Kelas : IX-A
No.absen : 27
Arti Sahabat
Pagi ini seperti biasa begitu mendengar bel masuk berbunyi, semua murid
SMAN 1 memasuki kelas masing-masing. Tidak terkecuali Dean dan Siska,
kedua sahabat satu muka itu. Mereka dijuluki “satu muka” oleh siswa-siswi
sekolahnya karena jika dilihat sekilas kedua wajah mereka hampir mirip dan
bahkan nyaris sama! Padahal mereka berdua tidak memiliki hubungan darah.
Hal yang membuat mereka mudah dikenali dan dibedakan adalah Dean
berkacamata sedangkan Siska tidak.
“Eh De, kamu bawa tugas IPA nggak?” tanya Siska sambil mengeluarkan
seluruh isi tasnya satu-persatu.
“Loh, kenapa? Kamu udah tau di mana buku kamu?” tanya Dean.
“Duuhh … bukunya tadi aku bawa, trus aku taruh di kursi mobil. Waktu aku
buru-buru turun dari mobil, aku lupa ambil. Aduuhh … gimana nih!?” kata
Siska panik. Dan ketika itu juga Bu Rasty guru IPA yang killer itu memasuki
kelas. Semua terdiam, begitu juga dengan Dean dan Siska.
Bu Rasty berdiri di depan kelas sambil menatap satu-persatu wajah murid kelas
XII IPA yang pada tegang-tegang semua!
“Ehem. Kumpulkan tugas IPA yang Ibu kasih semalam sekarang juga!”
perintah Bu Rasty tegas.
“Duh .. De, gimana nih!?” ujar Siska panik ketika melihat Dean hendak
mengumpulkan tugasnya.
“Udaahh .. ambil aja” ujar Dean dan langsung memberikan buku tugasnya yang
kini berada dalam genggaman tangan Siska.
Siska memandangi Dean dengan heran. Dean hanya tersenyum tipis, kemudian
ia melirik Bu Rasty yang kini tengah menatap mereka berdua.
Tiba-tiba Dean menarik buku yang berada di tangan Siska, ia pun langsung
berkata, “Eh, Sis! Pinjam buku tugasmu dong, aku nggak buat tugas nih!?” ujar
Dean dengan suara lantang yang membuat semua orang memandanginya.
Siska yang sama sekali tidak mengerti maksud Dean hanya bisa berdiri
mematung ketika melihat Bu Rasty menghampiri mereka berdua.
“Cepat jawab, ada apa ini?!” kata Bu Rasty lagi. Kemudian Bu Rasty
mengambil buku tugas yang berada di tangan Dean.
Bu Rasty membuka dan melihat buku tugas itu, ia pun bertanya “Buku tugas
siapa ini?”
“I-itu …”
“Terus, kenapa buku ini bisa sama kamu Dean?” kini Bu Rasty mengalihkan
pandangannya pada Dean.
“Untuk?”
Akhirnya Dean pun berjalan meninggalkan kelas menuju lapangan. “Bu, kenapa
Dean dihukum? Dia nggak salah” protes Siska setelah Dean meninggalkan
kelas.
Beberapa hari kemudian semenjak kejadian itu, Dean yang juga diberi hukuman
tambahan oleh Bu Rasty tidak diperbolehkan masuk dijam pelajarannya selama
satu minggu. Seperti biasa Dean mengisi waktu kosongnya dengan nongkrong
di perpustakaan sambil membaca buku-buku.
Sementara itu, Siska yang tengah mengikuti pelajarannya bersama siswa-siswi
lainnya dikagetkan dengan suara pintu kelas yang diketuk. Semua memandang
ke ambang pintu. Tampak Pak Hartono, kepala sekolah SMAN 1 memasuki
kelas bersama seorang cowok yang bertampang keren.
“Anak-anak, hari ini kalian kedatangan murid baru. Dia pindahan dari Jakarta.
Namanya Rangga” ujar Pak Hartono dengan suaranya yang tegas. Kemudian
Rangga tersenyum ramah yang membuat sejumlah siswi-siswi kelas XII IPA 2
terpesona. Tidak terkecuali Siska, yang diam-diam di dalam hati mengagumi
Rangga.
“Bu, gimana kalo Rangga duduk di sini aja?” usul Siska tiba-tiba.
“Emm … nggak papa kok Bu. Nanti saya yang jelasin ke Dean” ucap Siska
yang pandangannya tidak pernah terlepas dari Rangga.
“Aku Siska, salam kenal ya” ujar Siska pada Rangga. Rangga sejenak
memandangi Siska, kemudian ia pun tersenyum tipis yang membuat Siska
semakin tertarik pada pesonanya.
“Kenalin ini teman baru kita, namanya Rangga” ucap Siska memperkenalkan
Rangga pada Dean. Sesaat Rangga dan Dean hanya saling berpandangan.
