel yang banyak, sementara titrasi iodometri sangat tergantung dengan
pembakuan larutan iodinnya. Namun kedua metode terebut sama-sama dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang nyata (Iskandar, 2017).
Berdasarkan Tabel 6.1 Data Kadar Vitamin C dengan tiga sampel minuman
kemasan yaitu Buavita mangga, Buavita orange dan Buavita jambu. Setelah
dilakukan titrasi dengan iodin 0,01 N, didapat hasil perhitungan kadar vitamin C
pada Buavita mangga, Buavita orange, dan Buavita jambu berturut-turut adalah
0,067% dan 0,075%; 0,055% dan 0,039% serta 0,166% dan 0,175%. Jika dirata-
rata, maka rata-rata kadar vitamin C Buavita mangga, Buavita orange, dan Buavita
jambu secara berturut-turut adalah 0,072%; 0,047% dan 0,175%. Dari data kadar
vitamin C pada masing-masing sampel dapat diurutkan rata-rata kadar vitamin C
dari yang paling tinggi hingga rendah adalah kadar vitamin C Buavita jambu >
Kadar vitamin C Buavita mangga > Kadar vitamin C Buavita orange. Artinya,
kadar vitamin C Buavita jambu adalah yang paling tinggi dibanding kadar vitamin
C sampel yang lain. Pada titrasi iodometri ini, dapat dilihat suatu hubungan antara
volume penambahan iodin 0,01 N dengan besarnya kadar vitamin C pada sampel.
Rata-rata volume iodin 0,01 N yang diberikan pada sampel Buavita mangga,
Buavita orange, dan Buavita jambu secara berturut-turut adalah 6,05 ml; 3,95 ml;
dan 14,75 ml. Volume iodin 0,01 yang dibutuhkan pada titrasi sampel Buavita
jambu adalah yang paling besar dan volume iodin 0,01 N pada titrasi sampel
Buavita orange adalah yang paling sedikit. Urutan volume penambahan iodin 0,01
N ini sebanding dengan urutan kadar vitamin C masing-masing sampel dimana
semakin besar volume iodin 0,01 N yang digunakan maka semakin besar pula kadar
vitamin C sampel tersebut. Jika dibandingkan dengan nutrition fact pada masing-
masing kemasan dimana pada kemasan tertuliskan kadar vitamin C dengan takaran
sajian 250 ml pada Buavita mangga, Buavita orange dan Buavita jambu secara
berturut-turut adalah 35%; 45%; dan 90% maka hasil praktikum berbeda dengan
nutrition fact, dari nutrition fact pada masing-masing sampel dapat diurutkan kadar
vitamin C yang paling tinggi hingga rendah adalah kadar vitamin C Buavita jambu
> kadar vitamin C Buavita orange > kadar vitamin C Buavita mangga sedangkan
pada hasil praktikum menunjukkan urutan sebagai berikut kadar vitamin C Buavita
jambu > Kadar vitamin C Buavita mangga > Kadar vitamin C Buavita orange.
Penyimpangan yang terjadi dapat dikarenakan berat sampel mangga lebih besar
dibandingkan jeruk, dimana hal tersebut akan berpengaruh ke volume iodin yang
diperlukan untuk titrasi dan berpengaruh pada perhitungan kadar vitamin C.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kadar vitamin C antara lain adalah
pemanasan, alkali, maupun pemaparan dengan udara secara langsung yang akan
membuat vitamin C teroksidasi dan rusak sehingga kadarnya berkurang. Untuk
mencegah berkurangnya kadar vitamin C tidak banyak hilang, sebaiknya
pengirisan dan penghancuran yang berlebihan dihindari, menghindari pemasakan
dengan air sedikit dan ditutup rapat sehingga empuk karena juga dapat merusak
vitamin C, menghindari penambahan baking soda untuk mencegah hilangnya
warna sayuran selama pemasakan karena juga akan menurunkan kandungan
vitamin C dan mengubah rasa sayuran (Winarno, 1984).
Dalam dunia pangan sendiri vitamin C sering digunakan sebagai
antioksidan dalam industri pangan untuk mencegah proses menjadi tengik,
perubahan warna (browning) pada buah-buahan dan untuk mengawetkan daging
(Sardjonno, 1993). Aplikasi mengenai analisis kadar vitamin C pada bidang pangan
salah satunya, digunakan untuk mengetahui kadar yang terkadung di dalam olahan
bahan pangan misalnya pada produk sari buah, apakah sudah sesuai dengan aturan
atau belum (Almatsier, 2001).
E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum Acara VI “Vitamin C” adalah:
1. Prinsip Titrasi Iodometri untuk pengukuran kadar vitamin C prinsipnya adalah
dengan reaksi redoks yaitu menggunakan larutan iodin (I2) sebagai titran dan
larutan kanji atau amilum sebagai indikator. Pada proses titrasi, setelah semua
Vitamin C bereaksi dengan Iodin, maka kelebihan iodin akan dideteksi oleh
kanji atau amilum yang menjadikan larutan berwarna biru gelap
2. Dalam praktikum, hasil perhitungan kadar vitamin C pada Buavita mangga,
Buavita orange, dan Buavita jambu berturut-turut adalah 0,067% dan 0,075%;
0,055% dan 0,039% serta 0,166% dan 0,175%. Jika dirata-rata, maka rata-rata
kadar vitamin C Buavita mangga, Buavita orange, dan Buavita jambu secara
berturut-turut adalah 0,072%; 0,047% dan 0,175%. Dari data kadar vitamin C
pada masing-masing sampel dapat diurutkan rata-rata kadar vitamin C dari
yang paling tinggi hingga rendah adalah kadar vitamin C Buavita jambu >
