• Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14- 22% dari semua cedera tengkorak. • Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang melibatkan trauma tumpul kepala. • kecelakaan tetap yang paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal • berpotensi mengakibatkan cedera serius pada saraf wajah, telinga tengah, telinga bagian dalam dan berisiko pada intrakranial • Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa, timpani, styloid, mastoid, dan petrosus • Petrosus merupakan bagian terpenting dari tulang temporal yang melindungi telinga tengah dan dalam serta bagian-bagian dari saraf facialis Fraktur Longitudinal • 80% dari semua fraktur tulang temporal • Etiologi : pukulan pada tulang temporal atau parietal • Garis fraktur sejajar dengan sumbu panjang piramida tulang petrosus. Dimulai di pars squamosa (mastoid atau meatus akustikus eksternus), meluas melalui saluran eksternal posterosuperior, berlanjut melewati atap dari telinga tengah bagian anterior labirin, dan berakhir anteromedial di tengah fossa kranial dekat dengan foramen lacerum dan foramen ovale. • Tanda dan gejala : perdarahan pada saluran telinga yang berasal dari kulit dan laserasi membran timpani, fraktur pada kanalis akustikus eksternus, gangguan tulang pendengaran yang dapat menyebabkan conductive hearing loss (CHL), dan kelumpuhan saraf wajah. Fraktur Transversal • 20% dari semua fraktur tulang temporal • Etiologi : pukulan dari frontal atau parietal, tetapi dapat juga disebabkan pukulan dari oksipital • Garis fraktur berjalan dari sudut kanan sumbu panjang piramida tulang petrosus dan mulai di tengah fossa kranial (dekat dengan lacerum foramen dan spinosum). Kemudian melintasi piramida tulang petrosus, melintang dan berakhir pada foramen magnum. • Tanda dan gejala : struktur koklea dan vestibular hancur, sehingga dapat mengakibatkan sensorineural hearing loss (SNHL) dan vertigo yang berat. Intensitas vertigo akan berkurang setelah 7-10 hari kemudian terus menurun selama 1-2 bulan berikutnya, dan hanya menyisakan perasaan goyah yang berlangsung sekitar 3-6 bulan, sampai akhirnya terjadi kompensasi. Fraktur Oblique • Biasanya terbentuk dari kedua fraktur yaitu longitudinal dan transversal. Gambaran Fraktur longitudinal Fraktur transversal Insiden 80% 20% Trauma dari os temporal atau Trauma dari os frontal atau os Mekanisme os parietal oksipital Otore CSF Sering Jarang Perforasi Membran Sering Jarang timpani 20% (tidak menetap dan onset 50% (berat, menetap dan onset Kerusakan n.facialis lambat) immediate) Sering (tipe konduktif dan Hearing Loss Sering (sensorineural) campuran) Hemotimpanicum Sering Jarang Sering (Spontan, intensitas Sering (spontan, intensitas Nistagmus rendah atau tergantung posisi) tinggi) Otore Sering Jarang Sering ( lebih intens, biasanya Vertigo Sering (kurang intens) terjadi pada fase akut, dengan disertai nausea dan vomiting) Pemeriksaan Fisik • Pemeriksaan kanalis akustikus eksternus untuk melihat adanya laserasi atau tidak. Dengan bantuan otoskop, dilakukan inspeksi kondisi membran timpani, apakah disertai dengan perforasi atau hemotimpani. Perlu diperhatikan juga jenis cairan otore yang keluar, apakah bercampur darah atau jernih (cairan serebrospinal) Pemeriksaan Penunjang • Radiografi foto polos dari skull menunjukkan bagian yang opaq dari air sel mastoid, udara pada intrakranial, atau namun jarang terjadi terdapat lusensi (garis fraktur). • Potongan tipis (1 mm) CT-scan dapat menunjukkan lusensi yang melewati tulang temporal. • Hasil MRI menunjukkan adanya cairan pada telinga tengah dan air sel mastoid. Gambar T1-weighted memperlihatkan bagian yang terang di labirin atau telinga tengah yang konsisten dengan perdarahan. Namun, pada fraktur tulang temporal MRI memiliki sensitivitas dan spesifisitas sangat rendah • Studi kedokteran nuklir tidak digunakan dalam mendiagnosis trauma akut. Namun, cisternography nuklir dapat digunakan sebagai tambahan pada CT scan untuk diagnosis trauma yang berhubungan dengan kebocoran Cerebro Spinal Fluid (CSF). Dalam pemakaiannya, cisternography nuklir merupakan cara yang sensitif untuk mendeteksi kebocoran CSF tetapi tidak akurat dalam menggambarkan lokasi kebocoran • penggunaan angiografi yang luas untuk mencakup semua pasien yang memiliki bukti CT cedera neurocranial, sehingga dapat mendeteksi cedera vaskular yang perlu manajemen yang agresif dan untuk menurunkan angka kematian secara keseluruhan • Fraktur longitudinal sejajar dengan sumbu panjang tulang petrosus • Keterlibatan telinga tengah, kanalis karotis, tulang labirin, dan meatus akustikus eksternus harus diperhatikan • Fraktur transversal tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang petrosus. • Keterlibatan struktur telinga bagian dalam dan nervus fasialis harus diperhatikan. • Fraktur oblique Tatalaksana • Kortikosteroid sistemik selama 10-14 hari kecuali bila ada kontraindikasi • Observasi • Bedah dekompresi bila ada penurunan rangsangan saraf fasialis Komplikasi • Penurunan pendengaran • Kelumpuhan saraf wajah • Hiperkinesis di tendon stapes yang menimbulkan keluhan telinga penuh dan bergemuruh • Kebocoran cairan serebrospinal – elevasi kepala, tirah baring dengan elevasi kepala, obat pelunak feses, pencegahan bersin dan ketegangan otot yang lain, dan pada beberapa pasien dapat dilakukan penempatan lumbar drain • Fraktur kanalis karotis : cek dengan CT angio atau MRA • BPPV dan gejala seperti Meniere