Laporan Tutorial Ske 1 Blok Emergency
Laporan Tutorial Ske 1 Blok Emergency
PENDAHULUAN
Latar Belakang
SKENARIO
“Kenapa Saya Tiba-Tiba Tidak Sadar?”
2. Insulin rapid : preparat insulin dengan onset kerja dari 0,5 – 1,5 jam
setelah pemberian dan efek puncak sekitar 2 hingga 4 jam setelah
penyuntikan
Ketika kadar glukosa darah melebihi ambang batas kemampuan sel tubulus
ginjal untuk melakukan reabsorpsi, maka akan timbul glukosuria. Glukosa di
urin menimbulkan efek osmotic yang menarik air dari jaringan sekitar,
menimbulkan dieresis osmotic yang ditandai oleh poliuria. Jumlah yang
besar dari cairan yang keluar menyebabkan terjadinya dehidrasi, yang
selanjutnya menyebabkan gagal sirkulasi perifer karena berkurangnya
volume darah. Apabila kegagalan sirkulasi tidak diperbaiki, dapat timbul
penurunan kesadaran dan kematian karena berkurangnya aliran darah ke
otak. Selain itu dapat juga terjadi gagal ginjal sekunder karena kurangnya
tekanan filtrasi. Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh
mengalami dehidrasi. Sel sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga
dapat terjadi malfungsi system saraf. Gejala khas lain pada diabetes adalah
polidipsia, yang sebenarnya adalah mekanisme kompensasi untuk melawan
dehidrasi.
Sering kencing
Pada penderita diabetes mellitus, kadar glukosa dalam darah meningkat,
disebut keadaan hiperglikemia. Salah satu efek dari hiperglikemia adalah
peningkatan ambang batas (threshold) ginjal untuk melakukan reabsorbsi
sehingga terjadi glukosuria. Selanjutnya, glukosuria akan menginduksi
diuresis osmotik sehingga terjadi poliuria. (Kumar et.al., 2007).
Pada pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dan penggunaan
insulin yang tidak sesuai aturan dapat mengalami gejala sering kencing yang
disebabkan karena adanya mekanisme diuresis osmotik. Pasien yang
mengalami diuresis osmotik gagal untuk mereabsorpsi air sehingga berimbas
pada bertambahnya jumlah urin. Apabila output yang banyak tidak diimbangi
oleh input yang seimbang pula maka pasien dapat mengalami dehidrasi
sehingga menyebabkan penurunan volume sistemik. Akibatnya terjadi
penurunan perfusi darah pada organ vital, terutama pada otak yang dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
4. Apa sajakah diagnosis banding yang dapat diambil dan memenuhi kriteria
kegawatdaruratan pada pasien dengan diabetes mellitus di skenario?
Dari kadar gula darah sewaktu pasien yang tinggi , onset yang cepat, serta
terdapat riwayat penggunaan insulin pasien yang tidak teratur maka pasien
dapat didiagnosis sementara menderita komplikasi diabetes mellitus akut
dengan tipe hiperglikemia yang dibagi lagi menjadi dua yakni Diabetic
ketoacidosis (DKA) dan hiperglikemi hiperosmolar non ketotik.
Ganti ion Kalium yang hilang :10 meq/jam ketika kalium dalam
plasma <5.0-5.2 meq/l, ECG normal, urine flow dan kreatinin
normal; beri 40-80 meq/jam bila kalium plasma <3.5 meq/l atau
ketika bicarbonate diberikan
DEFINISI
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari
diabetes melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang
bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
yang disebut koma. Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.Hyperglikemia,
Hiperosmolar Non Ketogenik adalah sindrom berkaitan dengan kekurangan
insulin secara relative, paling sering terjadi pada panderita NIDDM. Secara
klinik diperlihatkan dengan hiperglikemia berat yang mengakibatkan
hiperosmolar dan dehidrasi, tidak ada ketosis/ada tapi ringan dan gangguan
neurologis .Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketosis adalah keadaan koma
akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi gangguan
metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik
ialah suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia berat, hiperosmolar,
dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan kesadaran.
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi
dari diabetes yang ditandai dengan :
1.Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2.Asidosis ringan.