Kadar vitamin C Buavita mangga > Kadar vitamin C Buavita orange. Jika
dibandingkan dengan nutrition fact pada masing-masing kemasan dimana pada
kemasan tertuliskan kadar vitamin C dengan takaran sajian 250 ml pada Buavita
mangga, Buavita orange dan Buavita jambu secara berturut-turut adalah 35%;
45%; dan 90% maka hasil praktikum berbeda dengan nutrition fact, dari
nutrition fact pada masing-masing sampel dapat diurutkan kadar vitamin C
yang paling tinggi hingga rendah adalah kadar vitamin C Buavita jambu > kadar
vitamin C Buavita orange > kadar vitamin C Buavita manga. Sehingga dalam
praktikum terjadi penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA
AlMajidi, Mohammed Idaan Hassan., dan Hazim Y-AlQubury. 2016. Determination of
Vitamin C(ascorbic acid) Contents in various fruit and vegetable by UV-
spectrophotometry and titration methods. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Sciences
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Cresna., Mery Napitupulu., dan Ratman. 2014. Analisis Vitamin C Pada Buah Pepaya,
Sirsak, Srikaya Dan Langsat Yang Tumbuh Di Kabupaten Donggala. Jurnal
Akademika Kimia, Vol.3(3): 121-128
Damayanti, Evi Triyana., dan Puji Kurniawati. 2017. Perbandingan Metode Penentuan
Vitamin C pada Minuman Kemasan Menggunakan Metode Spektrofotometer
UV-Vis dan Iodimetri. Prosiding Seminar Nasoinal Kimia dan
Pembelajarannya, Jurusan Kimia FMIPA UM
Febrianti, Novi dan Rita Yuli Suryati. 2014. Pengaruh Jus Buah Jambu Biji Merah
(Psidium guajava L) terhadap Gambaran Histopatologik Trakea Mencit (Mus
Musculus) Strain Swiss yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Bioedukatika,
Vol.2(1): 16-18
Iskandar, Dodi. 2017. Perbandingan Metode Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodimetri
Dalam Penentuan Asam Askorbat Sebagai Bahan Ajar Kimia Analitik
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian Berbasis Open-Ended Experiment Dan
Problem Solving. Jurnal Teknologi Technoscientia, Vol. 10(1)
Karinda, Monalisa., Fatimawali., dan Gayatri Citraningtyas. 2013. Perbandingan Hasil
Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol Dengan Menggunakan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis Dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol.2(1)
Kashyap, Gunjan., dan Mangla Dave Gautam. 2012. Analysis of Vitamin C in
Commercial and Naturals substances by Iodometric Titration found in Nimar and
Malwa regeion. Journal of Scientific Research in Pharmacy, Vol.1(2): 77-78
Kurniawan, Madha., Munifatul Izzati., dan Yulita Nurchayati. 2010. Kandungan
Klorofil, Karotenoid, dan Vitamin C pada Beberapa Spesies Tumbuhan Akuatik.
Buletin Anatomi dan Fisiologi, Vol. 18(1)
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Niswah, Choriun., Elfira Rosa Pane., dan Ela Irmawati. 2016. Pengaruh Pengolahan
Buah Mangga Manalagi Segar (Mangifera Indica L.) Menjadi Manisan Mangga
Kering Terhadap Kadar Vitamin C. Jurnal Biota Vol. 2 (2)
Padmaningrum, Regina Tutik. 2008. Titrasi Iodometri. Jurdik Kimia, UNY
Parimin. 2007. Jambu Biji: Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya.
Jakarta
Pratama, Anggi., Darjat., dan Iwan Setiawan. 2009. Aplikasi LabView sebagai Pengukur
Kadar Vitamin C dalam Larutan Menggunakan Metode Titrasi Iodimetri. Jurnal
Teknik Elektro, Vol. 3(1)
Qiao,Yu., Bi Jun Xie., Yan Zhang., Yun Zhang., Gang Fan., Xiao Lin Yao., dan Si Yi
Pan. 2008. Characterization of Aroma Active Compounds in Fruit Juice and Peel
Oil of Jinchen Sweet Orange Fruit (Citrus sinensis (L.) Osbeck) by GC-MS and
GC-O. Molecules, Vol.13
Rohmaningtyas, D. 2010. Perbanyakan tanaman mangga dengan teknik okulasi di kebun
benih tanaman pangan dan hortikultura Tejomantri Wonorejo Polokarto
Sukoharjo. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sardjono. 1993. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi Dan Mikrobiologi. Gajah
Mada University Pers. Yogyakarta
Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.
Sutrisna, EM. 2005. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Air Buah Jambu
Biji (Psidium guajava L) Pada Kelinci. Pharmacon, Vol. 6(1):23-26.
Tako, Masakuni., Yukihiro Tamaki., Takeshi Teruya., dan Yasuhito Takeda. 2014. The
Principles of Starch Gelatinization and Retrogradation. Food and Nutrition
Sciences, Vol.5: 280-291
Trivedi, Mahendra Kumar., Alice Branton., Dahryn Trivedi., Gopal Nayak., Sambhu
Charan Mondal., dan Snehasis Jana. 2015. Morphological Characterization,
Quality, Yield and DNA Fingerprinting of Biofield Energy Treated Alphonso
Mango (Mangifera indica L.). Journal of Food and Nutrition Sciences, Vol.3(6)
W. Haryadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta
Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 6.2 Penimbangan Sampel Gambar 6.3 Penambahan Aquades