“Eh, De. Kita berdua mau ke kantin, kamu mau ikut?” tanya Siska.
Dean terlihat berpikir sejenak, kemudian ia pun berkata, “Nggak deh, Sis. Aku
mau ke kelas aja”
“Oh ya udah, kita duluan ya De. Byee …” kata Siska sembari berjalan
meninggalkan Dean.
Sepeninggal Siska dan Rangga, Dean sempat bertanya-tanya dalam hati melihat
tingkah laku Siska yang tampak sangat senang tidak seperti biasanya.
Setengah bulan telah berlalu, hubungan pertemanan Dean, Siska, dan Rangga
semakin dekat. Terutama Siska dan Rangga, tampaknya Siska mempunyai
perasaan dengan Rangga. Itu yang dipikirkan Dean, karena setiap Dean dan
Siska ngobrol ia selalu bercerita tentang Rangga. Dan sejujurnya Dean
cemburu. Tapi ia tidak tau harus bagaimana, baginya sahabat adalah segalanya.
Hari ini, kelas XII IPA 2 sedang melaksanakan ujian matematika. Dean telah
selesai mengerjakan soal ulangannya dan ia pun diperbolehkan keluar ruang
kelas. Ketika Dean sedang duduk di pinggir koridor sekolah, tiba-tiba ia merasa
pundakya ditepuk oleh seseorang. Dean pun menoleh.
“Kamu udah selesai ujiannya ya?” tanya Dean. Dan entah mengapa jantung
Dean berdebar setiap menatap mata Rangga.
Rangga mengangguk pertanda iya, lalu keduanya hanya terdiam dan sibuk
dengan pikiran mereka masing-masing.
Tapi kemudian, Rangga pun bertanya “Eh, ngomong-ngomong kamu dan Siska
kembaran ya?”
Dean tersenyum,” Kamu adalah orang yang ke seratus bertanya seperti itu”
“Maksud kamu?”
“Aku dan Siska bukan kembaran kok. Kami hanya teman biasa dan
bersahabatan”
“Masa sih?”
Dean mengangguk.
“Kirain kalian kembar. Oh ya, aku mau tanya sesuatu sama kamu”
“Emang kenapa?”
“Oh, belum kok.” jawab Dean singkat. Padahal Dean berharap Rangga bertanya
lagi, tapi tepat saat itu Siska yang baru selesai ujian datang menghampiri
mereka berdua.
“De, kamu serius mau pindah?” tanya Siska pada Dean yang tengah mengepak
bajunya. Karena besok Dean dan keluarganya akan pindah ke Singapura.
Siska langsung memeluk Dean, “Aku pasti bakalan kanget banget sama kamu”
“Oh ya, Sis. Kalo kamu ketemu sama Rangga tolong kasih surat ini ke dia ya”
kata Dean sambil memberikan sebuah amplop pada Siska. Dan Siska pun
mengambil amplop yang berisi surat itu.
“Dan, kalo kamu kasih surat ini. Kamu mau kan sambil pakai kacamata aku?”
Siska yang sebenarnya tidak mengerti sama sekali apa maksud Dean hanya
menuruti dengan anggukan kepalanya.
Keesokan harinya, Dean yang baru saja sampai di sekolah merasa kaget ketika
melihat Rangga berlari menghampirinya.
“Sebenarnya … dari pertama kali teman kamu kenalin kamu ke aku, aku udah
suka sama kamu. Tapi aku nggak berani ngungkapin ini karena kamu selalu
terlihat menjauh ketika aku berusaha untuk mendekatimu. Dan sekarang, aku
mau tanya sama kamu. Kamu mau kan jadi pacarku, Dean?”
“Siska?” Rangga kaget begitu tau cewek yang di hadapannya adalah Siska
bukan Dean.
“Tapi kenapa …”
“Aku memang pake kacamata Dean. Dean yang memberikannya padaku. Aku
nggak nyangka ya, kamu lebih memilih Dean daripada aku. Udah jelas-jelas aku
yang lebih dekat dengan kamu daripada Dean. Tega kamu ya Ga, tega!”
Siska langsung melemparkan sebuah amplop pada Rangga. Rangga tanpa
banyak bicara langsung membuka amplop itu dan membaca isinya, sementara
Siska berlari meninggalkannya.
Dear Rangga,
Maaf kalo aku nggak bisa kasih tau kamu soal keberangkatan aku ke Singapura.
Dan gimana? Kamu udah jadian dengan Siska kan? Aku harap sudah. Tapi
kamu jangan pernah memarahi Siska kalo dia berpenampilan seperti aku. Itu
semua keinginanku, aku mau dia bahagia sama kamu. Maafkan aku Rangga
kalo semuanya jadi seperti ini. Karena inilah arti sahabat sesungguhnya.
Dean
Tamat