3.Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4.Kejadian terutama pada lansia.
5.Angka kematian yang tinggi.
ETIOLOGI
1. Insufisiensi insulin
2. DM, pankreatitis, pankreatektomi
3. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
4. Increase exogenous glucose
5. Hiperalimentation (tpn)
6. High kalori enteral feeding
7. Increase endogenous glukosa
8. Acute stress (ami, infeksi)
9. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
10. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
11. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan
kardiovaskular.
12. Pembedahan/operasi.
13. Pemberian cairan hipertonik
14. Luka bakar.
Faktor risiko:
1. Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan
6. BB lahir bayi > 4000 gram
7. Riwayat DM pada kehamilan
8. Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
9. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah
Puasa
10. Terganggu)
MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HHNK adalah haus, kulit terasa
hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen,
pusing, pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah.
Gejala-gejala meliputi :
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selama 1 - 3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak
adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi,
kejang setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan
PATOFISIOLOGI
Sindrome Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik mengambarkan
kekurangan hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon. Penurunan
insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam sel, sehingga
terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon
menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa
plasma. Peningkatan kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi
hiperosmolar serum akan menarik cairan intraseluler ke dalam intra vaskular,
yang dapat menurunkan volume cairan intraselluler. Bila klien tidak
merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan cairan.Tingginya
kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan (
poliuria ). Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan
berlebihan dan diikuti hilangnya potasium, sodium dan phospat.Akibat
kekurangan insulin makaglukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak
dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal menurun mengakibatkan
sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan
untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia
KOMPLIKASI
1. Koma.
2. Gagal jantung.
3. .Gagal ginjal.
4. Gangguan hati.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan:
1. Pengobatan utama adalah rehidrasi dengan menggunakan cairan NACL bisa
diberikan cairan isotonik atau hipotonik ½ normal diguyur 1000 ml/jam
sampai keadaan cairan intravaskular dan perfusi jaringan mulai membaik,
baru diperhitungkan kekurangan dan diberikan dalam 12-48 jam. Pemberian
cairan isotonil harus mendapatkan pertimbangan untuk pasien dengan
kegagalan jantung, penyakit ginjal atau hipernatremia.Gklukosa 5%
diberikan pada waktu kadar glukosa dalam sekitar 200-250 mg%.
2. Insulin
Pada saat ini para ahli menganggap bahwa pasien hipersemolar
hiperglikemik non ketotik
sensitif terhadap insulin dan diketahui pula bahwa pengobatan dengan insulin
dosis rendah pada ketoasidosis diabetik sangat bermanfaat. Karena itu
pelaksanaan pengobatan dapat menggunakan skema mirip proprotokol
ketoasidosis diabetic.
3. Kalium
Kalium darah harus dipantau dengan baik. Bila terdapat tanda fungsi ginjal
membaik,
perhitungan kekurangan kalium harus segera diberikan
4. Hindari infeksi sekunder
Hati-hati dengan suntikan, permasalahan infus set, kateter
Pada pasien juga didapatkan peningkatan suhu menjadi 38oC, laju pernafasan
32x/menit, dan nadi teraba 128x/menit dengan kekuatan lemah. Peningkatan
suhu yang ditunjang dengan hasil peningkatan kadar leukosit dalam darah
dapat menunjukkan adanya infeksi pada pasien. Peningkatan denyut nadi
bisa dikarenakan kondisi infeksinya yang mengharuskan tubuh untuk
memberikan suplai darah lebih untuk daerah yang terinfeksi ataupun sebagai
mekanisme kompensasi untuk mencukupi suplai darah di bagian-bagian
tubuh yang lain karena perburukan perfusi jaringan serta kekurangan cairan
tubuh.
Masalah pada Insulin. Jika ada masalah pada pompa insulin, maka
harus memeriksa gula darah dengan berkala, dan salah satu alasan
untuk ini adalah bahwa suatu ketegaran dalam tabung pompa insulin
dapat menghentikan semua pengiriman insulin.Kurangnya insulin
cepat dapat menyebabkan ketoasidosis diabetes jika memiliki
diabetes tipe 1.