Hingga Tanda Tera

Gambar 6.4 Penitrasian Iodometri Gambar 6.5 Hasil Titrasi pada


Pada Sampel Sampel Buavita Jambu
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Rumus:
𝑚𝑙 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑛×𝑁 𝐼𝑜𝑑𝑖𝑛×𝐵𝑀 𝑉𝑖𝑡 𝐶
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑣𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = ( ) × 𝐹𝑃 × 100%
2×𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙×1000

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶
𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑙 = × 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑠𝑎𝑗𝑖𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛
100%

𝑀𝑔 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 𝑚𝑙 𝑣𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 × 𝐵𝐽 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶


% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑔 𝑉𝑖𝑡. 𝐶 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛 = × 𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝐴𝐾𝐺
100%

Perhitungan (sampel Buavita jambu)

Diketahui:

𝐵𝑀 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 178
100
𝐹𝑃 = =4
25

𝐵𝐽 𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 = 1,65

𝐾𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑣𝑖𝑡. 𝐶 𝑎𝑘𝑔 = 90 𝑚𝑔

𝑚𝑙 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑛 = 14 𝑚𝑙 𝑑𝑎𝑛 15,5 𝑚𝑙

𝑁 𝑖𝑜𝑑𝑖𝑛 = 0,01 𝑁

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 30 𝑔𝑟𝑎𝑚

Dijawab:
𝟏𝟒×𝟎,𝟎𝟏×𝟏𝟕𝟖
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡. 𝐶1 = ( 𝟐×𝟑𝟎×𝟏𝟎𝟎𝟎 ) × 4 × 100% = 0,166%

𝟏𝟓,𝟓×𝟎,𝟎𝟏×𝟏𝟕𝟖
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑉𝑖𝑡. 𝐶2 = ( ) × 4 × 100% = 0,184%
𝟐×𝟑𝟎×𝟏𝟎𝟎𝟎

0,166+0,184
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑣𝑖𝑡. 𝐶 = = 0,175%
2

0,175%
𝑉𝑖𝑡𝑎𝑚𝑖𝑛 𝐶 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑚𝑙 = ( 100% ) × 250𝑚𝑙 = 0,438 𝑚𝑙
𝑀𝑔 𝑉𝑖𝑡. 𝐶 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 = 0,438 × 1,65 = 0,723
90%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑀𝑔 𝑉𝑖𝑡. 𝐶 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑛 = (100%) × 90 = 81 𝑚𝑔

Anda mungkin juga menyukai