Suatu penyakit, trauma atau operasi. Ketika sakit atau terluka,
kadar gula darah cenderung naik, kadang-kadang secara dramatis. Hal
ini dapat menyebabkan ketoasidosis diabetes jika memiliki diabetes
tipe 1 dan tidak meningkatkan asupan insulin untuk mengimbanginya.
Kondisi medis lainnya, seperti gagal jantung kongestif atau penyakit
ginjal, dapat meningkatkan risiko sindrom hiperosmolar diabetes.
Pengelolaan diabetes yang buruk. Jika tidak memonitor gula darah
dengan benar, atau mengambil obat sesuai petunjuk, akan tidak
hanya memiliki tinggi risiko jangka panjang terkena komplikasi tetapi
juga memiliki risiko yang lebih tinggi dari koma diabetes.
Deliberately skipping insulin. Kadang-kadang penderita diabetes
yang juga memiliki gangguan makan memilih untuk tidak
menggunakan insulin mereka sebagai diarahkan dengan harapan
menurunkan berat badan. Ini adalah praktek, yang berbahaya yang
mengancam jiwa yang meningkatkan risiko diabetes koma.
Minum alkohol. Alkohol memiliki efek yang tak terduga pada gula
darah , kadang-kadang menjatuhkan kadar gula darah selama satu
atau dua hari setelah alkohol tersebut dikonsumsi. Hal ini dapat
meningkatkan resiko dari koma diabetes yang disebabkan oleh
hipoglikemia.
Illegal drug use. Obatan ilegal, seperti kokain dan ekstasi, dapat
meningkatkan risiko berat kadar gula darah tinggi, serta resiko
diabetes koma.
2. Apakah pasien perlu dirujuk? Jika iya, kemanakah pasien harus dirujuk?
Klasifikasi Rumah sakit bedasarkan Undang-Undang no
340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit pasal 4 dan
5, membagi rumah sakit menjadi 5 tipe, yaitu tipe A, B, C, D dan E,
yang ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia,
persalatan, sarana dan prasarana, dan administrasi dan manajemen.
Setelah fungsi ginjal telah terjaga dengan baik, cairan infus harus
ditambahkan 20-30 mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai keadaan
pasien stabil dan dapat menerima suplementasi oral. Kemajuan yang baik
untuk terapi pergantian cairan dinilai dengan pemantauan parameter
hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran masukan/keluaran
cairan dan pemeriksaan klinis. Pergantian cairan harus memperbaiki defisit
perkiraan dalam waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum akibat
terapi tidak boleh melebihi 3 mOsm/kg H2O/jam. Pada pasien dengan
gangguan ginjal atau jantung, pemantauan osmolalitas serum dan penilaian
rutin status jantung, ginjal serta mental harus dilakukan bersamaan dengan
resusitasi cairan untuk menghindari overloading iatrogenik.
Farmakoterapi
Insulin
Kecuali episode KAD ringan, insulin regular dengan infus intravena kontinu
merupakan pilihan terapi. Pada pasien dewasa, setelah hipokalemia (K+ <3,3
mEq/L) disingkirkan, bolus insulin regular intravena 0,15 unit/kgBB diikuti
dengan infus kontinu insulin regular 0,1 unit/kgBB/jam (5-7 unit/jam pada
dewasa) harus diberikan. Insulin bolus inisial tidak direkomendasikan untuk
pasien anak dan remaja; infus insulin regular kontinu 0,1 unit/kgBB/jam
dapat dimulai pada kelompok pasien ini. Insulin dosis rendah ini biasanya
dapat menurunkan kadar glukosa plasma dengan laju 50-75 mg/dL/jam sama
dengan regimen insulin dosis lebih tinggi. Bila glukosa plasma tidak turun 50
mg/dL dari kadar awal dalam 1 jam pertama, periksa status hidrasi; apabila
memungkinkan infus insulin dapat digandakan setiap jam sampai penurunan
glukosa stabil antara 50-75 mg/dL.
Pada saat kadar glukosa plasma mencapai 250 mg/dL di KAD dan 300
mg/dL di KHH maka dimungkinkan untuk menurunkan laju infus insulin
menjadi 0,05-0,1 unit/kgBB/jam (3-6 unit/jam) dan ditambahkan dektrosa (5-
10%) ke dalam cairan infus. Selanjutnya, laju pemberian insulin atau
konsentrasi dekstrosa perlu disesuaikan untuk mempertahakan kadar glukosa
di atas sampai asidosis di KAD atau perubahan kesadaran dan
hiperosmolaritas di KHH membaik.
Selama terapi untuk KAD atau KHH, sampel darah hendaknya diambil setiap
2-4 jam untuk mengukur elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, osmolalitas dan
pH vena serum (terutama KAD). Secara umum, pemeriksaan analisa gas
darah arterial tidak diperlukan, pH vena (yang biasanya lebih rendah 0,03
unit dibandingkan pH arterial) dan gap anion dapat diikuti untuk mengukur
perbaikan asidosis. Pada KAD ringan, insulin regular baik diberikan
subkutan maupun intramuskular setiap jam, nampaknya sama efektif dengan
insulin intravena untuk menurunkan kadar glukosa dan badan keton. Pasien
dengan KAD ringan pertama kali disarankan menerima dosis “priming”
insulin regular 0,4-0,6 unit/kgBB, separuh sebagai bolus intravena dan
separuh sebagai injeksi subkutan atau intravena. Setelah itu, injeksi insulin
regular 0,1 unit/kgBB/jam secara subkutan ataupun intramuskular dapat
diberikan.
Kriteria perbaikan KAD diantaranya adalah: kadar glukosa <200 mg/dL,
serum bikarbonat ≥18 mEq/L dan pH vena >7,3. Setelah KAD membaik, bila
pasien masih dipuasakan maka insulin dan penggantian cairan intravena
ditambah suplementasi insulin regular subkutan setiap 4 jam sesuai
keperluan dapat diberikan. Pada pasien dewasa, suplementasi ini dapat
diberikan dengan kelipatan 5 unit insulin regular setiap peningkatan 50
mg/dL glukosa darah di atas 150 mg/dL, dosis maksimal 20 unit untuk kadar
glukosa ≥300 mg/dL.
Bila pasien sudah dapat makan, jadwal dosis multipel harus dimulai dengan
menggunakan kombinasi insulin kerja pendek/cepat dan kerja menengah atau
panjang sesuai keperluan untuk mengendalikan kadar glukosa. Lanjutkan
insulin intravena selama 1-2 jam setelah regimen campuran terpisah dimulai
untuk memastikan kadar insulin plasma yang adekuat. Penghentian tiba-tiba
insulin intravena disertai dengan awitan tertunda insulin subkutan dapat
menyebabkan kendali yang memburuk; oleh karena itu tumpang tindih antara
terapi insulin intravena dan inisiasi insulin subkutan harus diadakan.
Pasien dengan riwayat diabetes sebelum dapat diberikan insulin dengan dosis
yang mereka terima sebelumnya sebelum awitan KAD atau KHH dan
disesuaikan dengan kebutuhan kendali. Pasien-pasien dengan diagnosis
diabetes baru, dosis insulin inisial total berkisar antara 0,5-1,0 unit/kgBB
terbagi paling tidak dalam dua dosis dengan regimen yang mencakup insulin
kerja pendek dan panjang sampai dosis optimal dapat ditentukan. Pada
akhirnya, beberapa pasien T2DM dapat dipulangkan dengan
antihiperglikemik oral dan terapi diet pada saat pulang.
Kalium
Walaupun terjadi penurunan kadar kalium tubuh total, hiperkalemia ringan
sedang dapat terjadi pada pasien krisis hiperglikemik. Terapi insulin, koreksi
asidosis dan ekspansi volume menurunkan konsentrasi kalium serum. Untuk
mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai apabila kadar kalium
serum telah di bawah 5,5 mEq/L, dengan mengasumsikan terdapat keluaran
urin adekuat. Biasanya 20-30 mEq/L kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) untuk
setiap liter cairan infus mencukupi untuk mempertahankan kadar kalium
serum antara 4-5 mEq/L. Pada keadaan tertentu, pasien KAD dapat datang
dengan hipokalemia signifikan. Pada kasus-kasus ini, penggantian kalium
harus dimulai bersamaan dengan terapi cairan dan pemberian insulin ditunda
sampai kadar kalium mencapai lebih dari 3,3 mEq/L dalam rangka mencegah
terjadinya aritmia atau henti jantung dan kelemahan otot pernapasan.
Trombosis vaskular
Banyak karakter pasien dengan KAD dan KHH mempredisposisi pasien
terhadap trombosis, seperti: dehidrasi dan kontraksi volume vaskular,
keluaran jantung rendah, peningkatan viskositas darah dan seringnya
frekuensi aterosklerosis. Sebagai tambahan, beberapa perubahan hemostatik
dapat mengarahkan kepada trombosis. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada saat osmolalitas sangat tinggi.
Diabetes mellitus sering disertai dengan infeksi dan tidak jarang dengan
infeksi berat atau sepsis. Sepsis yaitu suatu respon inflamasi sistemik
terhadap infeksi, dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Dalam penelitian didapatkan
bahwa pasien DM dengan sepsis mengalami peningkatan kadar gula darah
rerata (hiperglikemia). Pasien DM dengan sepsis sering dihubungkan dengan
keadaan berbagai penyakit infeksi. Adanya infeksi menimbulkan respon
imun yaitu kenaikan leukosit.
BAB III
Kesimpulan
Pada skenario 1 ini, didapatkan seorang pasien laki- laki usia 68 dengan
keluhan utama tidak sadarkan diri. Pasien menderita diabetes melitus dan
sudah 2 hari tidak suntik insulin sehingga kadar gula darah pasien menjadi
sangat tinggi. Hal ini yang menyebabkan komplikasi ke arah Hiperosmolar
Hiperglikemia Non Ketotik (HHNK) atau Ketoasidosis Diabetikum (KAD).
Pemeriksaan lanjutan analisa gas darah dan analisa urin diperlukan untuk
membedakan kedua penyakit tersebut. Jika pH darah arteri normal pasien
bisa dikatakan menderita HHNK, jika pH darah arterinya turun, pasien bisa
dikatakan menderita KAD.
Pasien juga mengalami syok hipovolemik karena asupan cairan yang kurang
serta pengeluaran cairan yang berlebihan.Penggantian cairan secara cepat
perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien. Penggantian
cairan diberikan di awal untuk meningkatkan efektivitas pemberian insulin.
Saran
1. Merujuk pasien ke rumah sakit yang lebih tinggi pada kasus ini perlu
segera dilakukan setelah kegawatdaruratan teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control, Division of Diabetes Translations. Diabetes
Surveillance 2001. Centers for Disease Control Website.
http://www.cdc.gov/diabetes/statistics/. Diakses 22 Mei 2015.
Chiasson, JL, et al. 2003. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state. Canadian Medical Association Journal, Vol. 168,
pp. 859-866.
Chodijah S, Nugroho A, Pandelaki K (2011). Hubungan Kadar Gula Darah Puasa
dengan Jumlah Leukosit pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Sepsis. Jurnal e-
Biomedik (EBM). 1(1) pp: 602-606
Kumar, Abbas, Fausto, Mithchell. 2007. Robbins Basic Pathology: The Endocrine
System. Philadelphia: Saunders Elsevier
Longo, Dan L. dkk. 2012. Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th Edition.
McGraw-Hill.
Laureys, et all. 2002. Glasglow Comma Scale.
http://www.coma.ulg.ac.be/images/gcs_comments.pdf. diakses 28 Mei 2015
M. Sperling, in Therapy for Diabetes Mellitus and Related Disorders, American
Diabetes Association, Alexandria, VA, 1998; and AE Kitabchi et al: Diabetes Care
32:1335, 2009.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta: EGC.
Halaman 799-780.
Sutadi, S. M. 2003. Gastroparesis Diabetika. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3370/1/penydalam-
srimaryani8.pdf
Winandayu, P. 2013. Tanggung jawab doker terhadap pasien gawat darurat atas
tindakan medis implied consent. e-journal.uajy.ac.id/3608/1/0HK10026.pdf. diakses
29 Mei 2015.
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO I BLOK KEGAWATDARURATAN
KELOMPOK 17
TUTOR: Dra. Dyah Rama Budiani M.Si.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2015
.
.
.